Majelis A’la Indonesia MIAI dan Majelis Syura Muslimin Indonesia Masyumi

Bab 5 | Perjuangan pada Masa Penjajahan Belanda dan Jepang 85 Jepang kemudian melakukan serangan kedua. Mereka membakar masjid yang sedang digunakan oleh masyarakat untuk salat. Pada penyerangan ini, Teuku Abdul Jalil dapat meloloskan diri. Namun akhirnya, Teuku Abdul Jalil ditembak saat sedang melakukan salat dan beliau pun meninggal. Gambar 5.18 K.H. Zaenal Mustafa Sumber: www.swaramuslim.net

b. K.H. Zaenal Mustafa

K.H. Zaenal Mustafa adalah seorang ulama dari Singaparna, yaitu sebuah daerah di Tasikmalaya, Jawa Barat. Beliau memimpin masyarakat daerahnya untuk melawan penjajahan Jepang. Awal perlawanan tersebut yaitu penolakan K.H. Zaenal Mustafa untuk membungkukkan badan menghormat Kaisar Jepang Teno Heika yang berada di Tokyo, Jepang. Pada 25 Februari 1944, seusai salat Jumat, meletuslah perlawanan bersenjata antara masyarakat Sukamanah dan pasukan Jepang. Pasukan Jepang berniat menggempur Sukamanah dan menangkap K.H. Zaenal Mustofa. Pada pertempuran ini, banyak tentara Jepang terluka karena perlawanan masyarakat Sukamanah. Demikian pula di pihak rakyat Sukamanah, ratusan orang menjadi korban. Hal ini terjadi karena pasukan Jepang menggunakan senjata api, sedangkan rakyat Sukamanah hanya bersenjata tajam. K.H. Zaenal Mustofa dan kawan-kawannya ditangkap oleh pemerintah Jepang. Mereka dimasukkan ke dalam tahanan di Tasikmalaya. K.H. Zaenal Mustofa dan kawan-kawannya yang diangap penting dipindahkan ke Jakarta. Di penjara, K.H. Zaenal Mustofa disiksa dengan siksaan yang berat. Setelah disiksa, K.H. Zaenal Mustofa dihukum mati dan dimakamkan di Ancol. Kemudian, jenazahnya dipindahkan ke Singaparna.

c. Supriyadi

Supriyadi merupakan anggota Peta, yaitu organisasi militer yang dibentuk oleh Jepang. Pasukan Peta terdiri atas beberapa batalyon, salah satunya ditempatkan di Blitar. Mereka bertugas untuk melakukan latihan-latihan dan mengawasi romusha yang dikerahkan untuk membuat kubu-kubu pertahanan di daerah pantai Blitar Selatan. Mereka menyaksikan betapa beratnya pekerjaan romusha dan betapa sengsaranya mereka. Makanan yang diberikan tidaklah mencukupi sehingga tubuhnya kurus-kurus dan pakaiannya pun compang-camping. Banyak di antara mereka yang mati karena kelaparan, kecapaian, dan menderita sakit malaria.