nasional negara itu. Alasan ekonomi pun juga menentukan maksud atau tujuan dari kebijakan luar negerinya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya
usaha-usaha dari AS untuk menguasai sistem perekonomian dunia. Kapitalisme ekonomi global adalah salah satu kebijakan ekonomi AS.
Karena kepentingan ekonomi AS ada di hampir seluruh penjuru dunia, maka sangat wajar apabila AS terus meningkatkan kekuatan militernya
untuk menjaga kepentingan-kepentingan ekonominya.
G. Mekanisme Pengambilan Kebijakan Luar Negeri AS
Sedikitnya ada tiga hal yang memerlukan penjelasan tentang bagaimana pengambilan kebijakan luar negeri AS. Yang pertama adalah kerangka
konstitusional dan institusional pemerintah AS. Kedua, birokrasi kebijakan luar negeri dan keamanan nasional yang berkembang sebagai akibat yang
wajar dan meluasnya peran Amerika pasca Perang Dunia II. Ketiga, peran opini publik dan kelompok-kelompok dalam masyarakat Amerika Serikat.
Ketiga hal ini merupakan hal yang sangat mendasar dalam pengoperasian proses pembuatan kebijakan luar negeri dan kemanan nasional Amerika.
1. Kerangka Konstitusional Pembatasan dan hambatan yang dikenakan oleh kerangka
konstitusional dan institusional adalah hal yang seringkali dikeluhkan dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri dan keamanan nasional
AS. Dalam usaha untuk membentuk kerangka pemerintah yang lebih kuat dari Article of Confederation, yaitu menyediakan kapasitas yang
lebih besar bagi pemerintah nasional tetapi tidak terlalu kuat untuk mengancam kebebasan para perancang konstitusi untuk merancang
struktur kelembagaan pemerintah nasional yang terpecah seperti yang dikenal saat ini mengikuti pola trias politica. Wewenang dan tanggung
jawab pembuatan kebijakan ditanggung bersama oleh ketiga cabang pemerintahan, dimana kongres dan lembaga eksekutif Presiden
mengambil peran yang penting dalam perumusan dan pelaksanaan urusan luar negeri negara.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, Presiden memiliki hak untuk menerima dan mengirim duta besar, namun senat
memiliki wewenang untuk mensahkan perjanjian-perjanjian yang dibuat dan disepakati melalui dua pertiga suara, dan juga menegaskan target
utama dari hubungan luar negeri, militer dan kesepakatan-kesepakatan politik. Presiden adalah panglima tertinggi Angkatan Bersenjata, namun
hanya kongres yang memiliki wewenang untuk menyatakan perang, menyediakan dana untuk persenjataan militer, dan mengatur perniagaan
dengan negara-negara lainnnya
43
. Oleh karena terbaginya kekuasaan atau hubungan luar negeri antara
Presiden dan Kongres inilah maka terjadi suatu persaingan antar lembaga tersebut, dimana masing-masing lembaga dari waktu ke waktu
43
Eric M. Spanier, John and Uslaner, How American Foreign Policy is Made?, New York: Norton, 1972, h.53
dan kasus per kasus, saling mendominasi peran, pengaruh dan wewenangnya dalam menentukan kebijakan luar negeri AS.
Walaupun demikian, hingga saat ini setiap warga Amerika masih beranggapan bahwa Presiden adalah orang yang paling bertanggung
jawab dalam hubungan luar negeri, dimana Presiden dapat menyatakan kebenaran alasannya untuk mengirimkan pasukan ke luar negeri melalui
kewenangannya terhadap lebih dari 125 instansi negara
44
. Meskipun lembaga eksekutif diberikan wewenang dan tanggung
jawab untuk melaksanakan proses diplomasi dan perang, tetapi wewenang untuk menyatakan perang dan mengikat bangsa dalam suatu
kegiatan luar negeri yang penting adalah hak kongres. Presiden merupakan panglima Tertinggi dan bertanggung jawab atas perundingan
dan perjanjian-perjanjian dan pelaksanaan diplomasi sehari-hari. Tetapi kongres menguasai Angkatan Darat dan Angkatan Laut, menyatakan
perang, menyetujui pelaksanaan perang terbatas dan harus menyetujui dan mengesahkan perjanjian-perjanjian sebelum menjadi undang-
undang yang berlaku di negara itu. Pada saat seorang Presiden meminta persetujuan dari Kongres
terhadap persoalan-persoalan kebijakan luar negeri, Presiden memiliki kecenderungan lebih sering menang jika dibandingkan ketika meminta
dukungan pada persoalan-persoalan domestik. Pada periode antara
44
Louis Henkin, Foreign Affair and The Constitution, New York: Norton, 1972, h. 53
tahun 1948-1964, kongres menyetujui sekitar 73 konsep ukuran pertahanan Presiden, 71 proposal perjanjian dan bantuan luar negeri,
59 persoalan-persoalan kebijakan luar negeri lainnya. Akan tetapi hanya 40 yang disetujui oleh kongres terhadap program-program
domestik. Seorang pengamat kepresidenan, Aaron Wildavsky
45
, menyimpulkan bahwa sistem politik Amerika memiliki “Two
Presidencies” dua kepresidenan. Pertama, dalam urusan domestik yang secara relatif lemah dan dikontrol secara cermat oleh Kongres, dan
yang kedua adalah urusan luar negeri yang lebih memiliki kekuatan kepada Presiden.
Para pembuat keputusan atau konstitusi di Amerika, dalam upayanya untuk memenuhi aspek keseimbangan antara tuntutan dan sistem
kenegaraan dan kebutuhan demokrai nasional, yang menurut Paul Seabury disebut dengan “the intrinsic authoritarian necessities of foreign
affairs”
46
, memberikan tanggung jawab kekuasaan secara eksklusif antara seorang Presiden dan Kongres untuk menyusun atau
merumuskan dan menyepakati kebijakan luar negeri pemerintahan federal dengan merumuskan dan menyepakati kebijakan luar negeri
pemerintahan federal dengan pemisahan wewenang sesuai dengan fungsi atau peranannya masing-masing dalam pemerintahan. Dalam
konstitusi Amerika tersebut dijelaskan bahwa wewenang atau otoritas
45
Aaron Widavsky, The Presidency, Boston: Little Brown, 1969, h. 231
46
Paul Seabury, Power, Freedom and Diplomacy, New York: Vintage Book, 1967, h. 196
dari seorang Presiden dan Kongres dalam hubungan luar negeri, sebagaimana yang disebutkan oleh Edward Carvin adalah “an invation
of struggle”.
47
Bagaimanapun kuatnya Presiden dalam bertindak untuk menentukan kebijakan luar negeri AS, tetap saja bahwa kongres melalui House of
Representatives dan Senat-nya memiliki peran, pengaruh dan kewenangan tersendiri untuk menentukan benar atau salahnya tindakan
Presiden dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan luar negeri sesuai dengan aspirasi publik.
2. Kekuasaan dan Politik Birokrasi Peran global AS pasca Perang Dunia II membawa dampak lain
dalam proses pembuatan keputusan diluar hubungan eksekutif dan legislatif. Dalam lembaga eksekutif itu sendiri, pembentukan dan
pelaksanaan kebijakan luar negeri dan keamanan nasional yang bersifat internasional menyebabkan suatu perubahan institusional secara besar-
besaran. Pada tahun 1947, Presiden Truman melalui Undang-Undang Keamanan Nasional meminta Kongres untuk mereorganisasi cabang
eksekutif dengan membentuk Departemen Pertahanan yang baru, membentuk badan intelejen yang lebih tersentralisir di bawah badan
pusat intelejen CIA dan pembentukan Dewan Keamanan Nasional NSC untuk memfasilitasi integrasi kebijakan luar negeri dan
47
Edward S Carvin, The President : Office and Power, New York: NY University Press, 1940, h. 200
pertahanan AS. Selama tiga dasawarsa berikutnya lembaga pembuatan kebijakan luar negeri dan keamanan nasional tumbuh dan berkembang
sejalan dengan meluasnya peran Amerika di dunia Internasional, di satu pihak tentu saja lembaga birokratis itu memperkuat kemampuan presien
dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan luar negeri, dimana mereka mewakili keahlian yang terorganisir dengan baik.
Pada saat yang sama, puluhan ribu orang yang terorganisir dalam sejumlah departemen, badan-badan, biro-biro dan struktur birokratis
lainnya menjadi kendala dalam proses pembuatan kebijakan yang seharusnya mereka layani. Kehadiran sejumlah birokrasi yang
bertanggung jawab untuk membawa keahlian dan pengalaman khas masing-masing dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan luar
negeri tidak dapat dihindari. Berarti dalam tubuh pemerintahan AS terdapat banyak sudut pandang yang berbeda dengan realitas
internasional, kepentingan Amerika dan kebijakan yang tepat untuk mencapai semua kepentingan Amerika.
48
Seiring berjalannya waktu, ambisi pribadi seringkali mendominasi dalam prose pembuatan kebijaka, seperti yang timbul pada setiap
pemerintahan, di kalangan para pembantu Presiden, tidak dapat dihindari bahwa hal ini akan menyebabkan perpecahan dan
kerenggangan hubungan antar lembaga dalam pemerintaha. Dalam hal
48
Warner F. Schilling, “The American Foreign Policy Making Process”, dalam Douglas M. Fox, The Politic of United States Foreign Policy
, Pasific Palides, California: Good Year Publising Company, Inc., 1971, h. 39
ini, sengketa substansi kebijakan adakalanya tidak dapat dibedakan dari keinginan pribadi untuk mengendalikan arus informasi kepada Presiden
atau pelaksana keputusan yang diambil oleh Presiden. Pada akhirnya adalah bagaimana anggota suatu birokrasi memandang realitas dan
kepentingan Amerika yang diwarnai oleh keinginan untuk melindungi organisasinya. Hal ini dapat menjadi ancaman atau peluang bagi
kepentingan AS yang dirumuskan dalam cara yang secara efektif dapat ditangani oleh kedinasan seseorang sehingga mampu meningkatkan
sumber daya organisasinya berupa anggarana, personil dan misi. Kebijkan luar negeri Amerika merupakan bagian dari sistem politik AS.
Baik atau buruknya suatu kebijakan baik dalam maupun luar negeri, ditentukan oleh kadar atau kualitas sistem politik negara tersebut.
3. Peran dan Opini Publik Dalam Masyarakat AS Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Brooking Institution,
didapatkan hasil yang menunjukan bahwa rakyat AS seringkali memperlihatkan keengganan untuk mendukung sepenuhnya kebijakan
luar negeri tertentu yang dikemukakan oleh pemerintah mereka apabila hal itu memerlukan modifikasi yang substansial pada kebijakan domestik
yang ada kalanya merugikan kepentingan lokal atau pribadi. Hasilnya adalah pemerintah sering mengambil kebijakan domestik yang tidak
cocok dengan kebijakan luar negeri.
Selain kebijakan luar negeri yang kadang tidak cocok dengan kebijakan domestik, tidak sedikit masyarakat AS menolak kebijakan luar
negerinya kalau kebijakan tersebut memang dipandang sangat merugikan negara lain dan juga tidak sesuai dengan nilai-nilai
kemanusian, ditambah lagi apabila kebijakan tersebut tidak mengindahkan norma-norma internasional yang ada.
Diantara tekanan-tekanan internal yang efeknya tidak selalu kondusif dalam perumusan kebijakan luar negeri Amerika yang rasional adalah
tekanan dari kelompok minoritas yang terorganisir. Kelompok-kelompok in membentuk suatu blok suara yang kuat seperti yang disadari oleh
banyak anggota Kongres. Sebagai contoh, kuatnya pengaruh Yahudi- Amerika di negara itu hampir seluruh kebijakan Amerika di Timur
Tengah dirumuskan untuk memenuhi tuntutan kelompok minoritas ini. Dan juga kelompok ini pulalah yang paling gencar melakukan lobi-
lobinya agar pemerintah AS segera mengirimkan pasukannya ke Teluk dan melancarkan serangan militer ke Irak. Seperti kita ketahui bahwa
lobi Yahudi di AS sangat kuat sekali dan hasilnya AS akhirnya menggempur Irak.
H. Prioritas Kebijakan Luar Negeri AS di Bawah Presiden Bush