31
memperlihatkan bahwa senyawa hasil biotransformasinya bersifat relatif lebih nonpolar dibandingkan berberin.
a b Gambar 7. Profil ktomatogram KLT fase diam silica gel 60 F
254
, fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 7 ml ditambah 1 tets asam asetat
glasial ekstrak diklorometan – metanol kultur jamur endofit
AFKR-5 pada medium GYP. S = berberin, 1 = AFKR –5
ditambahkan berberin, 2 = AFKR-5 tanpa penambahan berberin, a UV 254 nm, b UV 366 nm.
5.2 Profil Jamur AFKR– 5
Jamur endofit AFKR –5 diisolasi dari tumbuhan akar kuning. Jamur ini
kemudian ditumbuhkan pada medium potato dextrose agar PDA. Hasil pengamatan secara makroskopis terhadap jamur endofit AFKR-5 akan
membentuk miselium berwarna putih setelah 4 hari ditumbuhkan pada medium PDA. Saat satu minggu terbentuk miselium yang lebih banyak dan
pada minggu kedua terlihat miselium berwarna kuning gambar 8 yang kemungkinan merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur
endofit AFKR-5.
produk berberin
32
a b
Gambar 8. Jamur endofit AFKR –5 pada medium PDA a satu minggu, b
dua minggu.
5.3 Scalling Up AFKR-5 pada medium Glucose-Yeast Extract-Pepton GYP
Pada scalling up proses biotransformasi berberin, isolat jamur endofit yang digunakan adalah jamur endofit AFKR-5 pada medium GYP. Sesuai
dengan skrining yang dilakukan terhadap 4 isolat jamur endofit, jamur endofit AFKR
–5 dan AFKR-13 pada medium GYP memperlihatkan spot produk biotransformasi. Namun pada hasil KLT terlihat, spot hasil biotransformasi
yang dihasilkan jamur endofit AFKR-5 lebih besar dibandingkan dengan AFKR-13 sehingga pada saat scalling up digunakan jamur endofit AFKR-5
gambar 6. Untuk tujuan isolasi dan karakterisasi produk biotransformasi tersebut,
maka dilakukan kultur jamur endofit AFKR-5 pada skala lebih besar, yaitu 5x200 ml di dalam erlenmeyer 500 ml. Kultur jamur yang telah berumur 4
hari terlihat terbentuk seperti filamen berwarna putih yang banyak Gambar 9.
33
a b
c
d e
Gambar 9.
Kultur jamur endofit AFKR – 5 pada medium glucose yeast-
ekstrak pepton GYP. a saat kultivasi, b 4 hari kultivasi sebelum penambahan berberin, c 1 hari d 10 hari e 14
hari telah ditambahkan berberin.
Pada hari ke-10 penambahan berberin dilakukan penyamplingan untuk mengamati terjadinya proses biotransformasi. Hasil penyamplingan kemudian
diekstrak dengan diklorometan-metanol 5:1 dan kemudian dianalisis dengan HPLC dan KLT. Dari hasil kromatogram HPLC terlihat puncak berberin
masih tinggi 10C dan dari hasil kromatogram KLT terlihat berberin dan ekstrak kultur menunjukkan noda yang sama gambar 11a,b. Saat 14 hari
penambahan berberin pada kultur jamur endofit AFKR-5, dilakukan ekstraksi seperti pada saat skrining. Kultur jamur endofit AFKR
–5 pada medium GYP diekstrak dengan pengekstrak diklorometan
–metanol lalu ekstrak tersebut dianalisis dengan HPLC dan KLT.
34
Gambar 10. Hasil kromatogram HPLC menggunakan kolom Capcell pak C-18 Shiseido 4,5 mm x 260 mm, fase diam air millipore : asetonitril =
90 : 10, laju alir : 1 mlmenit, lama aliran 30 menit, detektor UV λ 266 nm. A jamur endofit AFKR-5 tanpa penambahan berberin,
B standar berberin, C kultur jamur 10 hari setelah penambahan berberin, D kultur jamur 14 hari setelah penambahan berberin.
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
min 0.00
0.25 0.50
0.75 1.00
1.25 1.50
mV Detector A:266nm
2.643 2.814
3.061
3.810 5.429
11.541 18.210
19.861
C
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
min 0.0
0.5 1.0
1.5 2.0
2.5 mV
Detector A:266nm
2.814 3.061
3.650 3.810
4.117 4.328
4.532 4.883
5.073 5.265
5.424 5.700
6.090 6.419
7.128 8.029
11.743 12.661
13.083 18.263
19.838 24.645
27.105
A
0.0 2.5
5.0 7.5
10.0 12.5
15.0 17.5
20.0 22.5
25.0 27.5
min 0.0
2.5 5.0
7.5 10.0
mV Detector A:266nm
3.182 5.483
B
berberin
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
min 0.0
2.5 5.0
7.5 10.0
mV Detector A:266nm
1. 18
8
1. 68
3 2.
20 5
2. 93
2 3.
06 5
5. 42
6 18
.2 27
D
produk biotransformasi
berberin
35
a b c d
Gambar 11. Profil kromatogram KLT fase diam silica gel 60 F
254
, fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 7 ml ditambah 1 tets asam
asetat glasial kultur jamur endofit AFKR-5 pada medium GYP a di bawah sinar UV 254 nm, b di bawah sinar UV 366 nm
10 hari penambahan berberin, c di bawah sinar UV 254 nm, d di bawah sinar UV 366 nm 14 hari penambahan berberin.
S = berberin, E = ekstrak jamur. Dari hasil kromatogram HPLC saat penyamplingan hari ke-10
penambahan berberin gambar 10C dengan kromatogram setelah 14 hari penambahan berberin gambar 10D terlihat hasil yang berbeda. Pada 14 hari
penambahan berberin terjadi penurunan puncak berberin, dipihak lain terjadi kemunculan puncak baru gambar 10D. Puncak baru yang muncul pada 14
hari penambahan berberin merupakan produk hasil biotransformasi berberin. Hal ini diperkuat dengan hasil KLT 11c,d saat 14 hari penambahan berberin
yang memperlihatkan telah terdapatnya produk hasil biotransformasi. Hasil ekstrak kultur jamur endofit AFKR
–5 setelah diekstraksi dan dianalisis dengan HPLC dan KLT kemudian dipartisi dengan n
–heksana untuk menghilangkan lemak agar mudah difraksinasi. Setelah dipartisi
ekstrak ini kemudian dikeringan dengan rotary evaporator lalu ditimbang dan diperoleh ekstrak sebanyak 210,2 mg. Ekstrak ini kemudian difraksinasi
produk berberin
36
menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam sephadex –LH 20 dan
fase gerak metanol 90 sehingga diperoleh tiga fraksi. Tabel 1. Hasil fraksinasi dengan kolom kromatografi fase diam sephadex
LH-20, fase gerak methanol 90 dari ekstrak diklorometan –
metanol biotransformasi kultur AFKR –5 pada medium GYP.
Fraksi Tabung
Warna Fraksi Berat mg
1 3,4,5,6
Coklat 36,6
2 7,8
Kuning tua 21,1
3 9,10,11
Kuning muda 30,5
Untuk mengetahui di fraksi mana senyawa hasil biotransformasi berberin maka
dilakukan KLT
terhadap fraksi
–fraksi tersebut dengan membandingkannya terhadap berberin murni. Dari hasil KLT, fraksi satu
memiliki kandungan hasil biotransformasi berberin. Fraksi satu tersebut kemudian dipurifikasi kembali dengan
menggunakan KLT preparatif dengan fase gerak diklorometan : metanol : amoniak 25 = 5 : 3 : 0,5 sehingga diperoleh 2 fraksi, yaitu 1
– A dan 1 - B. Fraksi 1 - A merupakan hasil biotransformasi berberin sedangkan fraksi 1 - B
merupakan substrat berberin yang tidak dikonversi oleh jamur endofit AFKR- 5. Hal tersebut terlihat dari noda pada plat KLT gambar 12. Selain itu, nilai
Rf antara fraksi 1-B dengan Rf berberin sama yaitu 0,31 sedangkan Rf fraksi 1-A yaitu 0,40. Hasil yang didapatkan setelah purifikasi menghasilkan 28,5
mg produk utama yang berarti kemampuan jamur endofit AFKR-5 mengubah berberin mejadi produk sebesar 27.18 .
37
a b c
Gambar 12. Profil kromatogram KLT hasil purifikasi fase satu fase diam silica gel 60 F
254
dan fase gerak diklrometan : metanol = 6:1 7 ml ditambah asam asetat glasial 1 tetes. 1-A = atas,1-B =
bawah, a UV 254 nm, b UV 366 nm, c disemprot dragendroff.
Tabel 2. Hasil purifikasi fraksi 1 ekstrak diklorometan –metanol dengan fase
gerak diklorometan : metanol = 6:1 7 ml ditambah asam asetat glasial 1 tetes.
Produk hasil
biotransformasi kemudian
dikarakterisasi menggunakan spektorfotometer massa. Hasil spektrofotometer massa
menunjukkan produk hasil biotransformasi memiliki bobot massa 352. Hal ini menunjukkan terjadinya penambahan ion molekul sebanyak 16 amu yang
diduga oksigen terhadap berberin yang memiliki bobot massa 336. No
Fraksi Warna Fraksi
Rf Berat mg
1 1
– A coklat muda
0,40 28,5
2 1
– B kuning tua
0,31 11,9
38
Gambar 13. Hasil spectrum produk biotransformasi menggunakan spektrofotometer massa MS Water LCT Premier Xe
Micromass Technology.
39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Jamur endofit AFKR – 5 yang diisolasi dari tanaman Arcangelisia flava L.
Merr mampu melakukan biotransformasi senyawa berberin menjadi satu produk yang memiliki berat molekul 16 amu lebih tinggi dibanding substrat
pada medium GYP dengan kondisi inkubasi menggunakan shaker pada kecepatan 120 rpm dengan suhu 27
C dengan kemampuan konversi sebesar 27.18 dalam waktu 2 minggu.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan identifikasi jamur endofit AFKR
– 5.
2. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui struktur dari produk
biotransformasi dengan menggunakan UV, IR, dan NMR.
3. Perlu dilakukan uji aktivitas farmakologi terhadap produk biotransformasi yang dihasilkan serta membandingkannya dengan senyawa asal untuk
mengetahui apakah aktivitas produk biotransformasi lebih baik dari
senyawa asal.
40
DAFTAR PUSTAKA
Agusta A, Maehara S, Ohashi K, Simanjutak P and Shibuya H. 2005. Stereoselective Oxidation at C-4 Flavans by the Endophytic Fungus
Diaporthe sp. Isolated from a Tea Plant. Chem. Pharm. Bull. 53: 1565 –
1569. Agusta A, Ohashi K, and Shibuya H. 2006. Bisanthraquinone Metabolites
Produced by Endophytic Fungus Diaporthe sp. Chem Pharm Bull. 54 : 579-582.
Agusta, A. 2007. Biotransformasi --Epigalokatekin-3-O-galat Menjadi --
2R,3S-Dihidromirisetin oleh Fungi Endofit Diaporthe sp. Isolat E dari Tumbuhan Teh. Hayati Journal Of Biosciences, p150-154.
Agusta, A. 2009. Biologi dan Kimia Jamur Endofit. Bandung: ITB Press.
Agusta, A. 2009. --2R,3S-Dihidrokuersetin,Suatu Produk Biotransformasi -- Epikatekin Oleh Jamur Endofit Diaporthe sp.E. Berita Biologi, 9 4.
Archangelisia flava. diakses 26 Mei 2010 dari www.plantamor.com Bayman P, Ligia L, Raymond L.T., and D.J. Lodge. 1996. Variation in
Endophytic Fungi from Roots and Leaves of Lepanthes Orchidaceae. New Phytol. 135: 145
– 149. Brady S.F., Singh M.P., Jeff E.J., and Clardy J. 2000. Cytoskyrins A and B, New
BIA Active Bisanthraquinones Isolated from an Endophytic Fungus. Organic Letters, Vol.2, No.25, 4047
– 4049. Brady S.F., Wagenaar M.M., Singh M.P., Janso J.E., and Clardy J. 2000. The
Cytosporones, New Octaketide Antibiotics Isolated from an Endophytic Fungus. Organic Letters, Vol.2, No.25, 4043
– 4046. Borge K.B. 2007. Endophytic fungi as models for the Stereoselective
Biotransformation of Thioridazine. Appl Microbiol Biotechnol 77:669
– 674.
Dharmananda, Subhuti. 2005. New Uses Of Berberine. A Valuable Alkaloid from Herbs for “Damp – Heat” Syndrome.
Fany Mahesa, Mitra. 2009. Biotransformasi Berberin Oleh Jamur Endofit Dari Tumbuhan Akar Kuning Archangelisia flava L. Merr. skripsi. FMIPA
Universitas Andalas.
41
Freile M, Gianni F, Sortino M, Zamora M, Juarez A, Zacchino S, Enriz D. 2006. Antifungal Activity of Aqueous Extracts and of Berberine Isolated from
Berberis heterophyll. Acta Farm. Bonaerense 25 1: 83-8. Furuya T, Nakano M, Yoshikawa T. 1978. Biotransformation of RS-Reticuline
And Morphinan Alkaloids By Cell Cultures of Papaver somniferum. Phytochemistry. Vol 17, pp 891
– 893. Grycova’ L, Dosta J., Marek R. 2007. Quatenary Protoberberine Alkaloids.
Phytochemistry 68,150-175. Issat T, Jakobislak M, Golab J. 2006. Berberine, A Natural Cholesterol Reducing
Product, Exerts Antitumor Cytostatic,Cytotoxic Effects Independently From The Mevalonate Pathway. Oncology Reports 16: 1273
– 1276. Jamal Y, Ilyas M, Kanti A, Agusta A. 2009. Keragaman Jenis Jamur Endofit pada
Pandan Wangi Pandanus amarylifolius dan Aktivitas Antijamur Metabolit yang Diproduksinya. Biota Vol. 14 2: 81
– 86. Klemke C, Kehraus S, Wright A.D., and Konig G.M. 2004. New Secondary
Metabolit from the Marine Endophytic Fungus Apiospora montagnei. J.Nat. Prod.,67,1058-1063.
Kunii T, Kagei K, Kawakami Y, Nagai Y, Nezu Y, and Sato T. 1985. Indonesian Medicinal Plants: Furanoditerpens from Arcangelisa flava. Chem Pharm
Bull 33 2 479 – 487.
Lumyong Salsamon, Pipob Lumyong, Eric H.C., McKenzie, and Kevin D. 2002. Enzymatic Activity Of Endophytic Fungi Of Six Native Seedlings
Species From Doi Suthep-Pui National Park, Thailand. Canadian Journal Of Microbiology; 48,12.
Ma Y, Zhu H., Su Y, Shi Q, and Li Y. 2007. Isolation and Identification of Endophytic Fungi from Eucommia ulmoides. International Symposium
on Eucommia ulmoides,Vol.1, No.1, 82 – 85.
Meji’a L.C, Rojas E.I, Maynard Z, Bael SV, Arnold A.E, Hebbar P, Samuels GJ, Robbins N, Herre EA. 2008. Endophytic Fungi as Biocontrol Agents of
Theobroma cacao Pathogens. Biological Control 46 : 4 – 14.
Phillipine Medicinal Plants. Archangelisia flava. diakses 26 Mei 2010 dari www.stuartxchange.orgAbutra.html
Verpoorte R, Siwon J, Essen GFA, Tieken M, Svendsen AB. 1982. Studies On Indonesian Medicinal Plants. VII. Alkaloids of Arcangelisia flava.
Journal of Natural Products Vol.45, No.5.
42
Sa’roni, Adjirni, Winarno W. 1995. Efek Antidiare Infus Batang Kayu Kuning Archangelisia flava L. pada Tikus Putih dan Toksisitas Akut. Pusat
Penelitian dan Pengembangan DepKes RI. Jakarta. Shibuya H, Kitamura C, Maehara S, Nagahata M, Winarno H, Simanjutak P, Kim
H.S, Wataya Y, Ohashi K. 2003. Transformation of Cinchona Alkaloids into 1-N-Oxide Derivatives by Endophytic Xylaria sp. Isolated from
Cinchona pubescens. Chem Pharm Bull. 511 71 – 74.
Singh A, Duggal S, Kaur N, Singh J. 2010. Berberine: Alkaloid with wide spectrum of pharmacological activities.
Journal of Natural Products, Vol. 3:64-75.
Subeki, Matsuura H, Takahashi K, Yamasaki M, Yamato O, Maede Y, Katakura K, Suzuki M, Trimurningsih, Chairul, Yoshihara T. 2005. Antibabesial
Activity of Protoberberine Alkaloids and 20 Hydroxyedysone form Arcangelisia flava against Babesia gibsoni in Culture. J. Vet. Med.Sci. 67
2: 223 – 227.
Unesco.1998. Plant Resources of South East Asia. No.122. Zhang HW, Song YC, and Tan RX. 2006. Biology and Chemistry Of Endophytes.
Natural Products Report.
43
Lampiran 1. Komposisi medium yang digunakan
No. Nama Medium
Komposisi Jumlah
1. GYP glucose yeast-extract peptone
Pepton 5 gr
yeast extract 1 gr
Glukosa 20 gr
KH
2
PO
4
0,5 gr MgSO
4.
7H
2
O 0,5 gr
FeSO
4
.7H
2
O 10 mg
CaCO
3
0,2 gr air sumur
1 l 2.
PDB potato dextrose broth potaoes infusion
200 gr dekstrosa
20 gr air sumur
1 l 3.
PDA potato dextrose agar Agar
15 gr dekstrosa
20 gr potatoes infusion
4 gr air sumur
1 l
44
Lampiran 2. Skema Kerja
2.1 Skrining Biotransformasi Berberin