adalah tertuju pada perolehan hak milik atas suatu barang disatu pihak dan perolehan sejumlah uang sebagai imbalannya harga dilain pihak.
Berdasarkan penjelasan di atas maka perjanjian kredit ialah perjanjian yang lahir
karena adanya unsur kepercaraan antara Keritur dan Debitur, dimana dalam waktu tertentu Debitur akan mengembalikan apa yang diberikan Kreditur kepadanya.
Pemberian kredit akan diberikan Kreditur kepada Debitur yang sudah dikenalnya terlebih dahulu.
3. Syarat Sah Perjanjian
Didalam Pasal 1320 KUHPerdata terdapat beberapa hal untuk syarat sahnya suatu perjanjian, antara lain yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya.
Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan dimaksudkan bahwa kedua subyek yang melakukan perjanjian itu harus sepakat, setuju atau seika-sekata
mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga dikehendaki oleh pihak yang
lainnya. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. b.
Kecakapan untuk membuat sesuatu perjanjian Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada azasnya
setiap orang yang sudah dewasa atau akilbalig dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Memang, dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa
orang yang melakukan suatu perjanjian yang nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar
akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatan itu sedangkan dari
sudut ketertiban hukum, oleh karena seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, orang tersebut harus orang yang
sungguh-sungguh berhak berbuat bebas dengan harga kekayaannya. c.
Suatu hal tertentu Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus memahami
suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksud
dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya, bahwa barang itu sudah ada pada saat perjanjian itu dibuat, tidak diharuskan oleh undang-
undang juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.
d. Suatu sebab yang halal
Dengan sebab ini dimaksudkan tidak lain dari pada isi perjanjian dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu
adalah sesuatu yang membuat orang melakukan suatu perjanjian yang dimaksud. Bukan itulah yang oleh undang-undang dimaksudkan dengan sebab
hal halal itu. Sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada azasnya tidak
diperdulikan oleh undang-undang. Hukum pada azasnya tidak menghiraukan apa yang ada dalam gagasan orang atas apa yang dicita-citakan seseorang,
yang diperhatikan oleh hukum atau undang-undang hanyalah tindakan orang- orang dalam masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas maka syarat sah perjanjian ialah adanya kata sepakat, sudah cakap hukum, ada suatu hal tertentu, dan sesuatu yang halal.
4. Azas Perjanjian