Dilihat dari Sudut Pandang Efisiensi Perluasan Perusahaan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh US Departement of

1. Dilihat dari Sudut Pandang Efisiensi Perluasan Perusahaan

53 Ada tiga alasan mengapa sebuah perusahaan mewaralabakan bisnisnya, yaitu: a. Kekurangan modal untuk ekspansi usaha pasar. b. Kekurangan personel c. Melakukan perluasan dan penetrasi pasar secara cepat Pertanyaannya, mana lebih efisien membangun cabang perusahaan sendiri atau memperluas pasar melalui sistem waralaba? Kemungkinan besar sistem waralaba lebih efisien, beberapa alasannya adalah: pertama, dalam melakukan perluasan pasar relatif tidak dibutuhkan modal. Justru mendapat dana segar dari pihak yang disebut investor terwaralaba. Bila membangun usaha sendiri pasti membutuhkan modal. Kedua, struktur manajemen dan kepemilikan perusahaan induk tak perlu dirombak, sebab perusahaan cabang terwaralaba adalah milik orang lain. Ketiga, risiko bisnisberalih ke pihak terwaralaba kalau cabang milik sendiri risiko pada kita. Keempat, bisnis waralaba menempatkan pengusaha yang bermental wira-swasta bukan pegawai yang mempunyai motivasi, sikap mental, serta pengabdian yang berbeda dengan manajer kantor cabang yang di gaji. Kelima, melalui waralab diperoleh pengusaha lokal yang mengenal baik situasi lingkungan ekonomibisnis, sosial dan budaya diwilayahdaerah beroperasi. Keenam, waralaba memberikan kesempatan pada pihak lain untuk mencicipi keuntungan dan kesuksesan kita. Ketujuh, dari aspek keuangan, likuiditas 53 Amir Karamoy, Menjadi Kaya Lewat Waralaba, Jakarta, Pustaka Bisnis Indonesia, Oktober, 2005, cet I, hal. 25 dan 66 pewaralaba sangat baik karena memperoleh fresh money dari fee dan royalti yang dibayarkan terwaralaba secara rutin.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh US Departement of

Commerce SBA dan beberapa lembaga studi lainnya. 54 Mereka menyebutkan bahwa tingkat sukses terwaralaba sebesar 95, sedangkan pada bisnis biasa independent hanya 10-35. Tingkat keberhasilan sebagai pewaralaba lebih tinggi, hampir 99. Bila data diatas dibaca terbalik, tingkat kegagalan terwaralaba 5, sedangkan pada bisnis biasa mencapai 65- 90, dan tingkat kegagalan sebagai pewaralaba hanya 1. Penelitian oleh Arthur Andersen 1990, akuntan publik internasional, mengungkapkan bahwa setelah lima tahun beroperasi, 86 dari bisnis waralaba masih dimiliki oleh pemilik semula original owner, dan hanya 3 tidak beroperasi atau bangkrut. Buku The Source of Franchise Opportunities 1988 melaporkan hasil studi perbadingan yang dibuat oleh Robert E Bond sebagai berikut: a. Setelah beroperasi satu tahun, keberhasilan waralaba 97, sedangkan nonwaralaba 62. b. Setelah beropersi lima tahun, tingkat keberhasilan waralaba 92 dan nonwaralaba 23. 54 Ibid., hal. 26 c. Setelah beroperasi selama sepuluh tahun, tingkat keberhasilan bisnis waralaba 90 dan nonwaralaba 18.

3. Dilihat dari sudut pandang terwaralabafranchisee