PENANGANAN BENIH DAN PEMROSESAN 8 PERKECAMBAHAN DAN KONDISI LINGKUNGAN 32 PUSTAKA 36 PENDAHULUAN

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR iv

I. PENDAHULUAN

1 II. BENIH HUTAN DAN PRODUKSI BIJI 3 2.1. Umur reproduktif 4 2.2. Pengaruh faktor luar terhadap produksi benih 5 2.2.1. Kegagalan penyerbukan dan pembuahan 6 2.2.2. Kerusakan pada produksi awal 7

III. PENANGANAN BENIH DAN PEMROSESAN 8

3.1. Penanganan benih 8 3.1.1. Mempertahankan viabilitas 9 3.1.2. Pengeringan 11 3.1.3. Penyimpanan lapangan sementara 13 3.1.4. Penyimpanan sementara di tempat pemrosesan benih 13 3.2. Pemrosesan 13 3.2.1. Kadar air benih dan prinsip pengeringan benih 13 3.2.2. Pemrosesan benih 17 3.2.3. Mengatur kadar air untuk penyimpanan 18 a. Benih ortodoks 18 b. Benih rekalsitran dan menengah 19 3.2.4. Potensi kerusakan benih selama pemrosesan 20 3.2.5. Klasifikasi potensi penyimpanan benih 20

IV. DORMANSI DAN PEMATAHAN DORMANSI

23 4.1. Tipe dormansi 23 4.2. Priming 31

V. PERKECAMBAHAN DAN KONDISI LINGKUNGAN 32

5.1. Metabolisme perkecambahan biji 32 5.2. Penyerapan, mobilitas cadangan makanan dan pemunculan bakal akar 33 5.3. Kondisi lingkungan selama pertumbuhan 34

VI. PUSTAKA 36

ii Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006 USU Repository © 2006 DAFTAR TABEL No. Teks Halaman 1. Ringkasan penanganan benih di lapangan 12 2. Ringkasan metode ekstraksi untuk bermacam-macam tipe buah 18 3. Klasifikasi fisiologis dalam hubungan dengan suhu dan kadar air 21 4. Beberapa sifat benih ortodoks dan rekalsitran 21 iii Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006 USU Repository © 2006 DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1. Seed bank di padang rumput Wales. Grafik menunjukkan jumlah biji yang viable dari berbagai spesies pada berbagai kedalaman tanah 2 2. Hubungan antara suhu dan kelembaban udara 14 3. Keseimbangan kadar air pada berbagai tipe benih 16 4. A memperlihatkan prinsip konversi phytochrome P r menjadi P fr dan P fr menjadi P r di bawah 3 jenis cahaya; B menunjukkan konversi phytochrome pada berbagai kedalaman tanah 28 Iv Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006 USU Repository © 2006

I. PENDAHULUAN

Biji menurut dapat diartikan sebagai suatu ovule atau bakal tanaman yang masak yang mengandung suatu tanaman mini atau embrio yang terbentuk dari bersatunya sel-sel generatif yaitu gamet jantan dan gamet betina di dalam kandung embrio, serta cadangan makanan yang mengelilingi embrio. Sedangkan benih adalah merupakan biji tumbuhan yang digunakan oleh manusia untuk tujuan penanaman atau budidaya. Embrio yang terdapat dalam biji terbentuk dari enam fase yaitu: a. Pembentukan benang sari dan putik di dalam kuncup bunga b. Mekarnya bunga yang merupakan tanda bahwa organ ini telah siap c. Persarian yakni perpindahan serbuk sari dari benang sari ke kepala putik, perkecambahan serbuk sari dan pembentukan tabung sari d. Pembuahan sel telur dan inti kutub oleh inti sperma ari tabung sari e. Pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi dan proses pembagian diri menjadi embrio dan kulit pelindung f. Pemasakan biji bersamaan dengan pengumpulan cadangan makanan. Biji terdiri dari tiga bagian dasar yaitu: a. Embrio, yaitu tanaman baru yang terbentuk dari bersatunya gamet jantan dan betina pada suatu proses pembuahan. Embrio yang sempurna akan terdiri dari: epikotil bakal pucuk, hipokotil bakal akar, dan kotiledon bakal daun. b. Jaringan penyimpan cadangan makanan. Cadangan makanan yang tersimpan dalam biji umumnya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan mineral dengan komposisi yang berbeda tergantung jenis biji, misalnya biji bunga matahari akan kaya akan lemak, biji legume kaya akan protein, biji padi kaya akan karbohidrat, dll. c. Pelindung biji, dapat terdiri dari kulit biji, sisa nucleus dan endosperm dan kadang-kadang bagian dari buah. Namun umumnya kulit biji terbentuk dari integument ovule yang mengalami modifikasi selama proses pembentukan biji. Secara umum terbentuknya vegetasi dapat melalui 2 cara yaitu melalui biji atau pembiakan secara vegetatif. Beberapa spesies dapat berkembang melalui Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006 USU Repository © 2006 tunas-tunas yang tumbuh dari bulbus, dan tunas dari rhizome dan umbi seperti kebanyakan dari family Liliaceae, Amaryllidaceae dan Oxalidaceae. Berbeda dengan seed bank, bud bank biasanya telah ada secara genotip. Seed bank atau seed reservoir adalah agregasi dari biji yang belum tumbuh dan memiliki kemampuan potensial untuk menggantikan tanaman-tanaman dewasa baik itu tanaman semusim atau tanaman tahunan yang dapat mati oleh penyakit, atau gangguan lainnya. Walaupun biji-biji species tumbuhan hutan memiliki ciri yang cepat tumbuh rekalsitran, namun biji-biji yang mengalami dormansi di dalam tanah tetap memiliki peran penting dalam regenerasi beberapa species, khususnya bagi spesies pioneer Allessio, et.al., 1989. Gambar 1. Seed bank di padang rumput Wales. Grafik menunjukkan jumlah biji yang viable dari berbagai spesies pada berbagai kedalaman tanah. Input seed bank biasanya ditentukan oleh seed rain. Dalam komunitasnya biji yang berasal dari daerah di sekitarnya akan mendominasi, namun dapat pula berasal dari wilayah luar. Dari buah yang jatuh, akibat kebakaran, angin, air dan oleh perantaraan hewan. Tiga agen terakhir ini sangat penting dalam penyebaran biji ke luar wilayah. Seed rain bervariasi dan merupakan fungsi dari jarak dari tumbuhan, angina dan faktor lain yang mempengaruhi penyebaran biji. Seed rain berkontribusi terhadap seed bank yaitu populasi biji yang hidup tapi belum tumbuh yang tersimpan dalam tanah Kimmins, 1987. Budi Utomo : Ekologi Benih, 2006 USU Repository © 2006

II. BENIH HUTAN DAN PRODUKSI BIJI