meminjam istilah Yahya Harahap.
40
Poligami berstatus hukum darurat emergency law atau dalam keadaan luar biasa Extra Ordinary Circumstance
Dalam buku “Siapa Bilang Poligami itu Sunnah” Qurais Shihab mengatakan
bahwa poligami itu ibarat pintu darurat dalam suatu pesawat yang hanya bisa dibuka dalam waktu-waktu tertentu saja.
41
Aturan poligami di Indonesia diatur dalam beberapa aturan diantaranya: Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, PP No. 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Perkawinan, PP No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian
Bagi Pegawai Negeri Sipil PNS, PP No. 45 Tahun 1990 Tentang Revisi Atas PP No.10 Tahun 1983, dan Inpres No. 1 tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum
Islam KHI.
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan aturan tentang kebolehan beristri lebih dari seorang terdapat dalam pasal 3, 4, dan
5 yang berisikan alasan serta syarat beristri lebih dari seorang poligami. Dalam pasal 3 ayat 2 disebutkan:
Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.
40
Nurudin, dan Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Jakarta: Kencana, 2006, h.156.
41
Pendapat Quraish Shihab Dalam: Anshori Fahmie, Siapa Bilang Poligami Itu Sunnah, Depok: Pustaka Iman, 2007, h. 10.
Dengan ayat ini jelas sekali bahwa Undang-Undang Perkawinan telah melibatkan Peradilan Agama sebagai istitusi yang cukup penting
untuk mengabsahkan kebolehan poligami bagi seseorang.
42
Dalam pasal 4 disebutkan: ‘Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang
sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat 2 Undang-Undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah
setempat.’
Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan alasan diperbolehkannya berpoligami ‘Pengadilan dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hanya memberikan izin kepada
seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila: a.
Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. b.
Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.’
Alasan di atas bernuansa fisik kecuali alasan yang ke tiga. Alasan yang ketiga terkesan suami tidak memperoleh kepuasan yang maksimal
maka alternatifnya adalah poligami. Pasal 5 Undang- Undang No 1 Tahun 1974 memberikan persyaratan bagi seorang suami yang akan beristeri lebih
dari seorang.
43
Untuk lebih lengkapnya sebagai berikut: ‘Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 undang-undang ini, harus dipenuhi syarat sebagai berikut:
a. Adanya persetujuan dari isteriisteri-isteri.
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-
keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
42
Nurudin dan Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia. h. 156.
43
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia Jakarta: PT Sinar Grafika,2006, Cet.1 h. 47.
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-
isteri dan anak-anak mereka. Persetujuan yang dimaksud pada ayat 1 huruf a pada pasal ini
tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi
pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 dua tahun atau karena sebab lainnya
yang perln dari hakim pengadilan Agama. ‘
Pada pasal 4 dan pasal 5 di atas adalah persyaratan tentang poligami, tapi kita harus mengetahui bahwa pasal 4 adalah persyaratan alternatif artinya salah satu harus ada untuk dapat mengajukan permohonan poligami. Sedangkan pasal 5
adalah persyaratan komulatif dimana seluruhnya harus dapat dipenuhi suami yang akan melakukan poligami.
2. PP No. 9 Tahun 1975 Tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang