Dilihat dari sudut pandang terwaralabafranchisee Dilihat dari Kemampuan Mengangkat Pengusaha Kecil Menjadi

c. Setelah beroperasi selama sepuluh tahun, tingkat keberhasilan bisnis waralaba 90 dan nonwaralaba 18.

3. Dilihat dari sudut pandang terwaralabafranchisee

55 Keuntungannya, perusahaanpengusaha kecil langsung memiliki sistem yang mapan established business, serta produk dan jasa yang memiliki reputasi, sehingga mereka langsung dikenal. Untuk membentuk citra mereka tak perlu repot merumuskan konsep bisnis, memperkenalkan produk dan jasa, atau mempromosikan kualitas produk atau jasa yang dipasarkan. Bisnis pola waralaba lebih menghemat biaya, terutama pada persiapan dan awal usaha, karena telah disediakan pewaralaba. Terwaralaba tidak perlu susah mengidentifikasi barang inventaris atau peralatan yang diperlukan. Ia juga tidak perlu mencari sumber pemasok bahan baku, menyusun sistem pembukuan dan metode penghitungan keuangan, atau merumuskan strategi promosi. Berdasarkan penelitian, kebanyakan usaha gagal pada tahun pertama atau kedua. Melalui waralaba kegagalan usaha pada awal tahun dapat dihindarkan, karena di bombing oleh pewaralaba yang berpengalaman. Memang, sistem pewaralabaan tidak otomatis menjamin kesuksesan, tetapi menyediakan seperangkat peralatan untuk sukses. Alat-alat itu antara lain: 55 Ibid., hal. 39 a. Bantuan pewaralaba dalam bidang yang vital, seperti pemilihan lokasi, penyediaan bahan baku, peralatan, training, periklanan, pemasaran dan promosi. b. Kesinambungan bimbingan manajemen, bantuan teknis dan operasional, serta pengendalian mutu.

4. Dilihat dari Kemampuan Mengangkat Pengusaha Kecil Menjadi

Pengusaha Tangguh. 56 a. Prinsip utama kemitraan usaha dengan sistem waralaba adalah saling membutuhkan, saling mendukung, dan saling mnguntungkan. b. Melalui usaha ini, pengusaha kecil langsung memperoleh akses terhadap sumber-sumber daya ekonomi, yaitu dukungan manajemen dan organisasi, pembiayaan atau pengkreditan, alih teknologi, riset dan pengembangan, promosi dan pemasaran, serta tersedianya pasar. c. Filosofi bisnis waralaba adalah “Memperbesar pangsa pasar dengan memperkokoh pondasi pengusaha kecil agar mampu berkembang”. d. Mekanisme kerja pewaralabaan adalah “Pengelolaan perusahaan kecil dengan pola manajemen perusahaan besar”. e. Pendekatan metodologi dalam pola kemitraan melalui sistem waralaba ialah “Mengalihkan atau memindahkan keberhasilan usaha kepada orang lain di lokasi yang berbeda”. 56 Ibid., hal. 179 Dibalik semua keuntungan yang ada pada sistem waralaba, tentu saja ada hal lain yang lebih penting bagi umat Islam, yaitu tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi. Ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu: 57 a. Proyek yang baik menurut Islam b. Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat c. Memberantas kefakiran, memperbaiki pendapatan dan kekayaan d. Memelihara dan menumbuhkembangkan harta e. Melindungi kepentingan anggota masyarakat Juga jangan lupa sistem nilai syariah sebagai filter moral bisnis bertujuan untuk menghindari berbagai penyimpangan moral bisnis moral hazard dengan komitmen menjauhi pantangan “maghrib”. 58 Termasuk dalam kegiatan usaha franchise yang menjadi parameter berlakunya kaidah al-ashlu fil mua’amalat al-ibahah yang meliputi tujuh pantangan sebagai berikut: a. Maysir. Segala bentuk spekulasi judi gambling yang mematikan sektor riil dan tidak produktif. b. Asusila. Praktik usaha yang melanggar kesusilaan dan norma sosial. 57 Prof. KH. Ali Yafie, dkk., Fiqh Perdagangan Bebas, Jakarta, Penerbit TERAJU, Maret 2003, cet I, hal. 49 58 DR. Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual; Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, Jakarta, GIP, 2003, cet I, hal.52 c. Gharar. Segala transaksi yang tidak transparan dan tidak jelas sehingga berpotensi merugikan salah satu pihak. d. Haram. Objek transaksi dan proyek usaha yang diharamkan syariah. e. Riba. Segala bentuk distorsi mata uang menjadi komoditas dengan mengenakan tambahan bunga pada transaksi kredit atau pinjaman dan pertukaran atau barter lebih antarbarang ribawi sejenis. Pelarangan riba ini mendorong usaha yang berbasis kemitraan yang saling menguntungkan dan kenormalan sunnatullah bisnis, disamping menghindari praktik pemerasan, eksploitasi dan penzaliman oleh pihak yang memiliki posisi tawar tinggi terhadap pihak yang berposisi tawar rendah. f. Ihtikar. Penimbunan dan monopoli barang dan jasa untuk tujuan permainan harga. g. Berbahaya. Segala bentuk transaksi dan usaha yang membahayakan individu maupun masyarakat serta bertentangan dengan maslahat dalam maqashid syariah. Pada dasarnya, sistem franchise merupakan sistem yang baik untuk belajar, jika suatu saat berhasil dapat melepaskan diri dari franchisor karena biaya yang dibayar cukup mahal, dan selanjutnya dapat mendirikan usaha sendiri atau bahkan membangun bisnis franchise baru yang Islami. Dengan demikian berdasarkan prinsip dan kaidah syariah yang telah disebutkan diatas, hukum franchise sangat tergantung kepada kesesuaian bidang usaha bisnis franchise dan sistem serta mekanisme kerjasamanya dengan prinsip syariah dan ketiadaan padanya dari segala pantangan syariah dalam bisnis. 59 Hal itu berdasarkan kaidah kerjasama dalam Islam termasuk kerjasama bisnis, hendaklah selalu dalam kerangka atau lingkup kebaikan dan ketaqwaan, bukan dalam kerangka dosa dan kejahatan, sesuai dengan firma Allah dalam Q. S. al-Maaidah 5: 2: ... ... Artinya: “…Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…”.

B. Analisis Penulis