Indonesia, karena poligami merupakan suatu yang berkaitan erat dengan perkawinan. Hampir seluruh alasan yang menjadi dasar dari pentingnya
perubahan aturan poligami adalah aturan yang sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. KHI misalnya bersumber fikih klasik yang
berasal dari Arab yang budayanya berbeda dengan Indonesia, selain itu masalah kesetaraan gender juga menjadi alasan.
Usulan revisi dilakukan melalui beberapa media diantaranya melalui media politik, Akademis, dan Hukum. Usulan melalui media politik dengan
mengajukan Draf Revisi Undang-Undang Perkawinan diantaranya: RUU terapan Peradilan Agama bidang Perkawinan dan CLD KHI, RUU Revisi UU
Perkawinan dari KOWANI, RUU Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Usulan revisi Undang-Undang Perkawinan dari LBH APIK, Rencana Revisi
PP No. 10 Tahun 1983, Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS, melalui media Akademis yaitu melalui talk show dan seminar-seminar tentang
Wacana Revisi UU Perkawinan CLD KHI bisa masuk di dalamnya. Sedangkan melalui media hukum yaitu dengan mengadakan Uji Materil UU
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 di Mahkamah Konstitusi.
1. Usulan Amandemen UUP dari KOWANI dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan
Usulan ini ada sekitar tahun 2000, semasa menteri Khofifah Indar Parawansa, usulan ini mengusung nilai-nilai
kesetaraan gender sebagai acuannya. Banyak perubahan pasal
yang mereka usulkan dalam draf ini namun karena konteksnya di sini adalah poligami maka penulis akan memaparkan usulan dua
lembaga ini tentang aturan poligami. Pasal-pasal yang mengatur tentang poligami dalam UU No 1 Tahun 1974 pasal 3, 4, 5 yang
bunyinya: Pasal 3
Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-
pihak yang bersangkutan.
Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat 2 Undang-Undang ini,
maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah setempat
Pasal 4
Pengadilan dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri
lebih dari seorang apabila:
d. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
e. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan. f.
Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Analisa Untuk dapat mengajukan permohonan kepada
pengadilan Agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 undang-undang ini, harus dipenuhi syarat sebagai
berikut:
d. Adanya persetujuan dari isteriisteri-isteri.
e. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Pasal 5
Persetujuan yang dimaksud pada ayat 1 huruf a pada pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteriisteri-
isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada
kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 dua tahun atau karena sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari
hakim pengadilan Agama.
KOWANI mengusulkan untuk mempersulit praktik poligami dengan menambahkan persetujuan dari isteri dan anak-
anaknya yang telah dewasa yang dibuat di hadapan pejabat pengadilan. Suami menjamin tidak menceraikan isteri pertama
kecuali atas permintaan yang bersangkutan dengan tetap mendapat tunjangan hidup sampai si isteri menikah lagi.
105
Usulan dari KOWANI dengan melibatkan persetujuan anak-anak yang telah
dewasa sangat logis karena istri dan anak-anak yang merasakan imbas daripada poligami, sementara dalam UU No 1 Tahun 1974
tidak disinggung masalah persetujuan anak dalam izin berpoligami.
Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan menambahkan dalam pasal 4 dengan harus adanya keterangan dari
dokter ahli.
106
Pasal ini dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dinilai banyak merugikan perempuan karena yang menjadi sumber
alasan tersebut adalah pihak isteri. Bila alasan tersebut ada pada
105
Maria Ulfa Ansor, Poligami Dalam UU Perkawinan Perlu Sanksi Hukum, artikel diakses 30 Agusttus 2007, dari http: www. Hukum online. Comdetail.asp.id=9232od=berita h.2.
106
Ibid., h.2.
pihak suami apakah isteri dapat mengajukan gugat cerai? Dalam UUP tidak diatur. Mengenai keterangan dari dokter diharapkan
dokter yang benar-benar independen jadi tidak ada kolusi antara suami dengan dokter tersebut.
2. RUU Hukum Terapan Peradilan Agama Bidang Perkawinan