17
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
4.1.1 Tempat :
Penelitian Biotransformasi Berberin Oleh Jamur Endofit Dari Tumbuhan
Akar Kuning
Arcangelisia flava
L. Merr:
MENISPERMACEAE dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia, Puslit Biologi LIPI Cibinong.
4.1.2 Waktu :
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai dengan Juni 2010.
4.2 Alat dan Bahan
4.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary evaporator, labu evaporator, Vortex Sibata, syringe driven filter unit Millex GP
ukuran 0,20 µm, vial, UV cabinet, chamber, cawan petri, timbangan analitik, lemari asam, pipa kapiler, corong, corong pisah, pipet tetes,
erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, pipet takar, laminar airflow, autoklaf, shaker, kolom kromatografi, MS Water LCT Premier Xe
Micromass Technology, HPLC Shimadzu LC-20 AB, dan pipet mikro.
4.2.2 Bahan Uji
Bahan yang diuji adalah berberin.
18
4.2.3 Bahan Kimia
Bahan –bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah plat
KLT silica gel 60 F
254
, sephadex LH –20, kolom Capcell Pak C-18
Shiseido 4,5 mmx260 mm, asetonitril, air millipore, metanol, aquadest, diklorometan, n-heksana, asam asetat glasial, reagen
dragendroff, reagen serium, air sumur, medium glucose yeast-extract peptone GYP, medium potato dextro broth PDB, medium potato
dextrose agar PDA komposisi medium dapat dilihat pada lampiran 1, dan gas N
2
.
4.3 Prosedur Kerja
4.3.1 Skrining Biotransformasi Berberin
4.3.1.1 Isolat Jamur
Jamur yang digunakan adalah 4 isolat jamur endofit yang diisolasi dari tanaman akar kuning, yaitu AFKR
–2, 3, 5, dan 13.
4.3.1.2 Pembuatan Medium Kultivasi
Medium GYP dibuat dengan melarutkan 2,5 gram pepton, 0,5 gram yeast extract, 10 gram glukosa, 0,25 gram KH
2
PO
4
, 0,25 gram MgSO
4
.7H
2
O, 5 mg FeSO
4
.7H
2
O, 0,1 gram CaCO
3
ke dalam 500 ml air sumur. Setelah semua komponen larut, bagi medium tersebut ke dalam erlenmeyer 300 ml
masing-masing sebanyak 100 ml sesuai jumlah isolat jamur kemudian tutup dengan aluminium foil. Semua medium
19
disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 C selama
20 menit.
Medium PDB dibuat dengan melarutkan 12 gram PDB ke
dalam 500 ml air sumur. Setelah semua komponen larut, medium tersebut dibagi ke dalam lima erlenmeyer 300 ml
masing –masing sebanyak 100 ml kemudian ditutup dengan
aluminium foil. Semua erlenmeyer berisi medium kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121
C selama 20 menit.
4.3.1.3 Kultivasi Jamur Endofit
Seluruh isolat jamur yang ditumbuhkan pada medium PDA dipotong kecil kurang lebih 0,5x0,5 cm kemudian diambil
sebanyak 4 potong lalu jamur tersebut dipindahkan ke dalam medium GYP dan PDB yang telah disterilkan dan
didinginkan. Satu erlenmeyer disiapkan sebagai blanko dengan hanya berisi medium GYP dan PDB. Pengerjaan
kultivasi jamur endofit dilakukan dalam keadaan steril di dalam laminar airflow. Medium GYP dan PDB yang telah
berisi jamur endofit kemudian diinkubasi dengan shaker pada suhu 27
C dengan kecepatan 120 rpm selama 4 hari.
4.3.1.4 Penambahan Substrat Pada Kultur
Penambahan substrat berberin dilakukan setelah kultur berumur 4 hari. Substrat yang ditambahkan pada kultur
dibuat dengan menambahkan 10 mg berberin ke dalam 10 ml
20
metanol. Kemudian larutan tersebut disaring dengan menggunakan syringe Millex GP dengan diameter pori 0,20
µm dalam keadaan steril. Larutan berberin yang telah disterilkan tersebut dipipet
sebanyak 10 ml dengan konsentrasi berberin 1 mg dalam 1 ml metanol, kemudian masing
–masing dimasukkan ke dalam kultur jamur endofit dan blanko. Kemudian kultivasi
dilanjutkan dengan menginkubasi menggunakan shaker pada suhu 27
C dengan kecepatan 120 rpm.
4.3.1.5 Monitoring hasil biotransformasi
Biotransformasi dimonitoring untuk memantau apakah telah terjadi biotransformasi berberin dengan cara pengambilan
sampel terhadap kultur jamur endofit yang telah ditambahkan substrat berberin. Sampling pertama dilakukan setelah 1 hari
penambahan berberin pada kultur jamur endofit. Erlenmeyer yang berisi blanko dan kultur jamur endofit
dalam medium GYP dan PDB yang telah ditambahkan substrat berberin dipipet kira
–kira 5 ml dan kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu tambahkan
dengan diklorometan : metanol = 5:1 sebanyak 5 ml, kemudian dikocok dengan vortex dan didiamkan 10 menit
sehingga akan terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah tersebut kemudian dipipet dan dipindahkan ke labu evaporator dan
dikeringkan dengan rotary evaporator hingga didapatkan
21
ekstrak kental. Ekstrak kemudian dianalisis dengan KLT fase diam silica gel 60 F
245
dan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 7 ml yang ditambahkan asam asetat glasial 1
tetes. Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm kemudian disemprot
dengan reagen dragendroff. Pengambilan sampel dilakukan pada 1 hari, 2 hari, 3 hari, dan
7 hari setelah penambahan berberin.
4.3.1.6 Ekstraksi Kultur Jamur Endofit
Ekstraksi kultur jamur endofit dalam medium GYP dan PDB dilakukan 14 hari setelah penambahan berberin ke kultur
jamur dengan pelarut diklorometan : metanol = 5:1. Ekstraksi dilakukan dengan corong pisah dan diambil lapisan bawah
kemudian dikeringkan dengan rotary evaporator. Ekstrak yang telah dikeringkan lalu ditimbang. Setelah itu, ekstrak di
analisis menggunakan KLT dengan fase diam silica gel 60 F
254
dan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 7 ml dan ditambahkan asam asetat glasial 1 tetes. Noda yang muncul
diamati dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm kemudian disemprot dengan reagen dragendroff.
4.3.2 Scalling up Proses Biotransformasi
4.3.2.1 Pembuatan Medium Kultivasi
Medium GYP dibuat dengan melarutkan 5 gram pepton, 1 gram yeast extract, 20 gram glukosa, 0,5 gram KH
2
PO4, 0,5
22
gram MgSO
4
.7H
2
O, 10 mg FeSO
4
.7H
2
O, 0,2 gram CaCO
3
ke dalam 1000 ml air sumur. Setelah semua komponen larut, bagi medium tersebut ke dalam erlenmeyer masing
–masing sebanyak 200 ml dalam erlenmeyer 500 ml sesuai jumlah
isolat jamur kemudian tutup dengan aluminium foil. Kelima erlenmeyer berisi medium disterilkan dengan autoklaf pada
suhu 121 C selama 20 menit.
4.3.2.2 Kultivasi jamur endofit AFKR-5
Jamur endofit AFKR-5 yang ditumbuhkan pada medium PDA dipotong kecil kurang lebih 0,5 x 0,5cm dan diambil
sebanyak 4 buah kemudian dimasukkan ke dalam medium GYP yang telah disterilkan dan didinginkan. Pengerjaan
kultivasi jamur endofit dilakukan dalam keadaan steril di dalam laminar airflow. Medium yang telah berisi jamur
endofit diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 27 C
dengan kecepatan 120 rpm selama 4 hari.
4.3.2.3 Penambahan substrat pada kultur jamur endofit AFKR-5
Penambahan substrat berberin dilakukan seperti saat skrining. Substrat yang akan ditambahkan pada kultur dibuat dengan
menambahkan 100 mg berberin ke dalam 100 ml metanol. Kemudian larutan tersebut disaring dengan menggunakan
syringe Millex GP dengan diameter pori 0,20 µm dalam keadaan steril.
23
Larutan berberin steril dengan konsentrasi 1 mgml dipipet sebanyak 20 ml kemudian dimasukkan ke dalam setiap kultur
jamur endofit. Kultivasi dilanjutkan dengan menginkubasi medium menggunakan shaker hingga hari ke-14.
4.3.2.4 Monitoring hasil biotransformasi
Biotransformasi dimonitoring untuk memantau apakah telah terjadi biotransformasi berberin dengan cara melakukan
pengambilan sampel terhadap kultur jamur endofit pada hari ke-10 setelah penambahan berberin.
Kultur jamur endofit dalam medium GYP saat 10 hari setelah penambahan substrat berberin dipipet sebanyak ± 5 ml dan
kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu tambahkan dengan diklorometan : metanol = 5:1 sebanyak ±
5 ml, kemudian dikocok menggunakan vortex dan didiamkan beberapa menit sehingga akan terbentuk dua lapisan. Lapisan
bawah tersebut kemudian dipipet dan dipindahkan ke labu evaporator kemudian dikeringkan.
Ekstrak kemudian dianalisis dengan KLT fase diam silica gel 60 F
254
dan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 7 ml yang ditambahkan asam asetat glasial 1 tetes. Noda yang
muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Selain dengan KLT, hasil
penyamplingan ini juga dianalisis menggunakan HPLC dengan kondisi HPLC = Capcell Pak C-18 Shiseido 4,6 mm
24
x 250 mm , fase gerak air millipore : asetonitril = 90 : 10 , laju alir 1 mlmenit, lama aliran 30 menit, detektor UV
dengan panjang gelombang 266 nm.
4.3.2.5 Ekstraksi kultur jamur endofit AFKR-5
Kultur jamur endofit setelah 14 hari penambahan berberin dikecilkan ukurannya menggunakan spatula. Kemudian
kultur tersebut diekstrak menggunakan diklorometan : metanol = 5:1. Sebanyak ± 50 ml pelarut campur dimasukkan
ke dalam kultur jamur, kemudian dikocok menggunakan magnetic stirer selama 10 menit. Setelah itu,jamur dipisahkan
dengan filtrat menggunakan saringan. Proses ini diulang sebanyak 3 kali. Hasil saringan filtrat merupakan ekstrak
yang kemudian dikeringkan lalu ditimbang kemudian dianalisis dengan KLT fase diam silica gel 60 F
254
dan eluen diklrometan : metanol = 6:1 7 ml yang ditambah 1 tetes
asam asetat glasial. Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
Selain dengan KLT, hasil pengambilan sampel ini juga dianalisis menggunakan HPLC dengan kondisi HPLC =
Capcell Pak C-18 Shiseido 4,6 mm x 250 mm , fase gerak air millipore : asetonitril = 90 : 10 , laju alir 1 mlmenit,
lama aliran 30 menit, detektor UV dengan panjang gelombang 266 nm.
25
4.3.2.6 Partisi ekstrak hasil biotransformasi
Ekstrak kental hasil ekstraksi dilarutkan dengan metanol kemudian dipartisi menggunakan n-heksan. Partisi ini
dilakukan dengan corong pisah sehingga kemudian didapatkan dua lapisan lapisan atas air, lapisan bawah
diklorometan dan diambil lapisan bawah. Lapisan bawah tersebut
kemudian dikeringkan
menggunakan rotary
evaporator. Ekstrak kental yang didapat kemudian dianalisis dengan KLT fase diam silica gel 60 F
254
dan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 7 ml yang ditambahkan asam
asetat glasial 1 tetes. Noda yang muncul diamati dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm
kemudian disemprot dengan reagen serium.
4.3.2.7 Fraksinasi hasil biotransformasi AFKR-5
Ekstrak hasil partisi difraksinasi dengan menggunakan kolom kromatografi dengan fase diam sephadex LH
–20 volume 275 ml dan fase gerak metanol 90. Hasil fraksinasi
ditampung dengan tabung reaksi dan setiap tabung dicek dengan analisis KLT fase diam silica gel 60 F
254
dan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 7 ml ditambah asam
asetat glasial 1 tetes. Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm
kemudian disemprot dengan pereaksi dragendroff. Isi tabung
–tabung yang memiliki noda yang sama pada
26
kromatogram KLT digabungkan menjadi satu fraksi. Tabung 3-6 digabung menjadi fraksi satu. Tabung 7-8 digabung
menjadi fraksi dua dan tabung 9-11 digabungkan menjadi fraksi tiga.
4.3.2.8 Purifikasi produk biotransformasi AFKR - 5 fraksi 1
Ketiga fraksi yang diperoleh dari fraksinasi menggunakan kromatografi kolom kemudian dianalisis dengan KLT fase
diam silica gel 60 F
254
dan fase gerak diklorometan : metanol = 6 : 1 7 ml dan ditambah asam asetat glasial 1 tetes. Noda
yang muncul diamati di bawah sinar pada panjang gelombang UV 254 nm dan 366 nm kemudian disemprot dragendroff.
Fraksi satu kemudian dipurifikasi menggunakan KLT preparatif dengan fase diam silica gel 60 F
254
dan fase gerak diklorometan : metanol : amoniak 25 = 5:3:0,5 . Noda
yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Setelah itu noda tersebut
dikerok kemudian dilarutkan dengan diklorometan dan metanol, kemudian disaring dengan menggunakan kertas
saring. Hasil saringan yang didapatkan dikeringkan dan kemudian dianalisis dengan KLT menggunakan fase gerak
diklorometan : metanol = 6:1 7 ml dengan ditambahkan asam asetat glasial 1 tetes. Noda yang muncul diamati di
bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm dan setelah itu hitung Rfnya.
27
4.3.2.9 Karakterisasi produk hasil biotransformasi dengan MS
Senyawa hasil
biotransformasi berberin
dianalisis menggunakan MS Water LCT Premier Xe Micromass
Technology.
28
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Skrining Biotransformasi Berberin
Dengan dilakukannya skrining biotransformasi berberin ini, dapat dilihat kemampuan dari 4 isolat jamur endofit dalam melakukan proses
biotransformasi dalam medium GYP dan PDB. Monitoring terhadap proses biotransformasi oleh jamur endofit tersebut dilakukan dengan cara melakukan
penyamplingan setelah 1 hari, 2 hari, 3 hari dan 7 hari penambahan berberin
ke dalam kultur jamur endofit. Proses transformasi diamati dengan melakukan analisis Kromatografi Lapis Tipis KLT terhadap ekstrak kultur
jamur. KLT tersebut kemudian dielusi dengan menggunakan fase gerak
diklorometan : metanol = 6:1 dan ditambahkan 1 tetes asam asetat glasial.
Namun hingga penyamplingan hari ke-7, kromatogram hasil KLT belum menampakkan terjadinya reaksi biotransformasi. Reaksi biotransformasi baru
terlihat pada ekstrak kultur jamur pada 14 hari penambahan berberin gambar 6.
Hasil skrining memperlihatkan bahwa reaksi biotransformasi terjadi pada kultur jamur endofit AFKR-5 dan AFKR-13 pada medium GYP.
Sedangkan pada jamur endofit yang dikultivasi pada medium PDB tidak memperlihatkan berjalannya reaksi biotransformasi. Berikut adalah profil
kromatogram KLT dari skrining biotransformasi berberin :
29
a b
c d
Gambar 6. Profil kromatogram KLT fase diam silica gel 60 F
254
, fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 7 ml ditambah 1 tetes asam asetat
glasial ekstrak diklorometan-metanol dari kultur jamur endofit AFKR-2, 3, 5, dan 13 pada medium GYP dan PDB saat 14 hari
penambahan berberin. fase diam silica gel 60 F
254,
fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 ditambahkan 1 tetes asam
asetat.S=berberin; C=blanko medium; 2,3,5,13=AFKR-2,3,5,13. a sinar UV 254 nm, bsinar UV 366 nm pada medium
GYP,c sinar UV 245 nm, d sinar UV 366 nm pada medium PDB
Dari hasil skrining yang dilakukan terhadap 4 isolat jamur endofit dari akar kuning terlihat bahwa AFKR
–5 dan AFKR-13 pada medium GYP dapat melakukan reaksi biotransformasi terhadap berberin. Hasil skrining ini
juga memperlihatkan berbedanya kemampuan setiap jamur endofit dalam mentransformasikan senyawa berberin bergantung pada medium kultur. Hal
tersebut terlihat pada hasil noda dari hasil skrining dimana jamur endofit
produk berberin
30
AFKR –5 dan AFKR–13 mampu melakukan biotransformasi pada medium
GYP sedangkan jamur –jamur endofit tersebut tidak memperlihatkan
kemampuan biotransformasi pada medium PDB. Medium kultur yang berbeda akan memberikan hasil biotransformasi yang berbeda dimana
medium memberikan pengaruh nutrisi yang diterima oleh jamur endofit, sehingga medium kultur jamur yang berbeda akan memperoleh nutrisi yang
berbeda pula. Hasil skrining yang dilakukan memperlihatkan bahwa jamur endofit
AFKR –5 dan AFKR–13 pada medium GYP dapat melakukan biotransformasi
berberin. Oleh karena itu dilakukanlah scalling up reaksi biotransformasi berberin dengan salah satu isolat jamur endofit yang dapat melakukan reaksi
biotransformasi yaitu AFKR-5 pada medium GYP. Dari hasil KLT saat skrining biotransformasi gambar 6 AFKR-5 memperlihatkan noda produk
hasil biotransformasi yang lebih besar dibandingkan dengan AFKR –13.
Untuk membuktikan bahwa senyawa produk biotransformasi tidak dihasilkan oleh jamur endofit AFKR
–5 sebagai metabolit sekunder jamur tersebut dilakukan dengan bantuan analisis KLT. Hal tersebut dilakukan
dengan membandingkan KLT dari kultur jamur AFKR –5 yang ditambahkan
berberin dengan kontrolnya yaitu yang tidak ditambahkan berberin Gambar 7. Hasil KLT tersebut memperlihatkan bahwa jamur endofit AFKR
–5 pada medium GYP tidak menghasilkan produk hasil biotransformasi. Noda yang
muncul pada ekstrak jamur endofit AFKR –5 dengan penambahan berberin
tidak terdapat pada ekstrak jamur endofit AFKR –5 tanpa penambahan
berberin. Senyawa hasil biotransformasi ini berada di atas berberin yang
31
memperlihatkan bahwa senyawa hasil biotransformasinya bersifat relatif lebih nonpolar dibandingkan berberin.
a b Gambar 7. Profil ktomatogram KLT fase diam silica gel 60 F
254
, fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 7 ml ditambah 1 tets asam asetat
glasial ekstrak diklorometan – metanol kultur jamur endofit
AFKR-5 pada medium GYP. S = berberin, 1 = AFKR –5
ditambahkan berberin, 2 = AFKR-5 tanpa penambahan berberin, a UV 254 nm, b UV 366 nm.
5.2 Profil Jamur AFKR– 5