karena ketidaktahuan atau karena sejumlah perusahaan besar AS memiliki kepentingan minyak dengan Irak?
C. Legalitas Invasi Amerika Serikat AS ke Irak
1. Dukungan Kongres AS Seperti telah dikemukakan, bahwa invasi militer AS ke Irak mendapat
dukungan dari Kongres, walaupun pada awalnya sempat terjadi perbedaan pendapat antara yang setuju dengan yang tidak setuju. Namun setelah melalui lobi-lobi secara
terus menerus, akhirnya anggota Kongres AS secara mayoritas memberikan otoritas kepada Presiden Bush untuk melakukan tindakan apapun yang diperlukan dalam
rangka menjaga dan mempertahankan kepentingan nasional Amerika. Setelah Kongres AS memberikan otoritas kepada Presiden Bush, maka Senat
memberikan kewenangan kepada Bush untuk menggunakan kekuatan senjata apabila memang diperlukan demi mempertahankan keamanan nasional AS terhadap
ancaman yang terus menerus dilakukan oleh Irak, serta menegakan Resolusi yang relevan dalam konteks permasalahan Irak. Maka atas dasar inilah upaya selanjutnya
kemudian mendesak PBB agar mengeluarkan satu Resolusi yang bisa memaksa Irak untuk patuh tanpa syarat agar Tim Inspeksi Senjata dan PBB bisa masuk, maka
keluarlah Resolusi 1441 Resolusi yang dinilai oleh Irak sarat dengan kepentingan AS.
Itulah Iangkah formalitas yang diambil AS melalui mekanisme PBB dengan tujuan sebenarnya adalah untuk menyerang Irak dengan kekuatan militer secara
unilateral. Jelaslah di sini bahwa walaupun Resolusi 1441 dijalankan dan Irak
sebetulnya sudah kooperatif dengan PBB, dengan hasilnya bahwa tidak diketemukannya senjata kimia yang selama ini selalu didengungkan oleh pihak AS,
Bush tetap mengerahkan kekuatan militernya untuk menyerang Irak tanpa adanya ‘restu’ dari PBB.
2. Artikel 2 4 Piagam PBB Penggunaan kekuatan militer oleh suatu negara terhadap negara lain
diperbolehkan dalam kerangka ‘self defense’ mempertahankan diri. Namun hal itu
ada batasan-batasannya. Diantara batasan-batasan itu adalah bahwa self defense hanya diijinkan untuk menangkis dan mengusir adanya serangan dari luar. Apabila
suatu serangan yang bersifat nyata belum benar-benar terjadi, maka penggunaan
kekuatan militer atas dasar self defense tidak dibenarkan.
Namun mengapa AS tetap menyerang Irak dengan mendasarkan pada hak ‘self
defense’, padahal Artikel 2 4 dengan jelas melarang penggunaan kekerasan
senjata, yang berbunyi: “Seluruh anggota PBB harus membatasi diri mereka dalam hubungan
internasional dan ancaman atau penggunaan kekuatan menentang keutuhan kedaulatan wilayah atau kemerdekaan politik dari negara manapun, atau dengan
cara-cara yang tidak sesuai dengan tujuan dan misi PBB “.
65
Adalah penting untuk dikemukakan bahwa ada 2 penafsiran menyangkut Artikel 2 4. Pertama, “Permissive School “ dan kedua adalah “Restrictive School
65
Artikel 4 ini dibahas berulang kali di Sidang-sidang Majelis Urnurn PBB. Pelbagai ResoIui PBB menyangkut Artikel tersebut juga telah dihasilkan. Diantaranya adalah a Resolusi PBB No. 2131 XX,
1965 Tentang “The Declaration on the Indivisibility of Intervention in Domestic Affairs of States “, b Resolusi PBB No. 2625 XXV, 1970 Tentang “The Declaration of the Principle of International Law “,
c Resolusi PBB No. 3314 XXIX, 1974 Tentang “The Declaration of Aggression”.
“. Yang pertama menegaskan bahwa penggunaan kekuatan bersenjata diperbolehkan dalam situasi apapun, lebih-lebih apabila berada dalam posisi self-
defence dimana ada 2 sumber utama yang menjadi rujukannya, yakni Custom dan
Artikel 51 Piagam PBB.
66
Menurut Mazhab Permissive, hak menggunakan kekuatan senjata militer untuk mempertahankan diri seperti yang dijamin oleh ‘Custom‘ boleh dipakai
meskipun harus keluar dan batasan-batasan yang diberikan oleh Artikel 51 Piagam PBB. Menurut aliran ini, pelanggaran penggunaan kekuatan senjata secara total
justru merupakan praktik emaskulasi terhadap kemampuan sebuah negara dalam mempertahankan diri dan aksi ilegal negara lain. Karenanya, salah satu situasi
dimana ‘Custom’ dapat ditempuh adalah untuk mengantisipasi adanya serangan bersenjata ataupun ancaman terhadap keamanan negara. Namun, hak ini pernah
disalahgunakan Israel ketika Tel Aviv menyerang reaktor nuklir Irak pada tahun 1981. Berdasarkan pada pemahaman ini pula, AS melakukan intervensi terbatas di
Panama pada tahun 1989 untuk menculik baca: meringkus Jenderal Noreiga.
67
Sementara Restrictive School dengan keras menyatakan bahwa penggunaan ‘Custom’
sebagai dalih untuk mempertahankan diri sudah tidak lagi relevan dan hanya ada pada Artikel 51 PBB. Kekerasan bersenjata dalam rangka ‘antisipasi’
hanya berlaku sebelum Piagam PBB 1945 disepakati oleh masyarakat internasional. Kata ‘hak asasi’ dalam Artikel 51 PBB tidak boleh ditafsirkan secara luas. Sehingga
66
Abdul Halim Mahally, The Use of Force in the case of Self-Defense: comparative Study under public Islamic International Law
, Voice of Shari’a Islamabad: Islamic Research Institute-IRI, 2000, h. 14
67
Martin Dixon, International Law, London: Great Britain, 1996, h. 280-281
ketika bahaya atau ancaman dan negara lain belum jelas ataupun serangan nyata belum terjadi, maka tidak boleh mendahului menggunakan kekerasan senjata.
68
D. Reaksi Irak Atas Invasi Militer Amerika Serikat