Miranda Rule
atau
Miranda Principle
61
.
Standar Miranda Rule inilah yang ditegakkan dalam putusan Mahkamah Agung No. 1565KPid1991, tanggal
16 September 1993 yang menyatakan “Apabila syarat-syarat permintaan danatau hak tersangkaterdakwa tidak terpenuhi seperti halnya penyidik tidak
menunjuk Penasehat Hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima”.
4. Undang-undang No.16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dikeluarkan
berdasarkan peraturan-peraturan yang sebelumnya mengatur tentang bantuan hukum dengan mempertimbangkan bahwa :
a. Negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak
asasi manusia; b.
Negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan;
c. Bahwa pengaturan mengenai bantuan hukum yang diselenggarakan oleh
negara harus berorientasi pada terwujudnya perubahan sosial yang berkeadilan.
C. Pemberian Bantuan Hukum Cuma-cuma Kepada Masyarakat Kurang
Mampu
61
Miranda Rules atau Miranda Principle merupakan hak-hak konstitusional dari tersangkaterdakwa yang meliputi hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan pejabat bersangkutan
dalam proses peradilan pidana dan hak untuk didampingi atau dihadirkan penasehat hukum sejak dari proses penyidikan sampai dan.atau dalam semua tingkat proses peradilan.
Untuk sekian lamanya pembangunan di negara kita diarahkan kepada segi pertumbuhan yaitu memperbesar pendapatan Nasional, dengan harapan
bilamana pendapatan telah membesar maka kemakmuran akan segera tercapai melalui apa yang dinamakan efek menetes kebawah
trickle down effect
, sehingga golongan masyarakat miskin yang hidup dipedesaan akan dapat
diperbaiki tarap hidupnya. Strategi pembangunan yang demikian ternyata kurang cocok buat negara kita karena sekalipun pendapatan Nasional sudah meningkat
sedemikian rupa namun kemakmuran yang diidamkan oleh golongan miskin tidak juga kunjung
tiba. Ternyata dalam masyarakat telah terjadi semacam “gap” karena adanya segolongan kecil masyarakat yang dapat menikmati hasil-hasil
pembangunan secara berkelebihan sedangkan kelompok mayoritas dari masyarakat hanya sedikit sekali yang mengecap hasilnya. Disparitas pendapatan
menimbulkan akibat semakin bertambah kayanya golongan-golongan tertentu dan semakin miskinnya golongan yang lain, sehingga sering dikatakan orang telah
terjadi suatu proses pemiskinan secara massal dalam masyarakat kita. Kemiskinan yang diderita seseorang mempunyai dampak yang sangat
besar sekali terhadap penegakan hukum terutama sekali dalam hubungannya dengan usaha mempertahankan apa yang menjadi haknya. Dalam kenyataannya,
bahwa kemiskinan itu telah membawa bencana bagi kemanusiaan, tidak saja secara ekonomis tetapi juga secara hukum dan politik. Seorang yang kaya
biasanya akrab dengan kekuasaan, dan pada saat yang bersamaan menterjemahkan kekuasaan dengan keadilan. Sejak dahulu kala kekuasaan selalu dekat dengan
kekayaan, dan ini mengakibatkan banyak ketidak-adilan. Padahal hukum itu harus
selalu dekat kepada kemiskinan. Seorang yang miskin dalam harta seharusnya kaya dalam keadilan.
62
Sistem hukum Indonesia dan Undang-undang Dasar 1945 menjamin adanya persamaan di hadapan hukum
equality before the la w
, demikian pula hak untuk didampingi advokat dijamin sistem hukum Indonesia. Bantuan hukum yang
ditujukan kepada orang miskin memiliki hubungan erat dengan
equality before the la w
dan
access to legal counsel
yang menjamin keadilan bagi semua orang
justice for all
. Oleh karena itu, bantuan hukum
legal aid
selain merupakan hak asasi manusia juga merupakan gerakan konstitusional.
63
Undang-undang Dasar 1945 menjamin persamaan di hadapan hukum, dimana dalam pasal 27 ayat 1 disebutkan bahwa “
setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya
”. Adapun hak didampingi advokat atau penasehat hukum diatur dalam pasal 54 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa
“
guna kepentingan pembelaan tersangka atau terdakwa berhak mendapa t bantuan hukum dari seorang atau lebih pena sehat hukum selama dalam waktu
dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut ta ta cara yang ditentukan dalam undang-undang ini
”.
Sementara itu, fakir miskin merupakan tanggung jawab negara yang diatur dalam pasal 34 Undang-
undang Dasar 1945 yang berbunyi “
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara
”. Oleh karena itu, gerakan
62
Abdurrahman,
Op.Cit.,
hal.273
63
Frans Hendra Winarta,
Op.Cit.,
Hal.89
bantuan hukum sesungguhnya merupakan gerakan konstitusional. Bantuan hukum bukanlah belas kasihan dan diberi oleh negara, melainkan merupakan hak asasi
manusia setiap individu serta merupakan tanggung jawab negara melindungi fakir miskin. Hak asasi manusia inheren dalam diri setiap manusia. Masyarakat harus
diyakinkan bahwa bantuan hukum adalah hak asasi manusia dan bukan belas kasihan. Bantuan hukum adalah tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat,
profesi hukum dan semua pihak dalam masyarakat seperti pengusaha, industriawan, bankir dan lain-lain. Apalagi, dalam masyarakat Indonesia dikenal
Zakat
Obligation
yang merupakan kewajiban bagi orang yang lebih mampu untuk membantu fakir miskin. Karenanya, konsep bantuan hukum tidak sulit
untuk diterima masyarakat.
64
Pembelaan terhadap orang miskin mutlak diperlukan dalam sistem hukum pidana yang belum mencapai titik keterpaduan
Integrated Crimina l Justice System
. Seringkali tersangka yang miskin karena tidak tahu hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa disiksa, diperlakukan tidak adil atau dihambat
haknya untuk didampingi advokat. Polisi belum bekerja menerapkan
Due Process Model
yang memperhatikan hak-hak tersangka sejak ditangkap. Ia dianggap tidak bersalah sampai nanti dibuktikan oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai
ketetapan hukum oleh pengadilan yang bebas dan imparsial
Independent and Imparsial Judiciary
, jujur dan terbuka. Polisi masih cenderung menggunakan
Crima Control Model
, belum tercapainya sistem peradilan yang independen dan imparsial telah menyebabkan sistem peradilan pidana di Indonesia tidak berfungsi
64
Ibid.,
Hal.101
maksimal. Putusan-putusan pengadilan banyak yang kontroversial dan kurang pertimbangan hukumnya
onvoldoende gemotiveerd
. Pengadilan cenderung lebih memihak kepada pemerintah dari pada masyarakat.
65
Hak individu untuk didampingi advokat
access to legal counsel
merupakan sesuatu yang imperatif dalam rangka mencapai proses hukum yang adil. Dengan kehadiran advokat dapat dicegah perlakuan tidak adil oleh polisi,
jaksa atau hakim dalam proses interogasi, investigasi, pemeriksaan, penahanan, peradilan dan hukuman. Sering tersangka atau terdakwa diperlakukan tidak adil
dan malahan ada yang disiksa dan direndahkan martabatnya sebagai manusia. Kurangnya penghargaan terhadap hak hidup
right to life
, hak milik
right to property
, dan kemerdekaan
right to liberty
juga merupakan penyebab tingginya angka penyiksaan, perlakuan, dan hukum yang tidak manusiawi dan merendahkan
martabat manusia. Untuk mencegah dan mengurangi kejadian-kejadian seperti itu, pemerintah Republik Indonesia, setelah mendapat desakan dari berbagai pihak
seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, telah meratifikasi instrumen internasional seperti
Convention Against Tortune and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment
pada tanggal 28 September 1998 yang berupa resolusi PBB No.3940 tanggal 10 Desember 1984. Dalam menerapkan
due process of la w
para penegak hukum dan keadilan jaksa, polisi dan hakim harus menganggap seorang
tersangka atau terdakwa tidak bersalah
Presumption of innocence
sejak pertama
65
Ibid.,
Hal.98
kali ditangkap dan kehadiran seorang advokat sejak ditangkap sampai interogasi dan peradilan mutlak harus dijamin.
66
Sekalipun persoalan bantuan hukum adalah merupakan pekerjaan amaliah tetapi persoalan tentang dana mempunyai pengaruh yang cukup penting
dalam menentukan pengembangannya, artinya untuk berhasilnya pengembangan suatu program bantuan hukum diperlukan sejumlah dana tertentu yang merupakan
pendukung utamanya, tanpa dana sulit diharapkan berhasilnya program ini. Memang sering terjadi kesalah-pahaman mengenai persoalan ini seakan-akan
bahwa segala sesuatunya dapat diserahkan begitu saja kepada lembagabiro bantuan hukum yang ada dengan pemikiran bahwa lembagabiro itu akan
membantu karena orang yang bersangkutan termasuk golongan yang tidak mampu.
Terdapat kasus yang menarik soal dana tersebut sebagai berikut :
67
“Sebuah kasus tentang si A yang diajukan kemuka sidang pengadilan Rantau dengan tuduhan melakukan pembunuhan yang direncanakan lebih
dahulu yaitu melanggar pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Mengingat pasal 250 ayat 5 H.I.R maka pengadilan negeri Rantau menawarkan kepada A untuk memperoleh bantuan hukum dan
pengadilan negeri Rantau akan mengusahakan agar A dapat didampingi oleh Pembela dengan cuma-cuma.
Selanjutnya pengadilan negeri menghubungi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum
68
dari suatu fakultas hukum negeri di ibukota provinsi, yang kemudian mendapat jawaban bahwa LKBH bersedia memberi
bantuan hukum akan tetapi meminta agar pengadilan negeri Rantau menanggung biaya penasehat hukumnya sementara mereka belum
memiliki dana untuk itu.
66
Ibid.,
Hal.104
67
Wahyu Afandi,
Dana dan Hubungannya dengan Bantuan Hukum,
Harian Sinar Harapan, 23 Juli 1979 dalam buku Abdurrahman,
Op.Cit.,
Hal.293-296
68
Selanjutnya akan disingkat dengan LKBH
Terhadap permintaan LKBH ini, pengadilan negeri Rantau tegas menolaknya karena tidak ada aturan yang mengatur demikian. Dan kalau
seandainya tersedia dana untuk bantuan hukum tentu pengadilan negeri Rantau tidak akan meminta bantuan hukum secara cuma-cuma, apalagi
kalau sitersangka mampu untuk membiayai pembela.
Usaha untuk mencarikan bantuan hukum secara cuma-cuma melalui perorangan juga tidak berhasil sehingga pengadilan negeri dengan
terpaksa memutuskan untuk memulai pemeriksaan atas diri sitersangka dengan tanpa didampingi pembela.
Dan kasus A telah membuktikan bahwa untuk mendapatkan bantuan hukum itu masih belum terlepas dari faktor dana. Dan karenanya masih
tetapi berupakan barang mewah, yang belum terjangkau oleh simiskin.
Terhadap Ungkapan tersebut diatas dapat dikemukakan beberapa tanggapan sebagai berikut :
69
1. Karena untuk melaksanakan program bantuan hukum memerlukan
pembiayaan yang riil terutama sekali untuk keperluan perongkosan maka faktor pembiayaan ini merupakan salah satu faktor yang cukup
dominan disamping berbagai faktor lainnya dalam menunjang keberhasilan pemberian bantuan hukum. Idealisme untuk itu
sebenarnya sudah lama tumbuh dan cukup tinggi kadarnya, namun apakah artinya sebuah idealisme bagi seseorang yang juga tidak
mampu untuk bergerak bagaikan orang yang dibantu sekalipun tahu akan haknya untuk mendapatkan bantuan hukum tetapi tetap tidak
berdaya untuk mendapatkannya, maka bagi seorang pemberi bantuan hukum sekalipun ia sadar akan kewajibannya untuk memberikan
bantuan hukum tetapi kalau kemampuannya juga tidak ada tidak akan mungkin untuk melaksanakan kewajibannya sekalipun hanya berupa
kewajiban moral.
2. Pencarian dana khusus melalui klien yang kaya bagi LKBHLembaga
Bantuan Hukum adalah suatu hal yang tidak mungkin, karena lembaga-lembaga semacam ini adalah lembaga yang bergerak
dibidang penyedia jasa bagi orang yang tidak mampu dan tanpa pembayaran, sehingga tidak mungkin untuk mendapatkan dana yang
memadai melalui cara yang demikian.
3. Persoalan dana yang menjadi problem dalam pemberian bantuan
hukum ini bukanlah menyangkut soal upah daripada pemberi bantuan hukum, akan tetapi adalah biaya riil yang diperlukan untuk keperluan
tersebut, umpamanya kalau berangkat keluar daerah tentu
69
Ibid.,
Hal.296
memerlukan ongkos transport, biaya akomodasi ditempat ia memberikan bantuan hukum, dan biaya konsumsi selama melakukan
pembelaan perkara. Kepada siapa biaya tersebut harus dibebankan, apakah kepada Pembela yang bersangkutan, kiranya suatu hal yang
sulit karena ia juga mempunyai kebutuhan hidup untuk diri dan keluarganya sedangkan pencaharian tetapnya mungkin hanya berupa
gaji yang kadang-kadang tidak mencukupi.
4. Pembiayaan untuk banutan hukum bukan hanya melalui “inpres
bantuan hukum” tetapi yang lebih penting lagi ialah harus dimasukkannya didalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD.
5. Usaha untuk menunjang pemberian bantuan hukum kepada yang
tidak mampu memang seharusnya ditunjang dari segala pihak, tetapi kita juga harus berpikir secara riil dan konkrit dalam bentuk
penyediaan dana. Untuk mana selayaknya dari pihak pengadilan sendiri ada menyediakan dana dalam hal ia memerlukan pembela-
pembela khusus bagi mereka yang tidak mampu.
BAB III PENGATURAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG
BERKONFLIK DENGAN HUKUM
A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum