IV. DORMANSI DAN PEMATAHAN DORMANSI
Dormansi benih menunjukkan suatu keadaan di mana benih-benih sehat viable gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang merata normal baik
untuk perkecambahan, seperti kelembaban yang cukup, dan cahaya yang sesuai. Dormansi merupakan strategi untuk mencegah perkecambahan di bawah kondisi
di mana kemungkinan hidup kecambah atau anakan rendah.
4.1. Tipe dormansi 1.
Embrio yang belum berkembang
Benih dengan pertumbuhan embrio yang belum berkembang pada saat penyebaran tidak akan dapat berkecambah pada kondisi perkecambahan normal
dan karenanya tergolong kategori dorman yang disebut dengan dormansi morfologis. Ini perlu dibedakan dari embrio yang belum masak karena
pengunduhan yang terlalu awal walaupun perbedaannya tidak selalu jelas dan metode perlakuan awalnya serupa, contoh pada benih Arecaceae palm Ginko
biloba .
Agar terjadi perkecambahan, embrio harus tumbuh maksimal, ini dimungkinkan oleh perlakuan lembab dan panas yang disebut after ripening.
Dormansi yang disebabkan oleh embrio yang belum masak seringkali bercampur dengan tipe dormansi lainnya, misalnya dormansi suhu pada Fraxinus spp.
2. Dormansi mekanis.
Dormansi ini menunjukkan kondisi di mana pertumbuhan embrio secara fisik dihalangi karena struktur penutup yang keras. Imbibisi dapat terjadi namun
radikula tidak dapat membelah atau menembus penutupnya buah atau bagian buah. Hampir semua benih dormansi mekanis mengalami keterbatasan dalam
penyerapan air. Dormansi mekanis umumnya dijumpai pada beberapa genera tropis dan
subtropis seperti: Pterocarpus P. indicus, P. Angolensis, dll, Terminalia T. brownie, T. tomentosa, T. superba
dan Melia Melia volkensis, Eucalyptus delegatensis
dan E. pauciflora.
Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006 USU Repository © 2006
Pelunakan pericarp atau kulit biji terjadi selama perlakuan awal yang lembab dan benih diberi perlakuan awal dengan stratifikasi lembab untuk
mengatasi musalnya dormansi suhu, umumnya dapat mengatasi dormansi mekanis. Lama stratifikasi tergantung suhu, jenis dan tingkat dormansi, namun
umumnya berkisar antara tiga hingga lima minggu. Perlakuan awal larutan asam umumnya dilakukan pada benih yang memiliki dormansi ganda dormansi fisik
dan mekanis misalnya pada Pterocarpus angolensis, di mana kecepatan perkecambahan meningkat secara nyata dibanding dengan control dengan
perlakuan perendaman selama 12 menit dalam larutan asam sulfat. Karena perlindungan terhadap benih seluruhnya dilakukan oleh penutup
buah yang keras, pericarp yang keras selalu berkaitan dengan benih yang mudah rusak.
3. Dormansi fisik
Dormansi fisik disebabkan oleh kulit buah yang keras dan impermeable atau kulit penutup buah yang menghalangi imbibisi dan pertukaran gas. Fenomena ini
sering disebut sebagai benih keras, meskipun istilah ini biasanya digunakan untuk benih Leguminosae yang kedap air.Selain itu dormansi ini juga ditemui pada
beberapa anggota famili Myrtaceae Eucalyptus dan Malaleuca, Cupressaceae Juniperus procera dan Pinaceae Pinus spp. Dormansi ini disebabkan pericarp
atau bagian pericarpnya. Dormansi ini paling umum ditemukan di daerah tropis khususnya daerah arid.
Semua metode menggunakan prinsip yang sama yakni melubangi kulit biji hingga air dapat masuk dan penyerapan dapat berlangsung, kecuali jika dormansi
fisik dan mekanis terjadi bersamaan, penembusan pada suatu titik sudah cukup memadai untuk peresapan air. Perlakuan awal secara manual terhadap individu
benih misalnya pengikisan atau pembakaran sangat efesien untuk mengatasi dormansi tanpa merusak benih. Perlakuan awal terhadap benih individu yang
berbeda tingkat dormansinya pada suatu lot benih juga dapat menyebabkan
kerusakan pada benih dengan kulit tipis yang disebut over treatment. Bila
dormansi berhubungan dengan genotip, perlakuan dapat menyebabkan akibat-
Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006 USU Repository © 2006
akibat genetik. Beberapa perlakuan untuk mematahkan dormansi ini dapat dilakukan dengan:
a. Skarifikasi mekanis, yakni melalui penusukan, penggoresan, pemecahan,
pengikiran atau pembakaran dengan bantuan pisau, jarum, kikir, pembakar, kertas gosok atau lainnya, yang merupakan cara paling efektif untuk
mengatasi dormansi fisik. Permasalahan utama dalam skarifikasi manual adalah perlu tenaga yang banyak, namun dengan alat pembakar, seseorang
dapat menyelesaikan lebih dari 100 benihmenit. b.
Air panas, mematahkan dormansi fisik pada Leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereid, atau merusak tutup
strophiolar . Metode ini paling efektif bila benih direndam dalam air panas.
Pencelupan juga baik untuk mencegah kerusakan embrio. Perubahan suhu yang cepat menyebabkan perbedaan tegangan, bukan karena suhu tinggi, bila
perendaman terlalu lama panas dapat diteruskan ke dalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Cara umum dilakukan adalah dengan
menuangkan benih dalam air mendidih dan membiarkannya untuk mendingin dan menyerap air selama 12-24 jam. Suhu air menurun dengan cepat sehingga
tidak merusak embrio, contoh pada Cassia siamea. Kepekaan terhadap suhu bervariasi di antara maupun di dalam jenis, demikian pula pada beberapa jenis
Acacia yang lebih baik diberi perlakuan di bawah titik didih, sedangkan benih
kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal, toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih. Namun jenis berkulit sangat keras seperti Acacia
dari Afrika terbukti tidak terpengaruh perlakuan air mendidih. c.
Pemanasan atau pembakaran. Suhu panas kering berpengaruh sama dengan air mendidih terhadap kulit biji buah kering: ketegangan dalam sel bagian luar
menyebabkan keretakan sehingga gas dan air dapat menembus. Efektifitas suhu panas kering dan pembakaran ditingkatkan dengan perubahan suhu yang
cepat, misalnya setelah beih diberi perlakuan panas segera dipindahkan ke air dingin, hal ini juga akan mengurangi resiko kerusakan embrio karena panas.
Pada Acacia mangium, pengeringan oven pada suhu 100
o
C selama 10 menit diikuti perendaman dalam air dingin sangat efektif.. Panas kering oleh
Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006 USU Repository © 2006
pembakaran rumput dapat diterapkan pada beberapa jenis, contoh pada Aleurites moluccana, Enterolobium cyclocarpum,
dll. d.
Perlakuan dengan asam. Larutan asam seperti H
2
SO
4
menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan baik pada legum maupun non legum.
Namun tidak sesuai untuk benih yang mudah menjadi permeable karena asam akan masuk dan merusak embrio. Metode ini paling efektif digunakan untuk
benih berkulit keras seperti Acacia nilotica, A. bidwillii, dll. Perlakuan ini umum digunakan pada jenis Acacia dari Afrika dan legum lainnya.
e. Bahan kimia lain. Sejumlah bahan kimia alternative telah dicoba, namun
belum memberikan hasil yang memuaskan. Dari 66 perlakuan Selain H
2
SO
4
hanya ethanol yang memberikan hasil cukup memuaskan. Hidrogen peroksida H
2
O
2
juga diketahui dapat meningkatkan perkecambahan, namun mekanismenya tidak dipahami sepenuhnya.
f. Metode biologi. Metode seperti pencernaan binatang besar, pengaruh serangga
atau mikroba jarang digunakan, namun sering dapat meningkatkan permeabilitas benih. Benih Acacia yang diambil dari kotoran kambing sering
berdormansi lebih rendah daripada benih yang tidak dicerna, walau pengaruhnya tergantung jenisnya, walaupun banyak benih yang telah
melewati system pencernaan jumlah yang sama juga rusak karena dimakan.
4. Zat-zat penghambat