Kontrak Karya Hukum Penanaman Modal
galian sehingga kemudian diberika porsi sejajar dengan negara. Departemen kehakiman sekarang Kementerian Hukum Ham, dalam Lokakarya Nasional tahun
1985 merumuskan delapan asas perikatan nasional yang salah satunya adalah asas keseimbangan.
10
Asas keseimbangan adalah suatu asas yang menghendaki bahwa dalam pelaksanaan pertambangan mineral dan batubara harus mempunyai kedudukan
hak dan kewajiban yang setara dan seimbang antara pemberi izin dan pemegang izin.
11
Namun menurut pandangan Sunaryati Hartono, “Negara tidak menjadi pemilik dari pada bumi dan air serta kekayaan alam Indonesia
akan tetapi hanya mempunyai hak untuk menguasai dan sejalan dengan pendapat Aminuddin Ilmar bahwa dalam kontrak karya itu juga pengawasan control,
management, marketing dan tindakan lain yang berhubungan dengan pengambilan, pengelolahan, distribusi, dan penjualan barang yang diproduksi di Indonesia itu
sepenuhnya ada di tangan pihak asing dan bahkan boleh memindahkan hak-haknya itu kepada seseorang subkontraktor dengan berdasarkan ketentuan dan hukum yang
berlaku di Indonesia.
”
12
Pendapat lain juga dikemukakan Nanang Sudrajat, “Bahwa tidak cukup alasan untuk menyejajarkan negara dengan lembaga setingkat
perseroan, kalau kemudian modal finansial dijadikan alasan pembenaran untuk menyejajarkan kedudukan negara. Harus dipahami bahwa negara pun dalam ikatan
kerja sama melalui kontrak tersebut bukan tanpa disertai modal, karena justru bila dihitung secara proporsional maka negara mempunyai modal yang jauh lebih besar,
yaitu modal potensi atau deposit bahan galian yang dikerjasamakan, karena secara yuridis berada dalam penguasaan negara.
”
13
Perdebatan mengenai proporsional penulis merujuk pada asas keberpihakan kepada kepentingan bangsa yang merupakan salah satu asas yang disebutkan dalam
10
Nanang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia, cetakan pertama, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2013, h. 61.
11
Salim HS, Hukum Pertambangan Mineral Batubara, edisi satu cetakan kedua, Jakarta : Sinar Grafika, 2014, h. 23.
12
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, edisi revisi cetakan keempat, Jakarta : Kencana, 2010, h. 104-105.
13
Nanang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia, cetakan pertama, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2013, h. 62.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kepentingan bangsa harus lebih didahulukan dibandingkan kepentingan
pihak investor, karena pada dasarnya penerima hak yang utama dari sumber daya alam di negaranya adalah bangsa itu sendiri. Kewajiban dasar pemegang kontrak
karya adalah mengutamakan kebutuhan di dalam negri, apabila hasil produksinya diperlukan di dalam negri.
14
Bentuk kerjasama penenaman modal asing atau patungan joint venture dalam wujud kontrak karya antara perusahaan badan hukum asing atau perusahaan
domestik dengan Pemerintah Indonesia adalah bersifat tertulis. Kontrak disiapkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam
dengan pihak penanam modal. Kerjasama kontrak karya ini terdapat dalam perjanjian kerjasama antara badan hukum asing dengan peserta Indonesia, seperti perjanjian
antara PT Freeport Indonesia yang merupakan anak perusahaan Freeport McMaron Copper Gold Inc dengan peserta Indonesia. Hal ini memperjelas bahwa kontrak
karya berbentuk perjanjian dimana perjanjiannya tidak dimuat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata sehingga kontrak karya merupakan perjanjian yang bersifat
innominaat .
15
Kontrak innominaat tidak bernama adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dimasyarakat. Termasuk dalam kontrak ini ialah leasing,
beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, produvtion sharing, dan lain-lain.
16
14
Nanang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia, h. 67.
15
Toni Rico Siahaan, Penyesuaian Isi Kontrak Karya terkait Dengan Penggunaan Jasa Pertambangan
, Depok : FHUI, 2012, h. 53.
16
Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, cetakan keempat, Jakarta :Sinar Grafika, 2006, h. 28.
1 Prosedur dan Syarat Permohonan Izin Kontrak Karya
Memperoleh legalitas dalam pengusahaan pertambangan pihak investor harus lebih dahulu melakukan perjanjian kontrak karya. Mekanisme pengurusan atau
prosedurnya adalah sebagai berikut :
17
a. Perusahaan mengajukan permintaan pencadangan wilayah kepada Unit Pelayanan Informasi Pencadangan Wilayah Pertambangan UPIPWP
b. Perusahaan pemohon memperoleh peta dan formulir permohonan KK dari UPIPWP
c. Perusahaan pemohon menyetor uang jaminan ke bank yang ditunjuk, bukti setoran dijadikan lampiran dengan dokumen dan persyaratan lain;
d. Perusahaan mengajukan surat permohonan kepada Direktur Jendral Pertambangan Umum DJPU, berikut lampirandokumen yang harus dipenuhi kepada
Direktorat Pembinaan Pengusahaan DPB melalui sekretariat Dirjen Jendral Pertambangan Umum;
e. DJPU menyampaikan hasil pemrosesan DPB kepada perusahaan pemohon, apakah pengajuannya diterima atau ditolak;
f. DJPU membentuk dan menugaskan tim perunding, yang bertugas melakukan perundingan dengan perusahaan pemohon KK;
g. Direktur DPB bersama perusahaan pemohon, menyampaikan hasil perundingan kepada DJPU;
h. DJPU menyampaikan draf KK kepada menteri untuk dilakukan pemrosesan lebih lanjut;
i. Menteri menyampaikan draf KK kepada DPR RI untuk dikonsultasikan dengan BKPM Badan koordinasi Penanaman Modal untuk mendapat rekomendasi;
j. DPR menyampaikan tanggapan kepada menteri atas draft KK yang disampaikan sebelumnya;
k. BKPM menyampaikan rekomendasi atas draft KK yang disampaikan menteri kepada presiden;
l. Presiden memberikan persetujuan, yang dalam pelaksanaanya didelegasikan kepada menteri, untuk dan atas nama pemerintah menandatangani KK;
m. Menteri melaksanakan penandatanganan KK dengan perusahaan pemohon. Setelah memenuhi prosedur dan melengkapi syarat dari kontrak karya, maka
bentuk dari subtasnsi kontrak karya yang dimaksud dalam rincian berikut ini :
18
1. Tanggal persetujuan dan tempat dilakukannya kontrak karya;
17
Nanang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia, cetakan pertama, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2013, h. 67-69.
18
Toni Rico Siahaan, Penyesuaian Isi Kontrak Karya terkait Dengan Penggunaan Jasa Pertambangan
, Depok : FHUI, 2012, h. 64-65.
2. Subjek hukum; 3. Definisi;
4. Penunjukan dan tanggung jawab perusahaan; 5. Modus operandi;
6. Wilayah kontrak karya; 7. Periode penyelidikan umum;
8. Periode eksplorasi; 9. Laporan dan deposi jaminan security deposit;
10. Periode studi kelayakan feasibility studies period; 11. Periode konstruksi;
12. Periode operasi; 13. Pemasaran;
14. Fasilitas umum dan re-ekspor; 15. Pajak dan kewajiban lain perusahaan;
16. Pelaporan, inspeksi, dan rencana kerja; 17. Hak-hak khusus pemerintah;
18. Ketentuan-ketentuan kemudahan; 19. Keadaan kahar force majeure;
20. Kelalaian default; 21. Penyelesaian sengketa;
22. Pengakhiran kontrak; 23. Kerjasama para pihak;
24. Promosi kepentingan nasional; 25. Kerjasama daerah dalam pengadaan prasarana tambahan;
26. Pengelolaan dan perlindungan lingkungan 27. Pengembangan kegiatan usaha setempat;
28. Ketentuan lain; 29. Pengalihan hak;
30. Pembiayaan; 31. Jangka waktu kontrak;
32. Pilihan hukum
Tahapan yang dilakukan setelah penandatanganan kontrak karya kemudian perusahaan memulai kegiatan di lapangan pada area yang telah ditentukan di dalam
kontrak karya.Wilayah, luas dan titik koordinat yang telah sesuai dengan wilayah hukum kontrak karya tersebut. Secara teknis, perusahaan pemegang KK melakukan
kegiatan lapangan sebagai berikut :
19
a. Melaksanakan penyelidikan umum, dengan jangka waktu pelaksanaan 1 satu tahun ditambah kesempatan perpanjangan selama 1 satu tahun;
19
Nanang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia, cetakan pertama, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2013, h. 69.
b. Melaksanakan kegiatan eksplorasi, dengan jangka waktu pelaksanaan selama 3 tiga tahun, dengan diberikan kesempatan 2 dua tahun masa perpanjangan
waktu; c. Tahapan studi kelayakan Feasibility Study selama 1 satu tahun, dengan masa
perpanjangan selama 1 tahun; d. Tahapan konstruksi atau pekerjaan persiapan selama 3 tiga tahun;
e. Masa eksploitasi selama 30 tiga puluh tahun, ditambah masa perpanjangan selama 2 x 10 tahun dua kali sepuluh tahun
Sejarah kontrak karya dikenal pertama kali muncul pada masa Hindia Belanda yaitu dalam Pasal 5a Indische Mijnwet yang dikenal dengan 5a contract.
20
Terhadap ketentuan Pasal 5a, pada tahun1918 dilakukan perubahan, yaitu kontrak hanya
mencakup kegiatan eksplorasi saja tidak perlu disahkan dengan undang-undang.
21
Pembaharuan dasar hukum yang mengatur tentang regulasi kontrak kontrak karya telah memberikan perbedan-perbedaan, ini disesuaikan dengan kebutuhan serta
kepentingan dari negara. Kontrak karya antara pemerintah atau perusahaan negara pemegang kuasa pertambangan dilakukan dengan kontraktor dimulai sejak generasi
pertama tahun 1967, sekarang kontrak karya sudah generasi kedelapan dari tahun 2004 sampai saat ini.
Sejak Indonesia merdeka peraturan perundang-undangan yang mengatur kontrak karya mengalami perubahan. Perubahan ini dinilai memiliki pengaruh positif,
dengan semakin mudahnya peserta Indonesia untuk berpartisipasi dalam pengusahaan pertambangan, salah satunya dalam hal ketentuan divestasi saham. Adapun perbedan
subtansi pengaturan mengenai kontrak karya dari tahun 1967 hingga sekarang, antara lain akan dimuat pada table berikut ini.
20
Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, cetakan kedua, Yogyakarta : UII Press, 2004, h. 65.
21
Ari Wahyudi Hertanto, Kontrak Karya Suatu Kajian Hukum Keperdataan, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-38 No. 2 April-Juni 2008, h. 206.
Tabel 1.1 Perkembangan Kontrak Karya Di Indonesia Tahun 1967-1986
Sumber : Data olahan Ahmad Redi
1
1
Ahmad Redi, Hukum Pertambangan, cetakan pertama, Jakarta : Gramata Publishing, 2014, h. 188-189.
No Subtansi
Kontrak karya
Generasi. I 1967-1968
Generasi. II 1968-1976
Generasi. III 1976-1985
Generasi. IV 1985-1986
Posisi kontrak karya
Pemegang KP atas izin pemerintah
Dapat kerjasama
dengan pihak lain pemegang KP
Pemegang KP atas izin Pemerintah
Pemegang KP
atas izin
Pemerintah 1
Pajak pendapatan
perusahaan Tahun 1-3 : bebas
Tahun 4-10 : 35 Tahun
11dst :
41,75 Tahun 1- 10 : 35
Tahun 11 dst :42 YRp 10 juta : 5
Y=Rp 10-50 juta : 25 YRp 50 juta :
35
Perpajakan Progresif
= IV
2 Bebas
Pajak Tax Holiday
3 tahun Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
3 Land rand
royalty Tidak ada
Ada Ada
Ada 4
Levies pajak impor
Tidak ada Tidak ada
Hanya dalam 10 tahun
Ada = Gen. III 5
Perusahaan terdaftar
di Indonesia
Tidak ada Ada
Ada Ada
6 Divestasi
Tidak ada Maksimum 45
5-51 boleh joint venture
5-51 7
Withholding tax profit tax
Tidak ada Tidak ada
Ada Ada
8 Transfer
pricing Tidak ada
Tidak ada Ada PP No. 21
tahun 1976 Ada
9 Depresiasi
Amortasi Maksimum 12,5
tidak ada amortasi tahun 1-3
= Generasi I Maksimum 12,5
Dipercepat : gol. I 50; gol. II 25;
Gol.III 10; Gol. IV 5
10 Nilai tambah
11 Jumlah KK
1 PT FIC 16 KK
13 KK 95 KK
Tabel 1.2 Perkembangan Kontrak Karya Di Indonesia Tahun 1986-2014
No Subtansi
Kontrak karya
Generasi. V 1986-1996
Generasi. VI 1996-1997
Generasi. VII 1998-2004
Generasi. VIIIVII+ 2004-sekarang
Posisi kontrak karya
Pemegang KP atas izin pemerintah
Pemegang KP atas izin pemerintah
Dapat kerjasama dengan
pihak lain pemegang
KP Sebelum
2009 :
perusahaan negar
=pemegang KP;
perusahaan swasta
=kontraktor :
pemegang IUPIUPK yang
diberikan menteri
ESDM, gubernur,
bupati, walikota.
1 Pajak
pendapatan perusahaan
=VI YRp 25 juta: 10
Y=Rp 25-50 juta: 15
YRp 50 juta: 35 =VI
2 Bebas Pajak
Tax Holiday Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Ada 3
Land rand royalty
Ada Ada
Ada Ada
4 Levies pajak
impor Ada
Ada Ada
Ada 5
Perusahaan terdaftar
di Indonesia
Ada Ada
Ada Ada
6 Divestasi
Mengacu PP No. 20 tahun 1994
Mengacu PP No. 20 tahun 1994
Mengacu PP
No. 20 tahun 1994
51 mengacu pada PP No. 24 tahun
2012
7 Withholding
tax profit tax
Ada Ada
Ada Ada
8 Transfer
pricing Ada
Ada Ada
Ada 9
Depresiasi Amortasi
Dipercepat : gol.I 50; gol.II 25;
gol.III 12,5 Dipercepat PP No.
34 tahun 1994 Dipercepat PP
No. 34 tahun 1994
10 Nilai tambah
-+ pembanguna
smelter - frontier devlopment
11 Jumlah KK
7 KK 65 KK
38 KK 1 KK PT Magasa
Iron Yogya
Sumber : Data olahan Ahmad Redi
2
2
Ahmad Redi, Hukum Pertambangan, cetakan pertama, Jakarta : Gramata Publishing, 2014, h. 188-189.