2.3. Pemeriksaan Penunjang
2.3.1. Pemeriksaan Darah Penanda Inflamasi
1. Neutrofil
Disebut juga leukosit polimorfonuklear PMN karena gumpalan-gumpalan inti yang berikat secara fleksibel dapat mengambil sekian banyak poly bentuk morf , merupakan
jenis granulosit sel darah putih dan yang paling banyak dalam leukosit 45 -75 . Neutrofil berperan di dalam garis depan pertahanan seluler terhadap invasi kuman –kuman.
Fungsi utama neutrofil adalah sebagai fagositosis dan pembersihan debris , partikel dan bakteri serta pemusnahan organisme mikroba , dan hal ini mungkin disebabkan
spesialisasi membrannya untuk proses ini. Peran bermanfaat neutrofil yang telah terbukti adalah mencegah invasi oleh mikroorganisme patogen , serta melokalisasi dan mematikan
patogen tersebut apabila telah terjadi invasi .
Ronald A, 2004
Neutrofil ditemukan dalam aliran darah , selama fase akut peradangan , terutama sebagai akibat infeksi bakteri , paparan lingkungan dan beberapa jenis kanker , neutrofil
adalah salah satu yang pertama merespon sel-sel inflamasi untuk bermigrasi ke arah sumber peradangan. Bermigrasi melalui pembuluh darah , kemudian melalui jaringan interstitial ,
ditargetkan oleh sinyal kimia seperti interleukin -8 , interferon gamma , dalam proses yang disebut kemotaksis.
Neutrofil berpindah dari plasma menuju daerah radang melalui diapedesis sel karena adanya sinyal-sinyal kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Perpindahan tersebut
dikenal dengan kemotaksis atau perpindahan yang dirangsang oleh zat kimia. Kepekaan neutrofil terhadap rangsangan kimia tersebut menyebabkan neutrofil yang paling dahulu
sampai di daerah inflamasi. Adapun urutan yang dialami oleh sel neutrofil adalah neutrofil bergerak ke tepi pembuluh
darah → melekat pada dinding pembuluh darah → keluar dari pembuluh darah→ neutrofil
menelan bakteri dan debris jaringan fagositosis.
Dalal I , 2005
2. C – Reaktif Protein
C -Reaktif Protein merupakan protein darah yang terikat dengan C-polisakarida, pentamer 120 kDa. Kadarnya dapat meningkat 100 . 200 kali atau lebih tinggi pada inflamasi
sistemik yang menyebabkan kerusakan endotel. CRP merupakan penanda inflamasi yang
paling stabil. Suatu pemeriksaan C –reaktif protein adalah pemeriksaan darah yang
Universitas Sumatera Utara
mengukur jumlah protein C –reaktif di dalam tubuh. CRP yang meningkat sebagai respon terhadap peradangan alat ukur beratnya peradangan dalam tubuh.
Ronald A, 2004
C-reactive protein CRP adalah protein yang mengikat fraksi C polisakarida dari dinding sel pneumokokus. Protein ini adalah protein fase akut klasik yang dapat disintesis di
hati.Protein ini dibentuk akibat proses infeksi,peradangan, luka bakar dan keganasan.Respon fase akut diikuti dengan peningkatan aktifitas koagulasi,fibrinolitik, leukositosis, efek
sistemik dan perubahan kadar beberapa jenisprotein plasma seperti CRP atau hsCRP. Kadar CRP biasanya meningkat 6 – 8 jam setelah demam dan mencapai puncak 24 –48 jam.
Pada orang normal kadar CRP 5 mgL dan dapat meningkat 30x dari nilai normal pada
respon fase akut.
Lorentz, 2000
C – Reaktif Protein
dipakai untuk : • memberikan informasi seberapa akut dan seriusnya suatu penyakit.
• deteksi proses peradangan sistemik di dalam tubuh. • membedakan antara infeksi aktifdan inaktif.
• mengikuti hasil pengobatan infeksibakterial setelah pemberian antibiotika. • mendeteksi infeksi dalam kandungankarena robeknya amnion.
• untuk mengetahui adanya infeksi pasca operasi. • membedakan antara infeksi dan reaksi penolakan pada transplantasisumsum tulang.
• mempunyai korelasi yang baik dengan laju endap darah LED. Sebagaimana disebutkan diatas, dikenal 2 macam protein fase akut reaktif yaitu
1. C-reactive protein CRP 2. high sensitive C-reactive protein hsCRP.