Perancangan Dan Pengujian Alat Pengering Kakao Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 7,5 kg Per-Siklus
(2)
(3)
(4)
PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KAKAO DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK
KAPASITAS 7,5 kg PER-SIKLUS
PUTRA MORA TUA NIM. 050401101
Telah Diketahui Oleh: Pembimbing/Penguji
Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA NIP. 1951 0906 1978 031002
Penguji I Penguji II
Ir. Isril Amir Ir. Zamanhuri MT
NIP. 1945 10271974121001 NIP. 194511051971061001
Diketahui Oleh:
Ketua Depertemen Teknik Mesin
Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri NIP.196412241992111001
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
Tugas ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan mencapai gelar sarjana di Fakultas Teknik, Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul Skripsi ini yaitu “Perancangan Dan Pengujian Alat Pengering Kakao Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 7,5 kg Per-Siklus".
Dalam menyelesaikan Skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu DEA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
2. Bapak DR. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
3. Bapak Tulus Burhanuddin ST. MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
4. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
5. Orang tua penulis, B. Sitanggang dan T. Pakpahan, yang selalu memberikan penulis nasehat-nasehat serta do’a selama studi di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan Skripsi ini. Sebelum dan sesudahnya penulis ucapkan banyak terima kasih.
Medan, Januari 2010 Penulis,
(10)
ABSTRAK
Para petani di Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraria, umumnya masih menangani pra dan pasca panen hasil pertaniannya dengan cara yang sangat tradisional. Ciri utama dari cara tradisional adalah perlakuannya yang masih sangat tergantung kepada alam. Pengeringan suatu produk pertanian adalah suatu bentuk penanganan pasca panen yang cukup banyak mendapat perhatian para peneliti. Hal ini dikarenakan dua hal, pertama dengan proses pengeringan yang baik, akan diperoleh hasil pertanian yang dapat disimpan relatif lebih lama, sehingga meningkatkan nilai ekonominya. Dan kedua, proses pengeringan termasuk salah satu proses yang cukup banyak menggunakan energi. Proses pengeringan yang masih umum dilakukan petani di Indonesia adalah pengeringan dengan mengandalkan matahari sebagai sumber energi utamanya. Sementara, perubahan cuaca yang bisa terjadi sangat tiba-tiba akan mengganggu proses yang diinginkan. Tentu saja hal ini tidak mendukung tuntutan kualitas hasil pertanian yang sudah semakin tinggi atau sudah menetapkan standar yang harus dipenuhi secara nasional. Berdasarkan fakta inilah, maka sangat diperlukan suatu alat untuk proses pengeringan yang menggunakan tenaga alternatif selain matahari.
Pada tugas akhir ini saya mengusulkan suatu rancangan alat pengering pertanian dengan menggunakan minyak tanah dan kayu bakar sebagai pengganti energi matahari. Alat yang dirancang adalah Tipe Cabinet Dryer yang dapat digunakan secara siklus dan tidak tergantung kepada kondisi cuaca sebagai syarat utama. Sebagai produk yang dikeringkan saya memilih kakao, salah satu produk yang banyak dijumpai di masyarakat dan juga merupakan salah satu sumber kalori yang tinggi sehingga banyak dikonsumsi. Setelah dipanen, umumnya kadar air yang dikandung kakao adalah sekitar 51-60 % berat. Jika kondisi dibiarkan beberapa lama setelah dipanen, akan menyebabkan kakao tersebut cepat membusuk akibat pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Standar Nasional Indonesia, jika kadar air dari kakao tersebut diturunkan menjadi 6 % berat, maka proses perkembangan mikroorganisme akan melambat dan pembusukan akan tertunda atau bahkan terhenti untuk beberapa lama.
Alat pengering ini dirancang dengan menggunakan kakao sebagai produk yang dikeringkan dengan kapasitas yang direncanakan sebesar 7,5 kg per siklus. Setelah
(11)
dirancang alat ini diuji dengan menggunakan produk dan kapasitas yang sama dengan rancangan. Biji kakao yang baru dipanen dimasukkan kedalam mesin pengering, kemudian sumber energi untuk pengeringan yang diuji adalah kayu bakar dan minyak tanah. Alasan utama pemilihan sumber energi ini adalah ketersediannya yang cukup di daerah pedesaan dimana para petani tinggal. Medium pengering yang digunakan pada pengujian ini adalah uap air sebagai pengganti udara. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengangkutan energi dari sumber pemanas dibanding jika harus menggunakan udara biasa. Parameter yang diuji adalah distribusi suhu pada produk yang dikeringkan, waktu pengeringan, kebutuhan air sebagai medium pengering, kadar air produk, kebutuhan energi, dan analisa biaya. Dari uji performance yang dilakukan kesimpulan utama penelitian ini adalah, pertama pengeringan kakao dapat dilakukan pada Cabinet Dryer yang tidak tergantung pada tenaga matahari dengan hasil yang memenuhi standar yang diinginkan, dan kedua pengeringan dengan menggunakan kayu bakar lebih baik dari pada dengan menggunakan minyak tanah.
(12)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBARAN PENGESAHAN DARI PEMBIMBING ... .ii
LEMBARAN PERSETUJUAN DARI PEMBANDINGAN ... ... iii
LEMBARAN PERSETUJUAN DARI PENGUJI ... ... iv
SPESIFIKASI TUGAS ... ... v
LEMBARAN EVALUASI SEMINAR TUGAS AKHIR ... .... vii
KATA PENGANTAR ... ... ix
ABSTRAK ... ... x
DAFTAR ISI ... .... xii
DAFTAR TABEL ... ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... .... xv
DAFTAR NOTASI ... .. xvii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Masalah ... 2
1.3. Manfaat Perancangan ... 2
1.4. Batasan Masalah ... 2
1.5. Sistematika Penulisan ... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Kakao ... 4
2.2. Proses Pengeringan... 6
2.2.1. Pengeringan dengan Udara Panas ... 6
2.2.2. Pengeringan dengan Uap Air ... 7
2.3. Cabinet Dryer ... 9
2.4. Standar Mutu Kakao ... 10
2.5. Analisa Kadar Air ... 10
2.6. Analisa Kebutuhan Energi Selama Proses Pengeringan... 11
2.7. Analisa Kebutuhan Bahan Bakar yang Digunakan ... 13
2.8. Analisis Titik Impas (Break Even Point) ... 13
BAB 3. PERANCANGAN ALAT PENGERING 3.1. Perancangan tray ... 14
3.2. Perancangan ruang pemanas (heating room) ... 17
3.3. Perancangan alat pemanas (heater) ... 18
3.4. Perancangan ruang bakar ... 19
3.5. Penentuan ukuran utama alat pengering ... 20
3.6. Prinsip Kerja Alat Pengering ... 21
3.7. Analisa Performance Alat Pengering yang Dirancang ... 23
3.8. Material yang Digunakan dalam Perancangan Alat Pengering ... 29
(13)
3.9. Pelaksanaan Perancangan Alat Pengering ... 30
BAB 4. PENGUJIAN ALAT PENGERING 4.1. Tempat dan Waktu ... 31
4.2. Peralatan yang Digunakan ... 31
4.3. Bahan ... 37
4.4. Prosedur Pengujian ... 38
4.5. Variabel yang Diamati ... 40
4.6. Pelaksanaan Penelitian ... 41
BAB 5. DATA DAN ANALISA 5.1. Data Hasil Pengujian ... 42
5.1.1. Data hasil pengujian dengan bahan bakar kerosin... 42
5.1.2. Data hasil pengujian dengan bahan bakar kayu bakar ... 44
5.2. Analisa Data Hasil Pengujian ... 46
5.2.1. Distribusi suhu pada masing-masing tray ... 46
5.2.2. Kebutuhan air selama proses pengeringan ... 48
5.2.3. Analisa kadar air kakao tiap tray setelah dikeringkan ... 48
5.2.4. Analisa total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan kakao per siklus ... 54
5.2.5. Analisa kebutuhan bahan bakar yang digunakan selama proses pengeringan kakao ... 62
5.3. Analisa Biaya Penggunaan Alat Pengering Per Siklus... 63
5.3.1. Analisa biaya penggunaan alat pengering dengan bahan bakar kerosin ... 63
5.3.2. Analisa biaya penggunaan alat pengering dengan bahan bakar kayu bakar ... 65
5.3.3. Perbandingan analisa biaya berdasarkan bahan bakar yang digunakan ... 69
5.4. Total Perbandingan Bahan Bakar Kerosin dengan Kayu Bakar ... 70
5.4.1. Analisa Perbandingan Bahan Bakar Kerosin dengan Kayu Bakar untuk Massa yang Sama ... 70
5.4.2. Total Perbandingan Bahan Bakar Kerosin dengan Kayu Bakar dari Hasil Pengujian pada saat ini ... 73
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 76
6.2. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Mutu biji buah kakao ... 4
Tabel 2.2. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 2000) ... 10
Tabel 3.1. Material yang diperlukan untuk membuat alat pengering ... 29
Tabel 5.1. Distribusi suhu tiap tray... .... 42
Tabel 5.2. Berat kakao tiap tray selama pengeringan berlangsung ... 43
Tabel 5.3. Suhu rata-rata dan berat kakao setelah dikeringkan ... 43
Tabel 5.4. Distribusi suhu tiap tray... 44
Tabel 5.5. Berat kakao tiap tray selama pengeringan berlangsung ... 45
Tabel 5.6. Suhu rata-rata dan berat kakao setelah dikeringkan ... 45
Tabel 5.7. Kadar air kakao kering menggunakan bahan bakar kerosin ... 52
Tabel 5.8. Kadar air kakao kering menggunakan bahan bakar kayu bakar ... 53
Tabel 5.9. Total biaya produksi untuk pengeringan kakao per siklus ... 64
Tabel 5.10.Total biaya produksi untuk pengeringan kakao per siklus ... 67
Tabel 5.11.Perbandingan analisa biaya antara kerosin dengan kayu bakar untuk saat ini ... 69
Tabel 5.12.Perbandingan analisa biaya antara kerosin dengan kayu bakar untuk pemakaian massa bahan bakar yang sama pada saat ini ... 72
Tabel 5.13.Perbandingan alat pengering berdasarkan bahan bakar yang digunakan saat ini memiliki massa yang sama ... 72
Tabel 5.14.Perbandingan alat pengering berdasarkan bahan bakar yang digunakan saat ini selama pengeringan berlangsung... 73
(15)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema sistem pengering udara panas ... 7
Gambar 2.2. Skema sistem pengeringan uap air ... 9
Gambar 3.1. Bentuk tray yang dirancang ... 16
Gambar 3.2. Pola aliran udara yang terjadi ... 16
Gambar 3.3. Ruang bahan pengeringan yang dirancang... 18
Gambar 3.4. Tempat Air yang Dipanaskan (Heater) ... 19
Gambar 3.5. Ruang bakar yang dirancang ... 20
Gambar 3.6. Cabinet Dryer tipe tray dryer ... ... 21
Gambar 3.7. Laju aliran panas pengeringan dengan uap air... ... 22
Gambar 3.8. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... ... 30
Gambar 4.1. Alat pengering yang akan digunakan ... ... 31
Gambar 4.2. Heater ... ... 32
Gambar 4.3. Thermocouple Thermometer ... ... 33
Gambar 4.4. Thermo Anemometer ... ... 34
Gambar 4.5. Relative Humidity Meter ... 35
Gambar 4.6. Thermometer ... 36
Gambar 4.7. Kompor Minyak Tanah ... 36
Gambar 4.8. Timbangan ... 37
Gambar 4.9. Kayu Bakar ... 37
Gambar 4.10.Kakao yang akan dikeringkan ... 38
Gambar 4.11.Neraca kesetimbangan energi ... 40
Gambar 4.12.Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 41
Gambar 5.1. Grafik distribusi suhu tiap tray untuk bahan bakar kerosin ... 46
Gambar 5.2. Grafik distribusi suhu tiap tray untuk bahan bakar kayu bakar ... 47
Gambar 5.3. Grafik distribusi suhu tiap tray kerosin vs kayu bakar ... 47
Gambar 5.4. Grafik kadar air kakao kering tiap tray bahan bakar kerosin ... 52
Gambar 5.5. Grafik kadar air kakao kering tiap tray bahan bakar kayu bakar ... 53
(16)
Gambar 5.7. Grafik Break Even Point pengeringan kakao
bahan bakar kayu ... 68 Gambar 5.8. Grafik perbandingan analisa biaya kerosin vs kayu bakar
untuk saat ini ... 69 Gambar 5.9. Grafik Analisa Alat Pengering Kerosin vs Kayu Bakar ... 73 Gambar 5.10. Grafik Kebutuhan Bahan Bakar Kerosin vs Kayu Bakar ... 74
(17)
DAFTAR NOTASI
LAMBANG KETERANGAN SATUAN
A Luas penampang dinding alat pengering m2
A1 Luas penampang 1 dinding alat pengering m2
A2 Luas penampang 2 dinding alat pengering m2
A3 Luas penampang 3 dinding alat pengering m2
BEP Break Even Point
cpair Panas jenis air kkal/kg oC
cpkakao Panas jenis kakao kkal/kg oC
cpw Panas jenis udara basah kkal/m3 oC
∆T Temperatur rata – rata udara pengering oC
1
x
∆ Tebal dinding alat pengering m
2
x
∆ Tebal lapisan isolasi m
hfg Panas laten air kkal/kg
k1 Koefisien perpindahan kalor konduksi plat kkal/mhoC
k2 Koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi kkal/mhoC
N Lama pengeringan jam
NKBk Nilai kalor bakar bahan bakar kkal/kg
ρar Massa jenis uap air ventilasi gr/m3
ρsa Massa jenis moisture jenuh pada Ta gr/m3
ρsd Massa jenis moisture jenuh pada Td gr/m3
Qd Kebutuhan energi untuk pengeringan kakao kkal
Ql Kebutuhan energi penguapan air kakao kkal
Qlt Energi yang hilang dari dinding dan
ventilasi ruang pengering kkal
Qlv Energi yang hilang dari ventilasi kkal/jam
Qlw Energi yang hilang melalui dinding box pengering kkal/jam
QT Total energi yang dibutuhkan untuk
mengeringkan kakao per siklus kkal
Qt Kebutuhan energi pemanasan kakao kkal
(18)
RHa Kelembaban relative udara luar %
RHd Kelembaban relative udara pengering rata-rata %
T Temperatur oC
Ta Temperatur awal kakao oC
Td Temperatur rata - rata udara pengering oC
U Koefisien pindahan kalor menyeluruh kkal/m2hoC
•
V Debit udara ventilasi m3/s
v Kecepatan udara pengering diantara kakao m/s
Wf Berat kandungan air kakao akhir kg
wf Kadar air kakao kering %
Wi Berat air kakao awal kg
wi Kadar air kakao awal %
Wkb Berat kakao basah kg
Wkk Berat kakao kering kg
Wko Berat kakao dengan kadar air 0% kg
Wr Berat air yang dipindahkan selama
(19)
ABSTRAK
Para petani di Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraria, umumnya masih menangani pra dan pasca panen hasil pertaniannya dengan cara yang sangat tradisional. Ciri utama dari cara tradisional adalah perlakuannya yang masih sangat tergantung kepada alam. Pengeringan suatu produk pertanian adalah suatu bentuk penanganan pasca panen yang cukup banyak mendapat perhatian para peneliti. Hal ini dikarenakan dua hal, pertama dengan proses pengeringan yang baik, akan diperoleh hasil pertanian yang dapat disimpan relatif lebih lama, sehingga meningkatkan nilai ekonominya. Dan kedua, proses pengeringan termasuk salah satu proses yang cukup banyak menggunakan energi. Proses pengeringan yang masih umum dilakukan petani di Indonesia adalah pengeringan dengan mengandalkan matahari sebagai sumber energi utamanya. Sementara, perubahan cuaca yang bisa terjadi sangat tiba-tiba akan mengganggu proses yang diinginkan. Tentu saja hal ini tidak mendukung tuntutan kualitas hasil pertanian yang sudah semakin tinggi atau sudah menetapkan standar yang harus dipenuhi secara nasional. Berdasarkan fakta inilah, maka sangat diperlukan suatu alat untuk proses pengeringan yang menggunakan tenaga alternatif selain matahari.
Pada tugas akhir ini saya mengusulkan suatu rancangan alat pengering pertanian dengan menggunakan minyak tanah dan kayu bakar sebagai pengganti energi matahari. Alat yang dirancang adalah Tipe Cabinet Dryer yang dapat digunakan secara siklus dan tidak tergantung kepada kondisi cuaca sebagai syarat utama. Sebagai produk yang dikeringkan saya memilih kakao, salah satu produk yang banyak dijumpai di masyarakat dan juga merupakan salah satu sumber kalori yang tinggi sehingga banyak dikonsumsi. Setelah dipanen, umumnya kadar air yang dikandung kakao adalah sekitar 51-60 % berat. Jika kondisi dibiarkan beberapa lama setelah dipanen, akan menyebabkan kakao tersebut cepat membusuk akibat pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Standar Nasional Indonesia, jika kadar air dari kakao tersebut diturunkan menjadi 6 % berat, maka proses perkembangan mikroorganisme akan melambat dan pembusukan akan tertunda atau bahkan terhenti untuk beberapa lama.
Alat pengering ini dirancang dengan menggunakan kakao sebagai produk yang dikeringkan dengan kapasitas yang direncanakan sebesar 7,5 kg per siklus. Setelah
(20)
dirancang alat ini diuji dengan menggunakan produk dan kapasitas yang sama dengan rancangan. Biji kakao yang baru dipanen dimasukkan kedalam mesin pengering, kemudian sumber energi untuk pengeringan yang diuji adalah kayu bakar dan minyak tanah. Alasan utama pemilihan sumber energi ini adalah ketersediannya yang cukup di daerah pedesaan dimana para petani tinggal. Medium pengering yang digunakan pada pengujian ini adalah uap air sebagai pengganti udara. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengangkutan energi dari sumber pemanas dibanding jika harus menggunakan udara biasa. Parameter yang diuji adalah distribusi suhu pada produk yang dikeringkan, waktu pengeringan, kebutuhan air sebagai medium pengering, kadar air produk, kebutuhan energi, dan analisa biaya. Dari uji performance yang dilakukan kesimpulan utama penelitian ini adalah, pertama pengeringan kakao dapat dilakukan pada Cabinet Dryer yang tidak tergantung pada tenaga matahari dengan hasil yang memenuhi standar yang diinginkan, dan kedua pengeringan dengan menggunakan kayu bakar lebih baik dari pada dengan menggunakan minyak tanah.
(21)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perubahan cuaca di Indonesia saat ini bisa dikatakan tidak stabil. Dengan adanya perubahan cuaca yang tidak menentu ini dapat mengganggu aktivitas para petani di Indonesia khususnya petani kakao dalam hal proses pengeringan.
Ketersediaan buah cokelat yang ada di Indonesia belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh kaum petani, produsen, baik industri kecil, menengah dan sedang, serta masyarakat yang berada pada jalur produksi cokelat. Padahal biji cokelat di Indonesia memiliki beberapa keunggulan. Sebagian besar jenis cokelat yang ditanam adalah Criollo. Cokelat merupakan sumber devisa terbesar ketiga perkebunan mencapai US$701 juta pada tahun 2002 dan pada tahun 2009 juga terus meningkat sebagai sumber devisa terbesar di sektor perkebunan. Sejauh ini, pengendalian proses pengolahan biji cokelat juga masih belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah minimalnya pengetahuan tentang tahap-tahap proses pengolahan biji cokelat dan pengendalian faktor-faktor proses pengolahan bagi kaum petani, kaum produsen dan masyarakat. Pengeringan merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan mutu cokelat, di samping proses pemanenannya karena mutu biji cokelat ditentukan dari kadar airnya.
Biji cokelat yang masuk ke dalam pengeringan adalah biji cokelat yang sudah terfermentasi. Kadar air biji cokelat setelah dipanen masih tinggi yaitu sekitar 51% - 60% (1Susanto ,1994) sehingga memberikan peluang yang besar untuk cepat membusuk akibat adanya pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu, dengan adanya pengeringan, dapat mengurangi kadar air dalam biji. Kadar air biji yang diharapkan setelah pengeringan adalah 6%, yang bertujuan untuk memudahkan pelepasan nibs dari kulitnya, juga mencegah agar tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk sehingga dapat memperpanjang umur simpan.
Pengeringan biji cokelat terbagi menjadi dua yaitu sun drying dan artificial
drying. Sun drying memerlukan sinar matahari sebagai sumber energi, sumber panas
dan sinar ultraviolet. Pengeringan ini dilakukan secara terbuka, membutuhkan hembusan angin yang besar dari udara sehingga pengeringan berlangsung lambat.
(22)
Pengeringan ini mampu menghasilkan warna biji kakao mengkilap, sedangkan pada
artificial drying tidak. Namun, pengeringan secara terbuka menyebabkan rawan
kontaminasi dari udara, debu dan kerikil dari lingkungan sekitar.Selain itu, pengeringan ini dilakukan hanya jika cuaca memungkinkan. Jika tidak, menggunakan
artificial drying. Pengeringan buatan (artificial drying) menggunakan bahan bakar.
Prinsip kerjanya adalah pemanasan secara konduksi (penghantaran panas) atau konveksi (pengaliran panas) yang bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan pangan, berbentuk solid . Salah satunya adalah cabinet dryer. Pada cabinet dryer, pemanasan dilakukan secara konveksi dan konduksi. Secara konveksi, digunakan aliran udara kering yang mengalir secara alami. Secara konduksi, digunakan sejumlah
tray (wadah penampung biji) secara bertingkat. Sistem pengering ini menggunakan
udara pengering sebagai medium pemanas biji cokelar. Bahan bakar yang digunakan adalah minyak tanah (kerosin) dan kayu bakar. Komponen-komponen yang menyusun
cabinet dryer tersebut, disesuaikan dengan kapasitas biji cokelat yang masuk dan juga
diperhitungkan efisiensi dari sistem pengering tersebut.
1.2. Tujuan Masalah
1. Untuk merencanakan dan merancang alat pengering biji cokelat yang nantinya dapat digunakan oleh para petani cokelat.
2. Untuk mendapatkan performance alat pengering yang dapat mengeringkan biji cokelat sesuai dengan Standard Nasional Indonesia.
3. Untuk membandingkan hasil dari pengeringan kakao berdasarkan bahan bakar yang digunakan, yaitu antara kerosin dengan kayu bakar.
1.3. Manfaat Perancangan
Untuk menghasilkan alat pengering yang dapat memudahkan petani cokelat pada saat proses pengeringan biji cokelat jika perubahan cuaca tidak stabil.
1.4. Batasan Masalah
1. Dimensi dari alat pengering yang dirancang
2. Perbandingan berdasarkan bahan bakar kerosin dengan kayu bakar yang meliputi: a. Distribusi suhu tiap tray pada alat pengering
(23)
c. Waktu pengeringan (jam)
d. Kadar air biji kakao setelah dikeringkan berdasarkan Standard Nasional Indonesia (%)
e. Kebutuhan energi (kJ/kg)
f. Kebutuhan bahan bakar (Liter/jam) g. Analisa biaya
1.5. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembaca dalam memahami tulisan ini, maka dilakukan pembagian bab berdasarkan isinya. Tulisan ini akan disusun dalam lima bab, BAB I PENDAHULUAN, berisi latar belakang, tujuan masalah, manfaat perancangan, dan batasan masalah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berisi landasan teori yang diperoleh dari literatur untuk mendukung perancangan dan pengujian. BAB III PERANCANGAN ALAT PENGERING, berisi perhitungan perancangan alat pengering. BAB IV PENGUJIAN ALAT PENGERING berisi tata cara pengujian alat pengering, peralatan dan perlengkapan yang digunakan serta prosedur kerja dari pengujian yang dilakukan. BAB V DATA DAN ANALISA, berisi data hasil pengujian, perhitungan dan analisa terhadap data hasil pengujian. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan dari hasil pengujian dan saran-saran.
(24)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Buah Kakao
Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut: Devisio : Spermatophyta
Sub devisio : Angiospermae Class : Dicotyledon
Ordo : Malvales
Familia : Sterculiaceae
Species : Theobroma cacao L.
Varietas biji kakao terdiri dari Criollo dan Forastero. Varietas Criollo berasal dari Amerika Tengah, sedangkan Forastero berasal dari Amerika Selatan. Warna buah kakao varietas Criollo adalah merah dan kuning, sedangkan warna biji putih dan ungu muda dengan rasa lebih khas dan aroma yang lebih baik daripada varietas Forastero. Pada Forastero, buah berwarna kuning. Bijinya berwarna ungu tua dan aroma tidak terlalu menyengat tetapi rasanya agak pahit. Berdasarkan mutunya, biji kakao digolongkan sebagai berikut:
Tabel 2.1. Mutu biji buah kakao Mutu Biji Ciri-ciri
A Warna biji merah cokelat merata
Biji berbentuk bulat utuh
B Warna biji merah cokelat tidak merata
(25)
Tabel 2.1. Mutu biji buah kakao (Lanjutan) Mutu Biji Ciri-ciri
C Warna biji merah cokelat tidak merata
Biji gepeng dan keriput
D Biji pecah dan terbelah
E Warna biji hitam
Ada bekas serangan penyakit dan tikus
Agar layak untuk diperdagangkan, dijualbelikan dan disebarluaskan ke masyarakat, biji kakao harus memenuhi standar mutu biji kakao, yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan dalam (1Susanto, 1994), meliputi:
a. Syarat Umum
Karakteristik Syarat
Kadar air % (b/b) maksimum 7.50
Biji berbau asap, abnormal dan berbau asing Tidak ada
Serangga hidup Tidak ada
Kadar biji pecah dan ataupun pecahan
1. Biji dan atau pecaha kulit % (b/b) maksimum 2. Kadar benda-benda asing % (b/b) maksimum
3 0
b. Syarat Khusus
Karakteristik
Persyaratan Maksimum Mutu I Mutu II
Kadar biji berkapang (%) 3 4
Kadar biji tidak terfermentasi (%) 1. slaty/ putih kotor/ ungu muda 2. ungu
3 0
8 0
(26)
2.2. Proses Pengeringan
2.2.1. Pengeringan dengan Udara Panas
Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi kadar air untuk mencegah tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk. Dalam proses pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu, kelembaban (humidity) dan aliran udara. Perubahan kadar air dalam bahan pangan disebabkan oleh perubahan energi dalam sistem (2Banwatt, 1981). Untuk itu, dilakukan perhitungan terhadap neraca energi untuk mencapai keseimbangan.
Menurut (2Banwatt, 1981), alasan yang mendukung proses pengeringan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah untuk mempertahankan mutu produk terhadap perubahan fisik dan kimiawi yang ditentukan oleh perubahan kadar air, mengurangi biaya penyimpanan, pengemasan dan transportasi, untuk mempersiapkan produk kering yang akan dilakukan pada tahap berikutnya, menghilangkan kadar air yang ditambahkan akibat selama proses sebelumnya, memperpanjang umur simpan dan memperbaiki kegagalan produk. Produk kering dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan produk baru.
Menurut (1Susanto, 1994) tujuan pengeringan biji kakao adalah menurunkan kadar air dari 60% menjadi 6%-7%. Ada beberapa cara pengeringan yaitu dengan sinar matahari, dengan alat pengering dan kombinasi keduanya. Pengeringan kombinasi yaitu pengeringan dengan panas sinar matahari dan panas buatan. Cara ini lebih baik karena tidak tergantung cuaca dan bahan bakar lebih sedikit. Pengeringan dengan sinar matahari menjadikan mutu biji lebih baik yaitu menjadi mengkilap. Caranya adalah biji ditebarkan di lantai penjemuran di bawah terik matahari.Tetapi pengeringan ini membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak, waktu yang dibutuhkan juga sangat lama dan sangat bergantung dengan cuaca karena jika cuaca buruk misalnya cuaca sedang hujan atau tidak ada matahari maka pengeringan ini tidak dapat dilakukan. Untuk mengantisipasi cuaca yang tidak menentu tersebut maka pengeringan yang baik adalah pengeringan yang dilakukan dengan alat pengering yang dalam hal ini dipakai cabinet dryer. Prinsip pengeringan cabinet dryer menggunakan udara pengering sebagai medium panas dalam menurunkan kadar air biji hingga 6% (2Susanto, 1994).
(27)
Gambar 2.1. Skema sistem pengering udara panas 2.2.2. Pengeringan dengan Uap Air
Uap air panas mempunyai sifat pindah panas yang lebih unggul dari pada udara pada suhu yang sama. Karena tidak ada tahanan terhadap difusi uap air dalam uap itu sendiri, laju pengeringan pada periode laju konstan hanya tergantung pada laju pindah panas. Pada prinsipnya, setiap pengering langsung atau tak langsung (kombinasi konduksi dan konveksi) dapat dioperasikan sebagai pengering uap air panas (3Abdulillah, 2000).
Salah satu keuntungan nyata dari pengeringan dengan uap air panas adalah bahwa luaran pengering juga uap, meskipun pada enthalpi jenis lebih rendah. Dalam pengeringan dengan udara, panas laten dalam aliran gas luaran biasanya sukar dan mahal untuk digunakan kembali. Jika infiltrasi udara dapat dihindarkan (atau diminimumkan sampai tingkat yang dapat diterima), maka seluruh panas laten yang disuplai ke pengering uap air ini dapat dipulihkan dengan mengembunkan aliran buang atau meningkatkan enthalpi jenisnya secara mekanis atau dengan kompresi panas. Karena pengering ini akan menghasilkan uap yang sama dengan jumlah air yang diuapkan di dalam pengering, maka pabrik perlu memanfaatkan kelebihan uap tersebut. Jika uap ini digunakan ditempat lain, panas laten yang dipulihkan tidak dibebankan pada alat pengering, dan menyebabkan konsumsi energi bersih sebesar 1000-1500 kJ/kg air yang diuapkan untuk alat pengering dibandingkan dengan 4000-6000 kJ/kg air yang diuapkan untuk pengering udara panas. Jadi penurunan konsumsi
(28)
energi merupakan keuntungan yang jelas dari alat pengering dengan menggunakan uap air panas. Keuntungan lain adalah:
a) Tidak ada reaksi oksidasi atau pembakaran dalam alat pengering uap air panas. Hal ini berarti tidak ada bahaya kebakaran atau ledakan dan juga menghasilkan mutu yang lebih baik.
b) Massa jenis uap pada temperatur tinggi lebih rendah daripada massa jenis udara pada temperatur yang sama, sehingga secara alami uap akan lebih mudah naik jika dipanaskan hingga pada temperatur tinggi.
c) Memungkinkan laju pengeringan yang lebih tinggi, baik dalam periode laju konstan maupun laju menurun, tergantung pada suhu uap.
d) Pengeringan dengan uap dapat mencegah bahaya kebakaran atau ledakan pada saat pengeringan produk yang mengandung racun atau cairan organik mahal yang harus dipulihkan, sambil memungkinkan pengembunan aliran buang dalam kondenser kecil.
e) Alat pengering uap air panas memungkinkan proses pasteurisasi, sterilisasi dan deodorisasi produk pangan.
Uap yang terbentuk dari produk dapat ditarik dari ruang pengering, diembunkan dan panas latennya digunakan kembali.
Secara umum, pengeringan uap air dapat dipertimbangkan sebagai pilihan yang baik hanya jika satu atau lebih dari kondisi berikut ini dipenuhi:
a) Biaya energi sangat tinggi, nilai produk rendah atau dapat diabaikan
b) Mutu produk lebih unggul jika dikeringkan dalam uap dibandingkan dengan udara.
c) Biaya kebakaran, ledakan atau kerusakan oksidatif sangat tinggi. Premi asuransi yang lebih rendah dapat menutupi sebagian tambahan biaya investasi pengering dengan uap.
d) Jumlah air yang harus dibuang maupun kapasitas produksi yang diperlukan tinggi. Hal ini dapat memenuhi skala ekonomi. Jelasnya, pengering seperti ini hanya baik dipertimbangkan untuk operasi kontinyu karena masalah yang berkaitan dengan masalah penghidup-matian akibat pengembunan pada produk serta keberadaan zat tak dapat diembunkan (udara).
(29)
Air yang diuapkan dalam pengering uap, dengan asumsi tidak ada kehilangan, akan menjadi kelebihan uap, dengan enthalpi spesifik yang rendah. Penggunaan uap ini secara ekonomis umumnya merupakan kunci keberhasilan proses pengeringan uap. Uap ini biasanya pada tekanan atmosfer dan berdebu, yang perlu dibersihkan untuk penggunaan ulang.
Gambar 2.2. Skema sistem pengeringan uap air 2.3. Cabinet Dryer
Cabinet dryer merupakan alat pengering yang menggunakan udara panas dalam ruang tertutup (chamber). Ada dua tipe yaitu tray dryer dan vacuum dryer.
Vacuum dryer menggunakan pompa dalam penghembusan udara, sedangkan pada tray dryer tidak menggunakan pompa (4Singh, 2001). Kelemahan cabinet dryer adalah kurangnya pengontrolan aliran udara yang bergerak sehingga bila aliran udara terlalu kencang, menyebabkan aliran turbulen dalam chamber, yang menghambat pengeringan produk bahan pangan. Produk yang sesuai dikeringkan dengan alat ini adalah produk yang memiliki keseragaman yang tinggi, misalnya biji cokelat dan apel. Kelebihannya adalah harga murah, karena membutuhkan daya yang tidak terlalu tinggi.
Komponen cabinet dryer adalah tray, heater dan fan. Tray disesuaikan dengan kapasitas jumlah, berat dan ukuran produk pangan. Tray berfungsi sebagai wadah biji dalam proses pengeringan, yang disusun bertingkat. Sedangkan heater berfungsi sebagai pemanas udara yang nantinya udara panas dari heater tersebut yang akan digunakan dalam pengeringan.
(30)
2.4. Standar Mutu Kakao
Tabel 2.2. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 2000)
No Karakteristik Mutu I Mutu II Sub Standar
1 Jumlah biji/ 100 gr ** ** **
2 Kadar air, %(b/b) maks 7,5 7,5 > 7,5
3 Berjamur, %(b/b) maks 3 4 > 4
4 Tak terfermentasi, %(b/b) maks 3 8 > 8
5 Berserangga, hampa, berkecambah, %(b/b) maks
3 6 > 6
6 Biji pecah, %(b/b) maks 3 3 > 3
7 Benda asing %(b/b) maks 0 0 0
8 Kemasan kg, netto/karung 62,5 62,5 62,5
(Sumber :
Keterangan:
* Revisi September 1992
* Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gr. • AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85 • A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100 • B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110 • C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120
• Substandar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120 Untuk jenis kakao mulia notasinya dengan F (Fine Cocoa)
2.5. Analisa Kadar Air
Kadar air kakao yang telah dikeringkan dapat dihitung melalui beberapa tahapan berikut ini.
- Menghitung kadar air kakao kering yang diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut ini.
[
]
x100%Wkk Wko Wkk
wf = − (2.1)
wf = Kadar air kakao yang diperkirakan (%)
Wkk = Berat kakao kering (kg)
(31)
- Nilai total kadar air setelah kakao dikeringkan (wf)
Berat air kakao awal (Wi), kg
Wi = Wkb x wi (2.2)
wi = kadar air awal kakao (%)
Wkb= Berat kakao basah hasil panen (kg)
[
( )]
100%x Wkb
Wf Wkk Wkb
wi= − − (2.3)
- Berat kandungan air kakao akhir (Wf), kg
xWkk
Wf =7,4% (2.4)
2.6. Analisa Kebutuhan Energi Selama Proses Pengeringan
a) Kebutuhan energi untuk pengeringan kakao (Qd), kkal
Qd = Qt + Qw + Ql (2.5)
dimana;
Qd = energi pengeringan kakao, kkal
Qt = energi pemanasan kakao, kkal
Qw = energi pemanasan air kakao, kkal
Ql = energi penguapan air kakao, kkal - Energi untuk pemanasan kakao (Qt), kkal
Qt = Wkb . cpkakao (Td-Ta) (2.6)
cpkakao = Panas jenis kakao (kkal/kg oC)
Ta = Temperatur awal kakao (oC)
Td = Temperatur rata - rata udara pengering (oC) - Energi pemanasan air kakao (Qw), kkal
Qw = Wi x cpair (Td-Ta) (2.7)
cpair = Panas jenis air (kkal/kg oC)
- Berat air yang dipindahkan selama proses pengeringan (Wr), kg
Wr = Wi – Wf (2.8)
- Energi penguapan air kakao (Ql), kkal
Ql = Wr x hfg (2.9)
hfg = Panas laten air (kkal/kg)
b) Energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt), kkal
(32)
dimana;
Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering, kkal/jam
Qlv = energi yang hilang dari ventilasi, kkal/jam
N = Lama pengeringan
- Kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw)
2 2 1 1 1 k x k x U ∆ + ∆ = (2.11) menyeluruh T A U
Qlw= ⋅ ⋅∆ (2.12)
Dimana :
Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering (kkal/jam)
U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (kkal/m2.h.oC)
A = Luas penampang (m2)
∆T = Td = Temperatur rata – rata udara pengering (oC)
k1 = koefisien perpindahan kalor konduksi plat (kkal/mhoC)
k2 = koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi (kkal/mhoC) ∆x1= tebal plat (m)
∆x2= tebal lapisan isolasi (m)
- Kehilangan energi melalui ventilasi (Qlv)
N cpw V
Qlv= × (Td-Ta)
•
(2.13)
dimana; V = Debit udara ventilasi, m• 3/s
cpw = Panas jenis udara basah (kkal/m3 oC)
ar Wr V ρ × = • 1000 (2.14)
- Massa jenis uap air ventilasi (ρar), gr/m3
Rha
RHd sa
sd
ar =ρ ⋅ −ρ ⋅
ρ (2.15)
ρar = Massa jenis uap air ventilasi (gr/m3) ρsa = Massa jenis moisture jenuh pada Ta (gr/m3)
(33)
c) Total Energi yang Dibutuhkan untuk Mengeringkan Kakao Per Siklus (QT),
kkal
QT = Qd + N.Qlt (2.16)
2.7. Analisa Kebutuhan Bahan Bakar yang Digunakan
- Kebutuhan bahan bakar kerosin selama proses pengeringan kakao Kebutuhan bahan bakar
k
NKB QT
= (2.17)
dimana; QT = Total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan kakao per
siklus
NKBk = Nilai kalor bakar bahan bakar - Kebutuhan kerosin tiap jam (liter/jam)
Kebutuhan bahan bakar/jam
N
bakar bahan total Kebutuhan
= (2.18)
dimana; N = Lama pengeringan
2.8. Analisis Titik Impas (Break Even Point)
Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, serta laba dan rugi.
Dengan kata lain analisis titik impas merupakan teknik untuk mengetahui besarnya volume pendapatan dari pengeringan kakao sehingga produksi kakao kering tidak mengalami kerugian.
- Nilai BEP dalam jumlah pengeringan dapat dihitung dengan :
BEP
variabel Biaya
-penerimaan Biaya
tetap Biaya
= (2.19)
Setelah diperoleh nilai BEP dalam jumlah pengeringan, maka dapat dihitung nilai BEP dalam bentuk biaya (Rp) dan nilai BEP dalam bentuk jumlah bahan yang akan dikeringkan (kg).
(34)
BAB 3
PERANCANGAN ALAT PENGERING
Perancangan yang akan dilakukan meliputi penentuan dimensi atau ukuran – ukuran utama dari alat pengering. Alat pengering ini akan memiliki ruang pengeringan, tray atau rak bahan yang akan dikeringkan dan tempat air yang akan dipanaskan dan ruang bahan bakar sehingga perancangan alat pengering ini dapat dilaksanakan.
3.1. Perancangan tray
Tray merupakan salah satu bagian terpenting dari alat pengering. Tray
berfungsi sebagai tempat/ wadah bahan yang akan dikeringkan di dalam alat pengering. Besar tray yang dirancang nantinya mempengaruhi kapasitas dari alat pengering.
Karena kapasitas dari alat pengering yang dirancang sebesar 7,5 kg per siklus, maka akan didapat ukuran tray yang sesuai dengan cara sebagai berikut:
ρkakao = 0,56 gr/cm3 = 560 kg/m3
Dari nilai massa jenis kakao di atas, kemudian dicari berapa besar volume yang dapat menampung 1 kg kakao dengan persamaan berikut ini.
ρkakao = Massa jenis kakao = 560 kg/m3
Volume 1 kg kakao =
kakao
ρ
1
(3.1)
Volume 1 kg kakao = 0,0018m /kg
kg/m 560
1 3
3 =
Pada perancangan tray ini, akan dirancang 3 buah tray di dalam alat pengering. Jadi masing – masing tray dapat menampung 2,5 kg kakao. Maka untuk perancangan
tray untuk kapasitas 3 kg kakao adalah :
Volume tray = 0,0018 m3/kg × 2,5 kg = 0,0045 m3 = 4500 cm3
Volume tray dari perhitungan di atas dengan mempertimbangkan bentuk dan besar bahan yang akan dikeringkan, maka masih harus ditambahkan lagi 70 %, dengan tujuan agar terdapat ruang atau jarak antara bahan yang akan dikeringkan di atas tray
(35)
sehingga akan terjadi aliran udara panas disekitar bahan yang akan dikeringkan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi atas alasan tersebut, volume tray yang sesuai untuk dirancang adalah sebagai berikut.
Volume tray + (Volume tray × 70%) = 4500 cm3 + (4500 cm3 × 70%) = 7650 cm3
Dari hasil perhitungan di atas, dengan mempertimbangkan tinggi maksimum kakao 2 cm, maka dapat ditentukan volume tray yang sesuai untuk memenuhi kapasitas tray yang diinginkan.
Panjang = 60 cm
Lebar = 40 cm
Tinggi = Tinggi maksimum kakao + jarak kakao antar tray = 2 cm + 1,5 cm = 3,5 cm
Maka volume tray yang telah dirancang dengan ukuran di atas adalah : Volume = Panjang × Lebar × Tinggi
= 60 cm × 40 cm × 3,5 cm = 8400 cm3 = 0,0084 m3
Jadi kapasitas maksimum tray yang dirancang dari hasil perhitungan diatas adalah: Kapasitas = kakao kg 1 volume %) 70 (0,0045 -dirancang yang tray volume ×
= 2,9kg
/kg m 0,0018 m 00315 , 0 m 0,0084 3 3 3 = −
Dari hasil di atas, maka ukuran tray yang dirancang telah sesuai untuk memenuhi kebutuhan pengeringan kakao untuk kapasitas tiap tray sebesar 2,5 kg.
Tray yang dirancang berbentuk kawat jaring seperti saringan. Kawat jaring ini
tebuat dari aluminium. Kawat jaring ini memiliki ketebalan 1 mm dan memiliki lubang – lubang berdiameter 3 mm.
Pada tray, kawat jaring tersebut dilapisi pelat pada masing - masing sisinya dibagian atas dan bagian bawah kawat jaring. Tujuannya adalah agar kawat jaring menjadi ketat dan tidak mudah rusak ketika terjadi pembebanan sewaktu pengeringan bahan pertanian berlangsung. Tebal masing – masing pelat adalah 2 mm dengan lebar 5 mm.
(36)
Dengan mempertimbangkan jumlah tingkat/ kamar pengeringan dan disesuaikan dengan ukuran ruang pengering, maka secara keseluruhan ditentukan ukuran tray ditentukan sebagai berikut :
- Panjang = 60 cm
- Lebar = 40 cm
- Tebal = 0,5 cm
- Jarak antar tray = 15 cm
Setelah alat pengering selesai dibuat, maka dilakukanlah pengujian hampa untuk mendapatkan bentuk tray yang menghasilkan pola aliran udara yang merata di dalam alat pengering.
Dari data pengujian hampa yang telah dilakukan, maka didapat bentuk tray dan pola aliran udara yang sesuai (seperti terlihat pada gambar 3.1 dan 3.2).
Gambar 3.1. Bentuk Tray yang dirancang
(37)
3.2. Perancangan ruang pemanas (heating room)
Ruang bahan pengeringan merupakan salah satu komponen utama dari alat pengering yang dirancang. Ruamg bahan pengeringan ini bertujuan sebagai ruangan untuk tempat bahan yang akan dikeringkan di dalam alat pengering.
Untuk penelitian ini, karena distribusi temperatur akan diamati pada sejumlah titik disepanjang ruang pemanas maka pada alat pengering ini dilakukan jumlah pembatasan tingkat/ kamar pengeringan. Dalam hal ini ditentukan 3 tingkat/ kamar pengeringan yang pada masing – masing tingkat akan diamati perubahan temperaturnya pada 3 titik selama siklus pengeringan. Sehingga, seluruh titik pengamatan berjumlah 9 titik.
Material yang digunakan untuk membuat ruang bahan pengeringan ini adalah pelat baja karbon St 37 dengan ketebalan pelat 2 mm. Baja karbon St 37 banyak digunakan untuk konstruksi umum dengan sifat perlakuan panas sedang, karena alat pengering yang dirancang diperkirakan akan mengalami perlakuan panas dengan suhu yang tidak terlalu tinggi yaitu sekitar 60 oC – 80 oC.
Dengan alasan penelitian, maka dirancanglah ruang pengeringan yang cukup untuk menampung produk dengan kapasitas ≤ 20 kg. Dengan alasan – alasan tersebut maka tinggi ruang bahan pengeringan ditentukan sebagai berikut.
Jumlah tray =3 buah Jarak tiap tray = 15 cm Tebal tray = 0,5 cm
Jarak tray 3 dengan bagian atas alat pengering = 25 cm Jarak tray 1 dengan bagian bawah alat pengering = 28,5 cm Maka ukuran ruang bahan pengeringan adalah :
Tinggi = (15 cm × 3) + (0,5 cm × 3) + 25 cm + 28,5 cm = 100 cm Jadi ukuran – ukuran dari ruang bahan pengeringan ini adalah :
Panjang = 60 cm
Lebar = 40 cm
Tinggi = 100 cm
Ruang bahan pengeringan yang telah dirancang nantinya dilapisi cat yang bertujuan untuk mengurangi korosi pada material ruang bahan pengeringan.
(38)
Gambar 3.3. Ruang bahan pengeringan yang dirancang 3.3. Perancangan alat pemanas (heater)
Heater merupakan salah satu komponen utama dari alat pengering yang
dirancang. Heater bertujuan sebagai tempat air yang dipanaskan dan kemudian menghasilkan uap air sebagai media pengeringan pada alat pengering ini.
Material yang digunakan untuk membuat heater ini adalah pelat baja karbon St 37 dengan ketebalan pelat 2 mm. Dibagian atas heater diberi beberapa lubang dengan diameter 10 mm. Lubang pada heater berfungsi untuk memudahkan uap air panas keluar menuju ruang bahan pengeringan. Setelah selesai dirancang, nantinya heater akan dilapisi cat untuk mengurangi korosi pada heater tersebut.
Heater ini memiliki kapasitas 9 liter air. Maka ukuran utama heater dapat
ditentukan dengan cara sebagai berikut.
Volume yang diinginkan = 9 liter
(39)
Lebar heater = 30 cm
Tinggi heater = 10 cm
Volume = Panjang × Lebar × Tinggi = 30 cm × 30 cm × 10 cm = 9000 cm3 = 9 dm3 = 9 liter
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat gambar berikut ini.
Gambar 3.4. Tempat Air yang Dipanaskan (Heater) 3.4. Perancangan ruang bakar
Alat pengering ini selain menggunakan bahan bakar berupa kayu bakar, digunakan juga minyak tanah sehingga dibutuhkan ruang bakar yang cukup untuk memuat kompor minyak tanah. Oleh karena itu, ditentukan ukuran ruang bakar sebagai berikut
Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 50 cm
(40)
Gambar 3.5. Ruang bakar yang dirancang 3.5. Penentuan ukuran utama alat pengering
Konsruksi secara umum alat pengering yang dirancang seperti terlihat pada gambar 3.6. Atas dasar penentuan ukuran –ukuran sebelumnya maka diperoleh ukuran keseluruhan alat pengering sebagai berikut :
1. Cabinet Dryer tipe Tray dryer
Panjang = 60 cm
Lebar = 40 cm
Tinggi = 150 cm
2. Tray
Panjang = 60 cm
Lebar = 40 cm
Tebal = 0,5 cm
Jumlah = 3 buah
(41)
3. Ruang bakar
Panjang = 60 cm
Lebar = 40 cm
Tinggi = 50 cm
4. Tempat air yang akan dipanaskan (heater)
Panjang = 30 cm
Lebar = 30 cm
Tinggi = 10 cm Kapasitas = 9 liter 5. Ruang bahan pengeringan
Panjang = 60 cm
Lebar = 40 cm
Tinggi = 100 cm
Gambar 3.6. Cabinet Dryer tipe tray dryer 3.6. Prinsip Kerja Alat Pengering
Berdasarkan literatur yang terdapat pada bab 2, proses pengeringan terbagi atas pengeringan dengan udara panas dan pengeringan dengan uap air. Maka dipilihlah proses pengeringan dengan uap air untuk alat pengering yang akan dirancang. Alasan pemilihan pengeringan dengan uap air karena pengeringan dengan uap air memiliki beberapa keunggulan dibanding pengeringan dengan udara panas seperti tertulis pada bab 2. Salah satu keunggulan pengeringan dengan uap air adalah uap air panas mempunyai sifat pindah panas yang lebih unggul dari pada udara pada suhu yang sama. Selain itu, proses pindahan panas secara konveksi pada pengeringan dengan uap air lebih merata dibanding pengeringan dengan udara panas. Karena uap air yang terdapat pada alat pengering lebih cepat menyebar diseluruh bagian dalam alat pengering. Sehingga proses pengeringan juga lebih cepat jika menggunakan uap air panas. Keunggulan lainnya adalah massa jenis uap pada temperatur tinggi lebih rendah daripada massa jenis udara pada temperatur yang sama, sehingga secara alami uap akan lebih mudah naik jika dipanaskan hingga pada temperatur tinggi. Laju aliran panas yang dilalui oleh uap air di dalam alat pengering dapat dilihat pada gambar berikut ini.
(42)
Gambar 3.7. Laju aliran panas pengeringan dengan uap air
Prinsip kerja alat pengering ini adalah dengan melakukan pemanasan air terlebih dahulu. Air yang terdapat pada heater dipanaskan hingga menghasilkan uap. Karena pada alat pengering ini tidak digunakan fan sebagai pengontrol aliran udara, maka proses perpindahan panas berlangsung secara alami. Selain itu, karena heater menyatu dengan ruang pemanas dan sekaligus untuk membantu pemanasan udara, sebagian kecil uap air dilepas untuk membawa kalor di sepanjang hamparan kakao.
Uap air memiliki massa jenis yang lebih rendah dari udara pada temperatur tinggi sehingga amat membantu proses pemanasan kakao. Dari dinding kakao, terjadi aliran panas konduksi disepanjang plat di dalam ruang pengering sehingga hal ini juga turut membantu pemanasan udara di dalam ruang pengering.
Pada alat pengering ini, terdapat saluran air yang terhubung lansung ke heater dan dapat dibuka tutup menggunakan elbow . Tujuan dari pengadaan saluran air ini
(43)
adalah untuk mengantisipasi kekurangan air selama proses pengeringan berlangsung. Ketersediaan air di dalam heater dapat diamati secara lansung melalui pintu yang sengaja di desain menggunakan kaca.
Jika temperatur di dalam ruang pengering telah cukup tinggi (± 100oC), maka saluran pembuangan yang terletak di dinding belakang alat pengering dapat dibuka dengan tujuan mengurangi tekanan dalam ruang pengering. Hal ini secara langsung juga akan menurunkan temperatur dalam ruang pengering tersebut.
3.7. Analisa Performance Alat Pengering yang Dirancang
Di dalam perancangan alat pengering ini, dilakukan juga analisa performance dari alat pengering yang bertujuan untuk mengetahui apakah alat pengering yang dirancang ini nantinya dapat berfungsi dengan baik atau tidak sehingga alat ini dapat digunakan oleh para petani di pedesaan.
1. Berat kakao kering dengan kadar air sesuai Standar Nasional Indonesia
Sesuai Standar Nasional Indonesia, bahwa kadar air untuk kakao kering adalah 7,5 %, dan kadar air awal biji kakao adalah 51% - 60% (5Amin Sarmedi, 1997). Maka dari kadar air ini dapat dihitung berat akhir kakao kering.
Untuk mencari berat kakao dengan kadar air sesuai Standar Nasional Indonesia adalah dengan cara sebagai berikut :
Asumsikan kadar air awal kakao = 60 %. Berat kakao basah (Wkb) = 2,5 kg
Berat kakao kering dengan kadar air 0 % =
[
2, 5 (2, 5 60%)− x]
= 1 kg Maka berat kakao dengan kadar air 7,5 % adalah 1,09 kg.2. Total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan kakao
Untuk mencari total energi yang dibutuhkan oleh alat pengering selama proses pengeringan berlangsung, dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.
Berat kakao basah hasil panen (Wkb) = 7,5 kg
Berat kakao kering hasil pengeringan (Wkk) = 1,09 kg × 3 = 3,27 kg
Temperatur udara pengering (Td) = 70 oC
Temperatur awal kakao (Ta) = 28,5 oC
Lama pengeringan (N) = 10 jam
(44)
Koefisien pindahan panas dinding (k1) = 45,36 kkal/mh oC
Koefisien pindahan panas pada isolasi (k2) = 0,011 kkal/mh oC
Panas jenis udara basah (cpw) = 0,281 kkal/m3 oC
Panas jenis kakao (cpkakao) = 0,99 kkal/kg oC
Panas jenis air (cpair) = 1 kkal/kg oC
Panas laten air (hfg) = 557,45 kkal/kg
Massa jenis moisture jenuh pada Td (ρsd) = 198,67 gr/m3
Massa jenis moisture jenuh pada Ta (ρsa) = 28,31 gr/m3
Kelembaban relative udara pengering rata-rata (RHd) = 80 % Kelembaban relative udara luar (RHa) = 73 %
Berat air kakao awal (Wi) = 7,5 kg × 60 % = 4,5 kg
a) Kebutuhan energi untuk pengeringan kakao (Qd), dihitung dengan
menggunakan persamaan (2.5).
Qd = Qt + Qw + Ql
dimana;
Qd = energi pengeringan kakao, kkal
Qt = energi pemanasan kakao, kkal
Qw = energi pemanasan air kakao, kkal
Ql = energi penguapan air kakao, kkal
Energi untuk pemanasan kakao (Qt), dihitung dengan menggunakan persamaan
(2.6).
Qt = Wkb . cpkakao (Td-Ta)
= 7,5 kg x 0,99 kkal/kg oC (70 oC – 28,5 oC) = 308,14 kkal
Energi pemanasan air kakao (Qw), dihitung dengan menggunakan persamaan
(2.7).
Qw = Wi x cpair (Td-Ta)
= 4,5 kg x 1 kkal/kg oC (70 oC – 28,5 oC) = 186,75 kkal
Berat kandungan air kakao akhir (Wf), menggunakan persamaan (2.4).
Wkk Wf =7,4%×
kg
(45)
Berat air yang dipindahkan selama proses pengeringan (Wr), dihitung dengan
menggunakan persamaan (2.8).
Wr = Wi – Wf
= 4,5 – 0,242 = 4,258 kg
Energi penguapan air kakao (Ql), dihitung dengan menggunakan persamaan
(2.9).
Ql = Wr x hfg
= 4,258 kg x 557,45 kkal/kg
= 2373,622 kkal
Maka didapat energi yang dibutuhkan untuk pengering kakao (Qd)
Qd = Qt + Qw + Ql
= 308,14 + 186,75 + 2373,622 = 2868,512 kkal
Jadi energi yang dibutuhkan untuk pengering kakao adalah 2868,512 kkal. b) Energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt),
dihitung dengan menggunakan persamaan (2.10).
Qlt = (Qlw× N) + Qlv
dimana;
Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering, kkal/jam
Qlv = energi yang hilang dari ventilasi, kkal/jam
N = lama pengeringan
Kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw) menggunakan
beberapa asumsi sebagai berikut :
1) Aliran panas berlangsung tunak (steady) dan temperatur tiap jam dianggap konstan dan harganya diperoleh dengan merata-ratakan temperatur selama pengujian untuk tiap tingkat dan tiap titik pengujian.
2) Konduktifitas thermal bahan (plat dan karet) dianggap konstan. 3) Tidak ada pembangkit kalor sepanjang dinding.
4) Kehilangan kalor melalui dinding hanya diperhitungkan melalui dinding samping (kanan dan kiri) dan dinding belakang.
(46)
Kehilangan energi melalui dinding box alat pengering dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.11) dan (2.12).
2 2 1 1 1 k x k x U ∆ + ∆ = menyeluruh T A U
Qlw= ⋅ ⋅∆
Dimana :
U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (kkal/m2hoC)
A = Luas penampang (m2) ∆T = Td = 70 °C
k1 = koefisien perpindahan kalor konduksi plat (kkal/mhoC)
k2 = koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi (kkal/mhoC) ∆x1= tebal dinding alat pengering (m) = 2 mm = 0.002 m ∆x2= tebal lapisan isolasi (m) =10 mm = 0.01 m
1 , 1 011 , 0 01 , 0 36 , 45 002 , 0 1 = + =
U kkal/m2hoC
Kehilangan energi melalui dinding alat pengering untuk penampang satu (A1)
adalah :
A1 = 40 cm × 100 cm = 4000 cm2 = 0,4 m2 ) C 70 ( ) 4 , 0 ( ) / 1 , 1
( 2 2
1
⋅ ⋅
= kkal m h C m
Qlw o 8 , 30 1 = Qlw kkal/jam
Kehilangan energi melalui dinding alat pengering untuk penampang dua (A2)
A1 = A2 = 40 cm × 100 cm = 4000 cm2 = 0,4 m2
8 , 30 2 1 =Qlw =
Qlw kkal/jam
Kehilangan energi melalui dinding alat pengering untuk penampang tiga (A3)
A3 = 60 cm × 100 cm = 6000 cm2 = 0,6 m2
) C 70 ( ) 6 , 0 ( ) / 1 , 1
( 2 2
3
⋅ ⋅
= kkal m h C m
Qlw o 2 , 46 3 = Qlw kkal/jam
Maka total kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw) adalah
Qlw = 30,8 + 30,8 + 46,2
(47)
Kehilangan energi melalui ventilasi (Qlv), dihitung dengan menggunakan persamaan (2.13). N Ta Td xcpw V
Qlv= ( − )
•
dimana; V = Debit udara ventilasi, dihitung dengan menggunakan persamaan •
(2.14). ar 1000 ρ Wr x V = •
Massa jenis uap air ventilasi ((ρar), dihitung dengan menggunakan persamaan
(2.15).
ρar =ρsd ⋅RHd−ρsa⋅RHa ρar =198,67x80%−28,31x73%
ρar =138,27gr/m3
Debit udara ventilasi (V ), m• 3/s
3 / 27 , 138 258 , 4 1000 m gr kg x
V• =
=30794,82
•
V m3/s
Kehilangan energi melalui ventilasi (Qlv)
jam C C C m kkal x m Qlv o o o 10 ) 5 , 28 70 ( / 281 , 0 82 ,
30794 3 3 −
=
Qlv=35911,38 kkal/jam
Karena ventilasi ruang pengering dibuka selama 10 menit tiap jamnya, maka untuk 10 jam pengeringan ventilasi ruang pengering dibuka selama 100 menit atau 1,67 jam.
Jadi kehilangan energi melalui ventilasi selama pengeringan per siklus adalah : 38
, 35911 =
Qlv kkal/jam × 1,67 jam
0 , 59972 =
Qlv kkal
Maka energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt)
Qlt = (Qlw× N) + Qlv
(48)
= 61050 kkal
Jadi energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt) adalah
61050 kkal.
c) Total Energi yang Dibutuhkan untuk Mengeringkan Kakao Per Siklus (QT), dihitung dengan menggunakan persamaan (2.16).
QT = Qd + Qlt
= 2868,512 kkal + 61050 kkal
= 63918,512 kkal/siklus
Jadi total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan kakao per siklus (QT)
adalah 63918,512 kkal/siklus.
3. Kebutuhan bahan bakar
- Kebutuhan bahan bakar kerosin selama proses pengeringan kakao dapat dihitung dengan persamaan (2.17).
Kebutuhan bahan bakar
k
NKB QT
=
dimana; NKBk = Nilai kalor bakar kerosin = 11000 kkal/kg
1 kg = 1,224 liter
maka kebutuhan bahan bakar kerosin selama pengeringan kakao adalah Kebutuhan bahan bakar
kg kkal / 11000 kal 63918,512k =
= 5,81 kg = 7,11 liter
Jadi total kebutuhan bahan bakar kerosin selama proses pengeringan kakao adalah 7,11 liter.
Kebutuhan kerosin tiap jam (liter/jam), dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.18). Kebutuhan kerosin/jam N bakar bahan total Kebutuhan = jam 10 liter 7,11 =
=0,711 liter/jam
(49)
- Kebutuhan bahan bakar kayu bakar selama proses pengeringan kakao Kebutuhan bahan bakar
k
NKB QT
=
dimana; NKBk = Nilai kalor bakar kayu = 4000 kkal/kg
maka kebutuhan bahan bakar kayu bakar selama pengeringan kakao adalah Kebutuhan bahan bakar
kg kkal /
4000
kal 63918,512k
= = 15,98 kg
Jadi total kebutuhan bahan bakar kayu bakar selama proses pengeringan kakao adalah 15,98 kg.
Kebutuhan kayu bakar tiap jam (kg/jam) Kebutuhan kayu bakar/jam
N bakar bahan total Kebutuhan = jam 10 15,98kg =
=1,598 kg/jam ≈ 1,6 kg/jam Jadi kebutuhan kayu bakar tiap jamnya adalah 1,6 kg/jam.
3.8. Material yang Digunakan dalam Perancangan Alat Pengering
Setelah perancangan alat pengering selesai dilaksanakan, maka selanjutnya dilakukan pembuatan alat pengering. Pada proses pembuatan alat pengering ini, bahan atau material yang diperlukan antara lain dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.1. Material yang diperlukan untuk membuat alat pengering
No Bahan Satuan Jumlah
1 Pelat baja karbon St 37 (1 m × 2 m × 2 mm) lembar 2
2 Karet isolasi (1 m × 2 m × 1 cm) lembar 2
3 Karet pelapis m 10
4 Lem besi buah 10
5 Kaca (25 cm × 70 cm × 5 mm) buah 1
6 Roda alat pengering set 4
7 Baut & mur set 3
8 Pipa besi diameter 2” m 1/2
9 Pipa besi diameter 1/2” m 1
(50)
Tabel 3.1. Material yang diperlukan untuk membuat alat pengering (lanjutan)
No Bahan Satuan Jumlah
11 Kran air set 2
12 Kawat jaring aluminium (60 cm × 40 cm) lembar 1
13 Dempul Kaleng 2
14 Cat Besi Kaleng 1
15 Sensor Thermocouple unit 9
3.9. Pelaksanaan Perancangan Alat Pengering
Secara garis besar pelaksanaan perancangan alat pengering ini akan dilaksanakan berurutan dan sisitematis, seperti ditunjukkan pada gambar 3.8.
Gambar 3.8. Diagram Alir Pelaksanaan Perancangan
Perancangan alat pengering
SELESAI Indentisifikasi masalah
- Dimensi Alat Pengering - Performance Alat Pengering yang Dirancang
Study Literature
START
(51)
BAB 4
PENGUJIAN ALAT PENGERING
4.1. Tempat dan Waktu
Pengujian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Mekanik, gedung Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pengujian ini dilaksanakan dengan menggunakan alat pengering yang telah selesai dirancang dan kemudian dibuat untuk dapat diaplikasikan sesuai fungsinya. Pengujian ini dilaksanakan sejak alat pengering selesai dibuat sampai proses pengeringan bahan. Proses pengujian ini berlangsung selama 2 bulan, yaitu sejak bulan oktober 2009 sampai dengan desember 2009.
4.2. Peralatan yang Digunakan
a) Alat Pengering
Alat pengering ini dibuat berdasarkan hasil rancangan terlebih dahulu. Alat pengering ini dibuat bertujuan untuk mengeringkan produk pertanian sebagai solusi dari permasalahan cuaca di Indonesia yang tidak stabil. Kapasitas pengeringan dari alat ini tergantung pada produk pertanian yang akan dikeringkan.
(52)
b) Heater
Alat ini digunakan sebagai tempat pemanasan air yang akan dipanaskan di dalam alat pengering. Udara panas yang dihasilkan dari pemanasan heater ini yang nantinya dimanfaatkan untuk mempercepat proses pemanasan.
Gambar 4.2. Heater
c) Thermocouple Thermometer
Untuk melakukan pengukuran temperatur yang terjadi di dalam alat pengering digunakan instrumen pengukuran temperatur, yaitu Thermocouple
Thermometer Tipe KW 06-278 Krisbow (seperti terlihat pada Gambar 4.3). Setting
instrumen pengukuran temperatur ini dilakukan pada saat akan melakukan pengukuran temperatur yang terjadi di dalam alat pengering selama proses pengeringan berlangsung.
Spesifikasi Thermocouple Thermometer Tipe KW 06-278 Krisbow sebagai berikut:
• Nama : Digital thermometer, single input
• Input sensitivity : User selectable 0.1oC or 1 oC • Temperatur range : - 50.0 oC ~ 1300 oC
- 58 oF ~ 2000 oF • Accuracy range : ± 0.5 % ± 1 oC
± 0.5 % ± 2 oF
• Ukuran : 165 x 76 x 43 mm
• Berat : 403 gram
(53)
Gambar 4.3. Thermocouple Thermometer
d) Thermo Anemometer
Untuk melakukan pengukuran terhadap kecepatan udara pengering diantara biji kakao yang terjadi di dalam alat pengering digunakan instrumen pengukuran yaitu Thermo Anemometer (seperti terlihat pada Gambar 4.4). Setting instrumen ini dilakukan pada saat proses pengeringan berlangsung.
Spesifikasi Thermo Anemometer sebagai berikut:
• Nama : Digital Hot Wire Thermo Anemometer
• Specifications range : 0.2 m/s ~ 20.0 m/s 0.7 km/h ~ 72.0 km/h 40 ft/min ~ 3940 ft/min 0.5 MPH ~ 44.7 MPH 0.4 knots ~ 31.1 knots
• Temperature range : 32 oF ~ 122 oF (0 oC ~ 50 oC) • Accuracy range : 0.1 m/s
0.1 km/h 1 ft/min 0.1 MPH 0.1 knots 0.1 oF/ oC
• Ukuran : 175 x 86 x 47 mm
(54)
Gambar 4.4. Thermo Anemometer
e) Relative Humidity Meter
Untuk melakukan pengukuran terhadap kelembaban relative udara pengering yang terjadi selama proses pengeringan digunakan instrumen pengukuran yaitu Relative Humidity Meter (seperti terlihat pada Gambar 4.5). Setting instrumen ini dilakukan pada saat proses pengeringan berlangsung.
Spesifikasi Relative Humidity Meter sebagai berikut:
• Nama : Relative Humidity Meter 2080R Digitron
• Air temperature : -10 oC ~ 100 oC 14 oF ~ 212 oF
• Humidity range : 0 % RH ~ 100 % RH
• Thermocouple model : Type K
• Temperatur range : - 200 oC ~ 1350 oC - 328 oF ~ 2462 oF
(55)
Gambar 4.5. Relative Humidity Meter
f) Thermometer
Fungsi alat ini hampir sama dengan Thermocouple Thermometer yaitu untuk melakukan pengukuran temperatur yang terjadi di dalam alat pengering. Setting instrumen pengukuran temperatur ini dilakukan pada saat akan melakukan pengukuran temperatur yang terjadi di dalam alat pengering selama proses pengeringan berlangsung.
Spesifikasi Thermometer KW 06-308 Krisbow sebagai berikut:
• Nama : Thermometer
• Input sensitivity : User selectable 0.1oC or 1 oC • Temperatur range : - 40.0 oC ~ 250 oC
- 40 oF ~ 482 oF • Accuracy range : ± 2 % ± 2 oC
± 2 % ± 2 oF • Sampling time : 2.0 seconds
(56)
Gambar 4.6. Thermometer
g) Kompor Minyak Tanah
Pada pengujian ini, kompor digunakan sebagai alat untuk memanaskan atau memasak air yang terdapat di dalam alat pengering sehingga menghasilkan uap air. Kompor yang digunakan memiliki sumbu sebanyak 16 buah dengan kapasitas bahan bakar 2 liter minyak tanah atau kerosin.
Gambar 4.7. Kompor Minyak Tanah
h) Timbangan
Timbangan digunakan untuk mengukur berat produk yang akan dikeringkan. Alat ini digunakan pada saat produk sebelum dikeringkan dan sesudah dikeringkan. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar pengurangan berat produk setelah mengalami proses pengeringan dengan alat pengering. Kapasitas pengukuran timbangan ini adalah 5 kg dengan graduation 20 gram.
(57)
Gambar 4.8. Timbangan
i) Kayu Bakar
Kayu bakar ini digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan air pada
heater alat pengering. Kayu bakar digunakan sebagai bahan bakar alternatif karena
ketersediaan kerosin yang semakin terbatas.
Gambar 4.9. Kayu bakar 4.3. Bahan
Dalam pengujian ini, bahan atau produk pertanian yang akan dikeringkan adalah biji cokelat. Biji cokelat ini didapat dari perkebunan cokelat di daerah medan tuntungan yang baru dipanen oleh para petani cokelat. Biji cokelat yang akan dikeringkan adalah seberat 7,5 kg.
(58)
Gambar 4.10. Buah coklat yang akan dikeringkan bijinya 4.4. Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian yang akan dilakukan terdiri dari 2 tahapan, yaitu pengujian langsung dan pengujian tak langsung. Pada unit pengujian langsung, seluruh variabel yang diukur langsung pada saat pengujian, nilainya bisa langsung diketahui tanpa perhitungan lebih lanjut. Tahapan pengujian langsung terdiri dari distribusi suhu yang terjadi pada alat pengering sewaktu proses pengeringan berlangsung (oC), kebutuhan air (L/jam), waktu pengeringan (jam), berat bahan pada saat sebelum dan sesudah pengeringan (Kg) dan kebutuhan bahan bakar (Liter/jam). Alat bantu yang digunakan adalah Single Input Thermocouple Thermometer (oC), Thermo Anemometer, Relative
Humidity Meter, Thermometer dan timbangan (Kg). Seluruh unit pengujian langsung
digunakan sebagai input data untuk mendapatkan nilai unit pengujian tak langsung. Pada unit pengujian tak langsung, seluruh variabel nilainya didapat dari perhitungan dan digunakan bahan pengamatan atau analisis. Pada pengujian ini variabel yang dihitung terdiri dari kebutuhan energi (kJ/kg) dan kadar air biji kakao setelah dikeringkan berdasarkan Standard Nasional Indonesia (%).
Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dicari berat kakao dengan kadar air 0 %. Tujuannya adalah untuk mengetahui berapa berat kakao dengan kadar air yang diinginkan (sesuai Standar Nasional Indonesia). Setelah berat kakao dengan kadar air yang diinginkan diketahui, maka pengujian dapat dilakukan. Untuk mencari berat kakao yang diinginkan adalah dengan cara sebagai berikut :
Asumsikan kadar air awal kakao = 60 %. Berat kakao basah (Wkb) = 2,5 kg
(59)
Maka berat kakao dengan kadar air 7,5 % adalah 1,09 kg.
Jika pada saat pengujian berat kakao telah mencapai ≤ 1,09 kg, maka kadar air kakao telah sesuai Standar Nasional Indonesia dan pengeringan dapat dihentikan.
Data hasil pengujian ini akan dikembangkan atau dihitung untuk mendapatkan berapa besar kebutuhan energi selama proses pengeringan berlangsung. Selain itu dari data tersebut akan diperoleh berapa kadar air kakao setelah dikeringkan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
1. Prosedur pengujian langsung
Prosedur untuk pengujian langsung terdiri dari:
a) Bahan yang akan dikeringkan diukur terlebih dahulu berat awalnya dengan menggunakan timbangan.
b) Setelah diukur beratnya, bahan diletakkan secara merata di atas tray.
c) Kemudian bahan dimasukkan ke dalam alat pengering, dan pintu ditutup rapat sehingga udara panas nantinya tidak ada yang keluar.
d) Sebelum dilakukan pengeringan, diperiksa terlebih dahulu kompor dan bahan bakar apakah sudah terisi penuh.
e) Lalu kompor dihidupkan.
f) Lakukan pengamatan selama proses pengeringan berlangsung, dan catat data yang dihasilkan berupa suhu yang terjadi di dalam alat.
g) Setelah proses pengeringan selesai, bahan dikeluarkan dari alat untuk diukur beratnya.
h) Perhatikan berapa kebutuhan air dan kebutuhan bahan bakar selama proses pengeringan berlangsung.
2. Prosedur pengujian tak langsung
Prosedur untuk pengujian tak langsung terdiri dari: a) Perhitungan kadar air biji kakao setelah dikeringkan
Untuk menghitung kadar air biji kakao yang telah dikeringkan dapat diperoleh melalui metode neraca kesetimbangan energi. Metode neraca kesetimbangan energi ini berhubungan dengan kapasitas pengeringan yang dilakukan. Selain kapasitas pengeringan alat, variabel yang dibutuhkan dari neraca massa ini antara lain kadar air bahan sebelum pengeringan 51% - 60% (Amin Sarmedi, 1997).
(60)
Untuk menghitung kebutuhan energi selama proses pengeringan dapat diperoleh melalui metode neraca kesetimbangan energi. Pada prinsipnya energi total (QT) yang dibutuhkan pada proses pengeringan digunakan untuk: pemanasan bahan (Qt), pemanasan kandungan air (Qw) dan energi untuk menguapkan air dalam bahan
ditambah energi yang terbuang dari dinding dan ventilasi (Qet). Energi total (QT) yang
dibutuhkan untuk mengeringkan kakao satu siklus seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar 4.11. Neraca kesetimbangan energi 4.5. Variabel yang Diamati
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:
1. Temperatur atau suhu tiap ruang/ rak selama pengeringan berlangsung. 2. Temperatur awal biji kakao (ta).
3. Waktu atau lama pengeringan sampai bahan benar – benar kering. 4. Berat awal biji kakao sesudah difermentasi untuk dikeringkan (Wkf). 5. Berat biji kakao setelah dikeringkan (Wkk).
6. Kadar air awal biji kakao (wi). 7. Kebutuhan bahan bakar tiap jam. 8. Kebutuhan air tiap jam.
(61)
4.6. Pelaksanaan Penelitian
Secara garis besar pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan berurutan dan sisitematis, seperti ditunjukkan pada gambar 4.12.
Gambar 4.12. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian
START
PERSIAPAN : - Setting alat ukur
-Periksa kompor yang akan dipakai - Pengujian pengeringan kakao
PENGUMPULAN DATA: - Temperatur (oC)
- Berat kakao basah (kg) - Berat kakao kering (kg) - Waktu pengeringan (jam) - Kadar air awal kakao (%) - Kebutuhan air (liter/ jam)
PENGOLAHAN DATA
SELESAI
Indentisifikasi masalah dan menetapkan tujuan penelitian
ANALISA DATA
- Kadar air kakao kering (%) - Kebutuhan energi (kkal/siklus) - Kebutuhan bahan bakar
- Analisa biaya
STUDI AWAL
(62)
BAB 5
DATA DAN ANALISA
5.1. Data Hasil Pengujian
Berdasarkan bahan bakar yang dipakai dalam pengujian ini terbagi atas dua jenis, maka data yang didapat juga terbagi dua. Dari hasil pengujian yang telah didapatkan, maka diperoleh data hasil pengujian yang akan dipergunakan untuk menghitung besar kadar air akhir biji kakao yang telah dikeringkan dan kebutuhan energi selama proses pengeringan biji kakao.
5.1.1. Data Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Kerosin
1. Distribusi suhu tiap tray (T)
Dari pengujian yang dilakukan, didapatlah distribusi suhu pada tiap tray alat pengering selama proses pengeringan berlangsung dengan menggunakan bahan bakar
kerosin.
Tabel 5.1. Distribusi suhu tiap tray Waktu
(jam) Tray
1 2 3 4 5
1 67,180 oC 67,280 oC 67,403 oC 67,573 oC 67,600 oC
2 66,780 oC 66,890 oC 67,022 oC 67,160 oC 67,217 oC
3 66,583 oC 66,683 oC 66,784 oC 66,927 oC 66,980 oC
Tabel 5.1. Distribusi suhu tiap tray (lanjutan) Waktu
(jam) Tray
6 7 8 9 10
1 67,697 oC 67,900 oC 68,047 oC 68,197 oC 68,347 oC
2 67,317 oC 67,470 oC 67,627 oC 67,771 oC 67,916 oC
(63)
2. Berat kakao selama proses pengeringan
Dari pengujian yang dilakukan, didapatlah berat kakao yang dikeringkan pada tiap tray alat pengering selama proses pengeringan berlangsung dengan menggunakan bahan bakar kerosin. Penurunan berat kakao tiap jamnya terlihat jelas pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.2. Berat kakao tiap tray selama pengeringan berlangsung Waktu
(jam) Tray
1 2 3 4 5
1 2,35 kg 2,20 kg 2,06 kg 1,91 kg 1,76 kg
2 2,35 kg 2,20 kg 2,06 kg 1,91 kg 1,76 kg
3 2,35 kg 2,20 kg 2,06 kg 1,91 kg 1,76 kg
Tabel 5.2. Berat kakao tiap tray selama pengeringan berlangsung (lanjutan) Waktu
(jam) Tray
6 7 8 9 10
1 1,62 kg 1,47 kg 1,33 kg 1,19 kg 1,08 kg
2 1,62 kg 1,47 kg 1,33 kg 1,19 kg 1,08 kg
3 1,62 kg 1,47 kg 1,33 kg 1,19 kg 1,07 kg
3. Data keseluruhan proses pengeringan dengan bahan bakar kerosin
Dari data di atas, akan diperoleh distribusi suhu rata–rata dan berat akhir kakao yang telah dikeringkan seperti yang terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.3. Suhu rata-rata dan berat kakao setelah dikeringkan Tray Suhu rata-rata Berat kakao akhir
1 67,722 oC 1,08 kg
2 67,317 oC 1,08 kg
(1)
Absolute pressure
Boiling point
Specific volume (steam)
Density (steam)
Specific enthalpy of liquid water (sensible heat)
Specific enthalpy of steam (total heat)
Latent heat of vaporization
Specific heat
(bar) (oC) (m3/kg) (kg/m3) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg)
0.02 17.51 67.006 0.015 73.45 17.54 2533.64 605.15 2460.19 587.61 1.8644
0.03 24.10 45.667 0.022 101.00 24.12 2545.64 608.02 2444.65 583.89 1.8694
0.04 28.98 34.802 0.029 121.41 29.00 2554.51 610.13 2433.10 581.14 1.8736
0.05 32.90 28.194 0.035 137.77 32.91 2561.59 611.83 2423.82 578.92 1.8774
0.06 36.18 23.741 0.042 151.50 36.19 2567.51 613.24 2416.01 577.05 1.8808
0.07 39.02 20.531 0.049 163.38 39.02 2572.62 614.46 2409.24 575.44 1.8840
0.08 41.53 18.105 0.055 173.87 41.53 2577.11 615.53 2403.25 574.01 1.8871
0.09 43.79 16.204 0.062 183.28 43.78 2581.14 616.49 2397.85 572.72 1.8899
0.1 45.83 14.675 0.068 191.84 45.82 2584.78 617.36 2392.94 571.54 1.8927
0.2 60.09 7.650 0.131 251.46 60.06 2609.86 623.35 2358.40 563.30 1.9156
0.3 69.13 5.229 0.191 289.31 69.10 2625.43 627.07 2336.13 557.97 1.9343
0.4 75.89 3.993 0.250 317.65 75.87 2636.88 629.81 2319.23 553.94 1.9506
0.5 81.35 3.240 0.309 340.57 81.34 2645.99 631.98 2305.42 550.64 1.9654
0.6 85.95 2.732 0.366 359.93 85.97 2653.57 633.79 2293.64 547.83 1.9790
0.7 89.96 2.365 0.423 376.77 89.99 2660.07 635.35 2283.30 545.36 1.9919
0.8 93.51 2.087 0.479 391.73 93.56 2665.77 636.71 2274.05 543.15 2.0040
0.9 96.71 1.869 0.535 405.21 96.78 2670.85 637.92 2265.65 541.14 2.0156
1 99.63 1.694 0.590 417.51 99.72 2675.43 639.02 2257.92 539.30 2.0267
(2)
Properties of Saturated Steam (lanjutan)
Absolutepressure Boiling
point
Specific volume (steam)
Density (steam)
Specific enthalpy of liquid water (sensible
heat)
Specific enthalpy of
steam (total heat)
Latent heat of vaporization
Specific heat
(bar) (oC) (m3/kg) (kg/m3) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg)
1.2 104.81 1.428 0.700 439.36 104.94 2683.44 640.93 2244.08 535.99 2.0476
1.3 107.13 1.325 0.755 449.19 107.29 2686.98 641.77 2237.79 534.49 2.0576
1.4 109.32 1.236 0.809 458.42 109.49 2690.28 642.56 2231.86 533.07 2.0673
1.5 111.37 1.159 0.863 467.13 111.57 2693.36 643.30 2226.23 531.73 2.0768
1.5 111.37 1.159 0.863 467.13 111.57 2693.36 643.30 2226.23 531.73 2.0768
1.6 113.32 1.091 0.916 475.38 113.54 2696.25 643.99 2220.87 530.45 2.0860
1.7 115.17 1.031 0.970 483.22 115.42 2698.97 644.64 2215.75 529.22 2.0950
1.8 116.93 0.977 1.023 490.70 117.20 2701.54 645.25 2210.84 528.05 2.1037
1.9 118.62 0.929 1.076 497.85 118.91 2703.98 645.83 2206.13 526.92 2.1124
2 120.23 0.885 1.129 504.71 120.55 2706.29 646.39 2201.59 525.84 2.1208
2.2 123.27 0.810 1.235 517.63 123.63 2710.60 647.42 2192.98 523.78 2.1372
2.4 126.09 0.746 1.340 529.64 126.50 2714.55 648.36 2184.91 521.86 2.1531
2.6 128.73 0.693 1.444 540.88 129.19 2718.17 649.22 2177.30 520.04 2.1685
2.8 131.20 0.646 1.548 551.45 131.71 2721.54 650.03 2170.08 518.32 2.1835
3 133.54 0.606 1.651 561.44 134.10 2724.66 650.77 2163.22 516.68 2.1981
3.5 138.87 0.524 1.908 584.28 139.55 2731.63 652.44 2147.35 512.89 2.2331
4 143.63 0.462 2.163 604.68 144.43 2737.63 653.87 2132.95 509.45 2.2664
4.5 147.92 0.414 2.417 623.17 148.84 2742.88 655.13 2119.71 506.29 2.2983
(3)
Absolute pressure
Boiling point
Specific volume (steam)
Density (steam)
Specific enthalpy of liquid water (sensible
heat)
Specific enthalpy of
steam (total heat)
Latent heat of vaporization
Specific heat
(bar) (oC) (m3/kg) (kg/m3) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg)
5.5 155.47 0.342 2.920 655.81 156.64 2751.70 657.23 2095.90 500.60 2.3585
6 158.84 0.315 3.170 670.43 160.13 2755.46 658.13 2085.03 498.00 2.3873
6.5 161.99 0.292 3.419 684.14 163.40 2758.87 658.94 2074.73 495.54 2.4152
7 164.96 0.273 3.667 697.07 166.49 2761.98 659.69 2064.92 493.20 2.4424
7.5 167.76 0.255 3.915 709.30 169.41 2764.84 660.37 2055.53 490.96 2.4690
8 170.42 0.240 4.162 720.94 172.19 2767.46 661.00 2046.53 488.80 2.4951
8.5 172.94 0.227 4.409 732.03 174.84 2769.89 661.58 2037.86 486.73 2.5206
9 175.36 0.215 4.655 742.64 177.38 2772.13 662.11 2029.49 484.74 2.5456
9.5 177.67 0.204 4.901 752.82 179.81 2774.22 662.61 2021.40 482.80 2.5702
10 179.88 0.194 5.147 762.60 182.14 2776.16 663.07 2013.56 480.93 2.5944
11 184.06 0.177 5.638 781.11 186.57 2779.66 663.91 1998.55 477.35 2.6418
12 187.96 0.163 6.127 798.42 190.70 2782.73 664.64 1984.31 473.94 2.6878
13 191.60 0.151 6.617 814.68 194.58 2785.42 665.29 1970.73 470.70 2.7327
14 195.04 0.141 7.106 830.05 198.26 2787.79 665.85 1957.73 467.60 2.7767
15 198.28 0.132 7.596 844.64 201.74 2789.88 666.35 1945.24 464.61 2.8197
16 201.37 0.124 8.085 858.54 205.06 2791.73 666.79 1933.19 461.74 2.8620
17 204.30 0.117 8.575 871.82 208.23 2793.37 667.18 1921.55 458.95 2.9036
18 207.11 0.110 9.065 884.55 211.27 2794.81 667.53 1910.27 456.26 2.9445
(4)
Properties of Saturated Steam (lanjutan)
Absolutepressure Boiling
point
Specific volume (steam)
Density (steam)
Specific enthalpy of liquid water (sensible heat)
Specific enthalpy of steam (total heat)
Latent heat of vaporization
Specific heat
(bar) (oC) (m3/kg) (kg/m3) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg)
20 212.37 0.100 10.047 908.56 217.01 2797.21 668.10 1888.65 451.10 3.0248
21 214.85 0.095 10.539 919.93 219.72 2798.18 668.33 1878.25 448.61 3.0643
22 217.24 0.091 11.032 930.92 222.35 2799.03 668.54 1868.11 446.19 3.1034
23 219.55 0.087 11.525 941.57 224.89 2799.77 668.71 1858.20 443.82 3.1421
24 221.78 0.083 12.020 951.90 227.36 2800.39 668.86 1848.49 441.50 3.1805
25 223.94 0.080 12.515 961.93 229.75 2800.91 668.99 1838.98 439.23 3.2187
26 226.03 0.077 13.012 971.69 232.08 2801.35 669.09 1829.66 437.01 3.2567
27 228.06 0.074 13.509 981.19 234.35 2801.69 669.17 1820.50 434.82 3.2944
28 230.04 0.071 14.008 990.46 236.57 2801.96 669.24 1811.50 432.67 3.3320
29 231.96 0.069 14.508 999.50 238.73 2802.15 669.28 1802.65 430.56 3.3695
(5)
Product
(kJ/kg K) (Btu/lb oF)
Acetic acid 2.18 0.51
Acetone 2.15 0.51
Alcohol, ethyl 32oF (ethanol) 2.3 0.55
Alcohol, ethyl 104oF (ethanol) 2.72 0.65
Alcohol, methyl. 40 - 50oF 2.47 0.59
Alcohol, methyl. 60 - 70oF 2.51 0.6
Alcohol, propyl 2.37 0.57
Ammonia, 32oF 4.6 1.1
Ammonia, 104oF 4.86 1.16
Ammonia, 176oF 5.4 1.29
Ammonia, 212oF 6.2 1.48
Ammonia, 238oF 6.74 1.61
Aniline 2.18 0.52
Benzene, 60oF 1.8 0.43
Benzene, 150oF 1.92 0.46
Benzol 1.8 0.43
Bismuth, 800oF 0.15 0.0345
Bismuth, 1000oF 0.155 0.0369
Bismuth, 1400oF 0.165 0.0393
Bromine 0.47 0.11
n-Butane, 32oF 2.3 0.55
Calcium Chloride 3.06 0.73
Carbon Disulfide 0.992 0.237
Carbon Tetrachloride 0.866 0.207
Castor Oil 1.8 0.43
Chloroform 1.05 0.251
Citron Oil 1.84 0.44
Decane 2.21 0.528
Diphenylamine 1.93 0.46
Dodecane 2.21 0.528
Dowtherm 1.55 0.37
Ether 2.21 0.528
Ethyl ether 2.22 0.53
Ethylene glycol 2.36 0.56
Freon R-12 saturated -40oF 0.88 0.211
Freon R-12 saturated 0oF 0.91 0.217
Freon R-12 saturated 120oF 1.02 0.244
Fuel Oil min. 1.67 0.4
Fuel Oil max. 2.09 0.5
Gasoline 2.22 0.53
(6)
Properties of Specific Heat Capacities Liquids and Fluids (lanjutan)
Product
(kJ/kg K) (Btu/lb oF)
Hexane 2.26 0.54
Iodine 2.15 0.51
Kerosene 2.01 0.48
Linseed Oil 1.84 0.44
Light Oil, 60oF 1.8 0.43
Light Oil, 300oF 2.3 0.54
Mercury 0.14 0.03
Milk 3.93 0.94
Naphthalene 1.72 0.41
Octane 2.15 0.51
Oil, mineral 1.67 0.4
Oil, vegetable 1.67 0.4
Olive oil 1.97 0.47
Paraffin 2.13 0.51
Petroleum 2.13 0.51
Phenol 1.43 0.34
Potassium hydrate 3.68 0.88
Propane, 32oF 2.4 0.576
Propylene 2.85 0.68
Propylene Glycol 2.5 0.60
Sesame oil 1.63 0.39
Sodium, 200oF 1.38 0.33
Sodium, 1000oF 1.26 0.3
Sodium chloride 3.31 0.79
Sodium hydrate 3.93 0.94
Soya bean oil 1.97 0.47
Toluene 1.72 0.41
Tuluol 1.51 0.36
Turpentine 1.72 0.41
Water, fresh 4.19 1
Water, sea 36oF 3.93 0.94