Biotransformasi berberin oleh jamur endofit dari tumbuhan akar kuning (arcangelisia flave (L.) merr: menispermaceae

(1)

BIOTRANSFORMASI BERBERIN OLEH JAMUR ENDOFIT DARI TUMBUHAN AKAR KUNING (Arcangelisia flava (L.) Merr:

MENISPERMACEAE)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Far)

Oleh:

SUVRELA ARTIANI 106102003374

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010


(2)

i

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

NAMA : SUVRELA ARTIANI NIM : 106102003374

JUDUL :BIOTRANSFORMASI BERBERIN OLEH JAMUR ENDOFIT DARI TUMBUHAN AKAR KUNING ( Arcangelisia

flava (L.) Merr: MENISPERMACEAE)

Telah Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Andria Agusta Zilhadia, M.Si., Apt NIP.196908161994031003 NIP.197308222008012007

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. M.Yanis Musdja, M.Sc.,Apt NIP.19560106198510110001


(3)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

BIOTRANSFORMASI BERBERIN OLEH JAMUR ENDOFIT DARI TUMBUHAN AKAR KUNING (Arcangelisia flava (L.) Merr: MENISPERMACEAE)

Adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka


(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi Dengan Judul

BIOTRANSFORMASI BERBERIN OLEH JAMUR ENDOFIT DARI TUMBUHAN AKAR KUNING (Arcangelisia flava (L.) Merr:

MENISPERMACEAE)

Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh:

Nama : Suvrela Artiani NIM : 106102003374

Menyetujui,

Pembimbing

1. Pembimbing I Dr.Andria Agusta ………

2. Pembimbing II Zilhadia,M.Si.,Apt ………

Penguji

1. Ketua Penguji M.Yanis Musdja M.Sc.,Apt ……..………...……

2. Anggota Penguji I M.Yanis Musdja M.Sc.,Apt ……….

3. Anggota Penguji II Ofa Suzanti Betha,M.Si.,Apt ……….………

4. Anggota Penguji III Azrifitria,M.Si.,Apt ……….

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

Prof.DR (hc). Dr. M.K Tadjudin, Sp.And


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, dan ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Biotransformasi Beberin Oleh Jamur Endofit Dari Tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr: MENISPERMACEAE)”. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, semoga kita dapat memperoleh syafaatnya dihari akhir.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan doa, bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Andria Agusta selaku pembimbing I yang telah banyak mengajarkan ilmu, memberikan arahan, nasehat, motivasi dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi. Serta telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian di Laboratorium Fitokimia, Puslit Biologi LIPI Cibinong. 2. Ibu Zilhadia M.Si., Apt. selaku pembimbing II yang telah mengajarkan ilmu, memberikan arahan, nasehat, motivasi, dan dengan penuh kesabaran membimbing selama penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Bapak Prof.DR.(hc).dr.M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

4. Bapak Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. selaku Ketua Jurusan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberikan telah memberikan kesempatan penulis untuk melaksanakan penelitian skripsi.

5. Ayahanda H.Abdul Hamid, S.H. dan Ibunda Rasmihandani, S.E. serta adik-adik tersayang Ina dan Fita yang telah memberikan doa, dukungan moril dan materil selama penulis melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi ini.


(6)

v

6. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si.,Apt. selaku pembimbing akademik penulis yang telah memberikan nasihat dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan di Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Dosen – dosen beserta karyawan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang penulis hormati yang telah memberikan motivasi, nasehat, mengajarkan ilmu kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Ibu Yuliasri, Ibu Hertina, Kak Asep, Kak Toni yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian di Laboratorium Fitokimia, Puslit Biologi LIPI Cibinong.

9. Eka W, Wida, Syifa, Amalia, Dani, Shobir, Ardian serta teman –teman farmasi angkatan 2006 dan kakak-kakak kelas yang telah banyak memberikan doa, dukungan selama penulis kuliah dan menyusun skripsi. Dan juga Eka P.P. serta Baun A.Md.,RO. yang telah banyak memberikan doa, dukungan dan mengajarkan kesabaran selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

10. Yaya, Omi, Dini Fris, Dini Mai, Reza, Emil, Rijal yang telah memberikan doa, motivasi, serta bantuan selama penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Semoga bantuan yang diberikan menjadi amal saleh bagi kita semua dan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat kepada siapa saja terutama yang membacanya. Tiada kata terhenti sampai disini karena ilmu seseorang harus bertambah seiring berjalannya waktu dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Terima Kasih.

Jakarta, Juli 2010


(7)

vi

ABSTRAK

BIOTRANSFORMASI BERBERIN OLEH JAMUR ENDOFIT DARI TUMBUHAN AKAR KUNING (Arcangelisia flava (L.) Merr:

MENISPERMACEAE)

Jamur endofit merupakan kelompok jamur yang hidup di dalam jaringan tumbuhan seperti akar, batang, dan daun. Jamur endofit memiliki kemampuan untuk menghasilkan metabolit sekunder dan ada juga yang mampu melakukan proses biotransformasi suatu senyawa. Jamur endofit AFKR–5 yang diisolasi dari tumbuhan akar kuning (Arcangelisia flava (L.)Merr MENISPERMACEAE) mampu melakukan biotransformasi berberin pada medium GYP. Jamur endofit AFKR–5 ditumbuhkan dalam medium GYP 5x200 ml selama 4 hari kemudian ditambahkan berberin 5x20 ml dengan konsentrasi 1 mg dalam 1 ml metanol. Setelah dua minggu kultur jamur kemudian diekstrak menggunakan diklorometan : metanol = 5:1 kemudian dipartisi dengan n-heksana lalu dikeringkan dengan

rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak sebanyak 210,2 mg. Fraksinasi ekstrak dilakukan dengan kromatografi kolom menggunakan fase diam sephadex LH-20 dan eluen metanol 90 % sehingga didapatkan satu fraksi yang mengandung produk biotransformasi dan substrat berberin. Purifikasi lebih lanjut dengan KLT preparatif (adsorben silica gel 60 F254 dan eluen diklorometan : metanol : amoniak = 5:3:0,5) menghasilkan dua fraksi (F 1.A dan F 1.B). Produk hasil biotransformasi terdapat difraksi F 1.A (28,5 mg) dan dianalisis menggunakan MS.

Kata kunci : Jamur endofit, akar kuning, Arcangelisia flava (L.) Merr, berberin, biotransformasi.


(8)

vii

ABSTRACT

BIOTRANSFORMATION OF BERBERINE BY ENDOPHYTIC FUNGI FROM AKAR KUNING (Arcangelisia flava (L.) Merr:

MENISPERMACEAE)

Endophytic fungi is a fungi group living inside of plant tissue like roots, stems, and leaves. Endophytic fungi show their ability to produce secondary metabolites. Some of them are able to biotransform a chemical compound into their derivative. Endophytic fungus AFKR-5 isolated from the roots of akar kuning plant (Arcangelisia flava (L.) Merr) is able to perform biotransformation process of berberine in GYP medium. Endophytic fungus AFKR-5 was grown in five erlenmeyer (500 ml) containing 200 ml of GYP medium. After grew for 4 days, 20 ml of berberine (1 mg/ml methanol) was added into cultivation medium. After two weeks, all of fungal culture extracted with dichloromethane: methanol (5:1) and then partitioned with n-hexane, and then dried under reduce pressure to obtain 210.2 mg brownish extract. Furthermore, the extract was subjected into sephadex LH-20 column chromatography (275 ml) dan eluted with methanol 90%. The biotransformation product and berberine containing fraction was further purify through preparative TLC (silica gel 60 F254 adsorbent and eluent dichloromethane:

methanol: ammonia = 5:3:0,5) to yielded F 1.A (28.5 mg) and F 1. B ( 11,9 mg). Biotransformation products was then analyzed by using Mass Spectroscopy. Key words: endophytic fungi, akar kuning, Arcangelisia flava (L.) Merr:


(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI………...………...

LEMBAR PERNYATAAN...

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR LAMPIRAN...………...

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang ………..

1.2Perumusan Masalah……….

1.3Hipotesis...………..

1.4Tujuan Penelitian……….

1.5Manfaat Penelitian……… BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tumbuhan Akar Kuning………

2.1.1 Klasifikasi……….……….

2.1.2 Sinonim……….……….

2.1.3 Nama Daerah……….………

2.1.4 Kandungan Kimia Tumbuhan..…….……….

2.1.5 Manfaat dan Kegunaan Tumbuhan...……….

2.2Jamur Endofit...……… ……….

2.3Isolasi Jamur Endofit...……….….

2.4Biotransformasi...………...………..…

2.5Berberin……….…..

BAB III

KERANGKA KONSEP………..

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1Tempat dan Waktu Penelitian……….

4.1.1 Tempat...

4.1.2 Waktu……….………

4.2Alat dan Bahan……….

4.2.1 Alat………

4.2.2 Bahan Uji………

i ii iii iv vi vii viii x xii xiii 1 3 3 4 4 5 5 6 6 6 7 7 10 11 14 16 17 17 17 17 17 17


(10)

ix

4.2.3 Bahan Kimia………

4.3Prosedur Kerja………

4.3.1 Skrining Biotranformasi………

4.3.1.1 Isolat Jamur………

4.3.1.2 Pembuatan Medium Kultivasi………....

4.3.1.3 Kultivasi Jamur Endofit... 4..3.1.4 Penambahan Substrat Pada Kultur... 4.3.1.5 Monitoring Hasil Biotransformasi ... 4.3.1.6 Ekstaksi Kultur Jamur Endofit... 4.3.2 Scalling Up Proses Biotransformasi.……….………..

4.3.2.1 Pembuatan Medium Kultivasi………... 4.3.2.2 Kultivasi Jamur Endofit AFKR-5 ……….. 4.3.2.3 Penambahan Substrat Pada Kultur Jamur AFKR-5.…… 4.3.2.4 Monitoring Hasil Biotransformasi……… 4.2.3.5 Ekstraksi Kultur Jamur Endofit AFKR-5……….. 4.3.2.6 Partisi Ekstrak Hasil Biotransformasi AFKR-5………… 4.3.2.7 Fraksinasi Hasil Biotransformasi AFKR-5……….……. 4.3.2.8 Purifikasi Produk Biotransformasi………. 4.3.2.9 Karakterisasi Hasil Produk Biotransformasi

Dengan Spektrofotometer Massa………...

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Skrining Hasil Biotransformasi... 5.2 Profil Jamur Endofit AFKR-5... 5.3 Scalling Up AFKR-5 pada medium GYP... BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan... 6.2 Saran...

DAFTAR PUSTAKA…...……….

Lapiran-lampiran………...……….…

18 18 18 18 18 19 19 20 21 21 21 22 22 23 24 25 25 26 27 28 31 32 39 39 40 43


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Tumbuhan Arcangelisia flava (L.) Merr……… 5 Gambar 2. Struktur senyawa dari (a) berberin, (b) jatorrhizin,

(c) palmatin, (d) kolumbamin………... 7 Gambar 3. Reaksi biotransformasi (-)-epikatekin menjadi

(-)-(2R,3S)-dihidrokuersetin oleh jamur endofit

(Diaporthesp)………. 12

Gambar 4. Reaksi biotransformasi kuinin menjadi kuinin-1-N-oksida

oleh jamur endofit Xylariasp………... 12

Gambar 5. Struktur Kimia Berberin ………. 15

Gambar 6. Profil kromatogram KLT ekstrak diklorometan-metanol dari kultur jamur endofit AFKR-2, 3, 5, dan 13

pada medium GYP dan PDB saat 14 hari penambahan berberin. (fase diam silica gel 60 F254, fase gerak

diklorometan : metanol = 6:1 ditambahkan 1 tetes asam asetat.S=berberin; C=blanko medium; 2,3,5,13=AFKR-2,3, 5,13 (a) sinar UV 254 nm, (b)sinar UV 366 nm

(pada medium GYP),(c) sinar UV 245 nm,

(d) sinar UV 366 nm (pada medium PDB)……… 29

Gambar 7. Profil ktomatogram KLT ekstrak diklorometan – metanol kultur jamur endofit AFKR-5 pada medium GYP. (S = berberin, 1 = AFKR–5 ditambahkan berberin, 2 = AFKR-5 tanpa penambahan berberin),

(a) UV 254 nm, (b) UV 366 nm……… 31 Gambar 8. Jamur endofit AFKR–5 pada medium PDA (a) satu

minggu, (b) dua minggu……… 32

Gambar 9. Kultur jamur endofit AFKR – 5 pada medium glucose yeast-ekstrak pepton (GYP). (a) saat kultivasi, (b) 4 hari kultivasi (sebelum penambahan berberin), (c) 1 hari, (d) 10 hari, (e) 14 hari

(telah ditambahkan berberin)………. 33 Gambar 10.Hasil kromatogram HPLC menggunakan kolom Capcell

pak C-18 (Shiseido 4,5 mm x 260 mm), fase diam air millipore : asetonitril = 90 %: 10%,

laju alir : 1 ml/menit, lama aliran 30 menit,

detektor UV λ 266 nm. (A) jamur endofit AFKR-5 tanpa penambahan berberin, (B) standar berberin, (C) kultur jamur 10 hari penambahan berberin, (D) kultur jamur 14 hari


(12)

xi

penambahan berberin………. 34

Gambar 11.Profil kromatogram KLT kultur jamur endofit AFKR-5 pada medium GYP (a) di bawah sinar UV 254 nm,

(b) di bawah sinar UV 366 nm (10 hari penambahan berberin), (c) di bawah sinar UV 254 nm, (d) di bawah sinar UV 366 nm (14 hari penambahan berberin). S = berberin,

E = ekstrak jamur………. 35 Gambar 12. Profil kromatogram KLT hasil purifikasi fase satu.

Fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak diklrometan

: metanol=6:1 (7 ml) ditambah asam asetat 1 tetes(1-A = atas, 1-B = bawah). (a) UV 254 nm, (b) UV 366 nm,

(c) disemprot dragendroff……… 37

Gambar 13.Hasil spektrum produk biotransformasi

menggunakan spektrofotometer massa MS Water LCT


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil fraksinasi dengan kromatografi kolom dari ekstrak diklorometan–metanol biotransformasi kultur AFKR–5

pada medium GYP ………. 36

Tabel 2. Hasil purifikasi fraksi 1 ekstrak diklorometan – metanol dengan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) ditambah asam


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi medium yang digunakan ……… 43

Lampiran 2. Skema Kerja

2.1 Skrining Biotransformasi ………. 44

2.2 Scalling up Proses Biotransformasi Berberin Oleh

Jamur AFKR-5 ………. 45

2.3 Ekstraksi Hasil Biotransformasi ………. 46

2.4Partisi Ekstrak Hasil Biotransformasi ………. 47 2.5 Fraksinasi,Purifikasi,dan Karakterisasi

Hasil Biotransformasi ………. 47

Lampiran 3. Gambar jamur endofit AFKR–2 ,3 ,5, dan 13

yang digunakan untuk skrining proses biotransformasi………. .. 48 Lampiran 4. Hasil perbesaran spektrum produk biotransformasi

menggunakan MS Water LCT Premier Xe Micromass

Technology ………....… 49

Lampiran 5. Hasil perbersaran spektrum produk biotransformasi menggunakan MS Water LCT Premier Xe Micromass


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Akar kuning atau yang memiliki nama latin Arcangelisia flava (L.) Merr secara empiris telah banyak digunakan dalam pengobatan alami untuk mengatasi gangguan pencernaan dan digunakan sebagai pembersih luka (Unesco, 1998). Tumbuhan ini banyak terdapat di Cina, Thailand, Malaysia, dan berbagai pulau di Indonesia seperti Kalimantan, Sumatera, dan Jawa (Unesco, 1998). Telah dilakukan penelitian terhadap tumbuhan kayu kuning ini dan menunjukkan bahwa infus batang akar kuning memiliki efek antidiare terhadap tikus putih serta dapat mengurangi kontraksi otot polos usus marmut

(Sa’roni et al., 1995). Salah satu senyawa utama yang terdapat pada batang tumbuhan Arcangelisia flava (L.) Merr adalah berberin (Verpoorte et al., 1982).

Berberin merupakan alkaloid berwarna kuning yang terdapat di akar, batang, rhizoma dari berbagai tanaman seperti Hydrastic canadensis,

Coptis chinensis, Berberis aquifolium, Beberis vulgaris, dan Berberis aristata. Banyak penelitian dilakukan untuk membuktikan kegunaan berberin. Berberin menunjukkan aktivitas antimikroba, seperti dalam melawan bakteri, virus, jamur, serta protozoa (Dharmananda, 2005). Berberin menunjukkan aktivitas bakterisid terhadap V. cholera pada konsentrasi 35 µg/ml dan bakteriostatik terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 50 µg/ml (Unesco, 1998). Senyawa ini juga diteliti dapat menghambat pembelahan sel


(16)

2

tumor (Issat, et al., 2006). Begitu banyak manfaat berberin dalam kehidupan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa ini, salah satunya dengan mengetahui transformasi dari berberin.

Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Beragam mikroorganisme dapat membantu dalam kehidupan manusia, salah satunya adalah mikroba endofit. Salah satu dari mikroba endofit tersebut adalah jamur endofit, yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder. Seperti pada jamur endofit

Apiospora montagnei yang diisolasi dari Polysiphonia violacea yang mampu menghasilkan senyawa diterpenmirocin, (+)-asam heksilitakonik dalam medium semisintetik (Klemke et al., 2004). Selain dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder, jamur endofit ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan biotransformasi metabolit sekunder. Seperti pada jamur endofit Diaporthe sp. dari tumbuhan teh yang dapat melakukan biotransformasi (-)-epigalokatekin-3-O-galat menjadi (-)-2R,3S -dihidromirisetin (Agusta, 2007).

Pada tumbuhan Arcangelisia flava (L.) Merr terdapat jamur endofit yang memiliki kemampuan untuk melakukan proses transformasi berberin menjadi turunannya. Telah dilakukan skrining biotransformasi berberin oleh 16 isolat jamur endofit yang diisolasi dari tumbuhan Arcangelisia flava (L.) Merr pada medium GYP. Dari skrining tersebut terdapat beberapa isolat jamur yang dapat melakukan reaksi transformasi berberin yaitu AFKR-1, 2, 3, 7, 10, 13, 15, dan 16. Dari 8 isolat jamur endofit tersebut, dipilih dua isolat jamur yang memperlihatkan produk biotransformasi yang jelas yaitu AFKR-1


(17)

3

dan AFKR-3 untuk kemudian ditumbuhkan dalam skala besar pada medium

glucose yeast-extract peptone (GYP) dan potato dextro broth (PDB) (Mahesa, 2009). Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari jenis jamur endofit selain AFKR-1,3 dari tumbuhan Arcangelisia flava (L.) Merr yang memiliki kemampuan untuk mengubah struktur berberin. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat diketahui jamur endofit lainnya dari Arcangelisia flava (L.) Merr yang memiliki kemampuan untuk mengubah struktur kimia berberin.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah jamur endofit selain AFKR-1,3 yang diisolasi dari tumbuhan

Arcangelisia flava (L.) Merr dapat melakukan biotransformasi terhadap senyawa berberin?

2. Bagaimanakah kondisi reaksi biotransformasi oleh jamur endofit yang diisolasi dari tumbuhan Arcangelisia flava (L.) Merr?

3. Bagaimana mengisolasi dan mengkarakterisasi produk hasil biotransformasi berberin?

4. Bagaimana struktur kimia produk biotransformasi berberin?

1.3 Hipotesis

Berberin dapat dibiotransformasi menjadi produk turunannya dengan bantuan jamur endofit yang diisolasi dari tumbuhan Arcangelisia flava (L.) Merr.


(18)

4

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1.Menskrining jamur endofit selain AFKR-1,3 yang diisolasi dari

Arcangelisia flava (L.) Merr yang mampu melakukan biotransformasi senyawa berberin.

2.Mengetahui kondisi reaksi biotransformasi oleh jamur endofit yang diisolasi dari Arcangelisia flava (L.) Merr.

3.Mengetahui bagaimana mengisolasi dan mengkarakterisasi produk hasil biotransformasi berberin.

4.Mengetahui struktur kimia produk hasil biotransformasi berberin.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jamur endofit mana yang dapat melakukan biotransformasi berberin pada suatu kondisi, serta dapat mengetahui bagaimana perubahan struktur kimia hasil biotransformasi senyawa berberin oleh mikroorganisme jamur endofit tersebut.


(19)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tumbuhan Akar Kuning ( Arcangelisia flava (L.) Merr )

Gambar 1. Tumbuhan Arcangelisia flava (L.) Merr. (www.stuartxchange.com)

2.1.1 Klasifikasi (www.plantamor.com)

Tumbuhan yang secara empiris banyak digunakan untuk mengatasi gangguan pencernaan ini juga telah dikenal memberikan manfaat dalam pengobatan secara alami. Secara taksonomi Arcangelisia flava (L.) Merr dapat diklasifikasikan:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

SubKelas : Magnoliidae


(20)

6

Famili : Menispermaceae

Genus : Arcangelisia

Spesies : Arcangelisia flava (L.) Merr

2.1.2 Sinonim (Unesco, 1998)

Arcangelisia lemniscata ( Miers) Becc, Arcangelisia loureiri (Pierre) Diels

2.1.3 Nama daerah Indonesia (Unesco, 1998)

Areuy ki koneng (Sunda), sirawan (Jawa), daun bulan (Maluku)

2.1.4 Kandungan Kimia Tumbuhan

Tumbuhan Archangelisia flava (L.) Merr memiliki berbagai kandungan kimia. Pada batang tumbuhan ini terkandung senyawa furanoditerpen seperti 6-hydroxyarchangelisin, 2-dehydroarchangelisinol, tynophyloll, 6-hydroxyfibleucin, fibleucin, fibraurin, serta 6-hidroksifibraurin (Toshinobu et al., 1985). Selain furanoditerpen, pada batang tumbuhan ini juga terkandung alkaloid seperti berberin, jatorrhizin, palmatin dan kolumbamin (Verpoorte et al., 1982) .

o

o N

OCH3

OCH3 +

HO

H3CO N

OCH3

OCH3 +


(21)

7

H3CO

H3CO N

OCH3

OCH3

+

+ H3CO

HO N

OCH3

OCH3

c d

Gambar 2. Struktur senyawa dari (a) berberin, (b) jatorrhizin, (c) palmatin, (d) kolumbamin.

2.1.5 Manfaat dan Kegunaan Tumbuhan

Tumbuhan akar kuning banyak digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengatasi gangguan saluran cerna, sebagai ekspektoran, serta tonik. Dekok dari batang tumbuhan ini digunakan untuk mengatasi sakit kuning, cacingan, serta diare. Selain itu, dekok dari batang tumbuhan ini dapat digunakan untuk membersihkan luka, koreng. Getah dari tumbuhan ini diminum untuk mengatasi demam sedangkan bunga dari tumbuhan ini digunakan untuk mengatasi disentri (Unesco, 1998).

2.2 Jamur Endofit

Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang banyak terdapat di sekitar manusia, ada yang menguntungkan tetapi juga ada yang merugikan. Seperti Candida albicans, Mycobacterium yang merupakan mikroorganisme patogen yang dapat merugikan kesehatan manusia. Namun terdapat juga mikroorganisme yang menguntungkan seperti Lactobacillus sp. yang membantu dalam pencernaan makanan di dalam usus (Agusta, 2009).

Salah satu dari jenis mikroorganisme adalah jamur. Berdasarkan struktur selnya jamur dapat dibedakan menjadi jamur yang memiliki sel


(22)

8

tunggal dan jamur yang memiliki banyak sel (Agusta, 2009).Jamur memiliki berbagai manfaat dalam kehidupan manusia. Seperti dalam penggunaanya sebagai bahan pangan serta membantu dalam proses pembuatan makanan seperti jamur tempe (Rhyzopus oryzae) (Agusta, 2009). Selain itu, jamur digunakan sebagai penghasil metabolit sekunder yang dapat digunakan untuk obat, seperti pada Penicillium yang menghasilkan penisilin yang digunakan sebagai antibiotik (Agusta, 2009).

Salah satu dari jenis jamur yaitu jamur endofit. Endofit berasal dari Bahasa Yunani, “endo” berarti di dalam dan “fit” berarti tumbuhan (Agusta, 2009). Endofit dapat didefinisikan sebagai koloni organisme hidup tanpa menimbulkan gejala patogenik pada jaringan internal inangnya, walaupun pada periode waktu tertentu akan berakibat timbulnya penyakit (Agusta, 2009). Jamur endofit dapat diisolasi dari bagian tumbuhan inangnya seperti pada batang, akar, daun dan kemudian ditumbuhkan pada media yang sesuai.

Yangmin et al., mengisolasi 80 jamur endofit dari akar, batang, dan daun tumbuhan Eucommia ulmoides(Yangmin et al., 2007). Pada tumbuhan teh, Camellia sinensis (L.) O.K., berhasil diisolasi 6 jenis jamur endofit (Agusta, 2007). Pada tumbuhan anggrek, Lepanthes, juga berhasil diisolasi jamur endofit Xylaria sp. dan Rhizoctonia (Bayman et al., 1996). Dari daun tumbuhan pandan wangi (Pandanus amarylifolius) telah berhasil diisolasi 2 isolat jamur endofit yang merupakan Drechslera sp. dan Colletotricum sp., sedangkan dari akar tumbuhan tersebut berhasil diisolasi 7 isolat jamur endofit ( Jamal et al., 2009 ).


(23)

9

Berbagai manfaat telah diperoleh dari jamur endofit, seperti penggunaanya sebagai biokontrol patogen pada Theobroma cacao (Meji’a, et al.,2008). Ekstrak etil asetat dari jamur endofit PWA2 memperlihatkan aktivitas dalam menghambat Saccharomyces cerevisiae (Jamal et al., 2009). Dua puluh enam isolat jamur endofit yang diisolasi dari tumbuhan di bagian utara Thailand memiliki kemampuan untuk memproduksi enzim selulase (Lumyong et al., 2002). Jamur endofit CR200 (Cytospora sp.) dan CR146 (Diaporthe sp.) yang diisolasi dari Conocarpus erecta dan Forstenia spiccata

menghasilkan senyawa sitosporon yang menunjukkan aktivitas sebagai antibiotik (Brady et al., 2000).

Jamur endofit juga dapat menghasilkan metabolit sekunder dengan beragam aktivitas biologi. Jamur endofit dapat menghasilkan metabolit sekunder lebih banyak dibandingkan mikroba endofit lainnya (Zhang et al., 2006). Berbagai golongan metabolit sekunder yang dihasilkan seperti alkaloid, steroid, terpenoid, turunan isokumarin, kuinon, dan senyawa lainnya ( Zhang et al., 2006). Brady et al., 2000, telah berhasil mengisolasi sitoskirin dari jamur endofit Cytospora yang diisolasi dari batang tumbuhan

Conocarpus erecta. Diaporthe sp. isolat E dapat memproduksi metabolit bisantrakinon, yaitu (+)-2,2’ – episitoskirin dan (+) -1,1’ – bislunatin dalam medium cair potato dextro broth (PDB) (Agusta et al., 2006).

Selain itu, potensi jamur endofit telah banyak diketahui seiring dengan dilakukannya penelitian yang membuktikan kemampuannya dalam melakukan transformasi senyawa. Diaporthe sp. isolat E dapat mengubah


(24)

10

senyawa flavan-3-ol dari tanaman teh menjadi leukoantosianidin (Agusta, 2007) .

2.3 Isolasi Jamur Endofit

Satu jenis tumbuhan dapat memiliki berbagai jenis jamur endofit. Jamur endofit dapat terdapat di akar, batang, atau daun dari suatu tumbuhan. Untuk memperoleh jamur endofit dari suatu tumbuhan, dilakukanlah suatu teknik isolasi. Isolasi jamur endofit dari tumbuhan dapat dilakukan dengan cara (Jamal et al,. 2009) :

1.Bagian tumbuhan seperti daun, batang, atau akar dicuci dengan air sampai bersih, lalu dipotong–potong dengan ukuran panjang tertentu. Misalnya pada isolasi jamur endofit dari daun pandan wangi, daun dipotong sekitar 5–7 cm.

2.Permukaan daun yang telah dipotong selanjutnya disterilisasi dengan merendamnya dalam 75 % etanol selama 2 menit, 5,3 % natrium hipoklorit selama 5 menit dan kembali dengan 75 % etanol selama setengah menit. 3.Bagian tumbuhan yang telah disterilkan permukaannya kemudian dipotong

memanjang sekitar 0,5 cm.

4.Potongan daun tadi kemudian diletakkan di atas medium corn-meal malt agar (CMMA) yang mengandung kloramfenikol dengan konsentrasi 0,05 mg/ml.

5.Selanjutnya diinkubasi pada suhu 27 oC selama 1 – 2 minggu.

6.Setelah tumbuh, setiap koloni jamur selanjutnya dipindah beberapa kali ke medium potato dextrose agar ( PDA ) sampai diperoleh koloni murni.


(25)

11

Untuk mengidentifikasi isolat jamur endofit tersebut dapat dilakukan dengan mengamati ciri dan karakter morfologi baik secara makroskopis maupun mikroskopis dari koloni jamur yang ditumbuhkan di atas PDA pada suhu ruang. Secara makroskopis karakter jamur yang dapat diamati seperti warna, permukaan koloni, serta tekstur. Sedangkan pengamatan secara mikroskopis dapat dilakukan dengan bantuan mikroskop untuk mengamati pigmentasi hifa, bentuk dan ornamentasi tangkai spora.

2.4 Biotransformasi

Biotransformasi merupakan suatu proses dimana suatu senyawa dapat berubah menjadi senyawa lainnya (Borge, 2007). Pada proses ini digunakan mikroorganisme untuk membantu mengubah senyawa tersebut (Borge,2007).Mikroorganisme yang telah banyak diteliti karena kemampuaannya dalam mentransformasikan senyawa kimia yaitu jamur endofit. Seperti yang dilakukan oleh jamur endofit Diaporhe sp. E yang diisolasi dari tanaman teh yang berparasit dengan Scurrula atopurpurea, mampu melakukan biotransformasi terhadap senyawa (-)-epikatekin menjadi senyawa (-)-(2R,3R,4R0-3,4,5,7,3’,4’ heksahidroksiflavan (Agusta et al., 2005).

Selain itu, jamur endofit Diaporthe sp. E juga mampu melakukan biotransformasi senyawa (-)-epikatekin menjadi (-)-(2R,3S)-dihidrokuersetin dalam medium semisintetik ( Agusta, 2009).


(26)

12 o HO OH OH OH OH R R Diaporthe sp o HO OH OH OH OH O R R

(-)-epikatekin (-)-2R,3S-dihidrokuersetin

Gambar 3. Reaksi biotransformasi (-)-epikatekin menjadi (-)-(2R,3S)-dihidrokuersetin oleh jamur endofit (Diaporthe sp.).

Jamur Xylaria sp yang diisolasi dari Cinchona pubescens dalam medium potato dextrose broth (PDB) dapat melakukan transformasi empat bentuk alkaloid kina yaitu kuinin hidroklorida, kuinidin hidroklorida, kinkonidin hidroklorida, dan kinkonin hidroklorida dengan melakukan pemasukan atom oksigen pada posisi 1-N atom alkaloid kina (Shibuya et al., 2003). H N H HO N H Xylariasp H N H HO N H O

kuinin kuinin-1-N-oksida

Gambar 4. Reaksi biotransformasi kuinin menjadi kuinin-1-N-oksida oleh jamur endofit Xylaria sp.


(27)

13

Pada proses biotransformasi Xylaria sp. ini diperlihatkan mekanisme reaksi yang menarik. Penambahan substrat kina dalam jumlah besar (20 mg) ke dalam 200 ml kultur jamur Xylaria sp. berumur 3 hari gagal menghasilkan produk biotransformasi. Sedangkan penambahan substrat dalam jumlah kecil (2 mg) ke dalam kultur jamur berumur 1 hari dan kemudian dilanjutkan penambahan 20 mg substrat pada hari ketiga dan diinkubasi pada suhu 27 oC,

selama 20 hari berhasil menghasilkan produk biotransformasi. Mekanisme reaksi tersebut mengindikasikan bahwa jamur endofit memerlukan stimulasi sejumlah kecil substrat untuk mengaktifkan sistem enzimatik untuk melakukan reaksi pemasukan atom oksigen pada posisi 1-N- pada molekul kina alkaloid. Sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa proses biotransformasi juga dipengaruhi jumlah penambahan substrat ke dalam kultur jamur endofit.

Contoh lainnya dari proses biotransformasi yaitu pada jamur endofit

Diaporthe sp. isolat E yang diisolasi dari tanaman teh, Camellia sinensis (L.) O.K. yang dapat mengubah senyawa flavan-3-ol dari tanaman teh menjadi leukoantosianidin dan reaksi biotransformasi ini bersifat selektif terhadap struktur ruang dari molekul substrat dengan konfigurasi 2R-fenil tersubstitusi yang merupakan tipe alami dari flavan-3-ol dalam tumbuhan teh (Agusta, 2007). Salah satu senyawa flavan-3-ol yang ditransformasi oleh Diaporthe sp. isolat E yaitu (-)-epigalokatekin-3-O-galat menjadi (-)2R,3R,4R-leukodelfinidin dengan kemampuan biotransformasi sebesar 43% (Agusta, 2007).


(28)

14

Dalam proses biotransformasi, jamur endofit memiliki enzim untuk mengkatalisasi reaksi biotransformasi komponen kimia tumbuhan inangya dalam medium semisintetis (Agusta, 2009). Reaksi biotransformasi juga dipengaruhi oleh medium dimana jamur endofit dikulturkan. Reaksi biotransformasi akan berjalan jika menggunakan medium yang sesuai untuk pertumbuhan optimal dalam memproduksi enzimnya, karena pertumbuhan dan kerja jamur juga dipengaruhi nutrisi yang terkandung dalam nutrisi tempatnya dikulturkan ( Shibuya et al.,2003 ).

Proses biotransformasi juga dipengaruhi lingkungan seperti udara, cahaya, dan suhu. Seperti pada proses biotransformasi (-)-EGCG oleh fungi endofit Diaporthe sp. isolat E yang pada reaksi tahap ketiga (oksidasi lanjutan pada atom C-4 untuk membentuk gugus karbonil) sensitif terhadap perubahan lingkungan dimana pada kondisi gelap berhasil dibentuk suatu produk sedangkan pada kondisi terang tidak (Agusta, 2009) .

Selain dengan mikroorganisme, terdapat suatu proses biotransformasi yang dilakukan oleh kultur sel. Seperti kultur sel dari tanaman Papaver somniferum yang mampu mengubah senyawa (+)-(S)-retikulin menjadi (-)-(S)-(+)-(S)-retikulin serta (-)-(S)-cheilanthifolin (Furuya et al., 1978).

2.5 Berberin

Berberin temasuk ke dalam golongan alkaloid yang telah banyak digunakan dalam pengobatan Cina dan Ayurveda. Berberin digunakan sebagai obat trakoma, antiradang, antidepresan, antioksidan, antidiabetes, anti bakteri bahkan sebagai anti kanker (Singh et al.,2010). Banyak penelitian


(29)

15

telah dilakukan untuk membuktikan manfaat dari berberin yang diisolasi dari tanaman Arcangelisia flava (L.) Merr, seperti kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan bakteri Babesia gibsoni pada konsentrasi 10 µg/mL dan 100 µg/ml (Subeki et al., 2005). Berberin juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Diplococcus pneumonia, Salmonella typhosa, Neisseria gonorrhoeae (Unesco, 1998). Penelitian lain menunjukkan bahwa berberin yang diisolasi dari tanaman Berberis heterophylla

menunjukkan aktivitas secara in vitro dan in vivo dalam menghambat

Candida albicans (Freile et al., 2006).

o

o N

OCH3

OCH3

+

Gambar 5. Struktur Kimia Berberin.

Penelitian juga dilakukan untuk membuktikan kemampuan berberin dalam mengobati penyakit kardiovaskular karena dapat menurunkan kadar kolesterol pada mencit (Issat et al., 2006).


(30)

16

BAB III

KERANGKA KONSEP

Skrining jamur endofit yang mampu melakukan reaksi biotransformasi

Jamur endofit AFKR-2, 3, 5, 13 yang diisolasi dari

Arcangelisia flava (L.) Merr

Kultur jamur endofit dengan penambahan berberin pada medium tumbuh GYP,PDB

Scaling up proses biotransformasi

Ekstraksi Hasil Biotransformasi

Fraksinasi ekstrak

Purifikasi fraksi satu

Karakterisasi produk biotransformasi Jamur endofit AFKR-5


(31)

17

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian 4.1.1 Tempat :

Penelitian Biotransformasi Berberin Oleh Jamur Endofit Dari Tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr: MENISPERMACEAE) dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia, Puslit Biologi LIPI Cibinong.

4.1.2 Waktu :

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai dengan Juni 2010.

4.2 Alat dan Bahan 4.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary evaporator, labu evaporator, Vortex Sibata, syringe drivenfilter unit (Millex GP) ukuran 0,20 µm, vial, UV cabinet, chamber, cawan petri, timbangan analitik, lemari asam, pipa kapiler, corong, corong pisah, pipet tetes, erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, pipet takar, laminar airflow, autoklaf, shaker, kolom kromatografi, MS Water LCT Premier Xe Micromass Technology, HPLC Shimadzu LC-20 AB, dan pipet mikro.

4.2.2 Bahan Uji


(32)

18

4.2.3 Bahan Kimia

Bahan–bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah plat KLT (silica gel 60 F254), sephadex LH–20, kolom Capcell Pak C-18

(Shiseido 4,5 mmx260 mm), asetonitril, air millipore, metanol, aquadest, diklorometan, n-heksana, asam asetat glasial, reagen dragendroff, reagen serium, air sumur, medium glucose yeast-extract peptone (GYP), medium potato dextro broth (PDB), medium potato dextrose agar (PDA) (komposisi medium dapat dilihat pada lampiran 1), dan gas N2.

4.3 Prosedur Kerja

4.3.1 Skrining Biotransformasi Berberin 4.3.1.1 Isolat Jamur

Jamur yang digunakan adalah 4 isolat jamur endofit yang diisolasi dari tanaman akar kuning, yaitu AFKR–2, 3, 5, dan 13.

4.3.1.2 Pembuatan Medium Kultivasi

Medium GYP dibuat dengan melarutkan 2,5 gram pepton, 0,5 gram yeast extract, 10 gram glukosa, 0,25 gram KH2PO4,

0,25 gram MgSO4.7H2O, 5 mg FeSO4.7H2O, 0,1 gram

CaCO3 ke dalam 500 ml air sumur. Setelah semua komponen

larut, bagi medium tersebut ke dalam erlenmeyer 300 ml masing-masing sebanyak 100 ml sesuai jumlah isolat jamur kemudian tutup dengan aluminium foil. Semua medium


(33)

19

disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C selama

20 menit.

Medium PDB dibuat dengan melarutkan 12 gram PDB ke dalam 500 ml air sumur. Setelah semua komponen larut, medium tersebut dibagi ke dalam lima erlenmeyer 300 ml masing–masing sebanyak 100 ml kemudian ditutup dengan aluminium foil. Semua erlenmeyer berisi medium kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 0C selama 20

menit.

4.3.1.3 Kultivasi Jamur Endofit

Seluruh isolat jamur yang ditumbuhkan pada medium PDA dipotong kecil kurang lebih 0,5x0,5 cm kemudian diambil sebanyak 4 potong lalu jamur tersebut dipindahkan ke dalam medium GYP dan PDB yang telah disterilkan dan didinginkan. Satu erlenmeyer disiapkan sebagai blanko dengan hanya berisi medium GYP dan PDB. Pengerjaan kultivasi jamur endofit dilakukan dalam keadaan steril di dalam laminar airflow. Medium GYP dan PDB yang telah berisi jamur endofit kemudian diinkubasi dengan shaker pada suhu 27 0C dengan kecepatan 120 rpm selama 4 hari.

4.3.1.4 Penambahan Substrat Pada Kultur

Penambahan substrat berberin dilakukan setelah kultur berumur 4 hari. Substrat yang ditambahkan pada kultur dibuat dengan menambahkan 10 mg berberin ke dalam 10 ml


(34)

20

metanol. Kemudian larutan tersebut disaring dengan menggunakan syringe Millex GP dengan diameter pori 0,20 µm dalam keadaan steril.

Larutan berberin yang telah disterilkan tersebut dipipet sebanyak 10 ml dengan konsentrasi berberin 1 mg dalam 1 ml metanol, kemudian masing–masing dimasukkan ke dalam kultur jamur endofit dan blanko. Kemudian kultivasi dilanjutkan dengan menginkubasi menggunakan shaker pada suhu 27 0C dengan kecepatan 120 rpm.

4.3.1.5 Monitoring hasil biotransformasi

Biotransformasi dimonitoring untuk memantau apakah telah terjadi biotransformasi berberin dengan cara pengambilan sampel terhadap kultur jamur endofit yang telah ditambahkan substrat berberin. Sampling pertama dilakukan setelah 1 hari penambahan berberin pada kultur jamur endofit.

Erlenmeyer yang berisi blanko dan kultur jamur endofit dalam medium GYP dan PDB yang telah ditambahkan substrat berberin dipipet kira–kira 5 ml dan kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu tambahkan dengan diklorometan : metanol = 5:1 sebanyak 5 ml, kemudian dikocok dengan vortex dan didiamkan 10 menit sehingga akan terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah tersebut kemudian dipipet dan dipindahkan ke labu evaporator dan dikeringkan dengan rotary evaporator hingga didapatkan


(35)

21

ekstrak kental. Ekstrak kemudian dianalisis dengan KLT (fase diam silica gel 60 F245 dan fase gerak diklorometan :

metanol = 6:1 (7 ml) yang ditambahkan asam asetat glasial 1 tetes). Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm kemudian disemprot dengan reagen dragendroff.

Pengambilan sampel dilakukan pada 1 hari, 2 hari, 3 hari, dan 7 hari setelah penambahan berberin.

4.3.1.6 Ekstraksi Kultur Jamur Endofit

Ekstraksi kultur jamur endofit dalam medium GYP dan PDB dilakukan 14 hari setelah penambahan berberin ke kultur jamur dengan pelarut diklorometan : metanol = 5:1. Ekstraksi dilakukan dengan corong pisah dan diambil lapisan bawah kemudian dikeringkan dengan rotary evaporator. Ekstrak yang telah dikeringkan lalu ditimbang. Setelah itu, ekstrak di analisis menggunakan KLT dengan fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) dan

ditambahkan asam asetat glasial 1 tetes. Noda yang muncul diamati dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm kemudian disemprot dengan reagen dragendroff.

4.3.2 Scalling up Proses Biotransformasi 4.3.2.1 Pembuatan Medium Kultivasi

Medium GYP dibuat dengan melarutkan 5 gram pepton, 1 gram yeast extract, 20 gram glukosa, 0,5 gram KH2PO4, 0,5


(36)

22

gram MgSO4.7H2O, 10 mg FeSO4.7H2O, 0,2 gram CaCO3

ke dalam 1000 ml air sumur. Setelah semua komponen larut, bagi medium tersebut ke dalam erlenmeyer masing–masing sebanyak 200 ml dalam erlenmeyer 500 ml sesuai jumlah isolat jamur kemudian tutup dengan aluminium foil. Kelima erlenmeyer berisi medium disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 0C selama 20 menit.

4.3.2.2Kultivasi jamur endofit AFKR-5

Jamur endofit AFKR-5 yang ditumbuhkan pada medium PDA dipotong kecil kurang lebih 0,5 x 0,5cm dan diambil sebanyak 4 buah kemudian dimasukkan ke dalam medium GYP yang telah disterilkan dan didinginkan. Pengerjaan kultivasi jamur endofit dilakukan dalam keadaan steril di dalam laminar airflow. Medium yang telah berisi jamur endofit diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 27 0C dengan kecepatan 120 rpm selama 4 hari.

4.3.2.3 Penambahan substrat pada kultur jamur endofit AFKR-5

Penambahan substrat berberin dilakukan seperti saat skrining. Substrat yang akan ditambahkan pada kultur dibuat dengan menambahkan 100 mg berberin ke dalam 100 ml metanol. Kemudian larutan tersebut disaring dengan menggunakan

syringe Millex GP dengan diameter pori 0,20 µm dalam keadaan steril.


(37)

23

Larutan berberin steril dengan konsentrasi 1 mg/ml dipipet sebanyak 20 ml kemudian dimasukkan ke dalam setiap kultur jamur endofit. Kultivasi dilanjutkan dengan menginkubasi medium menggunakan shaker hingga hari ke-14.

4.3.2.4 Monitoring hasil biotransformasi

Biotransformasi dimonitoring untuk memantau apakah telah terjadi biotransformasi berberin dengan cara melakukan pengambilan sampel terhadap kultur jamur endofit pada hari ke-10 setelah penambahan berberin.

Kultur jamur endofit dalam medium GYP saat 10 hari setelah penambahan substrat berberin dipipet sebanyak ± 5 ml dan kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu tambahkan dengan diklorometan : metanol = 5:1 sebanyak ± 5 ml, kemudian dikocok menggunakan vortex dan didiamkan beberapa menit sehingga akan terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah tersebut kemudian dipipet dan dipindahkan ke labu evaporator kemudian dikeringkan.

Ekstrak kemudian dianalisis dengan KLT (fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7

ml) yang ditambahkan asam asetat glasial 1 tetes). Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Selain dengan KLT, hasil penyamplingan ini juga dianalisis menggunakan HPLC dengan kondisi HPLC = Capcell Pak C-18 ( Shiseido 4,6 mm


(38)

24

x 250 mm) , fase gerak air millipore : asetonitril = 90 % : 10 %, laju alir 1 ml/menit, lama aliran 30 menit, detektor UV dengan panjang gelombang 266 nm.

4.3.2.5 Ekstraksi kultur jamur endofit AFKR-5

Kultur jamur endofit setelah 14 hari penambahan berberin dikecilkan ukurannya menggunakan spatula. Kemudian kultur tersebut diekstrak menggunakan diklorometan : metanol = 5:1. Sebanyak ± 50 ml pelarut campur dimasukkan ke dalam kultur jamur, kemudian dikocok menggunakan magnetic stirer selama 10 menit. Setelah itu,jamur dipisahkan dengan filtrat menggunakan saringan. Proses ini diulang sebanyak 3 kali. Hasil saringan filtrat merupakan ekstrak yang kemudian dikeringkan lalu ditimbang kemudian dianalisis dengan KLT (fase diam silica gel 60 F254 dan eluen

diklrometan : metanol = 6:1 (7 ml) yang ditambah 1 tetes asam asetat glasial). Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Selain dengan KLT, hasil pengambilan sampel ini juga dianalisis menggunakan HPLC dengan kondisi HPLC = Capcell Pak C-18 (Shiseido 4,6 mm x 250 mm) , fase gerak air millipore : asetonitril = 90 % : 10 %, laju alir 1 ml/menit, lama aliran 30 menit, detektor UV dengan panjang gelombang 266 nm.


(39)

25

4.3.2.6 Partisi ekstrak hasil biotransformasi

Ekstrak kental hasil ekstraksi dilarutkan dengan metanol kemudian dipartisi menggunakan n-heksan. Partisi ini dilakukan dengan corong pisah sehingga kemudian didapatkan dua lapisan (lapisan atas air, lapisan bawah diklorometan) dan diambil lapisan bawah. Lapisan bawah tersebut kemudian dikeringkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak kental yang didapat kemudian dianalisis dengan KLT (fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak

diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) yang ditambahkan asam asetat glasial 1 tetes). Noda yang muncul diamati dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm kemudian disemprot dengan reagen serium.

4.3.2.7 Fraksinasi hasil biotransformasi AFKR-5

Ekstrak hasil partisi difraksinasi dengan menggunakan kolom kromatografi dengan fase diam sephadex LH–20 (volume 275 ml) dan fase gerak metanol 90%. Hasil fraksinasi ditampung dengan tabung reaksi dan setiap tabung dicek dengan analisis KLT (fase diam silica gel 60 F254 dan fase

gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) ditambah asam asetat glasial 1 tetes). Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm kemudian disemprot dengan pereaksi dragendroff. Isi tabung–tabung yang memiliki noda yang sama pada


(40)

26

kromatogram KLT digabungkan menjadi satu fraksi. Tabung 3-6 digabung menjadi fraksi satu. Tabung 7-8 digabung menjadi fraksi dua dan tabung 9-11 digabungkan menjadi fraksi tiga.

4.3.2.8 Purifikasi produk biotransformasi AFKR - 5 fraksi 1

Ketiga fraksi yang diperoleh dari fraksinasi menggunakan kromatografi kolom kemudian dianalisis dengan KLT (fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak diklorometan : metanol

= 6 : 1 (7 ml) dan ditambah asam asetat glasial 1 tetes). Noda yang muncul diamati di bawah sinar pada panjang gelombang UV 254 nm dan 366 nm kemudian disemprot dragendroff. Fraksi satu kemudian dipurifikasi menggunakan KLT preparatif dengan fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak

diklorometan : metanol : amoniak 25 % = 5:3:0,5 . Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Setelah itu noda tersebut dikerok kemudian dilarutkan dengan diklorometan dan metanol, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Hasil saringan yang didapatkan dikeringkan dan kemudian dianalisis dengan KLT menggunakan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) dengan ditambahkan asam asetat glasial 1 tetes. Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm dan setelah itu hitung Rfnya.


(41)

27

4.3.2.9 Karakterisasi produk hasil biotransformasi dengan MS

Senyawa hasil biotransformasi berberin dianalisis menggunakan MS Water LCT Premier Xe Micromass Technology.


(42)

28

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Skrining Biotransformasi Berberin

Dengan dilakukannya skrining biotransformasi berberin ini, dapat dilihat kemampuan dari 4 isolat jamur endofit dalam melakukan proses biotransformasi dalam medium GYP dan PDB. Monitoring terhadap proses biotransformasi oleh jamur endofit tersebut dilakukan dengan cara melakukan penyamplingan setelah 1 hari, 2 hari, 3 hari dan 7 hari penambahan berberin ke dalam kultur jamur endofit. Proses transformasi diamati dengan melakukan analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terhadap ekstrak kultur jamur. KLT tersebut kemudian dielusi dengan menggunakan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 dan ditambahkan 1 tetes asam asetat glasial.

Namun hingga penyamplingan hari ke-7, kromatogram hasil KLT belum menampakkan terjadinya reaksi biotransformasi. Reaksi biotransformasi baru terlihat pada ekstrak kultur jamur pada 14 hari penambahan berberin (gambar 6).

Hasil skrining memperlihatkan bahwa reaksi biotransformasi terjadi pada kultur jamur endofit AFKR-5 dan AFKR-13 pada medium GYP. Sedangkan pada jamur endofit yang dikultivasi pada medium PDB tidak memperlihatkan berjalannya reaksi biotransformasi. Berikut adalah profil kromatogram KLT dari skrining biotransformasi berberin :


(43)

29

a b

c d

Gambar 6. Profil kromatogram KLT (fase diam silica gel 60 F254, fase gerak

diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) ditambah 1 tetes asam asetat glasial) ekstrak diklorometan-metanol dari kultur jamur endofit AFKR-2, 3, 5, dan 13 pada medium GYP dan PDB saat 14 hari penambahan berberin. (fase diam silica gel 60 F254, fase gerak

diklorometan : metanol = 6:1 ditambahkan 1 tetes asam asetat.S=berberin; C=blanko medium; 2,3,5,13=AFKR-2,3,5,13. (a) sinar UV 254 nm, (b)sinar UV 366 nm (pada medium GYP),(c) sinar UV 245 nm, (d) sinar UV 366 nm (pada medium PDB)

Dari hasil skrining yang dilakukan terhadap 4 isolat jamur endofit dari akar kuning terlihat bahwa AFKR–5 dan AFKR-13 pada medium GYP dapat melakukan reaksi biotransformasi terhadap berberin. Hasil skrining ini juga memperlihatkan berbedanya kemampuan setiap jamur endofit dalam mentransformasikan senyawa berberin bergantung pada medium kultur. Hal tersebut terlihat pada hasil noda dari hasil skrining dimana jamur endofit

produk


(44)

30

AFKR–5 dan AFKR–13 mampu melakukan biotransformasi pada medium GYP sedangkan jamur–jamur endofit tersebut tidak memperlihatkan kemampuan biotransformasi pada medium PDB. Medium kultur yang berbeda akan memberikan hasil biotransformasi yang berbeda dimana medium memberikan pengaruh nutrisi yang diterima oleh jamur endofit, sehingga medium kultur jamur yang berbeda akan memperoleh nutrisi yang berbeda pula.

Hasil skrining yang dilakukan memperlihatkan bahwa jamur endofit AFKR–5 dan AFKR–13 pada medium GYP dapat melakukan biotransformasi berberin. Oleh karena itu dilakukanlah scalling up reaksi biotransformasi berberin dengan salah satu isolat jamur endofit yang dapat melakukan reaksi biotransformasi yaitu AFKR-5 pada medium GYP. Dari hasil KLT saat skrining biotransformasi (gambar 6) AFKR-5 memperlihatkan noda produk hasil biotransformasi yang lebih besar dibandingkan dengan AFKR–13.

Untuk membuktikan bahwa senyawa produk biotransformasi tidak dihasilkan oleh jamur endofit AFKR–5 sebagai metabolit sekunder jamur tersebut dilakukan dengan bantuan analisis KLT. Hal tersebut dilakukan dengan membandingkan KLT dari kultur jamur AFKR–5 yang ditambahkan berberin dengan kontrolnya yaitu yang tidak ditambahkan berberin (Gambar 7). Hasil KLT tersebut memperlihatkan bahwa jamur endofit AFKR–5 pada medium GYP tidak menghasilkan produk hasil biotransformasi. Noda yang muncul pada ekstrak jamur endofit AFKR–5 dengan penambahan berberin tidak terdapat pada ekstrak jamur endofit AFKR–5 tanpa penambahan berberin. Senyawa hasil biotransformasi ini berada di atas berberin yang


(45)

31

memperlihatkan bahwa senyawa hasil biotransformasinya bersifat relatif lebih nonpolar dibandingkan berberin.

a b

Gambar 7. Profil ktomatogram KLT (fase diam silica gel 60 F254, fase gerak

diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) ditambah 1 tets asam asetat glasial) ekstrak diklorometan – metanol kultur jamur endofit AFKR-5 pada medium GYP. (S = berberin, 1 = AFKR–5 ditambahkan berberin, 2 = AFKR-5 tanpa penambahan berberin), (a) UV 254 nm, (b) UV 366 nm.

5.2 Profil Jamur AFKR– 5

Jamur endofit AFKR–5 diisolasi dari tumbuhan akar kuning. Jamur ini kemudian ditumbuhkan pada medium potato dextrose agar (PDA). Hasil pengamatan secara makroskopis terhadap jamur endofit AFKR-5 akan membentuk miselium berwarna putih setelah 4 hari ditumbuhkan pada medium PDA. Saat satu minggu terbentuk miselium yang lebih banyak dan pada minggu kedua terlihat miselium berwarna kuning (gambar 8) yang kemungkinan merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur endofit AFKR-5.

produk berberin


(46)

32

a b

Gambar 8. Jamur endofit AFKR–5 pada medium PDA (a) satu minggu, (b) dua minggu.

5.3 Scalling Up AFKR-5 pada medium Glucose-Yeast Extract-Pepton (GYP)

Pada scalling up proses biotransformasi berberin, isolat jamur endofit yang digunakan adalah jamur endofit AFKR-5 pada medium GYP. Sesuai dengan skrining yang dilakukan terhadap 4 isolat jamur endofit, jamur endofit AFKR–5 dan AFKR-13 pada medium GYP memperlihatkan spot produk biotransformasi. Namun pada hasil KLT terlihat, spot hasil biotransformasi yang dihasilkan jamur endofit AFKR-5 lebih besar dibandingkan dengan AFKR-13 sehingga pada saat scalling up digunakan jamur endofit AFKR-5 (gambar 6).

Untuk tujuan isolasi dan karakterisasi produk biotransformasi tersebut, maka dilakukan kultur jamur endofit AFKR-5 pada skala lebih besar, yaitu 5x200 ml di dalam erlenmeyer 500 ml. Kultur jamur yang telah berumur 4 hari terlihat terbentuk seperti filamen berwarna putih yang banyak (Gambar 9).


(47)

33

a b c

d e

Gambar 9. Kultur jamur endofit AFKR – 5 pada medium glucose yeast-ekstrak pepton (GYP). (a) saat kultivasi, (b) 4 hari kultivasi (sebelum penambahan berberin), (c) 1 hari (d) 10 hari (e) 14 hari (telah ditambahkan berberin).

Pada hari ke-10 penambahan berberin dilakukan penyamplingan untuk mengamati terjadinya proses biotransformasi. Hasil penyamplingan kemudian diekstrak dengan diklorometan-metanol (5:1) dan kemudian dianalisis dengan HPLC dan KLT. Dari hasil kromatogram HPLC terlihat puncak berberin masih tinggi (10C) dan dari hasil kromatogram KLT terlihat berberin dan ekstrak kultur menunjukkan noda yang sama (gambar 11a,b). Saat 14 hari penambahan berberin pada kultur jamur endofit AFKR-5, dilakukan ekstraksi seperti pada saat skrining. Kultur jamur endofit AFKR–5 pada medium GYP diekstrak dengan pengekstrak diklorometan–metanol lalu ekstrak tersebut dianalisis dengan HPLC dan KLT.


(48)

34

Gambar 10. Hasil kromatogram HPLC menggunakan kolom Capcell pak C-18 (Shiseido 4,5 mm x 260 mm), fase diam air millipore : asetonitril = 90 %: 10%, laju alir : 1 ml/menit, lama aliran 30 menit, detektor UV λ 266 nm. (A) jamur endofit AFKR-5 tanpa penambahan berberin, (B) standar berberin, (C) kultur jamur 10 hari setelah penambahan berberin, (D) kultur jamur 14 hari setelah penambahan berberin.

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 min

0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 mV Detector A:266nm 2.6432.814 3.061 3.810 5.429 11.541 18.210 19.861 C

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 min

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 mV Detector A:266nm 2.814 3.061 3.650 3.810 4.117 4.328 4.532 4.883 5.073 5.265 5.424 5.700 6.090 6.419 7.128 8.029

11.74312.66113.083

18.263

19.838

24.645 27.105

A

0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0 27.5 min

0.0 2.5 5.0 7.5

10.0mVDetector A:266nm

3.182 5.483

B

berberin

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 min

0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 mV Detector A:266nm 1. 18 8 1. 68 3 2. 20 5 2. 93 2 3. 06 5 5. 42 6 18 .2 27 D produk biotransformasi berberin


(49)

35

a b c d

Gambar 11. Profil kromatogram KLT (fase diam silica gel 60 F254, fase

gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) ditambah 1 tets asam asetat glasial) kultur jamur endofit AFKR-5 pada medium GYP (a) di bawah sinar UV 254 nm, (b) di bawah sinar UV 366 nm (10 hari penambahan berberin), (c) di bawah sinar UV 254 nm, (d) di bawah sinar UV 366 nm (14 hari penambahan berberin). S = berberin, E = ekstrak jamur.

Dari hasil kromatogram HPLC saat penyamplingan hari ke-10 penambahan berberin (gambar 10C) dengan kromatogram setelah 14 hari penambahan berberin (gambar 10D) terlihat hasil yang berbeda. Pada 14 hari penambahan berberin terjadi penurunan puncak berberin, dipihak lain terjadi kemunculan puncak baru (gambar 10D). Puncak baru yang muncul pada 14 hari penambahan berberin merupakan produk hasil biotransformasi berberin. Hal ini diperkuat dengan hasil KLT (11c,d) saat 14 hari penambahan berberin yang memperlihatkan telah terdapatnya produk hasil biotransformasi.

Hasil ekstrak kultur jamur endofit AFKR–5 setelah diekstraksi dan dianalisis dengan HPLC dan KLT kemudian dipartisi dengan n–heksana untuk menghilangkan lemak agar mudah difraksinasi. Setelah dipartisi ekstrak ini kemudian dikeringan dengan rotary evaporator lalu ditimbang dan diperoleh ekstrak sebanyak 210,2 mg. Ekstrak ini kemudian difraksinasi

produk


(50)

36

menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam sephadex–LH 20 dan fase gerak metanol 90 % sehingga diperoleh tiga fraksi.

Tabel 1. Hasil fraksinasi dengan kolom kromatografi (fase diam sephadex LH-20, fase gerak methanol 90%) dari ekstrak diklorometan– metanol biotransformasi kultur AFKR–5 pada medium GYP.

Fraksi Tabung Warna Fraksi Berat ( mg )

1 3,4,5,6 Coklat 36,6

2 7,8 Kuning tua 21,1

3 9,10,11 Kuning muda 30,5

Untuk mengetahui di fraksi mana senyawa hasil biotransformasi berberin maka dilakukan KLT terhadap fraksi–fraksi tersebut dengan membandingkannya terhadap berberin murni. Dari hasil KLT, fraksi satu memiliki kandungan hasil biotransformasi berberin.

Fraksi satu tersebut kemudian dipurifikasi kembali dengan menggunakan KLT preparatif dengan fase gerak diklorometan : metanol : amoniak 25 % = 5 : 3 : 0,5 sehingga diperoleh 2 fraksi, yaitu 1 – A dan 1 - B. Fraksi 1 - A merupakan hasil biotransformasi berberin sedangkan fraksi 1 - B merupakan substrat berberin yang tidak dikonversi oleh jamur endofit AFKR-5. Hal tersebut terlihat dari noda pada plat KLT (gambar 12). Selain itu, nilai Rf antara fraksi 1-B dengan Rf berberin sama yaitu 0,31 sedangkan Rf fraksi 1-A yaitu 0,40. Hasil yang didapatkan setelah purifikasi menghasilkan 28,5 mg produk utama yang berarti kemampuan jamur endofit AFKR-5 mengubah berberin mejadi produk sebesar 27.18 %.


(51)

37

a b c

Gambar 12. Profil kromatogram KLT hasil purifikasi fase satu (fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak diklrometan : metanol = 6:1

(7 ml) ditambah asam asetat glasial 1 tetes). 1-A = atas,1-B = bawah, (a) UV 254 nm, (b) UV 366 nm, (c) disemprot dragendroff.

Tabel 2. Hasil purifikasi fraksi 1 ekstrak diklorometan–metanol dengan fase gerak diklorometan : metanol = 6:1 (7 ml) ditambah asam asetat glasial 1 tetes.

Produk hasil biotransformasi kemudian dikarakterisasi menggunakan spektorfotometer massa. Hasil spektrofotometer massa menunjukkan produk hasil biotransformasi memiliki bobot massa 352. Hal ini menunjukkan terjadinya penambahan ion molekul sebanyak 16 amu yang diduga oksigen terhadap berberin yang memiliki bobot massa 336.

No Fraksi Warna Fraksi Rf Berat ( mg )

1 1 – A coklat muda 0,40 28,5


(52)

38

Gambar 13. Hasil spectrum produk biotransformasi menggunakan spektrofotometer massa MS Water LCT Premier Xe Micromass Technology.


(53)

39

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Jamur endofit AFKR – 5 yang diisolasi dari tanaman Arcangelisia flava (L.) Merr mampu melakukan biotransformasi senyawa berberin menjadi satu produk yang memiliki berat molekul 16 amu lebih tinggi dibanding substrat pada medium GYP dengan kondisi inkubasi menggunakan shaker pada kecepatan 120 rpm dengan suhu 27 0C dengan kemampuan konversi sebesar

27.18% dalam waktu 2 minggu.

6.2 Saran

1.Perlu dilakukan identifikasi jamur endofit AFKR – 5.

2.Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui struktur dari produk biotransformasi dengan menggunakan UV, IR, dan NMR.

3.Perlu dilakukan uji aktivitas farmakologi terhadap produk biotransformasi yang dihasilkan serta membandingkannya dengan senyawa asal untuk mengetahui apakah aktivitas produk biotransformasi lebih baik dari senyawa asal.


(54)

40

DAFTAR PUSTAKA

Agusta A, Maehara S, Ohashi K, Simanjutak P and Shibuya H. 2005. Stereoselective Oxidation at C-4 Flavans by the Endophytic Fungus

Diaporthe sp. Isolated from a Tea Plant. Chem. Pharm. Bull. 53: 1565 – 1569.

Agusta A, Ohashi K, and Shibuya H. 2006. Bisanthraquinone Metabolites Produced by Endophytic Fungus Diaporthe sp. Chem Pharm Bull. 54 : 579-582.

Agusta, A. 2007. Biotransformasi (-)-Epigalokatekin-3-O-galat Menjadi (-)-2R,3S-Dihidromirisetin oleh Fungi Endofit Diaporthe sp. Isolat E dari Tumbuhan Teh. Hayati Journal Of Biosciences, p150-154.

Agusta, A. 2009. Biologi dan Kimia Jamur Endofit. Bandung: ITB Press.

Agusta, A. 2009. (2R,3S)-Dihidrokuersetin,Suatu Produk Biotransformasi (-)-Epikatekin Oleh Jamur Endofit Diaporthe sp.E. Berita Biologi, 9 (4).

Archangelisia flava. diakses 26 Mei 2010 dari www.plantamor.com

Bayman P, Ligia L, Raymond L.T., and D.J. Lodge. 1996. Variation in Endophytic Fungi from Roots and Leaves of Lepanthes ( Orchidaceae).

New Phytol. 135: 145 – 149.

Brady S.F., Singh M.P., Jeff E.J., and Clardy J. 2000. Cytoskyrins A and B, New BIA Active Bisanthraquinones Isolated from an Endophytic Fungus.

Organic Letters, Vol.2, No.25, 4047 – 4049.

Brady S.F., Wagenaar M.M., Singh M.P., Janso J.E., and Clardy J. 2000. The Cytosporones, New Octaketide Antibiotics Isolated from an Endophytic Fungus. Organic Letters, Vol.2, No.25, 4043 – 4046.

Borge K.B. 2007. Endophytic fungi as models for the Stereoselective Biotransformation of Thioridazine. Appl Microbiol Biotechnol 77:669– 674.

Dharmananda, Subhuti. 2005. New Uses Of Berberine. A Valuable Alkaloid from

Herbs for “Damp –Heat” Syndrome.

Fany Mahesa, Mitra. 2009. Biotransformasi Berberin Oleh Jamur Endofit Dari Tumbuhan Akar Kuning (Archangelisia flava (L). Merr). skripsi. FMIPA Universitas Andalas.


(55)

41

Freile M, Gianni F, Sortino M, Zamora M, Juarez A, Zacchino S, Enriz D. 2006. Antifungal Activity of Aqueous Extracts and of Berberine Isolated from Berberis heterophyll. Acta Farm. Bonaerense 25 (1): 83-8.

Furuya T, Nakano M, Yoshikawa T. 1978. Biotransformation of (RS)-Reticuline And Morphinan Alkaloids By Cell Cultures of Papaver somniferum.

Phytochemistry. Vol 17, pp 891 – 893.

Grycova’ L, Dosta J., Marek R. 2007. Quatenary Protoberberine Alkaloids. Phytochemistry 68,150-175.

Issat T, Jakobislak M, Golab J. 2006. Berberine, A Natural Cholesterol Reducing Product, Exerts Antitumor Cytostatic,Cytotoxic Effects Independently From The Mevalonate Pathway. Oncology Reports 16: 1273 – 1276. Jamal Y, Ilyas M, Kanti A, Agusta A. 2009. Keragaman Jenis Jamur Endofit pada

Pandan Wangi (Pandanus amarylifolius) dan Aktivitas Antijamur Metabolit yang Diproduksinya. Biota Vol. 14 (2): 81 – 86.

Klemke C, Kehraus S, Wright A.D., and Konig G.M. 2004. New Secondary Metabolit from the Marine Endophytic Fungus Apiospora montagnei. J.Nat. Prod.,67,1058-1063.

Kunii T, Kagei K, Kawakami Y, Nagai Y, Nezu Y, and Sato T. 1985. Indonesian Medicinal Plants: Furanoditerpens from Arcangelisa flava. Chem Pharm Bull 33 (2) 479 – 487.

Lumyong Salsamon, Pipob Lumyong, Eric H.C., McKenzie, and Kevin D. 2002. Enzymatic Activity Of Endophytic Fungi Of Six Native Seedlings Species From Doi Suthep-Pui National Park, Thailand. Canadian Journal Of Microbiology; 48,12.

Ma Y, Zhu H., Su Y, Shi Q, and Li Y. 2007. Isolation and Identification of Endophytic Fungi from Eucommia ulmoides. International Symposium on Eucommia ulmoides,Vol.1, No.1, 82 – 85.

Meji’a L.C, Rojas E.I, Maynard Z, Bael SV, Arnold A.E, Hebbar P, Samuels GJ, Robbins N, Herre EA. 2008. Endophytic Fungi as Biocontrol Agents of Theobroma cacao Pathogens. Biological Control 46 : 4 – 14.

Phillipine Medicinal Plants. Archangelisia flava. diakses 26 Mei 2010 dari www.stuartxchange.org/Abutra.html

Verpoorte R, Siwon J, Essen GFA, Tieken M, Svendsen AB. 1982. Studies On Indonesian Medicinal Plants. VII. Alkaloids of Arcangelisia flava.


(56)

42

Sa’roni, Adjirni, Winarno W. 1995. Efek Antidiare Infus Batang Kayu Kuning Archangelisia flava L. pada Tikus Putih dan Toksisitas Akut. Pusat Penelitian dan Pengembangan DepKes RI. Jakarta.

Shibuya H, Kitamura C, Maehara S, Nagahata M, Winarno H, Simanjutak P, Kim H.S, Wataya Y, Ohashi K. 2003. Transformation of Cinchona Alkaloids into 1-N-Oxide Derivatives by Endophytic Xylaria sp. Isolated from

Cinchona pubescens. Chem Pharm Bull. 51(1) 71 – 74.

Singh A, Duggal S, Kaur N, Singh J. 2010. Berberine: Alkaloid with wide spectrum of pharmacological activities. Journal of Natural Products, Vol. 3:64-75.

Subeki, Matsuura H, Takahashi K, Yamasaki M, Yamato O, Maede Y, Katakura K, Suzuki M, Trimurningsih, Chairul, Yoshihara T. 2005. Antibabesial Activity of Protoberberine Alkaloids and 20 Hydroxyedysone form

Arcangelisia flava against Babesia gibsoni in Culture. J. Vet. Med.Sci. 67 (2): 223 – 227.

Unesco.1998. Plant Resources of South East Asia. No.12(2).

Zhang HW, Song YC, and Tan RX. 2006. Biology and Chemistry Of Endophytes.


(57)

43

Lampiran 1. Komposisi medium yang digunakan

No. Nama Medium Komposisi Jumlah

1. GYP (glucose yeast-extract peptone) Pepton 5 gr

yeast extract 1 gr

Glukosa 20 gr

KH2PO4 0,5 gr

MgSO4.7H2O 0,5 gr

FeSO4.7H2O 10 mg

CaCO3 0,2 gr

air sumur 1 l

2. PDB (potato dextrose broth) potaoes infusion 200 gr

dekstrosa 20 gr

air sumur 1 l

3. PDA (potato dextrose agar) Agar 15 gr

dekstrosa 20 gr

potatoes infusion 4 gr


(58)

44

Lampiran 2. Skema Kerja

2.1 Skrining Biotransformasi Berberin

dikulturkan pada 100 ml medium GYP dan PDB steril

diinkubasi pada shaker pada suhu 27 0C dan kecepatan 120 rpm

Penambahan substrat berberin:

o + 10 ml larutan berberin ( 1mg dalam 1 ml metanol) o kultivasi dilanjutkan dengan diinkubasi pada shaker

dengan suhu 27 0C dan kecepatan 120 rpm

Pengambilan sampling dilakukan setelah 1,2,3,7,14 hari penambahan berberin.

-Ambil 5 ml kultur jamur endofit

-+ diklorometan : metanol (5:1) sebanyak ± 5 mL -dikocok dengan vortex

-ambil lapisan bawah

-dikeringkan dengan rotary evaporator

-KLT (fase diam silica gel dan fase gerak

diklorometan : metanol= 6:1 (7 ml) ditambah asam asetat glasial 1 tetes )

-diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm -disemprot dengan dragendroff

Empat isolat jamur endofit yang diisolasi dari akar kuning (AFKR-2, 3, 5, dan 13)

Kultur Jamur AFKR-2,3,5,13

Kultur jamur endofit berumur 4 hari

Monitoring hasil biotransformasi

Ekstrak pekat

Noda pada plat

(Setelah 14 hari penambahan berberin noda pada plat

menunjukkan AFKR-5 mampu menghasilkan produk


(59)

45

2.2 Scalling up Proses Biotransformasi Berberin Oleh Jamur AFKR-5

dikulturkan pada 5x200 ml medium GYP

diinkubasi pada shaker selama 4 hari pada suhu 27 0C dan kecepatan 120 rpm

- masing – masing + 5 x 20 ml larutan berberin steril (1mg/1ml) - Lanjutkan kultivasi diinkubasi pada shaker dengan suhu 27 0C dan

kecepatan 120 rpm

- 5 ml sampel + diklorometan : metanol (5:1) sebanyak ± 5 mL - Kocok dengan vortex, ambil lapisan bawah, keringkan dengan rotary

evaporator

- Ekstrak dianalisis KLT, diamati disinar UV 254 nm dan 366 nm. Ekstrak dianalisis juga dengan HPLC. Lanjutkan kultivasi.

Diekstrak dengan diklorometan-metanol (5:1)

kondisi HPLC = Capcell Pak C-18 (Shiseido 4,6 mm x 250 mm), fase diam air millipore : asetonitril = 90 %: 10%, laju alir : 1 ml/menit, lama aliran 30 menit, detektor UV λ 266 nm.

Fraksinasi dengan kromatografi kolom Fasa diam : sephadex LH – 20

Fase gerak : metanol : aquadest = 90 % : 10 % Volume kolom : 275 ml

Purifikasi dengan KLT preparatif Fasa diam : silica gel F254

Fase gerak : diklorometan : metanol : amoniak 25 % = 5 : 3: 0,5 Kultur jamur AFKR – 5 pada medium GYP

Kultur jamur endofit setelah 14 penambahan berberin

Ekstrak diklorometan - metanol Ekstrak air

1

Kultur jamur AFKR-5 AFKR-5

Karakterisasi dengan MS 2 3

1 - A 1 - B

Kultur jamur endofit 10 hari setelah penambahan berberin

Partisi dengan n-heksana Analisis dengan KLT, HPLC


(60)

46

2.3 Ekstraksi Hasil Biotransformasi

-Jamur beserta biomassa dihancurkan dengan spatula

-Diekstrak dengan diklrometan:metanol=5:1 (6 ml),dikocok dengan stirer ±10 menit (dilakukan 3 kali).

Saring dengan kapas

Partisi dengan corong pisah, ambil lapisan bawah.

Pekatkan dengan rotary evaporator

Fase diam silica gel,fase gerak Kondisi HPLC: Capcell pak C-18 diklorometan: metanol = 6:1 (7 ml) (Shiseido 250 x 4,6 mm). ditambah asam asetat glasial 1 tetes. Fase gerak asetonitril: air =10:90. Diamati dibawah sinar UV 254 nm & 366 nm, Flowrate 1 ml/menit. Detektor serta disemprot dengan dragendroff. UV dengan λ 266 nm.

Kultur jamur AFKR-5 dalam medium GYP setelah 14 hari penambahan berberin

Ekstrak bercampur pelarut

Filtrat

Ekstrak diklorometan-metanol Ekstrak air

Ekstrak pekat

TLC HPLC


(61)

47

2.4 Partisi Ekstrak Hasil Biotransformasi

Larutkan ekstrak dengan metanol, kemudian partisi dengan n-heksana menggunakan corong pisah. Ambil lapisan atas.

Dikeringkan menggunakan rotary evaporator

hingga diperoleh ekstrak kental

2.5 Fraksinasi, Purifikasi, dan Karakterisasi Hasil Biotransformasi

Fraksinasi menggunakan kromatografi kolom. Fase diam Sephadex LH-20, fase gerak metanol 90%. (Volume kolom 275 ml)

Purifikasi menggunakan KLT preparatif

Fase diam silica gel, fase gerak diklorometan : metanol:amoniak 25 % = 3:3:0,5.

Ekstrak pekat diklorometan - metanol

Lapisan n-heksana Lapisan metanol

Ekstrak n-heksana Ekstrak metanol

Ekstrak metanol hasil partisi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

F1 F2 F3

1-A 1-B

Karakterisasi dengan MS


(62)

48

Lampiran 3. Gambar jamur endofit AFKR–2 ,3 ,5, dan 13 yang digunakan untuk skrining proses biotransformasi

AFKR – 2 AFKR - 3


(63)

49

Lampiran 4. Hasil perbesaran spektrum produk biotransformasi menggunakan MS Water LCT Premier Xe Micromass Technology.


(64)

50

Lampiran 5. Hasil perbesaran spektrum produk biotransformasi menggunakan MS Water LCT Premier Xe Micromass Technology.


(1)

45

2.2

Scalling up

Proses Biotransformasi Berberin Oleh Jamur AFKR-5

dikulturkan pada 5x200 ml medium GYP

diinkubasi pada

shaker

selama 4 hari pada suhu 27

0

C dan

kecepatan 120 rpm

- masing – masing + 5 x 20 ml larutan berberin steril (1mg/1ml) - Lanjutkan kultivasi diinkubasi pada shaker dengan suhu 27 0C dan

kecepatan 120 rpm

- 5 ml sampel + diklorometan : metanol (5:1) sebanyak ± 5 mL - Kocok dengan vortex, ambil lapisan bawah, keringkan dengan rotary

evaporator

- Ekstrak dianalisis KLT, diamati disinar UV 254 nm dan 366 nm. Ekstrak dianalisis juga dengan HPLC. Lanjutkan kultivasi.

Diekstrak dengan diklorometan-metanol (5:1)

kondisi HPLC = Capcell Pak C-18 (Shiseido 4,6 mm x 250 mm)

,

fase diam air millipore : asetonitril = 90 %: 10%, laju alir : 1 ml/menit, lama aliran 30 menit, detektor UV λ 266 nm.

Fraksinasi dengan kromatografi kolom Fasa diam : sephadex LH – 20

Fase gerak : metanol : aquadest = 90 % : 10 % Volume kolom : 275 ml

Purifikasi dengan KLT preparatif

Fasa diam : silica gel F

254

Fase gerak : diklorometan : metanol : amoniak 25 % = 5 : 3: 0,5

Kultur jamur AFKR

5 pada medium GYP

Kultur jamur endofit setelah 14 penambahan berberin

Ekstrak diklorometan - metanol

Ekstrak air

1

Kultur jamur AFKR-5

AFKR-5

Karakterisasi dengan MS

2 3

1 - A 1 - B

Kultur jamur endofit 10 hari setelah penambahan berberin

Partisi dengan

n

-heksana

Analisis dengan KLT, HPLC


(2)

46

2.3 Ekstraksi Hasil Biotransformasi

-Jamur beserta biomassa dihancurkan dengan spatula

-Diekstrak dengan diklrometan:metanol=5:1 (6 ml),dikocok dengan stirer ±10 menit (dilakukan 3 kali).

Saring dengan kapas

Partisi dengan corong pisah, ambil lapisan bawah.

Pekatkan dengan

rotary evaporator

Fase diam silica gel,fase gerak Kondisi HPLC: Capcell pak C-18 diklorometan: metanol = 6:1 (7 ml) (Shiseido 250 x 4,6 mm). ditambah asam asetat glasial 1 tetes. Fase gerak asetonitril: air =10:90. Diamati dibawah sinar UV 254 nm & 366 nm, Flowrate 1 ml/menit. Detektor serta disemprot dengan dragendroff. UV dengan λ 266 nm.

Kultur jamur AFKR-5 dalam medium GYP setelah 14

hari penambahan berberin

Ekstrak bercampur pelarut

Filtrat

Ekstrak diklorometan-metanol

Ekstrak air

Ekstrak pekat

TLC

HPLC


(3)

47

2.4 Partisi Ekstrak Hasil Biotransformasi

Larutkan ekstrak dengan metanol, kemudian partisi dengan n-heksana menggunakan corong pisah. Ambil lapisan atas.

Dikeringkan menggunakan rotary evaporator

hingga diperoleh ekstrak kental

2.5 Fraksinasi, Purifikasi, dan Karakterisasi Hasil Biotransformasi

Fraksinasi menggunakan kromatografi kolom. Fase diam Sephadex LH-20, fase gerak metanol 90%. (Volume kolom 275 ml)

Purifikasi menggunakan KLT preparatif

Fase diam silica gel, fase gerak diklorometan : metanol:amoniak 25 % = 3:3:0,5.

Ekstrak pekat diklorometan - metanol

Lapisan

n

-heksana

Lapisan metanol

Ekstrak

n

-heksana

Ekstrak metanol

Ekstrak metanol hasil partisi

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

F1

F2

F3

1-A

1-B

Karakterisasi dengan MS


(4)

48

Lampiran 3. Gambar jamur endofit AFKR

2 ,3 ,5, dan 13 yang digunakan

untuk skrining proses biotransformasi

AFKR

2

AFKR - 3


(5)

49

Lampiran 4.

Hasil perbesaran spektrum produk biotransformasi menggunakan

MS Water LCT Premier Xe Micromass Technology.


(6)

50

Lampiran 5.

Hasil perbesaran spektrum produk biotransformasi menggunakan

MS Water LCT Premier Xe Micromass Technology.