Meskipun banyak pihak yang menentang kedua peristiwa tersebut khususnya dari luar AS, ia memenangkan
Pemilu Presiden Amerika 2004 dengan selisih 3 dengan saingan utamanya
John Kerry . Masa jabatan
keduanya masih dipenuhi masalah di Irak, karena korban dari pasukan AS terus berjatuhan, mencapai lebih dari 2.000 orang hingga November 2005.
Selain itu, peristiwa penting lain pada masa jabatan kedua ini adalah Badai
Katrina pada Agustus 2005. Tanggapan Bush dianggap lambat dalam
menangani peristiwa ini, yang memakan korban lebih dari ribuan jiwa. Selain itu, peristiwa ini juga memperlihatkan jurang ekonomi yang jelas antara kaum
kulit putih dan kulit hitam di Amerika
.
34
G. Gambaran Umum Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat
F. Nilai Dasar Kebijakan Luar Negeri AS
Pada umumnya kebijakan luar negeri yang dilaksanakan oleh suatu negara dalam menjalin hubungannya dengan negara lain tidak terlepas dari
adanya maksud dan tujuan yang ingin dicapainya. Beberapa negara mencoba untuk menjamin keamanannya sendiri dengan kemampuannya
untuk mencegah atau menolak serangan dan ancaman dari negara lain dan melindungi keberadaan dan kelangsungan hidup negaranya. Adanya hal
diatas tampak bahwa keamanan menjadi pusat perhatian setiap negara. Dengan keadaan yang demikian untuk menghadapi bahaya atau
ancaman baik dari dalam maupun dari luar, beberapa negara telah
34
Ibid.
membentuk aliansi-aliansi atau berusaha membangun militer baik darat, laut, maupun udaranya. Demikian halnya dengan AS. Meskipun untuk saat
ini AS dianggap sebagai negara adidaya, AS menganggap perlu bahwa masalah pertahanan akan selalu menjadi prioritas dalam kebijakan luar
negerinya. Sehubungan masalah pertahanan menjadi prioritas utama, maka tidak
heran kalau anggaran pertahanan AS adalah paling besar di dunia. Selain itu pangkalan-pangkalan militer AS tersebar di beberapa daerah seperti di
Asia, Afrika, dan Eropa. Untuk tetap menjadi satu-satunya negara adidaya, AS mengembangkan
kemampuan militernya, baik yang konvensional maupun yang non- konvensional. Teknologi militer yang begitu tinggi, mengantarkan AS
menjadi sebuah negara yang paling di segani dan di takuti oleh kawan maupun lawan-lawannya.
4. Kebijakan Luar Negeri AS Kebijakan luar negeri AS sering dibicarakan dalam lingkup
ketegangan dialektik antara dua pola yang berlawanan : pragmatisme- realisme dan legalisme-moralisme. Atau dengan kata lain, kebijakan luar
negeri AS mondar-mandir antara politik riil dan moralisme
35
. Bagi para pendukung dan praktisnya, realisme adalah sebuah pemahaman yang
tertib, jernih, dan tegas, tentang perumusan kebijakan yang didasari
35
Lihat Fawaz A. Gerges, Amerika dan Islam Politik Benturan Peradaban atau Benturan Kepentingan ?
, penerjemah : Kili Pringgodigdo, Hamid Basyaib. Jakarta: Alvabet, 2002, Cet. I
pada kepentingan negara yang didefenisikan dengan baik. Esensi realisme ini adalah kepentingan nasional yang terkait erat dengan
keamanan nasional
36
. Sebaliknya, legalisme – moralisme menunjukan sebuah etos budaya
yang lebih dalam beserta nilai-nilainya. Nilai-nilai ini tertanam dalam gagasan inti dari kebesaran bangsa, berdampingan dengan perjuangan
kebebasan individu dan kapitalisme demokratis di dalam dan di luar negeri. Sebagian besar orang Amerika menganggap dirinya masyarakat
yang superior dalam moral dan politik. Bagai sebuah kota gemerlap di atas bukit, membawa misi universal dengan didorong anggapan diri
yang merasa istimewa. Mereka yang tidak sepaham mengatakan, suatu kebijakan luar negeri aktif yang ditujukan untuk kebesaran bangsa-
bangsa akan membahayakan kebebasan yang merupakan warisan kaum republik
37
. Tapi seringkali pandangan dominan diantara para penentu kebijakan
yang berpengaruh bergerak sepanjang ruang lebar diantara dua titik ekstrim, tujuan politik riil dan moral. Perdebatan yang terjadi antara para
realis dan moralis ini berakar dari gaya bangsa Amerika yang didasari letak geografis, perjalanan sejarah, sistem ekonomi, dan nilai-nilai serta
budaya politiknya. Gaya Amerika ini menjadikan AS bergerak bagai
36
Glenn H. Hastedt, America Foreign Policy: Past, Present, Future, New York: Prentice Hall, 1997, h. 28-34
37
Dexter Perkins, The American Approach to Foreign Policy, Cambridge: Harvard University, 1962.
pendulum dari kondisi isolasionalisme di masa damai ke aktifitas moral di masa perang
38
. Bagaimanapun, sepanjang abad yang lalu satu hal yang selalu ada
dalam kebijakan luar negeri AS adalah semangat untuk “menerapkan demokrasi di luar negeri sebagai cara untuk menjaga keamanan
nasional”
39
. Walaupun bangsa Amerika mengkaitkan demokrasi dengan perdamaian dan otoritarianisme dengan agresi, dikotomi sederhana ini
tidak dijadikan dasar bagi kebijakan luar negeri Washington. Sejahrawan John Gaddis mengamati, secara tradisional AS mengkaitkan keamanan
negaranya dengan keseimbangan pembagian kekuasaan di dunia. Sesekali, elit pembuat kebijakan luar negeri mereka membungkus
perimbangan kekuasaan ini dibalik topeng idealis dan menggunakan pandangan demokratis hanya sebagai pemanis. Idealisme demokrasi
dikorbankan di altar perhitungan politik riil untuk kepentingan diri sendiri. Kebijakan para intervensionis juga dibenarkan dengan alasan membuat
dunia ini “aman untuk demokrasi”
40
. Jadi, kebijakan luar negeri AS adalah produk sebuah spektrum menyeluruh dari realitas-realitas politik
dalam negeri.
41
38
Seyom Brown, The Faces of Power: United States Foreign Policy from Truman to Clinton, New York: Columbia University Press, 1994, h. 7
39
Seperti dikutip oleh Tony Smith, America’s Mission: The United States and the Worldwide struggle for democracy in the 20
th
Century , Princeton, NJ: Princeton University Press, 1994, h. 348
40
John Lewis Gaddis, The United States and the End of the Cold War Implications, Reconsiderations, Provocations
. New York: Oxford University Press, 1992, h. 9-11
41
William B. Quandt, Camp David: Peace Making and Politics, Washington DC: The Brookings Institution, 1986, h. 15-16
5. Tujuan Kebijakan Luar Negeri AS Kebijakan luar negeri suatu negara memiliki maksud dan tujuan
utama. Seperti halnya AS dalam kebijakan luar negerinya memiliki tujuan-tujuan. Tujuan-tujuan dari kebijakan luar negeri AS adalah
42
: 1. Untuk menjamin kemerdekaan negaranya dengan adanya batas-
batas yang memadai dalam menjaga keamanan nasional. 2. Memperluas batas-batas demi kepentingan keamanan pelayaran,
perdagangan, bagi pertumbuhan populasi dan penyebaran demokrasi.
3. Memajukan dan melindungi hak dan kepentingan warga negara Amerika dalam perdagangan dan penanaman modal di luar negeri,
menjaga perdamaian dan perdagangan Timur Jauh. 4. Memelihara netralitas dan perdamaian untuk mencegah terjadinya
perang Eropa – Asia sesuai dengan pemeliharaan keamanan yang dilakukan AS dan kepentingan-kepentingannya yang vital dan juga
sebagai alat bagi penyelesaian perdamaian terhadap semua persekongkolan internasional.
5. Untuk mencegah kekuatan Eropa yang selanjutnya akan melakukan koloni aliansi di belahan bumi barat dan mencegah adanya
gangguan-gangguan yang lain. Hal ini melibatkan pemeliharaan atau perbaikan perimbangan kekuatan di Eropa.
6. Secara terbuka tujuan yang spesifik dari kebijkan luar negeri AS dapat ditambahkan satu lagi dengan tujuan umum yaitu suatu
keinginan kemanusiaan menyebarkan agama Kristen dan demokrasi, mengakhiri perdagangan budak, menghentikan pembunuhan masal,
menghilangkan perang saudara, menanggulangi bencana kelaparan, gempa bumi, serta menaikan standar kehidupan negara-negara
terbelakang.
Dalam melaksanakan diplomasi untuk keberhasilan kebijakan luar negerinya, AS menggunakan instrumen diplomatik dan prosedurnya.
Kebijakan luar negeri suatu negara seperti halnya AS dalam penggunaannya tetap di desain dengan berdasarkan pada kepentingan
42
Julius W. Pratt, A History of United States Foreign Policy, Prentice Hall, New York: Englewood Cliffs, 1965, h. 3-4
nasional negara itu. Alasan ekonomi pun juga menentukan maksud atau tujuan dari kebijakan luar negerinya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya
usaha-usaha dari AS untuk menguasai sistem perekonomian dunia. Kapitalisme ekonomi global adalah salah satu kebijakan ekonomi AS.
Karena kepentingan ekonomi AS ada di hampir seluruh penjuru dunia, maka sangat wajar apabila AS terus meningkatkan kekuatan militernya
untuk menjaga kepentingan-kepentingan ekonominya.
G. Mekanisme Pengambilan Kebijakan Luar Negeri AS