Dari tabel 8 terlihat bahwa kitosan yang semula berwana krem, dalam asam asetat 1 akan menghasilkan larutan yang bening atau transparan dengan kekentalan yang berbeda.
Menurut Muzzarelli 1977, kekentalan viskositas kitosan dipengaruhi oleh beberaoa faktor, salah satunya adala berat molekul kitosan. Kitosan komersial memiliki berat molekul 10
4
– 10
5
dalton Peter, 1993 tergantung dari sumbernya.
Konversi kitin ke kitosan selama proses deasetilasi dapat diamati melalui kelarutannya dalam larutan asam asetat 1 , karena kitosan mudah larut sedangkan kitin
tidak larut. Menurut Alimuniar dan Zainuddin 1992, pemakaian NaOH dibawah 45 pada proses deasetilasi kitin pada suhu kar tidak akan menghasilkan kitosan yang dapat larut dalam
asam asetat 1 . Hal ini terjadi pada proses deasetilasi kitin belangkas.
Hasil analisi unsur C, H, dan N pada kitosan yang diperoleh ditunjukkan pada tabel 9. Didapati bersesuaian dengan data yang diberikan oleh Muzzarelli 1997.
Tabel 9. Analisis Unsur C, H, dan N pada Kitosan
Analisis Unsur Kitosan Standar Kitosan Belangkas I
Kitosan Belangkas II C
40,25 40,30
40,31 H
5,80 5,85
5,86 N
6,40 6,35
6,89 Muzzarelli 1977
4.2.2.1 Penentuan Derajat Deasetilasi kitosan
Analisis kuantitatif dari spektroskopi FT-IR dapat dilakukan berdasarkan spektrum Infra merah yang dihasilkan, dimana penentuan derajat deasetilasi dari kitosan menggunakan
persamaan Domszy dan Robers Khan, 2002.
100 33
, 1
1 1
3450 1655
×
×
− =
A A
DD
Dimana: A
1655
= absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm
-1
Universitas Sumatera Utara
A
3450
= absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm
-1
1,33 = tetapan yang diperoleh dari perbandingan A
1655
A
3450
untuk kitosan dengan asetilasi penuh
Berikut perhitungan derajat deasetilasi DD dari kitin belangkas I, kitin belangkas II, kitosan belangkas I dan kitosan belangkas II
a. Derajat Deasetilasi dari kitin belangkas I
100 33
, 1
1 1
3450 1655
×
×
− =
A A
DD
100 33
, 1
1 3450
72 ,
3448 1655
64 ,
1635 1
×
×
− =
DD
100 33
, 1
1 11898084
2 ,
2706984 1
×
×
− =
DD 100
1710 ,
1 ×
− =
DD DD = 82,9
b. Derajat Deasetilasi dari kitin belangkas II
100 33
, 1
1 1
3450 1655
×
×
− =
A A
DD
100 33
, 1
1 3450
72 ,
3448 1655
64 ,
1635 1
×
×
− =
DD
100 33
, 1
1 11898084
2 ,
2706984 1
×
×
− =
DD 100
1710 ,
1 ×
− =
DD DD = 82,9
c. Derajat Deasetilasi dari kitosan belangkas I
100 33
, 1
1 1
3450 1655
×
×
− =
A A
DD
Universitas Sumatera Utara
100 33
, 1
1 3450
58 ,
3425 1655
07 ,
1651 1
×
×
− =
DD
100 33
, 1
1 11818251
85 ,
2732520 1
×
×
− =
DD 100
17384357 ,
1 ×
− =
DD DD = 82,6
d. Derajat Deasetilasi dari kitosan belangkas II
100 33
, 1
1 1
3450 1655
×
×
− =
A A
DD
100 33
, 1
1 3450
15 ,
3410 1655
20 ,
1566 1
×
×
− =
DD
100 33
, 1
1 5
, 11765017
2592061 1
×
×
− =
DD 100
1652 ,
1 ×
− =
DD DD = 83,5
Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa derajat deasetilasi dari kitin belangkas I dan kitin belangkas II adalah sama. kitosan belangkas I dari penelitian ini mempunyai nilai
derajat deasetilasi sebesar 82,7 sedangkan nilai derajat deasetilasi kitosan belangkas II mencapai 83,5 . Berdasarkan Proton Laboratories Inc. Nuraida, 2000 yang menyatakan
bahwa kitosan memiliki derajat deasetilasi ≥ 70 maka dapat dinyatakan bahwa proses
deasetilasi kitin pada penelitian sudah berhasil memperoleh polimer kitosan.
Pada kitosan belangkas I dengan derajat deasetilasi yang tidak sebesar kitosan belangkas II menunjukkan bahwa masih adanya gugus amida yang belum terdeasetilasi. Dari
spektroskopi FT-IR kitosan belangkas II dapat diamati adanya peningkatan transmitant yang diakibatkan oleh berkurangnya kuantitas C=O akibat proses deasetilasi.
Universitas Sumatera Utara
Spektroskopi FT-IR dari kitin dan kitosan secara umum menunjukkan adanya kesamaan gugus-gugus yang terdapat pada masing-masing polimer tersebut. Perbedaan yang
dapat diamati yaitu pergeseran bilangan gelombang dan perubahan nilai transmitant yang menunjukkan kuantitas dari gugus tersebut didalam polimer.
Pada masing-masing polimer yang dikarakterisasi terdapat juga gugus-gugus lain seperti ulur O-H, ulur N-H, ulur C-H, ulur C-O, dan ulur C-N. Ulur O-H pada masing-masing
polimer terlihat membentuk spektra yang melebar kebawah sehingga ulur N-H yang juga berada pada daerah ini tidak dapat diamati. Adanya ulur N-H dapat diperjelas dengan adanya
tekukan N-H pada masing-masing polimer.
Ulur C-O pada polimer-polimer tersebut berasal dari gugus metanol yang melekat pada rantai polimer, sedangkan ulur C-H berasal dari rantai utama polimer. Adanya ulur C-H
akan diperkuat dengan tekukan C-H dari metil maupun metilen pada masing-masing polimer. Ulur C-N pada polimer-polimer tersebut berasal dari gugus amida dan amina.
Spektra FT-IR dari kitin dan kitosan yang dihasilkan telah menuujukkan gugus-gugus yang seharusnya ada didalam polimer kitin dan kitosan. Besarnya bilanan gelombang pada
gugus-gugus kitin dan kitosan dapat dibandingkan dengan spektra FT-IR dari kitin dan kitosan standar untuk melihat kualitas dari kitin dan kitosan yang dihasilkan.
Tabel 10. Perbandingan spektra FT-IR kitin dan kitosan dengan standarnya
Gugus Terkait
Kitin Belangkas I dan II
cm
-1
Kitin Standar
cm
-1
Kitosan Belangkas I
cm
-1
Kitosan Standar
cm
-1
Kitosan Belangkas II
cm
-1
Ulur O-H 3448,72
3437,50 3425,58
3446 3410,15
Rentang C-H 2931,80
2930,69 2924,09
2916 2924,09
Rentang C=O 1635,64
1630 1651,07
1650 1658,78
Tekuk N-H 1558,48
1565,70 1566,20
1591 1566,20
Tekuk C-H 1381,03
1384,08 1381,03
1380 1381,03
Ulur C-N 1319,31
1317,50 1072,42
1085,37 1072,42
Ulur C-O 1072,42
1073,93 1072,42
1089 1072,42
Denas 2000
Universitas Sumatera Utara
Spektra FT-IR dari kitin dan kitin standar menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang cukup berarti pada daerah serapan gugus-gugus kitin dan kitin standar. Perbedaan
daerah serapan hanya berkisar 3 – 10 cm
1
, dengan perbedaan yang paling besar pada ulur O- H yang brimpitan dengan ulur N-H.
Spektra FT-IR dari kitosan belangkas I dan kitosan belangkas II dengan kitosan standar menunjukkan bahwa ada beberapa perbedaan daerah serapan yang cukup berarti yaitu
ulur O-H yang berimpit dengan ulur N-H berbeda 21 cm
-1
untuk kitosan belangkas I, sedangkan kitosan belangkas II berbeda 36 cm
-1
, tekuk N-H berbeda 25 cm
-1
, ulur C-N berbeda 13 cm
-1
. Perbedaan ini dapat ditimbulkan karena derajat deasetilasi kitosan yang dihasilkan belum begitu tinggi, sehingga pada kitosan yang dihasilkan masih terdapat cukup
banyak gugus asetil yang melekat pada gugus N.
4.2.2.2 Berat Molekul Kitin dan Kitosan