4
di Amerika Serikat menyebutkan bahwa pasien ICU mempunyai kekerapan infeksi nosokomial 5-8 kali lebih tinggi. Angka infeksi rumah sakit di Indonesia
belumlah banyak. Angka yang ada hanya muncul dari beberapa penelitian yang sporadis di beberapa bagian seperti Bagian Anak, ICU, Bedah, Penyakit Dalam.
Dalam penelitian selama 1988-1989 di rumah sakit Bandung didapatkan kejadian infeksi nosokomial 9,1 di ICU dan 8,8 di ruang neonatus Zulkarnain, 2009.
Pasien-pasien ICU lebih beresiko terkena infeksi nosokomial karena penggunaan ventilator mekanik, prosedur yang invasif, dan status imunokompromais
Inweregbu
et al
., 2005. Penularan patogen nosokomial dari pasien ke pasien telah dihubungkan
dengan kolonisasi yang berpindah dari petugas kesehatan, dan penelitian- penelitian telah memberi kesan bahwa kontaminasi dari pakaian petugas
kesehatan, termasuk seragam dokter, mungkin suatu vektor untuk penularan ini. Kontaminasi bakteri pada seragam petugas kesehatan, di antara 149 seragam
responden, 34 telah terkontaminasi dengan
Staphylococcus aureus
, 6 diantaranya adalah MRSA Treakle
et al
., 2010. Hasil penelitian lainnya membuktikan seragam dokter berpotensi sebagai sumber penularan infeksi nosokomial, dimana
dari 103 seragam yang diperiksa, 94 terkontaminasi bakteri Uneke
and
Ijeoma, 2010. Seragam dokter sebagai sarana dalam penyebaran bakteri, dimana area
yang paling terkontaminasi pada sisi jas Banu
et al
., 2012. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti kontaminasi bakteri pada seragam
dokter muda sebagai salah satu penyebab infeksi nosokomial.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah kontaminasi bakteri
Staphylococcus aureus
pada seragam dokter muda yang bertugas di ICU dewasa RSUP H. Adam Malik Medan?
Universitas Sumatera Utara
5
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Penelitian
Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kontaminasi bakteri
Staphylococcus aureus
pada seragam dokter muda yang bertugas di ICU dewasa RSUP H. Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus Penelitian
Adapun beberapa tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui prevalensi
bakteri
Staphylococcus aureus
yang mengkontaminasi seragam dokter muda pada sisi seragam.
2. Skrining MRSA dari isolat bakteri
Staphylococcus aureus
yang mengkontaminasi seragam dokter muda.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kontaminasi bakteri
Staphylococcus aureus
pada seragam dokter muda yang bertugas di ICU dewasa RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada para petugas
kesehatan dalam upaya mencegah infeksi nosokomial dan mengurangi angka kejadian penyebaran infeksi nosokomial.
3. Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis tentang cara
melakukan penelitian dan cara melakukan pemeriksaan identifikasi bakteri di laboratorium mikrobiologi.
Universitas Sumatera Utara
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infeksi Nosokomial
Istilah nosokomial berasal dari bahasa Yunani yaitu
nosokomeion
yang berarti rumah sakit
nosos
= penyakit,
komeo
= merawat. Infeksi nosokomial dapat diartikan infeksi yang berasal atau terjadi di rumah sakit. Infeksi yang
timbul dalam kurun waktu 48 jam setelah dirawat di rumah sakit sampai dengan
30 hari lepas rawat dianggap sebagai infeksi nosokomial Nasution, 2012.
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang. Survei
prevalensi yang dilakukan dengan bantuan
World Health Organization
WHO pada 55 rumah sakit di 14 negara mewakili 4 wilayah WHO Eropa, Mediterania
Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat menunjukkan rata-rata 8,7 pasien rumah sakit mendapatkan infeksi nosokomial. Dengan Asia Tenggara sebanyak
10,0 Ducel
et al
., 2002. Di negara maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi
dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 pasien rawat inap di
rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa
9,8 pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat Spiritia, 2006.
Pasien akan terpapar dengan berbagai macam mikroorganisme selama ia dirawat di rumah sakit. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada
karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Semua mikroorganisme termasuk
bakteri, virus, jamur, dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain
cross infection
atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri
endogenous infection
Ducel
et al.
, 2002.
Universitas Sumatera Utara
7
Tabel 2.1. Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial Nguyen, 2006
Lokasi Jenis mikroorganisme
Persentase Saluran kemih
Gram-negative enteric
50 Jamur
25
Enterococci
10 Luka operasi
Staphylococcus aureus
20
Pseudomonas
16
Coagulase-negative Staphylococci
15
Enterococci
, jamur,
Enterobacter
, dan
Eschericia coli
10
Darah
Coagulase-negative Staphylococci
40
Enterococci
11,2 Jamur
9,65
Staphylococcus aureus
9,3
Enterobacter species
6,2
Pseudomonas
4,9
Universitas Sumatera Utara
8
2.1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial
Terjadinya suatu penyakit termasuk infeksi nosokomial adalah merupakan interaksi 3 faktor yaitu:
1.
Host
penderita 2.
Agent
kuman atau mikroorganisme 3.
Environment
lingkungan
Host
adalah penderita yang dirawat di rumah sakit dan mempunyai kondisi yang lebih rentan terhadap invasi kuman dan mikroorganisme. Faktor yang
penting diketahui antara lain: 1.
Keadaan penderita yang memudahkan terjadinya infeksi, misalnya: keadaan umum yang buruk, adanya penyakit kronis yang lain, obesitas, anemia, dan
lain-lain 2.
Keadaan kulit penderita. Kulit yang rusak atau adanya lukanya akan mempertinggi kemungkinan terjadinya infeksi. Kulit yang normal saja
sebenarnya sudah merupakan sumber kuman penyebab infeksi, oleh karena di kulit dijumpai 2 kelompok kuman yaitu:
i. Kuman komensal yang berada dalam pori-pori kulit. Kuman ini jumlahnya
dapat dikurangi, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali dengan cara perawatan kulit dan pemakaian desinfektan
ii. Kuman pendatang yang berasal dari lingkungan dan berada di permukaan.
Kuman pendatang ini dapat dihilangkan dengan cara perawatan kulit dan pemakaian desinfektan
Agent
adalah kuman-kuman yang dijumpai di rumah sakit dan pada hakekatnya kuman-kuman ini lebih resisten khususnya dalam kepekaannya
terhadap satu atau banyak antibiotika dibandingkan dengan kuman-kuman yang berada di luar rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
9
Environment
adalah suatu lingkungan dimana
host
dan
agent
itu berada dan merupakan media untuk terjadinya invasi
agent
terhadap
host
. Lingkungan ini adalah lingkungan rumah sakit baik ruang rawat maupun benda-benda yang
terdapat di ruangan itu. Dapat dimasukkan dalam kelompok lingkungan ini adalah:
1. Lamanya penderita dirawat di rumah sakit
2. Manusia yang berhubungan dengan penderita, baik pasien lainnya, pengunjung
maupun petugas yang disamping dapat sebagai sumber penularan
carrier
ataupun sebagai pengantara
vehicle
3. Sarana dan fasilitas perawatan dan pengobatan yang erat kaitannya dengan pola
sterilisasi dan pengelolaan lingkungan
hygiene
dan sanitasi 4.
Air, yang digunakan adalah
safe
water 5.
Disposal bahan-bahan atau limbah yang harus dibuang yang diusahakan untuk tidak menjadi sumber infeksi
6. Udara seharusnya diupayakan agar tetap bersih, mengalir dan dengan
kelembaban yang sesuai dan baik, serta bila perlu untuk ruangan-ruangan tertentu dilakukan filtrasi Pandjaitan, 2001
Secara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri atas 2 bagian besar, yaitu:
1. Faktor endogen umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh, dan kondisi-
kondisi lokal 2.
Faktor eksogen lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkungan
Untuk mudahnya bagaimana seorang pasien mendapat infeksi nosokomial selama dirawat di rumah sakit dapat diringkas sebagai berikut:
1. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui dirinya sendiri auto infeksi
2. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui petugas yang merawat di rumah
sakit 3.
Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui pasien-pasien yang dirawat di tempat atau ruangan yang sama di rumah sakit tersebut
Universitas Sumatera Utara
10
4. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui keluarga pasien yang berkunjung
ke rumah sakit tersebut 5.
Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui peralatan yang dipakai di rumah sakit tersebut
6. Pasien mendapat infeksi nosokmial melalui peralatan makanan yang disediakan
rumah sakit ataupun yang didapatnya dari luar rumah sakit 7.
Disamping ke-6 cara terjadinya infeksi nosokomial seperti yang dinyatakan di atas, maka faktor lingkungan tidak kalah penting sebagai faktor penunjang
untuk terjadinya infeksi nosokomial, faktor lingkungan tersebut adalah air, bahan yang harus dibuang disposial, dan udara Parhusip, 2005
2.1.2. Cara Penularan Infeksi Nosokomial
Penularan oleh patogen di rumah sakit dapat terjadi melalui beberapa cara: 1.
Penularan melalui kontak merupakan bentuk penularan yang sering dan penting infeksi nosokomial. Ada 3 bentuk, yaitu:
i. Penularan melalui kontak langsung: melibatkan kontak tubuh dengan
tubuh antara pejamu yang rentan dengan yang terinfeksi ii.
Penularan melalui kontak tidak langsung: melibatkan kontak pada pejamu yang rentan dengan benda yang terkontaminasi misalnya
jarum suntik, pakaian, dan sarung tangan iii.
Penularan melalui
droplet
, terjadi ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau melalui prosedur medis tertentu,
misalnya bronkoskopi 2.
Penularan melalui udara yang mengandung mikroorganisme yang mengalami evaporasi, atau partikel debu yang mengandung agen
infeksius. Mikroorganisme yang terbawa melalui udara dapat terhirup pejamu yang rentan yang berada pada ruangan yang sama atau pada
jarak yang jauh dari sumber infeksi. Sebagai contoh mikroorganisme
Legionella
,
Mycobacterium tuberculosis
,
Rubeola
, dan virus varisela 3.
Penularan melalui makanan, air, obat-obatan dan peralatan yang terkontaminasi.
Universitas Sumatera Utara
11
4. Penularan melalui vektor, misalnya nyamuk, lalat, tikus, dan kutu
Nasution, 2012
2.1.3. Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini membutuhkan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring, dan program yang termasuk:
1. Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara mencuci
tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan desinfektan
2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan
3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang
cukup, dan vaksinasi 4.
Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif 5.
Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit, dan mengontrol penyebarannya Ducel
et al
., 2002
2.2. Bakteri
2.2.1. Definisi Bakteri
Bakteri termasuk dalam golongan prokariota, ukurannya sangat kecil dalam ukuran mikron dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Bentuk
bakteri bermacam-macam, ada yang berbentuk bulat kokus, batang basil, dan ada yang berbentuk spiral. Inti dari bakteri terdiri atas DNA dan RNA, dan tidak
memiliki pembungkus inti. Dinding selnya terdiri atas peptidoglikan, berkembangbiak secara belah pasang, dapat dibiakkan pada perbenihan buatan
serta dapat dihambat dengan antibiotika. Beberapa bakteri ada yang dapat bergerak aktif karena memiliki flagela Dzen
et al
., 2003. Bakteri adalah organisme terkecil yang dapat hidup bebas. Masing-masing
spesies bakteri yang berbeda yang mendiami atau menginfeksi manusia berkisar dari 0,1 sampai 10 µm. Sebagian besar bakteri berbentuk bulat memiliki diameter
0,5 sampai 2 µm, dan sel berbentuk batang pada umumnya 0,2 sampai 2 µm. ukuran yang kecil dan hampir tidak berwarna merupakan sifat dasar dari bakteri
Universitas Sumatera Utara
12
sehingga membutuhkan pewarnaan untuk visualisasi dengan mikroskop cahaya atau menggunakan mikroskop elektron Pottinger
et al
., 2014. Bentuk morfologi yang utama adalah bulat, batang, bengkok atau batang
bengkok, dan spiral. Bakteri berbentuk bulat atau oval disebut cocci dan tersusun bergerombol atau rantai. Bakteri berbentuk batang disebut bacilli dan dapat
tersusun lurus atau melengkung. Bacilli yang kecil dan pleomorfik menyerupai cocci biasa disebut coccobacilli. Bakteri yang berbentuk spiral dapat kaku atau
fleksibel dan bergelombang Pottinger
et al
., 2014.
2.2.2. Struktur Bakteri
Gambar 2.1. Struktur Bakteri Pottinger
et al
., 2014 1.
Inti atau nukleus Badan inti tidak mempunyai dinding inti atau membran inti. Di
dalamnya terdapat benang DNA DNA fibril. Benang DNA ini disebut kromosom yang panjangnya kira-kira 1 mm Assani, 2010.
Kromosom sebagai pusat informasi genetik yang mengatur semua kegiatan dari bakteri tersebut, termasuk metabolisme maupun yang
Universitas Sumatera Utara
13
menentukan sifat resistensi terhadap suatu antimikroba. Sel bakteri terkadang juga mempunyai materi genetik ekstrakromosom yang berupa
small cyclic
DNA yang berada diluar inti dan disebut plasmid. Plasmid secara otonom dapat mengadakan replikasi serta dapat berpindah tempat
atau dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri yang lain. Contoh plasmid adalah
R-plasmid
yang membawa sifat resisten terhadap suatu antibiotika Dzen
et al
., 2003. 2.
Sitoplasma Sel prokariota tidak mempunyai mitokondria atau kloroplas
sehingga enzim-enzim untuk transpor elektron tidak bekerja di membran sel tetapi pada lamelae yang berada di bawah membran sel Assani, 2010.
3. Membran Sitoplasma
Disebut juga membran sel yang komposisinya terdiri dari fosfolipid dan protein. Membran sel dari semua jenis prokariota tidak
mengandung sterol, kecuali Genus
Mycoplasma
. Di tempat-tempat tertentu pada membran sitoplasma terdapat cekungan atau lekukan ke dalam
convoluted invagination
yang disebut mesosom. Ada dua jenis mesosom: i.
Septal mesosom: berfungsi dalam pembelahan sel. Kromosom bakteri DNA melekat pada septal mesosom.
ii. Lateral mesosom Assani, 2010.
Membran sitoplasma adalah lapisan tipis yang terletak disebelah dalam dinding sel, tersusun oleh 60 protein dan 40 lipid yang
umumnya berupa fosfolipid. Membran sitoplasma merupakan barier yang fungsinya mengatur keluar masuknya bahan-bahan dari dalam sel atau dari
luar sel, dan hanya bahan-bahan tertentu saja dapat melewatinya. Sifat tersebut dinamakan semipermeabilitas membran sitoplasma.
Bahan-bahan yang dapat melewati membran sitoplasma antara lain adalah air, asam amino, beberapa gula sederhana; sedangkan protein tidak
dapat melewati membran sitoplasma karena molekulnya besar. Bahan- bahan yang larut dalam lemak dengan mudah dapat keluar masuk sel,
sedangkan ion-ion masuk ke dalam sel melalui kanal-kanal tertentu.
Universitas Sumatera Utara
14
Masuknya bahan-bahan ke dalam sel juga dapat menggunakan
protein carrier
protein pembawa. Fungsi membran sitoplasma yang lain adalah mengatur masuknya
bahan-bahan makanan atau nutrisi yang diperlukan bakteri untuk menghasilkan energi. Pada membran sitoplasma bakteri, dapat ditemukan
enzim-enzim yang mampu mengkatalisir reaksi kimia yang berkaitan dengan proses pemecahan
breakdown
bahan makanan untuk menghasilkan energi.
Membran sitoplasma juga merupakan target dari beberapa jenis antimikroba, misalnya golongan polimiksin. Sedangkan, bahan-bahan
kimia yang dapat merusak dinding sel juga dapat merusak membran sitoplasma misalnya alkohol dan amonium kwaterner. Selain itu, membran
sitoplasma juga ikut berperan dalam reaksi pewarnaan Dzen
et al
., 2003. 4.
Dinding Sel Struktur dan fungsi dinding bakteri adalah tanda dari prokariot.
Dinding sel bertanggung jawab atas bentuk sel bakteri. Dinding ini melindungi sel dari gangguan mekanik dan dari ledakan yang disebabkan
oleh tekanan turgor akibat hipertonisitas di dalam sel yang berhubungan dengan lingkungan Pottinger
et al
., 2014. Tekanan osmotik di dalam bakteri berkisar antara 5-20 atmosfer,
karena adanya transpor aktif yang menyebabkan tingginya konsentrasi larutan di dalam sel. Karena adanya dinding sel kuman yang relatif sangat
kuat, maka meskipun tekanan osmotiknya tinggi, sel kuman tidak pecah Assani, 2010. Dinding sel bakteri terlihat kuat karena adanya komposisi
lapisan yang mengandung berbagai substansi misalnya
murein
,
mucopeptide
, atau peptidoglikan semua adalah sinonim Brooks
et al
., 2001.
Selain berfungsi untuk mempertahankan bentuk bakteri, dinding sel juga berfungsi dalam menentukan sifat pewarnaan, antigenisitas
maupun patogenisitas bakteri. Struktur dinding sel bakteri Gram positif berbeda dengan bakteri Gram negatif. Dinding sel bakteri dapat dirusak
Universitas Sumatera Utara
15
oleh antibiotika yang bekerja pada dinding sel misalnya golongan penisilin dan sefalosporin. Bahan lain yang dapat merusak dinding sel bakteri antara
lain adalah enzim lisozim yang terdapat pada air mata, lapisan mukosa, dan saliva Dzen
et al
., 2003. Dinding sel memainkan peran penting dalam pembelahan sel dan
juga membantu memulai biosintesanya sendiri. Pada lapisan dinding sel terdapat elemen antigenik utama permukaan sel, dan salah satu
komponennya lipopolisakarida dinding sel gram negatif yang berfungsi aktif sebagai endotoksin nonspesifik dari bakteri gram negatif Brooks
et al
., 2001. Endotoksin akan dilepas bila bakteri tersebut selnya rusak atau bakteri tersebut mati Dzen
et al
., 2003. 5.
Kapsul Banyaknya sel bakteri mengelilingi dirinya dengan satu hidrofilik
gel atau jenis lainnya. Kapsul hidrofilik biasanya polisakarida. Kapsul memberikan beberapa proteksi untuk bakteri. Tetapi fungsi utamanya pada
bakteri patogen adalah proteksi dari sistem imun. Kapsul tidak berperan dalam pertumbuhan dan multiplikasi. Sintesis kapsul sangat bergantung
pada kondisi pertumbuhan Pottinger
et al
., 2014. Kapsul merupakan suatu lapisan tipis, berada diluar dinding sel dan
secara kimiawi tersusun atas polisakharida, polipeptida, atau kedua- duanya. Kapsul tidak dimiliki oleh semua bakteri dan kekompleksan
susunan kimiawinya tergantung dari spesies bakteri. Kapsul dapat melindungi bakteri dari proses fagositosis. Kapsul juga menentukan
derajat keganasan atau virulensi bakteri, artinya bakteri yang mempunyai kapsul lebih virulen dibandingkan yang tidak memiliki kapsul. Selain itu,
kapsul juga bersifat antigenik Dzen
et al
., 2003. 6.
Flagel Flagel adalah bagian kuman yang berbentuk seperti benang, yang
umumnya terdiri dari protein dengan diameter 12-30 nanometer. Flagel adalah alat pergerakan Assani, 2010. Flagela tersusun dari protein yang
disebut flagelin. Flagel dapat menyebar di sekeliling sel disebut
Universitas Sumatera Utara
16
peritrichous
dari bahasa Yunani
trichos
adalah rambut, pada satu kutub polar atau
monotrichous
, atau pada kedua ujung sel
lophotrichous
. Panjangnya sampai 20 µm, tipis, kaku, dan masing-masing berbentuk
spiral Pottinger
et al
., 2014. 7.
Pili atau
fimbriae
Pili atau
fimbriae
adalah struktur tambahan yang melekat pada permukaan dinding sel tetapi lebih pendek dari flagella serta lebih halus.
Pili tersusun dari protein yang disebut pilin dan biasanya dimiliki oleh bakteri Gram negatif. Pili yang berfungsi sebagai alat untuk menempelkan
dirinya pada sel hospes disebut
colonizing factor
. Selain itu, ada pili yang berperan di dalam proses pemindahan materi genetik dari salah satu
bakteri ke bakteri yang lain, disebut
sex pili
Dzen
et al
., 2003. 8.
Endospora Beberapa bakteri Gram positif dalam keadaan tertentu dapat
membentuk
resting cells
yang disebut endospora spora. Pembentukan spora akan terjadi apabila nutrisi esensial yang diperlukan tidak memenuhi
kebutuhan untuk pertumbuhan bakteri. Prosesnya disebut sporulasi. Spora bukan merupakan alat reproduksi dan apabila keadaan menjadi baik
kembali atau nutrisi esensial telah terpenuhi maka spora tersebut akan berubah menjadi bakteri lagi bentuk vegetatif dan prosesnya disebut
germinasi. Dalam dunia kedokteran, spora banyak menimbulkan masalah karena sulit dirusak baik oleh pemanasan maupun bahan kimia. Selain itu,
spora juga sulit diwarnai kecuali dengan pewarnaan khusus Dzen
et al
., 2003.
Endospora tersebut kecil, sangat kering, secara metabolik tidak bergerak yang dihasilkan oleh beberapa bakteri sebagai respon terhadap
keterbatasan nutrien. Beberapa bakteri pembentuk spora sangat penting dalam kedokteran, menyebabkan beberapa penyakit seperti antraks, gas
gangren, tetanus, dan botulisme Pottinger
et al
., 2014.
Universitas Sumatera Utara
17
2.2.3. Klasifikasi Bakteri
Tujuan dari klasifikasi mikroorganisme adalah untuk menentukan potensi patogeniknya. Bakteri dapat diidentifikasi berdasarkan serangkaian sifat-sifat
imunologis fisik atau sifat-sifat molekular. 1.
Reaksi Gram: bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif memberi respons terhadap antibiotik yang berbeda. Bakteri lain misalnya
Mycobacteria
mungkin memerlukan teknik pewarnaan khusus. 2.
Bentuk sel kokus, basilus, atau spiral. 3.
Endospora: keberadaan, bentuk, dan posisinya di dalam sel bakteri terminal, subterminal, atau sentral.
4. Preferensi atmosfer: organisme aerob memerlukan oksigen; organisme anaerob
memerlukan atmosfer dengan sangat sedikit atau tanpa oksigen. Organisme yang dapat tumbuh pada kondisi dengan atau tanpa oksigen dikenal sebagai
anaerob fakultatif. Organisme mikroaerofil menyukai lingkungan bertekanan oksigen rendah organisme kapnofil menyukai lingkungan berkadar
karbondioksida tinggi. 5.
Kekhususan
fastidiousness
: kebutuhan akan media khusus atau pertumbuhan intraseluler khusus.
6. Enzim kunci: contohnya, tidak adanya fermentasi laktosa membantu
identifikasi
Salmonella
, urease membantu identifikasi
Helicobacter
. 7.
Reaksi serologis: interaksi antara antibodi dengan struktur permukaan misalnya subtipe dari
Salmonella
,
Haemophilus
,
Meningococcus
, dan banyak lagi.
8. Sekuens DNA: sekuens DNA ribosom 16S saat ini merupakan elemen kunci
dalam klasifikasi Gillespie
and
Bamford, 2007.
Universitas Sumatera Utara
18
2.2.4. Kelompok Bakteri yang Penting Secara Medis
1.
Coccus Gram-positif
Dibagi menjadi dua kelompok utama:
Staphylococcus
katalase- positif, contoh patogen utamanya yaitu
Staphylococcus aureus
dan
Streptococcus
katalase-negatif, contoh patogen utamanya yaitu
Streptococcus pyogenes
, yang merupakan agen penyebab nyeri tenggorok dan demam reumatik, dan
Streptococcus agalactiae
, penyebab meningitis neonatus dan pneumonia.
2.
Coccus Gram-negatif
Meliputi
Neisseria meningitidis
yang patogenik, merupakan penyebab penting meningitis dan septikemia, dan
Neisseria gonorrhoeae
, merupakan agen penyebab uretritis gonore.
3.
Coccobasillus Gram-negatif
Meliputi patogen saluran napas
Haemophilus
dan
Bordetella
dan agen zoonotik, seperti
Brucella
dan
Pasteurella
. 4.
Basillus Gram-positif
Dibagi menjadi basilus yang membentuk spora dan basilus yang tidak membentuk spora. Kelompok yang membentuk spora dibagi lagi
menjadi organisme aerob
Bacillus
dan organisme anaerob
Clostridium
. Patogen-patogennya meliputi
Bacillus anthracis
yang menyebabkan antraks, dan Clostridia yang menyebabkan
gas gangrene
, tetanus, kolitis pseudomembranosa, dan botulismus. Patogen yang tidak membentuk spora
meliputi
Listeria
dan
Corynebacteria
. 5.
Basillus Gram-negatif
Meliputi keluarga bakteri fakultatif
Enterobacteriaceae
, yang merupakan bagian dari flora normal pada manusia dan hewan dan dapat
ditemukan di lingkungan. Termasuk dalam kelompok ini yaitu banyak genus patogenik:
Salmonella
,
Shigella
,
Escherichia
,
Proteus
, dan
Yersinia
.
Pseudomonas
, suatu jenis saprofit lingkungan yang secara alami resisten terhadap antibiotik, telah menjadi patogen penting di rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
19
Legionella
adalah spesies lain yang ada di lingkungan yang hidup di air, tetapi menyebabkan infeksi pada manusia jika kondisinya memungkinkan.
6. Bakteri spiral
Termasuk
Helicobacter
, suatu
patogen kecil
saluran gastrointestinal yang berkoloni di lambung, menyebabkan ulkus lambung
dan ulkus duodenum serta kanker lambung, dan
Campylobacter
spp. Yang menyebabkan diare akut.
Borrelia
meningkatkan terjadinya demam relaps
B. duttoni
dan
B. recurrentis
dan suatu penyakit kulit kronik pada sendi kulit dan sistem saraf pusat, penyakit Lyme
B. burgdorferi
.
Leptospira
merupakan agen zoonotik yang menyebabkan sindrom meningitis akut yang dapat disertai dengan gagal ginjal dan hepatitis.
Treponema
termasuk sebagai agen penyebab sifilis
T. pallidum
. 7.
Rickettsia, Chlamydia, dan Mycoplasma
Dari ketiganya, hanya
Mycoplasma
yang dapat diisolasi pada media buatan yang lainnya memerlukan isolasi pada kultur sel atau
diagnosis melalui teknik molekular atau serologis Gillespie
and
Bamford, 2007.
2.3.
Staphylococcus
Staphylococcus
berasal dari perkataan
staphyle
yang berarti kelompok buah anggur dan kokus yang berarti benih bulat. Diameter kuman antara 0,8-1,0
mikron. Kuman ini sering ditemukan sebagai kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia. Beberapa jenis kuman ini dapat membuat
enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan Warsa, 2010. Genus
Staphylococcus
adalah bakteri Gram positif, berbentuk kokus atau sferis bulat, umumnya membentuk formasi ireguler seperti buah anggur. Mudah
tumbuh dalam berbagai media, memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan pigmen berwarna putih hingga kuning tua keemasan. Sebagian merupakan
bagian dari flora normal kulit dan mukosa yang jika dalam keadaan inang yang lemah imunitasnya dapat menimbulkan infeksi oportunistik berupa radang
supuratif, abses, dan septikemia yang fatal.
Universitas Sumatera Utara
20
Staphylococcus
yang patogen
mampu meng-hemolisis
darah, mengkoagulasi plasma, dan memproduksi berbagai enzim serta toksin. Genus
heat-stable staphylococcal enterotoxin
dapat menyebabkan keracunan makanan
food poisoning
. Genus ini cepat membentuk galur yang resisten terhadap berbagai antimikroba dan menjadi sulit diobati. Sedikitnya ada 35 spesies dalam
Genus
Staphylococcus
tetapi hanya 3 yang penting secara medis yaitu
Staphylococcus aureus
,
Staphylococcus epidermidis
, dan
Staphylococcus saprophyticus
Yuwono, 2012. Meskipun
Staphylococci
cenderung bergerombol, beberapa sel tunggal, berpasangan, dan rantai pendek juga dapat terlihat.
Staphylococci
memiliki tipe struktur dinding sel Gram positif. Seperti semua cocci yang penting secara medis,
bakteri ini tidak berflagel, tidak bergerak, dan tidak membentuk spora.
Staphylococci
tumbuh baik secara aerob tetapi termasuk fakultatif anaerob. Berbeda dengan
Streptococci
,
Staphylococci
memproduksi katalase. Lebih dari 12 spesies Staphylococci membentuk koloni pada manusia dan
S. aureus
lebih virulen Pottinger
et al
., 2014. Spesies
Staphylococcus
yang bersifat
coagulase-negative
merupakan flora normal manusia, hanya kadang-kadang menyebabkan infeksi oportunistik yang
umumnya berhubungan dengan penggunaan berbagai peralatan medis khususnya pada bayi, lansia dan pasien yang
immunocompromised
.
Staphylococcus
mudah tumbuh dalam berbagai media pada kondisi
aerobic
dan suhu 37
o
C. Bila kita ingin mendapatkan koloni yang berpigmen maka paling baik ditumbuhkan pada suhu
20-25
o
C. Koloni pada media padat berbentuk bulat, permukaannya menonjol, halus dan sedikit berkilauan.
Staphylococcus
mampu memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan asam laktat serta gas dan menghasilkan enzim proteolitik.
Staphylococcus
cukup tahan terhadap kondisi kering dan panas hingga suhu 50
o
C selama 30 menit dan tahan terhadap cairan hipertonik NaCl 9. Kepekaan terhadap antimikroba
bervariasi, resistensi kromosomal terjadi terhadap golongan
nafcillin methicillin
dan
oxacillin
yang disebut
Methicillin Resistant S. aureus
MRSA, sebagian
Universitas Sumatera Utara
21
galur resisten terhadap vankomisin yang disebut
Vancomycin Resistant S aureus
VRSA.
Staphylococcus
memiliki antigen pada dinding sel berupa polisakarida dan protein.
Peptidoglycan
yaitu suatu polimer polisakarida merupakan pembentuk dinding sel sehingga dinding sel kuat dan kaku. Materi ini dapat dirusak oleh zat
asam kuat atau oleh lisozim.
Staphylococcus
dapat menimbulkan penyakit karena kemampuannya bermultiplikasi dan menyebar ke berbagai jaringan, memproduksi substansi
ekstraseluler berupa enzim dan toksin. Toksin tersebut sebagian disandi oleh gen- gen di plasmid dan sebagian oleh gen-gen di kromosom. Katalase adalah enzim
yang mampu mengkonversi
hydrogen peroxide
menjadi air dan oksigen. Uji katalase digunakan untuk membedakan
Staphylococcus
katalase positif dengan
Streptococcus
katalase negatif. Manifestasi klinis infeksi
Staphylococcus
adalah radang supuratif atau abses. Infeksi diakibatkan oleh kontaminasi pada luka misalnya luka pascaoperatif
atau akibat trauma seperti osteomielitis yang terjadi setelah fraktur atau meningitis setelah trauma kepala Yuwono, 2012.
2.3.1.
Staphylococcus aureus
Nama spesies
aureus
diberikan oleh Rosenbach karena pada biakan murni koloni bakteri ini memiliki pigmen berwarna kuning keemasan.
Staphylococcus aureus
bersifat
coagulase-positive
dan merupakan patogen utama pada manusia.
S. aureus
umumnya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning keemasan. Sebagaian galur
S. aureus
memiliki kapsul yang dapat menghambat fagositosis oleh sel PMN. Mayoritas galur
S. aureus
memiliki koagulase dan
clumping factor
pada permukaan dinding selnya Yuwono, 2012.
S. aureus
merupakan contoh patogen yang sukses beradaptasi. Hal ini diperlihatkan dengan kemampuan mengkoloni dan mengambil atau mentransfer
materi genetik yang membawa berbagai faktor virulensi. Faktor virulensi
S. aureus
dikelompokkan menjadi dua yaitu
surface associated factor
yang bertanggung jawab terhadap pengenalan reseptor, perlekatan dan penghindaran
Universitas Sumatera Utara
22
dari sistem imun. Faktor kedua adalah
secreted factor
yang dapat berinteraksi dengan zat atau substansi milik inang
host
dan menyebabkan kerusakan jaringan. Sebagian mekanisme faktor virulen telah berhasil dijelaskan sedangkan
sebagian lagi masih tetap menjadi misteri, yang pasti bahwa keseluruhan faktor virulen tersebut bekerja dalam suatu sistem jaringan
network
yang demikian kompleks Yuwono, 2012.
Staphylococcus aureus
memproduksi koagulase yang mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan dapat membantu organisme ini untuk
membentuk barisan perlindungan. Bakteri ini juga memiliki reseptor terhadap permukaan sel pejamu dan protein matriks misalnya fibronektin, kolagen yang
membantu organisme ini untuk melekat. Bakteri ini memproduksi enzim litik ekstraseluler misalnya lipase, yang memecah jaringan pejamu dan membantu
invasi. Beberapa strain memproduksi eksotoksin poten, yang menyebabkan sindrom syok toksik. Enterotoksin juga dapat diproduksi, yang menyebabkan
diare Gillespie
and
Bamford, 2007.
2.3.2.
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
MRSA
MRSA atau
Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus
ialah bakteri
Staphylococcus aureus
yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. Sampai saat ini, MRSA secara umum merupakan suatu patogen
nosokomial yang menyebabkan infeksi dapatan-rumah sakit, tetapi galur MRSA saat ini secara luas diisolasi dari infeksi dapatan di komunitas juga, misalnya
berasal dari pelayanan kesehatan umum Nurkusuma, 2009. Meskipun berdasarkan namanya MRSA berarti
S. aureus
yang resisten terhadap metisilin tetapi bukti empiris menunjukkan bahwa bakteri ini tidak hanya
resisten terhadap metisilin melainkan juga resisten terhadap berbagai antimikroba atau bersifat multiresisten. Sebagai akibat dari infeksi MRSA yang multiresisten
ini maka pemilihan antimikroba untuk terapi menjadi semakin sulit. Obat pilihan untuk terapi infeksi MRSA adalah vankomisin. Namun sejak tahun 1996 timbul
kekhawatiran karena telah ditemukan penyebaran MRSA yang menurun kepekaannya terhadap vankomisin Yuwono, 2010.
Universitas Sumatera Utara
23
Methicillin resistant Staphylococcus aureus
MRSA atau
healthcare associated
MRSA HA-MRSA ditemukan pertama kali di Inggris oleh Jevons pada tahun 1961. Bakteri penyebab infeksi nosokomial ini bersifat multiresisten,
yaitu kebal terhadap semua jenis antimikrob golongan betalaktam dan terhadap lebih dari 2 macam antimikrob nonbetalaktam. Spektrum infeksi yang
ditimbulkan oleh MRSA bersifat sangat luas, yaitu mulai dari infeksi kulit yang ringan hingga infeksi berat seperti endokarditis dan sepsis. Pada tahun 1998 di
Amerika Serikat dilaporkan adanya galur baru yang diberi nama
community- associated
MRSA CA-MRSA yang bersifat nonmultiresisten, yaitu hanya kebal terhadap antimikrob betalaktam. Sebagian ahli menduga CA-MRSA merupakan
turunan HA-MRSA, sedangkan sebagian lain menduga bahwa CA-MRSA merupakan galur tersendiri yang terbentuk secara alami di luar lingkungan rumah
sakit Yuwono
et al
., 2011. Metisilin merupakan penisilin modifikasi yang diperkenalkan pada
tahun1960-an. Antibiotik ini digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus
yang resisten terhadap sebagian besar penisilin. Pada tahun 1961 strain
S. aureus
yang resisten terhadap metisilin ditemukan Sulistiyaningsih, 2010.
Resistensi kromosomal MRSA disebabkan paparan antimikroba atau antibiotik yang tidak tepat dosis dosis tinggi, sehingga bakteri akan
memproduksi protein pengikat penisilin atau
Penicillin Binding Proteins
PBP 2a yang mengganggu afinitas antibiotik terhadap PBP sebenarnya. Reaksi antibiotik
dengan PBP yang sebenarnya dapat menghambat sintesis peptidoglikan dan formasi dinding sel bakteri, sehingga bakteri lisis. Sebaliknya, reaksi antimikroba
dengan PBP 2a tidak menimbulkan efek tersebut Nurkusuma, 2009.
Universitas Sumatera Utara
24
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur
Hasil Ukur Seragam
Dokter Muda Pakaian
seragam yang digunakan oleh
dokter muda Nominal
Pemeriksaan Kontaminasi
Bakteri Suatu prosedur
untuk mengetahui
keberadaan bakteri
Teknik identifikasi
konvensional Media
kultur Nominal
Bakteri
S.aureus
yang mengkontaminasi
seragam dokter muda sebagai
penyebab infeksi nosokomial
SERAGAM DOKTER MUDA
PEMERIKSAAN KONTAMINASI BAKTERI
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
MRSA
Universitas Sumatera Utara
25
Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus
MRSA Bakteri
Staphylococcus aureus
yang resisten
terhadap berbagai
macam antibiotik
khususnya golongan
penisilin Uji skrining
MRSA Jangka
sorong Rasio
Diameter ≤ 21
mm: resisten
MRSA Diameter ≥
22 mm:
sensitif
Universitas Sumatera Utara
26
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain
cross sectional
untuk mengetahui bakteri
Staphylococcus aureus
yang mengkontaminasi seragam dokter muda yang bertugas di ICU Dewasa RSUP H.
Adam Malik Medan.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian