Prioritas Kebijakan Luar Negeri AS di Bawah Presiden Bush

Selain kebijakan luar negeri yang kadang tidak cocok dengan kebijakan domestik, tidak sedikit masyarakat AS menolak kebijakan luar negerinya kalau kebijakan tersebut memang dipandang sangat merugikan negara lain dan juga tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusian, ditambah lagi apabila kebijakan tersebut tidak mengindahkan norma-norma internasional yang ada. Diantara tekanan-tekanan internal yang efeknya tidak selalu kondusif dalam perumusan kebijakan luar negeri Amerika yang rasional adalah tekanan dari kelompok minoritas yang terorganisir. Kelompok-kelompok in membentuk suatu blok suara yang kuat seperti yang disadari oleh banyak anggota Kongres. Sebagai contoh, kuatnya pengaruh Yahudi- Amerika di negara itu hampir seluruh kebijakan Amerika di Timur Tengah dirumuskan untuk memenuhi tuntutan kelompok minoritas ini. Dan juga kelompok ini pulalah yang paling gencar melakukan lobi- lobinya agar pemerintah AS segera mengirimkan pasukannya ke Teluk dan melancarkan serangan militer ke Irak. Seperti kita ketahui bahwa lobi Yahudi di AS sangat kuat sekali dan hasilnya AS akhirnya menggempur Irak.

H. Prioritas Kebijakan Luar Negeri AS di Bawah Presiden Bush

Sistem keamanan dan pertahanan AS dikembangkan untuk menjaga stabilitas keamanan negara dari berbagai hal yang tidak diinginkan, agresi atau serangan militer terhadap AS adalah hampir tidak akan mungkin terjadi jika melihat baiknya sistem dan teknologi keamanan yang dimiliki Amerika. Tetapi kenyataannya, serangan teroris pada 11 September 2001 membukakan mata Amerika bahwa kecanggihan teknologinya masih bisa diterobos oleh sekelompok orang. Pasca 11 September 2001, kebijakan luar negeri AS mengalami perubahan terutama dengan adanya kegiatan counter-terrorism. Dalam usahanya untuk memerangi terorisme, Amerika dengan gencar mengkampanyekan kebijakan luar negerinya tersebut keberbagai negara di dunia. 49 Pemberlakuan kebijakan Anti – terorisme AS pasca tragedi 11 September 2001, kemudian diikuti oleh invasi AS ke Afganistan dan Irak dengan alasan operasi pemberantasan teroris. Alasan AS menginvasi Afganistan adalah bahwa negara tersebut tidak menyerahkan tersangka serangan teroris 11 September 2001 yaitu Osama bin Laden. Lalu kemudian alasan invasi ke Irak adalah bahwa negara yang dipimpin oleh Saddam Husein tersebut memproduksi senjata pemusnah masal yang dapat membahayakan kepentingan internasional. Dan juga AS menuduh bahwa Irak mempunyai kaitan dengan jaringan teroris Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Dalam kampanye anti terorisnya, Amerika dan negara sekutunya mengaku bahwa mereka menjunjung tinggi nilai toleransi keberagaman, kebebasan agama, dan berperang melawan fanatisme dan kebencian dari 49 Gunawan Muhammad, “Pandangan Amerika Ke Dunia Luar”, dalam http:www.islamlib.comwawancaragoenawan_kalau.html, 3 Februari 2002 berbagai organisasi-organisasi yang ingin menghancurkan nilai-nilai tersebut. AS tidak akan membiarkan bayangan terorisme menghalang- halangi usaha Amerika dalam menangani tantangan kebijakan luar negeri lainnya di abad 21. Pasca 11 September 2001, Amerika akan kembali menata peradaban dan akan terus menawarkan kepemimpinan, visi, harapan, stabilitas dan kesempatan di bidang ekonomi bagi semua pihak. 50 Dalam kebijakan anti-terorisme yang dikampanyekan Amerika, Presiden Bush sering menggunakan kata “freedom” sebagai kata kunci dalam kebijakan luar negerinya. “Freedom it self is under attack” dia Bush menyatakan setelah serangan 11 September. Penggunaan konsep kebebasan itu merupakan suatu sarana politik dan juga sumber kewenangan moral bagi Presiden Bush. Baginya itu merupakan ringkasan dari nilai-nilai Amerika dan memperlakukannya sebagai penghenti perdebatan. Perubahan kebijakan ini terjadi ketika pemerintah George W. Bush mencari suatu tema pemersatu untuk merumuskan penggunaan dan kegunaan kekuatan Amerika di dunia pasca 11 September 2001. Pemerintah Bush mencoba menyusun agenda yang lebih dari sekedar pengejaran terhadap jaringan teroris internasional Al-Qaeda, tetapi akan berlanjut pada penggulingan Saddam Husein yang dianggap AS 50 Dokumen Tahunan Kedutaan Luar Negeri Amerika Serikat, “Jaringan Teroris”, Jakarta: 11 Oktober 2001 mempunyai hubungan dengan Al-Qaeda, mengembangkan senjata pemusnah masal dan pemimpin yang otoriter dan pertahanan yang represif. Terorisme telah menjadi prioritas kebijakan pemerintah AS sejak peristiwa 11 September 2001. Aksi teroris pada peristiwa tersebut telah menjadi suatu hal yang menakutkan khususnya bagi warga negara AS, terutama yang berada di luar negeri. Jadi pemerintah AS telah menetapkan bahwa kebijakan anti-terorisme adalah suatu kebijakan yang sangat diprioritaskan untuk diimplementasikan di dalam maupun di luar negeri AS. Salah satu bentuk implementasi doktrin tersebut adalah adanya doktrin Pre emptive Strike menyerang sebelum diserang. Diktrin ini telah dilaksanakan dengan melancarkan serangan militer ke Irak.

H. Strategi Kebijakan Keamanan Presiden George W. Bush