15
3. PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KONDISI HIDROLOGI DAS KALIGARANG
Pendahuluan
Daerah aliran sungai DAS adalah suatu wilayah atau kawasan yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke sungai, baik dalam bentuk
aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan aliran air di bawah tanah. Wilayah ini dipisahkan dengan wilayah lainnya oleh pemisah topografi. yaitu punggung
bukit dan keadaan geologi terutama formasi batuan. Arsyad 2006 menyebutkan bahwa secara operasional DAS didefinisikan sebagai wilayah yang terletak di atas
suatu titik pada suatu sungai yang oleh batas-batas topografi mengalirkan air yang jatuh di atasnya ke dalam sungai yang sama pada sungai tersebut.
Pengelolaan DAS adalah upaya penggunaan sumberdaya alam di dalam DAS secara rasional untuk mendapatkan produksi optimum dalam waktu yang tidak
terbatas dan menekan bahaya kerusakan seminimal mungkin, serta diperoleh hasil air yang merata sepanjang tahun. Di dalam pengelolaan DAS, DAS harus
dipandang sebagai satu kesatuan antara wilayah hulu dan hilir, karena adanya interdependensi. Namun karena DAS bagian hulu merupakan daerah recharge dan
merupakan sumber air bagi daerah di bawahnya, maka perhatian yang cukup terhadap wilayah ini sangat diperlukan. Sinukaban 1999
Pengelolaan DAS sebagai bagian integral pembangunan wilayah, saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait. Masalah-
masalah tersebut adalah erosi dan sedimentasi, banjir dan kekeringan, pengelolaan tidak terpadu, koordinasi yang lemah, institusi belum mantap, konflik antar
sektorkegiatan dan peraturan yang tumpang tindih Dephut 2001; Brooks et al. 1990; Easter et al. 1986. Kondisi ini menyebabkan kerusakan DAS setiap tahun
semakin meningkat jumlahnya, meskipun pengelolaan DAS terus dilakukan. Kompleksnya permasalahan pengelolaan DAS mengharuskan berbagai pihak yang
terlibat stakeholders untuk melakukan langkah-langkah strategis dalam pengelolaan DAS terpadu. Adapun rencana pengelolaan DAS terpadu mengacu
pada kaidah Satu DAS, satu rencana, dan satu pengelolaan Sinukaban 2008.
Perubahan penggunaan lahan berhubungan erat dengan peningkatan kebutuhan barang dan jasa yang membutuhkan lahan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sangat kompleks, namun demikian faktor-faktor tersebut secara garis besar terdiri dari faktor kebutuhan lahan land
demand, perubahan populasi penduduk changes in population, alokasi lahan land allocation dan perubahan produksi pertanian changes in yield of
agriculture Verburg et al. 1999; Verburg et al. 2011. Lebih lanjut dijelaskan bahwa analisis perubahan penggunaan lahan menggunakan variabel kebutuhan
tutupan lahan land cover demand, kesesuaian lokasi location suitability, dan karakteristik konversi lahan land conversion characteristics Fox et al. 2011.
Pola perubahan penggunaan lahan khususnya lahan pertanian dipengaruhi oleh faktor ketinggian tempat elevation, kemiringan slope dan kepadatan penduduk
population density Huang et al. 2007. Perubahan penggunaan lahan dipengaruhi oleh hasil interaksi yang kompleks antara faktor-faktor manusia dan faktor
lingkungan Schaldach dan Priess 2008.
16
Aliran permukaan merupakan air yang mengalir di atas permukaan tanah dan merupakan bagian curah hujan yang mengalir ke sungai atau saluran, danau,
dan laut Asdak 2004. Di daerah beriklim basah aliran yang mengalir sebagai aliran permukaan penting sebagai penyebab erosi, karena merupakan pengangkut
bagian-bagian tanah Arsyad 2006. Aliran permukaan terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air masuk ke dalam tanah Asdak 2004. Schwab et
al. 1981 menyatakan bahwa aliran permukaan tidak terjadi sebelum evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi, tambatan permukaan dan tambatan saluran
channel detention terjadi.
Curah hujan yang jatuh di atas permukaan tanah pada suatu wilayah pertama- tama akan masuk ke tanah sebagai aliran infiltrasi setelah ditahan oleh tajuk
vegetasi sebagai intersepsi. Infiltrasi akan berlangsung terus selama kapasitas lapang belum terpenuhi atau air tanah masih di bawah kapasitas lapang. Apabila
hujan terus berlangsung dan kapasitas lapang telah dipenuhi, maka kelebihan air hujan tersebut sebagian akan tetap berinfiltrasi yang selanjutnya akan menjadi air
perkolasi dan sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi permukaan tanah sebagai simpanan permukaan depression storage. Selanjutnya setelah
simpanan depresi terpenuhi, kelebihan air tersebut akan menjadi genangan air setebal beberapa centimeter atau sebagai tambatan permukaan detention storage.
Sebelum menjadi aliran permukaan, kelebihan air hujan diatas sebagian menguap atau terevaporasi walaupun jumlahnya sangat sedikit Haridjaja 2000.
Perubahan penggunaan lahan dari tingkat tutupan tinggi ke rendah atau ke permukiman dan kawasan industri akan meningkatkan koefisien limpasan,
akibatnya banjir akan meningkat baik besaran maupun frekuensinya. Banjir yang diakibatkan oleh meningkatnya koefisien limpasan DAS sesungguhnya harus dapat
dicegah oleh manusia. Namun pada kenyataannya banjir yang diakibatkan oleh faktor inilah yang paling banyak terjadi di Indonesia Sinukaban 2008.
Dampak hidrologi perubahan penggunaan lahan dapat berupa jumlah maupun kualitas air. Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian
menyebabkan 1 erosi meningkat; 2 laju sedimentasi meningkat; 3 produksi air water yield dalam hal ini ditribusi bulanan menurun seiring dengan penurunan
evapotranspirasi vegetasi; 4 aliran air musiman khususnya aliran dasar baseflow menurun seiring penurunan kapasitas infiltrasi tanah dan peningkatan aliran
permukaan; 5 aliran puncak peakflow akan meningkat seiring berkurangnya penutupan tanah dan 6 pengisian air tanah menurun Bonell dan Bruijnzeel 2005;
Aylward 2005. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi pengaruh perubahan penggunaan lahan DAS Kaligarang terhadap aspek hidrologi.
Metode Penelitian Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Geographycal Position System GPS, clinometer, kamera, alat tulis kantor ATK, seperangkat
komputer lengkap dengan alat pencetak printer. Perangkat lunak software yang digunakan untuk pengolahan data antara lain microsoft excel, Program ARC GIS
10.1., SPSS. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peta penggunaan lahan tahun 2000, 2003, 2006, dan 2009, dan 2011.
17
Jenis, sumber dan kegunaan data
Data biofisik yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data tipe penggunaan lahan, debit, dan iklim. Data iklim curah hujan, temperatur,
kelembaban, angin, radiasi harian selama 10 tahun 2001 – 2010 diperoleh dari
Balai Penelitian Tanaman Pangan BPTP Propinsi Jawa Tengah, stasiun BMKG Jawa Tengah dan Dinas PSDA Propinsi Jawa tengah. Data debit harian selama 10
tahun 2001 – 2010 diperoleh dari Dinas PSDA Propinsi Jawa Tengah.Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Jenis, sumber dan kegunaan data yang dikumpulkan dalam penelitian
No Jenis Data
Sumber Data Kegunaan Data
Data Sekunder
1. Peta penggunaan lahan
BPDAS Jratuseluna Badan Informasi
Geospasial BIG Untuk melihat perubahan
penggunaan lahan, debit aliran dan koefisien aliran
permukaan
2. Data iklim Curah hujan
BPTP, BMKG, Dinas PSDA Provinsi Jawa
Tengah Untuk melihat perubahan
debit aliran dan koefisien aliran permukaan
3. Data debit Kaligarang
Dinas PSDA Propinsi Jawa Tengah
Untuk melihat perubahan debit aliran dan koefisien
aliran permukaan
Teknik pengumpulan data Penggunaan Lahan. Data penggunaan lahan diperoleh dari analisa citra
lansat atau peta penggunaan lahan, kemudian dilakukan ground chekobservasi pada lokasi-lokasi sampel untuk melihat perkembangan perubahan penggunaan
lahan yang ada. Data penggunaan lahan yang dianalisis adalah data penggunaan lahan 10 tahun terakhir yang tersedia tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan 2013.
Curah Hujan. Data curah hujan merupakan data sekunder, data tersebut
dikumpulkan dari stasiun klimatologi terdekat yang berada tidak jauh dari DAS. Data curah hujan merupakan data series selama 10 tahun tahun 2001-2010.
Debit Sungai Kaligarang. Data debit yang dikumpulkan merupakan data
seri harian debit Sungai Kaligarang selama 10 tahun terakhir 2001-2010, data ini digunakan untuk melihat dampak penggunaan lahan terhadap karakteristik
hidrologi DAS Kaligarang.
Analisis data
Analisis perubahan penggunaan lahan DAS Kaligarang dilakukan dengan menggunakan software ArcView geographycal information system GIS dan
hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif dan peta. Analisis perubahan penggunaan lahan secara keseluruhan dilakukan untuk
mengetahui kecenderungan perubahan penggunaan lahan DAS Kaligarang yang dilakukan pada peta penggunaan lahan tahun 2000 periode 2000-2002, tahun 2003
periode 2003-2005, tahun 2006 periode 2006-2008 dan tahun 2009 periode 2009-2011.
18
Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan pada penggunaan lahan yang dominan yakni penggunaan lahan yang proporsinya lebih 5 dari total luas
DAS Kaligarang dan perubahannnya lebih dari 1. Berdasarkan hal ini maka perubahan penggunaan lahan yang dianalisis adalah hutan, permukiman, pertanian
lahan kering, pertanian lahan kering campur dan sawah.
Analisis perubahan setiap penggunaan lahan hutan. PLK, PLKC, perkebunan, sawah, dan permukiman menggunakan analisis regresi dengan
bantuan program SPSS. Asumsi yang digunakan adalah luas masing-masing jenis penggunaan lahan merupakan fungsi dari waktu t, sehingga luas penggunaan
lahan pada waktu t ditentukan oleh luas penggunaan lahan sebelumnya. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan terhadap waktu diduga bersifat linier,
maka luas setiap jenis penggunaan lahan dapat diprediksi dengan persamaan regresi:
Y
i
t = Y
i
o + βX
3.1 dimana, Y
i
t adalah luas masing-masing jenis penggunaan lahan pada waktu t, Y
i
o adalah luas masing-masing jenis penggunaan lahan pada waktu to,
β laju perubahan masing-masing jenis penggunaan lahan, X adalah waktu yang bernilai 1, 4, 7, 10
dan seterusnya, i adalah jenis penggunaan lahan yakni hutan, PLK, PLKC, perkebunan, sawah, dan permukiman.
Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS Kaligarang dianalisis berdasarkan data penggunaan lahan, hujan tahun 2001
– 2010 dan debit tahun 2001-2010 dengan menggunakan kriteria nilai debit
maksimum harian Q
max
, debit minimum harian Q
min
dan koefisien aliran permukaan langsung C
DRO
. Debit maksimum, debit minimum dan koefisien aliran permukaan ditentukan berdasarkan besaran debit harian selama satu tahun.
Analisis perubahan parameter hidrologi DAS Q
max
, Q
min
, C
DRO
menggunakan analisis regresi dengan bantuan program SPSS. Asumsi yang digunakan adalah nilai Q
max
, Q
min
, C
DRO
merupakan fungsi dari waktu t. Kecenderungan nilai parameter hidrologi DAS terhadap waktu diduga bersifat
eksponensial, maka luas setiap jenis penggunaan lahan dapat diprediksi dengan persamaan regresi:
Z
i
t = α e
βt
3.2 dimana, Z
i
t adalah nilai parameter hidrologi DAS Q
max
, Q
min
, C
DRO
pada waktu t, α adalah konstanta, β laju perubahan masing-masing parameter hidrologi, t adalah
waktu yang bernilai 1, 4, 7, 10 dan seterusnya, i adalah parameter hidrologi DAS. Curah hujan rata-rata DAS Kaligarang dianalisis dengan metode poligon
thiessen, sedangkan hidrograf aliran selama satu tahun menggunakan analisis rata- rata aritmetik dan rata-rata peluang kejadian.
Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit maksimum, debit minimum, dan koefisien aliran permukaan dianalisis menggunakan analisis regresi
berganda dengan bantuan program SPSS. Debit maksimum adalah besarnya volume air maksimum yang mengalir
melalui suatu penampang melintang suatu sungai Sungai Kaligarang per satuan waktu, dalam satuan m³detik. Debit minimum Qmin adalah besarnya volume
air minimum yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai Sungai Kaligarang per satuan waktu, dalam satuan m³detik..
19
Koefisien aliran permukaan langsung direct runoff coeficient adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara volume aliran permukaan langsung dengan
volume curah hujan. Aliran permukaan langsung dihitung dari data debit Sungai Kaligarang dengan jalan memisahkan debit sungai dari aliran dasar base flow.
Base flow dihitung dengan menggunakan metode straight line methode berdasarkan debit harian Sungai Kaligarang selama satu tahun. Koefisien aliran permukaan
langsung dihitung dengan menggunakan persamaan:
C
DRO
= QR 3.3
dimana: C
DRO
= koefisien aliran permukaan langsung ; Q = Aliran permukaan langsung m
3
dan R= volume curah hujan m
3
. Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS
Kaligarang dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda multiple regression dengan menggunakan persamaan:
Q
max
= β
o
+ β
1
x
1
+ β
2
x
2
+ β
3
x
3
+ ………+ β
n
x
n
+ έ 3.4
Q
min
= β
o
+ β
1
x
1
+ β
2
x
2
+ β
3
x
3
+ ………+ β
n
x
n
+ έ 3.5
C
DRO
= β
o
+ β
1
x
1
+ β
2
x
2
+ β
3
x
3
+ ………+ β
n
x
n
+ έ 3.6
dimana x
1
, x
2
, x
3
…..dan x
n
adalah proporsi masing-masing jenis penggunaan lahan, β
o
, β
1
, β
2
, β
3
…..dan β
n
adalah koefisien regresi masing-masing variabel x. Sedangkan έ adalah residual atau error yang diasumsikan berdistribusi normal
dengan rata-rata mendekati 0 dan standar deviasi tertentu. Regresi stepwise dilakukan selanjutnya apabila hasil analisis berganda
masing-masing variable predictor penggunaan lahan saling mempengaruhi terhadap variable respon VIF 5. Hasil yang diharapkan hanya satu variable
penggunaan lahan yang paling berpengaruh terhadap variable respon.
Hasil dan Pembahasan Analisis penggunaan lahan
Analisis citra satelit DAS Kaligarang 2000 - 2012 menunjukkan bahwa penggunaan lahan terbesar adalah pertanian lahan kering, pertanian lahan kering
campuran dan permukiman. Peta penggunaan lahan DAS Kaligarang tahun 2003, 2006 dan 2009 disajikan pada Lampiran Gambar 1 dan 2, serta Gambar 2.2.
Penggunaan lahan DAS Kaligarang dibedakan menjadi 6 enam jenis penggunaan yaitu: hutan, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan
kering campuran, sawah dan permukiman. Hutan dalam DAS Kaligarang merupakan hutan alami dan hutan konversi. Hutan alami terdiri dari hutan lindung
yang kelestariannya diharapkan terpelihara yang berfungsi untuk mempertahankan kelestarian lingkungan baik dari segi penyediaan air, tanah dan udara. Hutan alami
pada umumya didominasi vegetasi pohon yang rapat dan memiliki strata tajuk serta kondisi tumbuhan bawah yang rapat dan memiliki lapisan seresah bahan organik
yang cukup tebal di permukaan tanah. Hutan konversi merupakan hutan produksi yang dapat dikonversi oleh tanaman lain yang terdiri atas tegakan jati dan pinus.
20
Hal ini tentunya akan memberikan respons hidrologi yang baik terhadap masukan hujan dalam DAS Kaligarang.
Karakteristik perkebunan yang ada di DAS Kaligarang merupakan perkebunan yang dikelola oleh pemerintah PTP maupun oleh swasta. Komoditas
utama yang diusahakan adalah tanaman kopi, karet, teh, cengkeh, sesetempat pala dan kakao dengan luasan sempit.
Karakteristik pertanian lahan kering campuran PLKC dalam DAS Kaligarang pada umumnya merupakan tanaman semusim, yaitu ketela pohon,
kacang tanah, jagung, dan sayuran yang ditanam diantara tanaman tahunan buah- buahan seperti duren, kelengkeng, mangga, nangka, rambutan, dan kelapa.
Termasuk dalam PLKC adalah daerah pekarangan yang terdapat di sekitar perkampungan. Jarak tanam tidak rapat, permukaan tanah umumnya dibersihkan
dari rumput dan gulma.
Karakteristik pertanian lahan kering PLK yang diusahakan oleh petani dalam DAS Kaligarang merupakan tanaman palawija antara lain kacang tanah,
jagung, ketela pohon, ubi jalar, kedelai dan sayuran dataran rendah, yang ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Para petani pada umumnya telah melakukan
tindakan konservasi tanah dan air meskipun secara sederhana dan kondisi kurang sempurna yaitu pembuatan guludan dan teras yang telah diperkuat dengan tanaman
rumput.
Karakteristik sawah yang diusahakan oleh petani dalam DAS Kaligarang dibedakan menjadi sawah berpengairan irigasi dengan pola tanam padi
–palawija– padi dan sawah tadah hujan dengan pola tanam padi-palawija. Padi rendeng
ditanam pada awal musim hujan bulan November, dimana sebelumnya dilakukan pengolahan tanah dan pembibitan. Bulan Februari padi rendeng dipanen dan
kemudian tanpa pengolahan atau diolah secara sederhana tanaman palawija ditanam kemudian dipanen pada bulan Mei. Bulan Juni sampai september digunakan untuk
pertanaman padi gadu.
Analisis peta penggunaan lahan DAS Kaligarang periode 2000-2012 menunjukkan bahwa luas hutan dan sawah mengalami penurunan, sedangkan untuk
lahan permukiman, PLK, PLKC mengalami peningkatan. Tabel 3.2 memperlihatkan bahwa pada tahun 2000 luas Hutan adalah 2756 ha 14.20 , pada
tahun 2012 berkurang menjadi 2315 ha 11.92 . Luas sawah pada tahun 2003 adalah 4451 ha 22.92 berkurang menjadi 1740 ha 8.96 pada tahun 2011.
Sebaliknya pada tahun yang sama untuk pertanian lahan kering terjadi peningkatan dari 5512 ha 28.39 menjadi 6663 ha 34.31, pertanian lahan kering campuran
dari 2985 ha 15.37 meningkat menjadi 4932 ha 25.40 , dan lahan permukiman dari 3131 ha ha 16.12 meningkat menjadi 3545 ha 18.26 .
Penurunan luas hutan dan sawah DAS Kaligarang disebabkan tekanan penduduk akibat meningkatnya populasi penduduk DAS Kaligarang sehingga
meningkatkan kebutuhan tempat tinggal. Peningkatan kebutuhan tempat tinggal berhubungan dengan peningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman. Seiring
dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan penduduk, maka usaha konversi lahan dari lahan non pemukiman menjadi lahan pemukiman akan
semakin tinggi. Kondisi ini mengakibatkan lahan-lahan yang baik dan dekat dengan akses jalan berubah menjadi lahan permukiman.
21
Tabel 3.2. Perkembangan penggunaan lahan DAS Kaligarang tahun 2000 - 2013
Penggunaan Lahan
2000 2003
2006 2009
2013 ha
ha ha
ha ha
Hutan 2758
14.20 2612 13.45
2516 12.96 2315
11.92 2315
11.92 Perkebunan
566 2.91
208 1.07
208 1.07
208 1.07
208 1.07
Permukiman 3131
16.12 3308 17.04
3486 17.95 3545
18.26 3545
18.26 PLK
5512 28.39
5913 30.45 6580 33.89
6663 34.31
6663 34.31
PLKC 2985
15.37 3642 18.76
4190 21.58 4932
25.40 4932
25.40 Sawah
4451 22.92
3720 19.16 2423 12.48
1740 8.96
1740 8.96
Tubuh Air 15
0.08 15
0.08 15
0.08 15
0.08 15
0.08 Total
19418 100.00 19418 100.00 19418 100.00 19418 100.00 19418 100.00 Sumber: Hasil analisis dari interpretasi citra tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan 2013
Berdasarkan peta penggunaan lahan lahn yang berubah menjadilahan permukiman adalah hutan, PLK dan PLKC. Hal ini dapat dipahami bahwa para
pengembang perumahan akan mencari lahan yang harganya murah dan dekat dengan akses jalan. Selain peningkatan kebutuhan tempat tinggal yang merupakan
dampak peningkatan jumlah penduduk. Faktor lain penyebab perubahan lahan ke permukiman adalah daya dukung lahan berkurang akibat tingkat kesuburan tanah
menurun dan pada akhirnya menurunkan produktivitas lahan. Disisi lain dengan semakin tingginya tekanan penduduk menyebabkan nilai jual tanah semakin tinggi.
Perubahan penggunaan lahan DAS Kaligarang dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Perubahan luas penggunaan lahan DAS Kaligarang tahun 2003 - 2013
No Penggunaan Lahan
Area ha
2003 2006
2013 1
Hutan Hutan
Hutan 2314.6
Hutan Hutan
Permukiman 1.5
Hutan Hutan
PLK 200.0
Hutan PLK
PLK 45.6
Hutan Sawah
Sawah 50.6
2 Perkebunan
Perkebunan Perkebunan
207.7 3
Permukiman Permukiman
Permukiman 3307.9
4 PLK
Permukiman Permukiman
178.4 PLK
PLK PLK
5734.5 5
PLKC PLKC
Permukiman 57.5
PLKC PLKC
PLKC 3584.7
6 Sawah
PLKC PLKC
1347.5 Sawah
Sawah PLK
683.5 Sawah
Sawah Sawah
1689.3 7
Tubuh Air Tubuh Air
Tubuh Air 15.3
Sumber: Hasil analisis dari interpretasi citra tahun 2003, 2006, dan 2013
22
Analisis regresi perubahan luas hutan dan sawah selama periode 2003-2011 menggunakan Persamaan 3.1 Yit = Yio
+ βX dan data penggunaan lahan Tabel 3.2 menunjukkan bahwa luas hutan dan sawah menurun secara linier seiring
dengan bertambahnya waktu. Analisis regresi persentase luas tutupan lahan DAS Kaligarang untuk penggunaan lahan hutan mengikuti persamaan linier Y
ht
= -0.22 X + 14.38
, sedangkan tutupan lahan sawah mengikuti persamaan linier Y
s
= -1.38 X + 23.89
dimana Y
h
adalah persentase luas hutan pada tahun tertentu, Ys adalah persentase luas tutupan lahan sawah pada tahun tertentu, x adalah tahun tertentu
yakni x = 1 untuk tahun 2000. Analisis regresi pola perubahan persentase luas hutan dan sawah DAS Kaligarang disajikan pada Gambar 3.1.
Luas tutupan lahan hutan dan sawah periode selanjutnya dapat diproyeksikan menggunakan persamaan tersebut dengan asumsi bahwa penurunan luas hutan dan
sawah mengikuti kecenderungan yang ada saat ini. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan DAS Kaligarang.
Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan tempat tinggal untuk permukiman guna memenuhi permintaan penduduk.
Peningkatan luas permukiman, PLK, dan PLK campur merupakan dampak dari terjadinya penurunan luas hutan dan sawah. Analisis regresi perubahan luas
permukiman, PLK dan PLK campur DAS Kaligarang periode 2000 sampai dengan 2011 berdasarkan data penggunaan lahan Tabel 3.1 mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Analisis regresi dengan persamaan 3.1 Yit = Yio + βX terhadap
perubahan luas permukiman, PLK dan PLK campur di DAS dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan secara logaritmik.
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa luas permukiman meningkat secara linier mengikuti persamaan Y
pm
= 0.20 X + 16.17,
sedangkan perubahan luas tutupan lahan PLK meningkat secara linier mengikuti persamaan Y
lk
= 0.57 X + 28.38 dan perubahan luas tutupan lahan PLK
campuran meningkat secara linier mengikuti persamaan Y
lkc
= 0.96 X + 14.74.
Analisis regresi pola perubahan persentasi luas lahan permukiman, PLK dan PLK campuran DAS Kaligarang disajikan pada Gambar 3.1.
Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Kondisi Hidrologi
Analisis kondisi hidrologi DAS Kaligarang selama 10 tahun terakhir 2002 – 2011 menunjukkan bahwa distribusi debit harian rata-rata, debit harian
maksimum dan debit harian minimum bervariasi, hal ini disebabkan karena kondisi hujan relative tidak seragam untuk semua wilayah DAS Kaligarang. Faktor lain
diduga karena adanya perubahan penggunaan lahan dan cara agroteknologi yang dilakukan sehingga menyebabkan perubahan respon hidrologi DAS Kaligarang
terhadap input curah hujan yang selanjutnya memberikan pengaruh terhadap kondisi hidrologi.
23
Gambar 3.1. Perubahan persentase luas tutupan lahan DAS Kaligarang 2000 –
2012 Hasil analisis rerata debit harian, debit harian maksimum dan debit harian
minimum dengan pendekatan rata-rata aritmetik selama 10 tahun terakhir dengan data debit harian disajikan pada Lampiran Tabel 9 menunjukkan bahwa distribusi
bulanan debit harian rata-rata, debit harian maksimum dan debit harian minimum mempunyai kecenderungan yang sama Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Rerata debit harian, debit harian maksimum dan debit harian minimum Sungai Kaligarang tahun 2002-2011
y = -0.22x + 14.38 R² = 0.97
y = -0.14x + 2.36 R² = 0.53
y = 0.20x + 16.17 R² = 0.91
y = 0.57x + 28.38 R² = 0.88
y = 0.96x + 14.74 R² = 0.97
y = -1.38x + 23.89 R² = 0.95
5 10
15 20
25 30
35 40
2 4
6 8
10 12
l u
as tu tu
p an
l ah
an te
rh ad
a p l
u as
D A
S
Periode 1 = tahun 2001
Linear hutan tanaman Linear Perkebunan
Linear Permukiman Linear PLK
Linear PLK Campuran Linear Sawah
Jan Peb
Mrt April
Mei Jun
Juli Agt
Sept Okt
Nov Des
Qav 24.6
21.3 18.4
16.0 11.2
6.9 4.3
3.5 4.6
6.5 15.3
21.0 Qmax 29.1
26.7 27.4
23.0 15.6
11.6 7.5
4.5 7.3
11.5 23.4
29.0 Qmin 13.0
16.8 13.7
13.1 7.2
3.2 2.9
2.8 2.8
3.0 7.8
16.1 7
14 21
28 35
De b
it m
3
d tk
24
Gambar 3.2 memperlihatkan distribusi bulanan rerata debit harian, debit harian maksium dan debit harian minimum dari tahun 2002-2011. Pola sebaran
debit harian rerata, debit harian maksimum dan debit harian minimum bulanan cenderung sama. Debit harian maksimum tertinggi terjadi pada bulan November
sebesar 29.1 m
3
dtk, dan terendah pada bulan Agustus sebesar 4.5 m
3
dtk. Debit harian rerata tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 24.6 m
3
dtk dan terendah pada bulan Agustus yaitu 3.5 m
3
dtk. Sedangkan debit harian minimum tertinggi jatuh pada bulan Pebruari yaitu sebesar 16.8 m
3
dtk dan terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu 2.8 m
3
dtk. Gambar 3.2 di atas juga memperlihatkan koefisien regim sungai KRS yang merupakan perbandingan antara debit
maksimum dengan debit minimum relatif kecil. Hal ini menunjukkan distribusi harian debit sungai relatif merata, kecuali koefisien regim sungai musim hujan
dengan musim kemarau yang relatif besar.
Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS Kaligarang difokuskan pada koefisien aliran permukaan langsung C
DRO
, debit maksimum Qmax dan debit minimum Q
min
. Perhitungan C
DRO
dengan Persamaan 3.3. C
DRO
= QR menggunakan data curah hujan rata-rata Lampiran Tabel 7 dan data debit Sungai Kaligarang Lampiran Tabel 9.
Nilai koefisien aliran permukaan langsung, debit maksimum, dan debit minimum Sub DAS Kaligarang hasil perhitungan pada Lampiran Tabel 10
dipergunakan untuk menghitung persamaan hubungan antara parameter hidrologi terhadap waktu berdasarkan persamaan 3.2. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
koefisien aliran permukaan langsung akan meningkat mengikuti persamaan eksponensial sebagai berikut: C
DRO
= 46.13e
0.034x
. Sebaliknya debit minimum akan menurun dengan bertambahnya waktu tahun dengan mengikuti persamaan
eksponensial sebagai berikut: Q
min
= 3.82e
-0.016x
. Debit maksimum mempunyai kecenderungan yang sama dengan koefisien aliran permukaan yaitu akan
meningkat seiring dengan bertambahnya waktu tahun mengikuti persamaan eksponensial sebagai berikut: Q
max
= 20.53e
0.036x
Tabel 3.4.. Tabel 3.4. Nilai koefisien aliran permukaan langsung C
DRO
, debit minimum Q
min
, debit maksimum Q
max
DAS Kaligarang tahun 2002 - 2010
Parameter Tahun
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010 C
DRO
23.13 22.90
22.92 23.35
24.77 27.41
27.38 29.00
29.06
Q
max
4.10 3.34
3.21 2.98
3.02 2.83
2.92 2.81
2.96
Q
min
47.62 54.62
50.70 56.72
57.76 62.72
62.30 68.54
62.01
Analisa regresi hubungan antara parameter dengan pertambahan waktu tahun = x C
DRo
= 46.13e
0.034x
Qmin m
3
dtk = 3.82e
-0.016x
Q
max
m
3
dtk = 20.53e
0.036x
Sumber: Hasil analisis data debit tahun 2002 – 2010
Karakteristik hidrologi DAS Kaligarang dipengaruhi perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut khususnya penggunaan lahan dominan yakni hutan, PLK,
PLK campuran, sawah dan permukiman. Namun dalam hal ini karena yang dikaji
25
dalam aspek agroteknologi maka penggunaan lahan permukiman untuk analisa bukan merupakan kajian utama. Perubahan penggunaan lahan DAS Kaligarang
berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai koefisien aliran permukaan langsung , debit maksimum, debit minimum Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Koefisien aliran permukaan langsung C
DRO
, debit maksimum Q
max
, debit minimum Q
min
, persentase luas hutan, PLK, PLK Campuran, sawah dan permukiman DAS Kaligarang periode 2000-2011
Periode C
DRO
Q
max
m
3
dtk Q
min
m
3
dtk Hutan
PLK PLK
campuran Sawah
Permu- kiman
2000-2002
47.65 21.29
3.76
14.20 28.39
15.37 22.92
16.12 2003-2005
52.45 23.72
3.59
13.45 30.45
18.76 19.16
17.04 2006-2008
57.74 26.43
3.42
12.96 33.89
21.58 12.48
17.95 2009-2011
63.55 29.44
3.26
11.92 34.31
25.40 8.96
18.26
Sumber: Hasil analisis data debit tahun 2002 – 2010 dan penggunaan lahan tahun 2003 – 2011
Pengaruh perubahan penggunaan lahan Hutan, PLK, PLK campuran, sawah terhadap koefisien aliran permukaan langsung, debit maksimum dan debit
minimum dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda mengikuti bentuk Persamaan 3.4. sampai dengan Persamaan 3.7. menunjukkan perubahan luas
tutupan lahan berpengaruh nyata terhadap kondisi hidrologi DAS Kaligarang.
Perubahan persentase tutupan lahan, untuk hutan dari 14.20 periode 2000 – 2002 berkurang menjadi 11.92 periode 2009 – 2011 dan sawah dari 22.92
periode 2000 – 2002 turun menjadi 8.9692 periode 2009-2011 dan terjadi
peningkatan luas PLK dari 28.39 periode 2000 – 2002 menjadi 34.31 periode
2009 – 2011, PLK campuran dari 15.37 periode 2000 – 2002 menjadi 25.40
periode 2009 – 2011 dan permukiman dari 16.12 periode 2000- 2002 menjadi
18.26 periode 2009 – 2011. Penurunan luas hutan dan sawah serta peningkatan
PLK, PLK campuran dan permukiman menyebabkan peningkatan koefisien aliran permukaan dari 47.65 periode 2000
– 2002 menjadi 63.55 periode 2009 – 2011, peningkatan debit maksimum dari 21.29 m
3
detik menjadi 29.44 m
3
detik dan penurunan debit minimum dari 3.76 m
3
detik menjadi 3.26 m
3
detik. Peningkatan koefisien aliran permukaan langsung, debit maksimum dan penurunan
debit minimum mengindikasikan telah terjadinya penurunan tutupan lahan atau menurunnya fungsi resapan air, sehingga air hujan yang jatuh ke dalam tanah
banyak mengalir diatas permukaan tanah. Luas tutupan lahan berkaitan dengan besarnya indeks luas daun LAI = leaf area index yang besarnya tergantung dari
umur tegakan, pengelolaan tegakan dan luas tajuk tegakan. Tutupan lahan di dalam suatu DAS mempunyai fungsi transmisi air, penyangga air dan pelepasan air.
Penurunan tutupan lahan diindikasikan dengan berkurangnya luas lahan hutan, sedangkan fungsi resapan dapat terjadi karena aspek konservasi tanah dan air atau
pengelolaan tanah belum memadai. Hal ini sesuai dengan pendapat Arsyad 2010 yang menyatakan bahwa besarnya koefisien aliran permukaan dipengaruhi oleh
beberapa factor, yaitu 1 jumlah, intensitas dan distribusi hujan, 2 topografi dan jenis tanah, 3 luas DAS, 4 vegetasi penutup tanah, dan 5 pengelolaan tanah
Tabel 3.5..
26
Nilai persentase lahan hutan, PLK, PLK campuran, sawah dan permukiman hasil perhitungan berdasarkan persamaan hubungan antara persentase tutupan lahan
terhadap waktu pada Gambar 3.1 dan nilai koefisien aliran permukaan langsung, debit maksimum, dan debit minimum DAS Kaligarang hasil regresi persamaan
pada Tabel 3.3 disajikan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6. Nilai koefisien aliran permukaan, baseflow, debit maksimum, debit
minium, persentase tutupan lahan DAS Kaligarang 2002 – 2010
Tahun C
DRO
Q
max
m
3
dtk Q
min
m
3
dtk H
T
S
w
P
lk
P
lk
C P
mk
P
kb
2002 47.62
23.13 4.10
13.59 19.05 30.90 19.12
17.04 1.75
2003 54.62
22.90 3.34
13.32 17.23 31.64 20.32
17.30 1.63
2004 50.70
22.92 3.21
13.06 15.59 32.22 21.25
17.50 1.52
2005 56.72
23.35 2.98
12.80 14.11 32.70 22.00
17.67 1.42
2006 57.76
24.77 3.02
12.54 12.77 33.10 22.64
17.81 1.32
2007 62.72
27.41 2.83
12.30 11.55 33.45 23.20
17.93 1.23
2008 62.30
27.38 2.92
12.05 10.45 33.75 23.69
18.04 1.15
2009 68.54
29.00 2.81
11.81 9.46 34.03
24.13 18.14
1.07 2010
62.01 29.06
2.96 11.58
8.56 34.27 24.53
18.22 1.00
Keterangan:
Q
max
: Debit maksimum P
lk
: Pertanian lahan kering Q
min
: Debit minimum P
lk
C : Pertanian lahan kering campuran
C
DRO
: Koefisien aliran permukaan P
mk
: Permukiman H
t
: Hutan P
kb
: Perkebunan S
w
: Sawah Sumber: Hasil analisis data debit, curah hujan dan luas tutupan lahan.
Hasil analisis regresi berganda antara koefisien aliran permukaan, baseflow, dan debit maksimum dengan perubahan persentase luas tutupan lahan pada Tabel
3.5 disajikan pada Lampiran Tabel 11. Pengaruh perubahan persentase luas hutan dan sawah serta peningkatan persentase luas pertanian lahan kering, pertanian lahan
kering campuran dan permukiman terhadap koefisien aliran permuakaan langsung C
DRO
DAS Kaligarang pada Lampiran Tabel 9 mengikuti persamaan linier berganda sebagai berikut:
C
DRO
= - 8671 + 3.6 H
t
- 0.3 S
w
- 93 P
lk
- 115 P
lk
C + 806 P
mk
dengan nilai R
2
= 0.90 dan VIF 5 dimana, C
DRO
adalah koefisien aliran permukaan, H
t
adalah luas hutan luas DAS Kaligarang, P
lk
adalah pertanian lahan kering luas DAS Kaligarang, P
lkC
adalah pertanian lahan kering campuran luas DAS kaligarang, S
w
adalah sawah luas DAS Kaligarang dan P
mk
adalah permukiman luas DAS Kaligarang. Berdasarkan persamaan tersebut memperlihatkan bahwa dengan perubahan
penggunaan lahan DAS Kaligarang menyebabkan perubahan koefisien aliran permukaan C
DRO
. Nilai koefisien aliran permukaan akan menurun seiring dengan peningkatan persentase luas hutan, pertanian lahan kering dan pertanian lahan
kering campuran serta penurunan persentase luas sawah dan permukiman. Penurunan luas hutan dari 13.59 tahun 2002 menjadi 11.58 tahun 2010, luas
pertanian lahan kering dari 30.90 tahun 2002 menjadi 34.27 tahun 2010, dan
27
luas pertanian lahan kering campuran dari 19.12 tahun 2002 menjadi 24.53 tahun 2010 serta peningkatan persentase luas sawah dari 19.05 tahun 2002
menjadi 8.56 tahun 2010 dan luas permukiman dari 17.04 tahun 2002 menjadi 18.22 tahun 2010 berpengaruh langsung pada peningkatan koefisien aliran
permukaan dari 47.62 tahun 2002 menjadi 62.01 tahun 2010.
Hasil analisis regresi berganda mempunyai nilai VIF 5 membuktikan ada tarik menarik antar prediktor, sehingga dilanjutkan dengan menggunakan metoda
Stepwise Regression dan menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut: C
DRO
= 165.5 – 8.55 H
t
dengan nilai R
2
= 0.81 lampiran Tabel 11, Gambar 3.3. Persamaan tersebut besarnya nilai koefisien aliran permukaan merupakan
fungsi negatip dari persentase luas hutan, artinya semakin besar persentase luas hutan di kawasan DAS akan menurunkan koefisien aliran permukaan. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Yuwono 2011 yang menyatakan bahwa penurunan persentase luas hutan di DAS Way betung dari 25 luas DAS menjadi 20 luas
DAS akan menyebabkan peningkatan koefisien aliran permukaan dari 34.6 menjadi 42.3 meningkat 7.7 yang mengikuti persamaan linier C
DRO
= 73,1 – 1,54 H
t
R
2
= 87,7. Demikian juga hasil kajian La Baco 2012 yang menyatakan bahwa penurunan persentase luas hutan di DAS Konaweha Hulu dari 55.3 luas DAS
tahun 1999 menjadi 47 luas DAS tahun 2008 akan meningkatkan koefisien aliran permukaan dari 36.3 menjadi 47,1 yang mengikuti persamaan eksponesial
C
DRO
= 158.8e
-0.03Ht
R
2
= 0.98. Kenyataan ini menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pemanfaatan lain berdampak langsung atau
berkontribusi sangat besar terhadap peningkatan koefisien aliran permukaan dan pada gilirannya meningkatkan volume aliran permukaan.
Gambar 3.3. Analisa regresi koefisien aliran permukaan, debit maksimum dan debit minimum Sungai Kaligarang terhadap persentase luas hutan.
Hasil analisis regresi berganda antara debit maksimum dengan perubahan persentase tutupan lahan pada Lampiran Tabel 12 memperlihatkan bahwa
perubahan persentase luas hutan, sawah pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran dan permukiman akan mempengaruhi besarnya debit maksimum
Q
max
DAS Kaligarang yang mengikuti persamaan linier berganda sebagai berikut:
2 4
6
20 40
60 80
100
10 12
14 16
18 D
ebi t
m in
im u
m
D ebi
t m
aksi m
u m
d an
k o
efi si
en
al iran
perm u
kaan lan
g sun
g
Luas Hutan luas DAS CDRO = 165.5 - 8.55Ht
Qmax m3dtk = 71.13 - 3.63 Ht Qmin m3dtk = -2.68 + 0.46 Ht
28
Q
max
m
3
dtk = 837 + 11.1 H
t
- 8.78 S
w
- 16 P
lk
+ 2.8 P
lk
C - 21 P
mk
dengan nilai R
2
= 0.97 dan VIF 5 lampiran Tabel 11 dimana, Q
max
adalah debit maksimum, H
t
adalah luas hutan luas DAS Kaligarang, P
lk
adalah pertanian lahan kering luas DAS Kaligarang, P
lkC
adalah pertanian lahan kering campuran luas DAS kaligarang, S
w
adalah sawah luas DAS Kaligarang dan P
mk
adalah permukiman luas DAS Kaligarang. Persamaan diatas menggambarkan nilai debit maksimum semakin meningkat
jika terjadi penurunan persentase luas hutan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran dan terjadinya peningkatan persentase luas lahan sawah dan lahan
permukiman. Berdasarkan data pada Tabel 3.5 ternyata kecenderungan tersebut tidak sama karena dengan penurunan luas hutan dari 13.59.64 tahun 2002
menjadi 11.58 tahun 2010 dan luas sawah dari 19.05 tahun 2002 menjadi 8.56 tahun 2010 serta peningkatan luas pertanian lahan kering dari 30.90
tahun 2002 menjadi 34.27 tahun 2010, luas pertanian lahan kering campuran dari 19.12 tahun 2002 menjadi 24.53 tahun 2010 dan luas permukiman dari
17.04 tahun 2002 menjadi 18.22 tahun 2010 akan meningkatkan debit maksimum dari 23.13 m
3
dtk tahun 2002 menjadi 29.06 m
3
dtk tahun 2010. Hal ini disebabkan karena hasil analisis regresi berganda mempunyai nilai VIF 5 yang
membuktikan adanya tarik menarik antar prediktor, sehingga pengolahan data perlu dilanjutkan dengan menggunakan metoda Stepwise Regression yang menghasilkan
persamaan regresi sebagai berikut: Q
max
m
3
dtk = 71.13 – 3.63 H
t
dengan nilai R
2
= 0.89 lampiran Tabel 11 dan disajikan pada Gambar 3.3. Berdasarkan persamaan tersebut besarnya nilai debit maksimum merupakan
fungsi negatip dari persentase luas hutan, artinya semakin besar persentase luas hutan di kawasan DAS akan menurunkan debit maksimum dan sebaliknya. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Handayani et al. 2005 di DAS Ciliwung Hulu, yang menyatakan bahwa penurunan persentase luas tutupan hutan 18.1 luas DAS
4897 ha pada tahun 1989 menjadi 16.2 luas DAS 4459 ha pada tahun 1998 akan meningkatkan debit maksimum dari 489.34 m
3
det menjadi 582.18 m
3
det terjadi peningkatan 18.97. Kenyataan ini menunjukkan bahwa perubahan
pemanfaatan lahan hutan menjadi pemanfaatan lain berkontribusi sangat besar terhadap peningkatan debit maksimum rata-rata dan volume aliran permukaan.
Sejalan dengan hasil tersebut La Baco 2012 yang menyatakan dari hasil kajian bahwa penurunan persentase luas hutan di DAS Konaweha Hulu dari 55.3 luas
DAS tahun 1999 menjadi 47 luas DAS tahun 2008 akan meningkatkan debit maksimum dari 205 m
3
dtk pada tahun 1999 menjadi 275 m
3
dtk. Hasil penelitian Ilyas 2000 menunjukkan, bahwa, penurunan luas hutan pada DAS Karangmumus
di Kalimantan Timur dari seluas 18 menjadi 10 dapat menyebabkan peningkatan laju puncak banjir sebesar 7.6 dari kondisi semula. Menurut
Noordwijk et al. 2004 tutupan lahan oleh pohon dengan segala bentuknya dapat mempengaruhi aliran air debit. Pohon udidadaya , pohon sebagai tanaman pagar
atau pohon monokultur hutan industri. Lebih lanjut disampaikan bahwa tutupan pohon mempengaruhi aliran air dalam berbagai tahap seperti: 1 intersepsi, 2
perlindungan agregat tanah, 3 infiltrasi, 4 serapan air, dan 5 drainase lansekap.
Perubahan penggunaan lahan berdampak pada debit minimum. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi sejak tahun 2002 sampai 2010 menyebabkan nilai
debit minimum semakin kecil. Lampiran Tabel 11 memperlihatkan bahwa perubahan persentase luas hutan, sawah pertanian lahan kering, pertanian lahan
29
kering campuran dan permukiman akan mempengaruhi besarnya debit maksimum Q
max
DAS Kaligarang yang mengikuti persamaan linier berganda sebagai berikut:
Q
min
m
3
dtk = 195 + 0.35 H
t
- 0,89 S
w
+ 02.1 P
lk
– 0.01 P
lk
C – 14.3 P
mk
dengan nilai R
2
= 0.97 dan VIF 5 Berdasarkan persamaan diatas menggambarkan bahwa nilai debit minimum
Q
min
akan semakin meningkat jika terjadi peningkatan persentase luas hutan, sawah, pertanian lahan kering campuran dan permukiman serta terjadinya
penurunan persentase luas pertanian lahan kering. Hasil persamaan regresi berganda debit minimum memperlihatkan kecenderungan yang tidak sama dengan
kecenderungan data Tabel 3.5, yaitu penurunan luas hutan dari 13.59.64 tahun 2002 menjadi 11.58 tahun 2010 dan luas sawah dari 19.05 tahun 2002
menjadi 8.56 tahun 2010 serta peningkatan luas pertanian lahan kering dari 30.90 tahun 2002 menjadi 34.27 tahun 2010, luas pertanian lahan kering
campuran dari 19.12 tahun 2002 menjadi 24.53 tahun 2010 dan luas permukiman dari 17.04 tahun 2002 menjadi 18.22 tahun 2010 akan menurunkan
debit minimum dari 4.10 m
3
dtk tahun 2002 menjadi 2.96 m
3
dtk tahun 2010. Hal ini disebabkan karena hasil analisis regresi berganda mempunyai nilai VIF 5
yang membuktikan adanya tarik menarik antar prediktor, sehingga pengolahan data perlu dilanjutkan dengan menggunakan metoda Stepwise Regression yang
menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut: Q
min
m
3
dtk = -2.68 + 0.46 H
t
dengan nilai R
2
= 0.63 lampiran Tabel 11; Gambar 3.3.. Nilai debit minimum merupakan fungsi positip dari persentase luas hutan,
artinya semakin besar persentase luas hutan akan meningkatkan debit minimum dan sebaliknya. Peningkatan persentase luas hutan menyebabkan debit minimum
meningkat akibat penurunan koefisien aliran permukaan sehingga air hujan yang jatuh ke dalam tanah banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi. Hal
ini disebabkan karena hutan memiliki lapisan seresah yang relatif tebal dan merupakan penyumbang bahan organik tanah terbesar. Kemampuan tanah
meresapkan dan menyimpan air ditentukan oleh kandungan bahan organiknya. Lahan hutan dengan bahan organik tinggi mampu menyimpan air lebih banyak
dibandingkan penggunaan lahan kebun campuran atau pertanian lahan kering.
Berdasarkan persamaan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa semakin luas hutan maka semakin kecil koefisien aliran permukaan, semakin kecil
debit maksimum dan semakin besar debit minimum, dengan kata lain meningkat fungsi hidrologinya dan sebaliknya. Oleh karena itu upaya-upaya untuk
meningkatkan fungsi hidrologi dapat dilakukan melalui perluasan hutan bila dimungkinkan. Dalam hal ini untuk DAS Kaligarang perluasan hutan tidak dapat
dilakukan sehingga perlu tindakan konservasi tanah dan air.
Besarnya koefisien aliran permukaan menggambarkan kehilangan air yang tidak dapat dimanfaatkan, karena langsung mengalir. Selanjutnya dengan
persamaan C
DRO
= 165.5 – 8.55 H
t
dilakukan simulasi untuk menduga dampak perubahan penggunaan lahan khususnya perubahan proporsi luas hutan terhadap
nilai koefisien aliran permukaan C
DRO
dan perkiraan besarnya nilai air yang hilang serta yang dapat dimanfaatkan.
Peningkatan luas hutan pada DAS Kaligarang mampu menurunkan nilai koefisien aliran permukaan C
DRO
yang pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah air yang dapat dimanfaatkan. Hal ini disebabkan karena hutan mampu mengurangi
30
aliran permukaan dan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah. Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya air dengan kegiatan rehabilitasi hutan di DAS Kaligarang
akan mampu meningkatkan ketersediaan air bagi Kota Semarang. Untuk mendapatkan nilai C
DRO
DAS Kaligarang 45 paling sedikit persentase luas hutan DAS Kaligarang adalah 14. Hal ini sesuai dengan pendapat Agus et al.
2002 bahwa hutan merupakan bentang alam landscape yang paling aman secara ekologis, karena mampu menjaga ekosistemnya sehingga memiliki fungsi hidrologi
yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya Tabel 3.7.. Tabel 3.7. Simulasi perubahan penggunaan lahan hutan terhadap nilai koefisien
aliran permukaan C dan pendugaan air yang hilang DAS Kaligarang.
No Luas
Hutan DAS
C
DRO
CH per tahun
mmth Air Hilang
Air Manfaat Jumlah
juta m
3
th Nilai Rp
milyardth Jumlah
juta m
3
th Nilai Rp
milyardth 1.
15 37.3
2589 187.27
678.85 315.46
1143.56 2.
14 45.8
2589 230.25
834.66 272.48
987.74 3.
13 54.4
2589 273.23
990.48 229.50
831.93 4.
12 62.9
2589 316.22
1146.29 186.51
676.11 5.
11 71.5
2589 359.20
1302.11 143.53
520.30 6.
10 80.0
2589 402.19
1457.92 100.55
364.48
Keterangan: Asumsi harga air tiap m
3
adalah Rp 3625,- Sumber: Hasil pengolahan data 2014
Peningkatan luas hutan DAS Kaligarang dalam upaya pengelolaan sumberdaya air DAS Kaligarang tidak dimungkinkan lagi. Alternatif yang
dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya air DAS Kaligarang adalah dengan menurunkan nilai C
DRO
, yaitu dengan aplikasi teknologi konservasi tanah dan air. Tindakan-tindakan konservasi tanah dan air yang diterapkan dapat dilakukan secara
agronomi, vegetatip, teknik dan manajemen. Bentuk teknologi konservasi konservasi tanah dan air dapat berupa penanaman menurut kontur, penanaman strip
rumput, pemberian mulsa sisa tanaman, pembuatan teras gulud, dan penerapan sistem agroforestri yang berupa agrosilvocultural kombinasi antara tanaman kayu-
kayuan, buah-buahan dengan tanaman semusim atau agrosilvopastural kombinasi antara tanaman kayu-kayuan, buah-buahan dengan tanaman pakan ternak.
Simpulan
1. DAS Kaligarang selama 10 tahun terakhir mengalami perubahan penggunaan lahan, yaitu penurunan luas hutan 2.28, dan sawah 13.96, serta
peningkatan luas permukiman 2.14, pertanian lahan kering 5.82 dan pertanian lahan kering campuran 10.03.
2. Perubahan penggunaan lahan yang berpengaruh terhadap kondisi hidrologi adalah luas hutan, yang menyebabkan peningkatan koefisien aliran permukaan
langsung dari 47.62 menjadi 62.01, peningkatan rerata harian debit maksimum dari 23.13 m
3
dtk menjadi 29.06 m
3
dtk dan penurunan debit minimum dari 4.10 m
3
dtk menjadi 2.96 m
3
dtk.
31
4. NERACA AIR SUNGAI KALIGARANG DAN BIAYA PEMELIHARAAN DAS