17
2.2.3. Klasifikasi Bakteri
Tujuan dari klasifikasi mikroorganisme adalah untuk menentukan potensi patogeniknya. Bakteri dapat diidentifikasi berdasarkan serangkaian sifat-sifat
imunologis fisik atau sifat-sifat molekular. 1.
Reaksi Gram: bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif memberi respons terhadap antibiotik yang berbeda. Bakteri lain misalnya
Mycobacteria
mungkin memerlukan teknik pewarnaan khusus. 2.
Bentuk sel kokus, basilus, atau spiral. 3.
Endospora: keberadaan, bentuk, dan posisinya di dalam sel bakteri terminal, subterminal, atau sentral.
4. Preferensi atmosfer: organisme aerob memerlukan oksigen; organisme anaerob
memerlukan atmosfer dengan sangat sedikit atau tanpa oksigen. Organisme yang dapat tumbuh pada kondisi dengan atau tanpa oksigen dikenal sebagai
anaerob fakultatif. Organisme mikroaerofil menyukai lingkungan bertekanan oksigen rendah organisme kapnofil menyukai lingkungan berkadar
karbondioksida tinggi. 5.
Kekhususan
fastidiousness
: kebutuhan akan media khusus atau pertumbuhan intraseluler khusus.
6. Enzim kunci: contohnya, tidak adanya fermentasi laktosa membantu
identifikasi
Salmonella
, urease membantu identifikasi
Helicobacter
. 7.
Reaksi serologis: interaksi antara antibodi dengan struktur permukaan misalnya subtipe dari
Salmonella
,
Haemophilus
,
Meningococcus
, dan banyak lagi.
8. Sekuens DNA: sekuens DNA ribosom 16S saat ini merupakan elemen kunci
dalam klasifikasi Gillespie
and
Bamford, 2007.
Universitas Sumatera Utara
18
2.2.4. Kelompok Bakteri yang Penting Secara Medis
1.
Coccus Gram-positif
Dibagi menjadi dua kelompok utama:
Staphylococcus
katalase- positif, contoh patogen utamanya yaitu
Staphylococcus aureus
dan
Streptococcus
katalase-negatif, contoh patogen utamanya yaitu
Streptococcus pyogenes
, yang merupakan agen penyebab nyeri tenggorok dan demam reumatik, dan
Streptococcus agalactiae
, penyebab meningitis neonatus dan pneumonia.
2.
Coccus Gram-negatif
Meliputi
Neisseria meningitidis
yang patogenik, merupakan penyebab penting meningitis dan septikemia, dan
Neisseria gonorrhoeae
, merupakan agen penyebab uretritis gonore.
3.
Coccobasillus Gram-negatif
Meliputi patogen saluran napas
Haemophilus
dan
Bordetella
dan agen zoonotik, seperti
Brucella
dan
Pasteurella
. 4.
Basillus Gram-positif
Dibagi menjadi basilus yang membentuk spora dan basilus yang tidak membentuk spora. Kelompok yang membentuk spora dibagi lagi
menjadi organisme aerob
Bacillus
dan organisme anaerob
Clostridium
. Patogen-patogennya meliputi
Bacillus anthracis
yang menyebabkan antraks, dan Clostridia yang menyebabkan
gas gangrene
, tetanus, kolitis pseudomembranosa, dan botulismus. Patogen yang tidak membentuk spora
meliputi
Listeria
dan
Corynebacteria
. 5.
Basillus Gram-negatif
Meliputi keluarga bakteri fakultatif
Enterobacteriaceae
, yang merupakan bagian dari flora normal pada manusia dan hewan dan dapat
ditemukan di lingkungan. Termasuk dalam kelompok ini yaitu banyak genus patogenik:
Salmonella
,
Shigella
,
Escherichia
,
Proteus
, dan
Yersinia
.
Pseudomonas
, suatu jenis saprofit lingkungan yang secara alami resisten terhadap antibiotik, telah menjadi patogen penting di rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
19
Legionella
adalah spesies lain yang ada di lingkungan yang hidup di air, tetapi menyebabkan infeksi pada manusia jika kondisinya memungkinkan.
6. Bakteri spiral
Termasuk
Helicobacter
, suatu
patogen kecil
saluran gastrointestinal yang berkoloni di lambung, menyebabkan ulkus lambung
dan ulkus duodenum serta kanker lambung, dan
Campylobacter
spp. Yang menyebabkan diare akut.
Borrelia
meningkatkan terjadinya demam relaps
B. duttoni
dan
B. recurrentis
dan suatu penyakit kulit kronik pada sendi kulit dan sistem saraf pusat, penyakit Lyme
B. burgdorferi
.
Leptospira
merupakan agen zoonotik yang menyebabkan sindrom meningitis akut yang dapat disertai dengan gagal ginjal dan hepatitis.
Treponema
termasuk sebagai agen penyebab sifilis
T. pallidum
. 7.
Rickettsia, Chlamydia, dan Mycoplasma
Dari ketiganya, hanya
Mycoplasma
yang dapat diisolasi pada media buatan yang lainnya memerlukan isolasi pada kultur sel atau
diagnosis melalui teknik molekular atau serologis Gillespie
and
Bamford, 2007.
2.3.
Staphylococcus
Staphylococcus
berasal dari perkataan
staphyle
yang berarti kelompok buah anggur dan kokus yang berarti benih bulat. Diameter kuman antara 0,8-1,0
mikron. Kuman ini sering ditemukan sebagai kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia. Beberapa jenis kuman ini dapat membuat
enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan Warsa, 2010. Genus
Staphylococcus
adalah bakteri Gram positif, berbentuk kokus atau sferis bulat, umumnya membentuk formasi ireguler seperti buah anggur. Mudah
tumbuh dalam berbagai media, memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan pigmen berwarna putih hingga kuning tua keemasan. Sebagian merupakan
bagian dari flora normal kulit dan mukosa yang jika dalam keadaan inang yang lemah imunitasnya dapat menimbulkan infeksi oportunistik berupa radang
supuratif, abses, dan septikemia yang fatal.
Universitas Sumatera Utara
20
Staphylococcus
yang patogen
mampu meng-hemolisis
darah, mengkoagulasi plasma, dan memproduksi berbagai enzim serta toksin. Genus
heat-stable staphylococcal enterotoxin
dapat menyebabkan keracunan makanan
food poisoning
. Genus ini cepat membentuk galur yang resisten terhadap berbagai antimikroba dan menjadi sulit diobati. Sedikitnya ada 35 spesies dalam
Genus
Staphylococcus
tetapi hanya 3 yang penting secara medis yaitu
Staphylococcus aureus
,
Staphylococcus epidermidis
, dan
Staphylococcus saprophyticus
Yuwono, 2012. Meskipun
Staphylococci
cenderung bergerombol, beberapa sel tunggal, berpasangan, dan rantai pendek juga dapat terlihat.
Staphylococci
memiliki tipe struktur dinding sel Gram positif. Seperti semua cocci yang penting secara medis,
bakteri ini tidak berflagel, tidak bergerak, dan tidak membentuk spora.
Staphylococci
tumbuh baik secara aerob tetapi termasuk fakultatif anaerob. Berbeda dengan
Streptococci
,
Staphylococci
memproduksi katalase. Lebih dari 12 spesies Staphylococci membentuk koloni pada manusia dan
S. aureus
lebih virulen Pottinger
et al
., 2014. Spesies
Staphylococcus
yang bersifat
coagulase-negative
merupakan flora normal manusia, hanya kadang-kadang menyebabkan infeksi oportunistik yang
umumnya berhubungan dengan penggunaan berbagai peralatan medis khususnya pada bayi, lansia dan pasien yang
immunocompromised
.
Staphylococcus
mudah tumbuh dalam berbagai media pada kondisi
aerobic
dan suhu 37
o
C. Bila kita ingin mendapatkan koloni yang berpigmen maka paling baik ditumbuhkan pada suhu
20-25
o
C. Koloni pada media padat berbentuk bulat, permukaannya menonjol, halus dan sedikit berkilauan.
Staphylococcus
mampu memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan asam laktat serta gas dan menghasilkan enzim proteolitik.
Staphylococcus
cukup tahan terhadap kondisi kering dan panas hingga suhu 50
o
C selama 30 menit dan tahan terhadap cairan hipertonik NaCl 9. Kepekaan terhadap antimikroba
bervariasi, resistensi kromosomal terjadi terhadap golongan
nafcillin methicillin
dan
oxacillin
yang disebut
Methicillin Resistant S. aureus
MRSA, sebagian
Universitas Sumatera Utara
21
galur resisten terhadap vankomisin yang disebut
Vancomycin Resistant S aureus
VRSA.
Staphylococcus
memiliki antigen pada dinding sel berupa polisakarida dan protein.
Peptidoglycan
yaitu suatu polimer polisakarida merupakan pembentuk dinding sel sehingga dinding sel kuat dan kaku. Materi ini dapat dirusak oleh zat
asam kuat atau oleh lisozim.
Staphylococcus
dapat menimbulkan penyakit karena kemampuannya bermultiplikasi dan menyebar ke berbagai jaringan, memproduksi substansi
ekstraseluler berupa enzim dan toksin. Toksin tersebut sebagian disandi oleh gen- gen di plasmid dan sebagian oleh gen-gen di kromosom. Katalase adalah enzim
yang mampu mengkonversi
hydrogen peroxide
menjadi air dan oksigen. Uji katalase digunakan untuk membedakan
Staphylococcus
katalase positif dengan
Streptococcus
katalase negatif. Manifestasi klinis infeksi
Staphylococcus
adalah radang supuratif atau abses. Infeksi diakibatkan oleh kontaminasi pada luka misalnya luka pascaoperatif
atau akibat trauma seperti osteomielitis yang terjadi setelah fraktur atau meningitis setelah trauma kepala Yuwono, 2012.
2.3.1.
Staphylococcus aureus
Nama spesies
aureus
diberikan oleh Rosenbach karena pada biakan murni koloni bakteri ini memiliki pigmen berwarna kuning keemasan.
Staphylococcus aureus
bersifat
coagulase-positive
dan merupakan patogen utama pada manusia.
S. aureus
umumnya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning keemasan. Sebagaian galur
S. aureus
memiliki kapsul yang dapat menghambat fagositosis oleh sel PMN. Mayoritas galur
S. aureus
memiliki koagulase dan
clumping factor
pada permukaan dinding selnya Yuwono, 2012.
S. aureus
merupakan contoh patogen yang sukses beradaptasi. Hal ini diperlihatkan dengan kemampuan mengkoloni dan mengambil atau mentransfer
materi genetik yang membawa berbagai faktor virulensi. Faktor virulensi
S. aureus
dikelompokkan menjadi dua yaitu
surface associated factor
yang bertanggung jawab terhadap pengenalan reseptor, perlekatan dan penghindaran
Universitas Sumatera Utara
22
dari sistem imun. Faktor kedua adalah
secreted factor
yang dapat berinteraksi dengan zat atau substansi milik inang
host
dan menyebabkan kerusakan jaringan. Sebagian mekanisme faktor virulen telah berhasil dijelaskan sedangkan
sebagian lagi masih tetap menjadi misteri, yang pasti bahwa keseluruhan faktor virulen tersebut bekerja dalam suatu sistem jaringan
network
yang demikian kompleks Yuwono, 2012.
Staphylococcus aureus
memproduksi koagulase yang mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan dapat membantu organisme ini untuk
membentuk barisan perlindungan. Bakteri ini juga memiliki reseptor terhadap permukaan sel pejamu dan protein matriks misalnya fibronektin, kolagen yang
membantu organisme ini untuk melekat. Bakteri ini memproduksi enzim litik ekstraseluler misalnya lipase, yang memecah jaringan pejamu dan membantu
invasi. Beberapa strain memproduksi eksotoksin poten, yang menyebabkan sindrom syok toksik. Enterotoksin juga dapat diproduksi, yang menyebabkan
diare Gillespie
and
Bamford, 2007.
2.3.2.
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
MRSA
MRSA atau
Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus
ialah bakteri
Staphylococcus aureus
yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. Sampai saat ini, MRSA secara umum merupakan suatu patogen
nosokomial yang menyebabkan infeksi dapatan-rumah sakit, tetapi galur MRSA saat ini secara luas diisolasi dari infeksi dapatan di komunitas juga, misalnya
berasal dari pelayanan kesehatan umum Nurkusuma, 2009. Meskipun berdasarkan namanya MRSA berarti
S. aureus
yang resisten terhadap metisilin tetapi bukti empiris menunjukkan bahwa bakteri ini tidak hanya
resisten terhadap metisilin melainkan juga resisten terhadap berbagai antimikroba atau bersifat multiresisten. Sebagai akibat dari infeksi MRSA yang multiresisten
ini maka pemilihan antimikroba untuk terapi menjadi semakin sulit. Obat pilihan untuk terapi infeksi MRSA adalah vankomisin. Namun sejak tahun 1996 timbul
kekhawatiran karena telah ditemukan penyebaran MRSA yang menurun kepekaannya terhadap vankomisin Yuwono, 2010.
Universitas Sumatera Utara
23
Methicillin resistant Staphylococcus aureus
MRSA atau
healthcare associated
MRSA HA-MRSA ditemukan pertama kali di Inggris oleh Jevons pada tahun 1961. Bakteri penyebab infeksi nosokomial ini bersifat multiresisten,
yaitu kebal terhadap semua jenis antimikrob golongan betalaktam dan terhadap lebih dari 2 macam antimikrob nonbetalaktam. Spektrum infeksi yang
ditimbulkan oleh MRSA bersifat sangat luas, yaitu mulai dari infeksi kulit yang ringan hingga infeksi berat seperti endokarditis dan sepsis. Pada tahun 1998 di
Amerika Serikat dilaporkan adanya galur baru yang diberi nama
community- associated
MRSA CA-MRSA yang bersifat nonmultiresisten, yaitu hanya kebal terhadap antimikrob betalaktam. Sebagian ahli menduga CA-MRSA merupakan
turunan HA-MRSA, sedangkan sebagian lain menduga bahwa CA-MRSA merupakan galur tersendiri yang terbentuk secara alami di luar lingkungan rumah
sakit Yuwono
et al
., 2011. Metisilin merupakan penisilin modifikasi yang diperkenalkan pada
tahun1960-an. Antibiotik ini digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus
yang resisten terhadap sebagian besar penisilin. Pada tahun 1961 strain
S. aureus
yang resisten terhadap metisilin ditemukan Sulistiyaningsih, 2010.
Resistensi kromosomal MRSA disebabkan paparan antimikroba atau antibiotik yang tidak tepat dosis dosis tinggi, sehingga bakteri akan
memproduksi protein pengikat penisilin atau
Penicillin Binding Proteins
PBP 2a yang mengganggu afinitas antibiotik terhadap PBP sebenarnya. Reaksi antibiotik
dengan PBP yang sebenarnya dapat menghambat sintesis peptidoglikan dan formasi dinding sel bakteri, sehingga bakteri lisis. Sebaliknya, reaksi antimikroba
dengan PBP 2a tidak menimbulkan efek tersebut Nurkusuma, 2009.
Universitas Sumatera Utara
24
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep