mengherankan bilamana Adnan Buyung Nasution Menggambarkan keadaan bantuan hukum pada saat tersebut sebagai berikut :
“Pada saat sekarang ini atau pada tahun-tahun terakhir ini, angin baru yang segar itu telah pudar, bersamaan dengan hilangnya iklim politik
yang demokratis. Kontrol politik dari pihak eksekutif terasa semakin kuat di segala bidang kehidupan, termasuk bidang peradilan. Hal ini jelas
membawa pengaruh yang tidak kecil bagi merosotnya bantuan hukum dan profe
si hukum di Indonesia.”
60
Akhirnya, dapat dicatat bahwa semenjak tahun 1978 terjadi perkembangan yang cukup menarik bagi bantuan hukum di Indonesia dengan
munculnya berbagai Lembaga Bantuan Hukum dengan menggunakan berbagai nama. Ada Lembaga Bantuan Hukum yang sifatnya independent, ada Lembaga
Bantuan Hukum yang dibentuk oleh suatu organisasi politik atau suatu organisasi massa, ada pula yang dikaitkan dengan Lembaga pendidikan dan lain sebagainya.
Dengan demikian, mereka yang membutuhkan batuan hukum dapat lebih leluasa dalam upayanya mencari keadilan dengan memanfaatkan organisasi-organisasi
bantuan hukum diatas. Masa terakhir ini, pemerintah memberikan perhatian penuh kepada
masyarakat pencari keadilan. Hal tersebut dapat dilihat bahwa pemerintah mengeluarkan Undang-undang No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Undang-undang ini memberikan jaminan untuk diberikannya bantuan hukum secara cuma-cuma bagi masyarakat kurang mampu.
B. Dasar Pemberian Bantuan Hukum
60
Adnan Buyung Nasution,
Op.Cit.,
Hal.31
Pengaturan mengenai pemberian bantuan hukum bagi tersangka yang tidak mampu dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut dibawah ini :
1. UUD 1945
a. Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi : “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya” Persamaan dihadapan hukum tersebut dapat terwujud didalam
suatu pembelaan perkara hukum, dimana baik orang mampu maupun fakir miskin memiliki hak konstitusional untuk diwakili dan dibela oleh
Advokat baik didalam dan diluar pengadilan. Oleh sebab itu bagi setiap orang yang memerlukan bantuan hukum selain merupakan hak asasi juga
merupakan hak konstitusional yang dijamin perolehannya oleh negara. Dalam peradilan pidana ini merupakan asas semua orang diperlakukan
sama didepan hukum
equality before the la w
. Setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dimuka hukum.
b. Pasal 34 ayat 1 yang berbunyi :”Fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara oleh negara”. Hal ini merupakan realisasi dari jaminan konstitusi terhadap
masyarakat yang tidak mampu yang tersangkut perkara pidana. Hal ini menegaskan pula bahwa negara mempunyai tanggung jawab dalam
penyediaan bantuan hukum terhadap masyarakat yang tidak mampu sehingga mendapatkan hak-haknya dalam peradilan pidana.
2. Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kekuasaan
Kehakiman a.
Pasal 37 yang berbunyi : “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum”.
b. Pasal 38 yang berbunyi : “Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak
saat dilakukan penangkapan danatau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan Advokat”.
Ini memberikan arti bahwa undang-undang mengamanatkan pemberian bantuan hukum bagi setiap orang yang berperkara. Hal ini juga
memberi indikasi perlindungan terhadap hak-hak tersangka yang tersangkut perkara. Dalam peradilan pidana ini sering disebut dengan asas memperoleh
bantuan hukum. 3.
Undang-undang No.8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
a. Pasal 54 yang berbunyi : “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau
terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasehat Hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
b. Pasal 56 1 yang berbunyi : “Dalam hal tersangka atau terdakwa
disangka atau didakwa melakukan tindak pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu
yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai
Penasehat Hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk Penasehat Hukum
bagi mereka. c.
Pasal 56 2 yang berbunyi : “Setiap Penasehat Hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 memberikan
bantuan secara cuma-cuma. Hal ini merupakan jaminan terhadap tersangka untuk mendapatkan
bantuan hukum guna memastikan pelaksanaan proses peradilan yang adil
due process of law
. 4.
Undang-undang No.18 tahun 2003 tentang Advokat a.
Pasal 22 ayat 1 yang berbunyi : “Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
b. Pasal 22 ayat 2 yang berbunyi : “Ketentuan mengenai persyaratan dan
tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
5. Undang-undang No.16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
a. Pasal 1 angka 1 yang berbunyi : “Bantuan Hukum adalah jasa hukum
yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.
b. Pasal 2 yang berbunyi : “Bantuan hukum dilaksanakan berdasarkan asas
keadilan, persamaan kedudukan didalam hukum, keterbukaan, efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas.
c. Pasal 3 yang berbunyi : “Penyelenggaraan bantuan hukum bertujuan
untuk menjamin dan memenuhi hak bagi penerima bantuan hukum untuk mendapatkan akses keadilan; mewujudkan hak konstitusional segala
warga negera sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan didalam hukum;
menjamin kepastian
penyelenggaraan bantuan
hukum dilaksanakan secara merata diseluruh wilayah negara Republik Indonesia;
dan mewujudkan
peradilan yang
efektif, efisien
dan dapat
dipertanggungjawabkan. Jikalau kita mengkaji aturan-aturan yang menjadi dasar pemberian
bantuan hukum terhadap tersangka maka ada beberapa point yang dapat kita simpulkan antara lain :
1. Mengandung aspek nilai Hak Asasi Manusia HAM, dimana bagi setiap
tersangka atau terdakwa berhak didampingi oleh Advokat dalam semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan. Hak ini tentu sejalan danatau
menegaskan hadirnya Penasehat Hukum untuk mendampingi tersangka atau terdakwa merupakan sesuatu yang inherent pada diri manusia dan
konsekuensi logisnya adalah bagi penegak hukum yang mengabaikan hak ini adalah bertentangan dengan nilai-nilai HAM.
2. Pemenuhan hak ini oleh penegak hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan
menjadi kewajiban dari pejabat yang bersangkutan apabila mengacu pada pasal 56 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
3. Pasal 56 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana sebagai
ketentuan yang bernilai HAM telah diangkat menjadi salah satu patokan
Miranda Rule
atau
Miranda Principle
61
.
Standar Miranda Rule inilah yang ditegakkan dalam putusan Mahkamah Agung No. 1565KPid1991, tanggal
16 September 1993 yang menyatakan “Apabila syarat-syarat permintaan danatau hak tersangkaterdakwa tidak terpenuhi seperti halnya penyidik tidak
menunjuk Penasehat Hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima”.
4. Undang-undang No.16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dikeluarkan
berdasarkan peraturan-peraturan yang sebelumnya mengatur tentang bantuan hukum dengan mempertimbangkan bahwa :
a. Negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak
asasi manusia; b.
Negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan;
c. Bahwa pengaturan mengenai bantuan hukum yang diselenggarakan oleh
negara harus berorientasi pada terwujudnya perubahan sosial yang berkeadilan.
C. Pemberian Bantuan Hukum Cuma-cuma Kepada Masyarakat Kurang