Perancangan Dan Pengujian Alat Pengering Jagung Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 9 kg Per-Siklus

(1)

(2)

(3)

(4)

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING JAGUNG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK

KAPASITAS 9 kg PER-SIKLUS

YUDA PRATAMA ATMAJA NIM. 050401079

Telah Diketahui Oleh: Pembimbing/Penguji

Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA NIP. 1951 0906 1978 031002

Penguji I Penguji II

Ir. Isril Amir Ir. Zamanhuri MT

NIP. 1945 10271974121001 NIP. 194511051971061001

Diketahui Oleh:

Ketua Depertemen Teknik Mesin

Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri NIP.196412241992111001


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Tugas ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan mencapai gelar sarjana di Fakultas Teknik, Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul Skripsi ini yaitu “Perancangan Dan Pengujian

Alat Pengering Jagung Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 9 kg Per-Siklus".

Dalam menyelesaikan Skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu DEA, selaku dosen pembimbing yang

telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

2. Bapak DR. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin

Fakultas Teknik USU.

3. Bapak Tulus Burhanuddin ST. MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin

Fakultas Teknik USU.

4. Bapak Ir. Isril Amir, selaku dosen penguji pada sidang tugas sarjana penulis. 5. Bapak Ir. Zamanhuri MT, selaku dosen penguji pada sidang tugas sarjana penulis.

6. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas

Teknik USU.

7. Orang tua penulis, Ir. Darwin Atmaja dan Magdalena Rangkuty, yang selalu

memberikan penulis nasehat-nasehat serta do’a selama studi di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

8. Adik penulis, Ria Pratiwi Atmaja, yang selalu memberikan dukungan pada

penulis.

9. Rekan – rekan mahasiswa Departemen Teknik Mesin FT USU stambuk 2005 yang

selalu memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan laporan skripsi penulis.

10. Teman – teman seperjuangan (Mora, Qurthubi dan Elwin) yang selalu bersama penulis dalam tugas sarjana ini.


(10)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan Skripsi ini. Sebelum dan sesudahnya penulis ucapkan banyak terima kasih.

Medan, Januari 2010 Penulis,


(11)

ABSTRAK

Para petani di Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraria, umumnya masih menangani pra dan pasca panen hasil pertaniannya dengan cara yang sangat tradisional. Ciri utama dari cara tradisional adalah perlakuannya yang masih sangat tergantung kepada alam. Pengeringan suatu produk pertanian adalah suatu bentuk penanganan pasca panen yang cukup banyak mendapat perhatian para peneliti. Hal ini dikarenakan dua hal, pertama dengan proses pengeringan yang baik, akan diperoleh hasil pertanian yang dapat disimpan relatif lebih lama, sehingga meningkatkan nilai ekonominya. Dan kedua, proses pengeringan termasuk salah satu proses yang cukup banyak menggunakan energi. Proses pengeringan yang masih umum dilakukan petani di Indonesia adalah pengeringan dengan mengandalkan matahari sebagai sumber energi utamanya. Sementara, perubahan cuaca yang bisa terjadi sangat tiba-tiba akan mengganggu proses yang diinginkan. Tentu saja hal ini tidak mendukung tuntutan kualitas hasil pertanian yang sudah semakin tinggi atau sudah menetapkan standar yang harus dipenuhi secara nasional. Berdasarkan fakta inilah, maka sangat diperlukan suatu alat untuk proses pengeringan yang menggunakan tenaga alternatif selain matahari.

Pada tugas akhir ini saya mengusulkan suatu rancangan alat pengering pertanian dengan menggunakan minyak tanah dan kayu bakar sebagai pengganti energi matahari. Alat yang dirancang adalah Tipe Cabinet Dryer yang dapat digunakan secara siklus dan tidak tergantung kepada kondisi cuaca sebagai syarat utama. Sebagai produk yang dikeringkan saya memilih jagung, salah satu produk yang banyak dijumpai di masyarakat dan juga merupakan salah satu sumber kalori yang tinggi sehingga banyak dikonsumsi. Setelah dipanen, umumnya kadar air yang dikandung jagung adalah sekitar 35-40 % berat. Jika kondisi dibiarkan beberapa lama setelah dipanen, akan menyebabkan jagung tersebut cepat membusuk akibat pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Standar Nasional Indonesia, jika kadar air dari jagung tersebut diturunkan menjadi 17 % berat, maka proses perkembangan mikroorganisme akan melambat dan pembusukan akan tertunda atau bahkan terhenti untuk beberapa lama.

Alat pengering ini dirancang dengan menggunakan jagung sebagai produk yang dikeringkan dengan kapasitas yang direncanakan sebesar 9 kg per siklus. Setelah


(12)

dirancang alat ini diuji dengan menggunakan produk dan kapasitas yang sama dengan rancangan. Jagung tongkol yang baru dipanen dimasukkan kedalam mesin pengering, kemudian sumber energi untuk pengeringan yang diuji adalah kayu bakar dan minyak tanah. Alasan utama pemilihan sumber energi ini adalah ketersediannya yang cukup di daerah pedesaan dimana para petani tinggal. Medium pengering yang digunakan pada pengujian ini adalah uap air sebagai pengganti udara. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengangkutan energi dari sumber pemanas dibanding jika harus menggunakan udara biasa. Parameter yang diuji adalah distribusi suhu pada produk yang dikeringkan, waktu pengeringan, kebutuhan air sebagai medium pengering, kadar air produk, kebutuhan energi, dan analisa biaya. Dari uji performance yang dilakukan kesimpulan utama penelitian ini adalah, pertama pengeringan jagung dapat dilakukan pada Cabinet Dryer yang tidak tergantung pada tenaga matahari dengan hasil yang memenuhi standar yang diinginkan, dan kedua pengeringan dengan menggunakan kayu bakar lebih baik dari pada dengan menggunakan minyak tanah.


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBARAN PENGESAHAN DARI PEMBIMBING ... .ii

LEMBARAN PERSETUJUAN DARI PEMBANDINGAN ... ... iii

LEMBARAN PERSETUJUAN DARI PENGUJI ... ... iv

SPESIFIKASI TUGAS ... ... v

LEMBARAN EVALUASI SEMINAR TUGAS AKHIR ... .... vii

KATA PENGANTAR ... ... ix

ABSTRAK ... ... xi

DAFTAR ISI ... ... xiii

DAFTAR TABEL ... .... xv

DAFTAR GAMBAR ... ... xvi

DAFTAR NOTASI ... . xviii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Masalah ... 2

1.3. Manfaat Perancangan ... 2

1.4. Batasan Masalah ... 2

1.5. Sistematika Penulisan ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Singkat Jagung ... 4

2.2. Proses Pengeringan... 5

2.2.1. Pengeringan dengan Cara Alami ... 5

2.2.2. Pengeringan dengan Udara Panas ... 6

2.2.3. Pengeringan dengan Uap Air ... 7

2.3. Cabinet Dryer ... 9

2.4. Standar Mutu Jagung ... 10

2.5. Analisa Kadar Air ... 11

2.6. Analisa Kebutuhan Energi Selama Proses Pengeringan... 12

2.7. Analisa Kebutuhan Bahan Bakar yang Digunakan ... 14

2.8. Analisis Titik Impas (Break Even Point) ... 14

BAB 3. PERANCANGAN ALAT PENGERING 3.1. Perancangan Tray ... 16

3.2. Perancangan Ruang Bahan Pengeringan ... 18

3.3. Perancangan Tempat Air yang Dipanaskan (Heater) ... 20

3.4. Perancangan Ruang Bakar ... 21

3.5. Hasil Akhir Perancangan Alat Pengering ... 22

3.6. Prinsip Kerja Alat Pengering ... 24

3.7. Analisa Performance Alat Pengering yang Dirancang ... 26


(14)

3.9. Pelaksanaan Perancangan Alat Pengering ... 33

BAB 4. PENGUJIAN ALAT PENGERING 4.1. Tempat dan Waktu ... 34

4.2. Peralatan yang Digunakan ... 34

4.3. Bahan ... 40

4.4. Prosedur Pengujian ... 41

4.5. Variabel yang Diamati ... 43

4.6. Pelaksanaan Penelitian ... 44

BAB 5. DATA DAN ANALISA 5.1. Data Hasil Pengujian ... 45

5.1.1. Data hasil pengujian dengan bahan bakar kerosin... 45

5.1.2. Data hasil pengujian dengan bahan bakar kayu bakar ... 47

5.2. Analisa Data Hasil Pengujian ... 49

5.2.1. Distribusi suhu pada masing-masing tray ... 49

5.2.2. Kebutuhan air selama proses pengeringan ... 50

5.2.3. Analisa kadar air jagung tiap tray setelah dikeringkan... 51

5.2.4. Analisa total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung per siklus ... 57

5.2.5. Analisa kebutuhan bahan bakar yang digunakan selama proses pengeringan jagung ... 65

5.3. Analisa Biaya Penggunaan Alat Pengering Per Siklus... 66

5.3.1. Analisa biaya penggunaan alat pengering dengan bahan bakar kerosin ... 66

5.3.2. Analisa biaya penggunaan alat pengering dengan bahan bakar kayu bakar ... 68

5.3.3. Perbandingan analisa biaya berdasarkan bahan bakar yang digunakan ... 71

5.4. Total Perbandingan Bahan Bakar Kerosin dengan Kayu Bakar ... 73

5.4.1. Analisa Perbandingan Bahan Bakar Kerosin dengan Kayu Bakar untuk Massa yang Sama ... 73

5.4.2. Total Perbandingan Bahan Bakar Kerosin dengan Kayu Bakar dari Hasil Pengujian pada saat ini ... 76

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 79

6.2. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Syarat khusus jagung sesuai Standar Nasional Indonesia ... 11

Tabel 3.1. Material yang diperlukan untuk membuat alat pengering ... 33

Tabel 5.1. Distribusi suhu tiap tray... .... 45

Tabel 5.2. Berat jagung tiap tray selama pengeringan berlangsung ... 46

Tabel 5.3. Suhu rata-rata dan berat jagung setelah dikeringkan ... 46

Tabel 5.4. Distribusi suhu tiap tray... 47

Tabel 5.5. Berat jagung tiap tray selama pengeringan berlangsung ... 47

Tabel 5.6. Suhu rata-rata dan berat jagung setelah dikeringkan ... 48

Tabel 5.7. Kadar air jagung kering menggunakan bahan bakar kerosin ... 55

Tabel 5.8. Kadar air jagung kering menggunakan bahan bakar kayu bakar ... 56

Tabel 5.9. Total biaya produksi untuk pengeringan jagung tongkol per siklus .. 67

Tabel 5.10.Total biaya produksi untuk pengeringan jagung tongkol per siklus .. 69

Tabel 5.11.Perbandingan analisa biaya antara kerosin dengan kayu bakar untuk saat ini ... 72

Tabel 5.12.Perbandingan analisa biaya antara kerosin dengan kayu bakar untuk pemakaian massa bahan bakar yang sama pada saat ini ... 75

Tabel 5.13.Perbandingan alat pengering berdasarkan bahan bakar yang digunakan saat ini memiliki massa yang sama ... 75

Tabel 5.14.Perbandingan alat pengering berdasarkan bahan bakar yang digunakan saat ini selama pengeringan berlangsung... 76


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Penjemuran di bawah matahari langsung ... 6

Gambar 2.2. Skema sistem pengering udara panas ... 7

Gambar 2.3. Skema sistem pengeringan uap air ... 9

Gambar 3.1. Bentuk Tray yang dirancang ... .... 18

Gambar 3.2. Pola aliran udara yang terjadi ... .... 18

Gambar 3.3. Ruang bahan pengeringan yang dirancang... .... 20

Gambar 3.4. Tempat Air yang Dipanaskan (Heater) ... .... 21

Gambar 3.5. Ruang bakar yang dirancang ... .... 22

Gambar 3.6. Alat pengering yang dirancang ... .... 23

Gambar 3.7. Laju aliran panas pengeringan dengan uap air ... .... 25

Gambar 3.8. Diagram alir pelaksanaan perancangan... .... 33

Gambar 4.1. Alat pengering yang akan digunakan ... .... 34

Gambar 4.2. Heater... .... 35

Gambar 4.3. Thermocouple Thermometer ... .... 36

Gambar 4.4. Thermo Anemometer ... .... 37

Gambar 4.5. Relative Humidity Meter ... 38

Gambar 4.6. Thermometer ... 39

Gambar 4.7. Kompor Minyak Tanah ... 39

Gambar 4.8. Timbangan ... 40

Gambar 4.9. Kayu Bakar ... 40

Gambar 4.10. Jagung yang akan dikeringkan ... 41

Gambar 4.11. Neraca kesetimbangan energi ... 43

Gambar 4.12. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 44

Gambar 5.1. Grafik distribusi suhu tiap tray untuk bahan bakar kerosin ... 49

Gambar 5.2. Grafik distribusi suhu tiap tray untuk bahan bakar kayu bakar .... 49

Gambar 5.3. Grafik distribusi suhu tiap tray kerosin vs kayu bakar ... 50

Gambar 5.4. Grafik kadar air jagung kering tiap tray bahan bakar kerosin ... 55

Gambar 5.5. Grafik kadar air jagung kering tiap tray bahan bakar kayu bakar ... 56

Gambar 5.6. Grafik kadar air jagung kering tiap tray kerosin vs kayu bakar .... 57


(17)

Gambar 5.8. Grafik perbandingan analisa biaya kerosin vs kayu bakar

untuk saat ini ... 72 Gambar 5.9. Grafik Analisa Alat Pengering Kerosin vs Kayu Bakar ... 76 Gambar 5.10. Grafik Kebutuhan Energi Kerosin vs Kayu Bakar ... 77


(18)

DAFTAR NOTASI

LAMBANG KETERANGAN SATUAN

A Luas penampang dinding alat pengering m2

A1 Luas penampang 1 dinding alat pengering m2

A2 Luas penampang 2 dinding alat pengering m2

A3 Luas penampang 3 dinding alat pengering m2

BEP Break Even Point

cpair Panas jenis air kkal/kg oC

cpjagung Panas jenis jagung kkal/kg oC

cpw Panas jenis udara basah kkal/m3 oC

T Temperatur rata – rata udara pengering oC

1 x

∆ Tebal dinding alat pengering m

2 x

∆ Tebal lapisan isolasi m

hfg Panas laten air kkal/kg

k1 Koefisien perpindahan kalor konduksi plat kkal/mhoC

k2 Koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi kkal/mhoC

N Lama pengeringan jam

NKBk Nilai kalor bakar bahan bakar kkal/kg

ρar Massa jenis uap air ventilasi gr/m3

ρjagung Massa jenis jagung tongkol kg/m3

ρsa Massa jenis moisture jenuh pada Ta gr/m3

ρsd Massa jenis moisture jenuh pada Td gr/m3

Qd Kebutuhan energi untuk pengeringan jagung kkal

Ql Kebutuhan energi penguapan air jagung kkal

Qlt Energi yang hilang dari dinding dan

ventilasi ruang pengering kkal

Qlv Energi yang hilang dari ventilasi kkal/jam

Qlw Energi yang hilang melalui dinding box pengering kkal/jam

QT Total energi yang dibutuhkan untuk

mengeringkan jagung per siklus kkal


(19)

Qw Kebutuhan energi pemanasan air jagung kkal

RHa Kelembaban relative udara luar %

RHd Kelembaban relative udara pengering rata-rata %

T Temperatur oC

Ta Temperatur awal jagung oC

Td Temperatur rata - rata udara pengering oC

U Koefisien pindahan kalor menyeluruh kkal/m2hoC

V Debit udara ventilasi m3/s

v Kecepatan udara pengering diantara jagung m/s

Wf Berat kandungan air jagung akhir kg

wf Kadar air jagung kering %

Wi Berat air jagung awal kg

wi Kadar air jagung awal %

Wjb Berat jagung basah kg

Wjk Berat jagung kering kg

Wjo Berat jagung dengan kadar air 0% kg

Wr Berat air yang dipindahkan selama


(20)

ABSTRAK

Para petani di Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraria, umumnya masih menangani pra dan pasca panen hasil pertaniannya dengan cara yang sangat tradisional. Ciri utama dari cara tradisional adalah perlakuannya yang masih sangat tergantung kepada alam. Pengeringan suatu produk pertanian adalah suatu bentuk penanganan pasca panen yang cukup banyak mendapat perhatian para peneliti. Hal ini dikarenakan dua hal, pertama dengan proses pengeringan yang baik, akan diperoleh hasil pertanian yang dapat disimpan relatif lebih lama, sehingga meningkatkan nilai ekonominya. Dan kedua, proses pengeringan termasuk salah satu proses yang cukup banyak menggunakan energi. Proses pengeringan yang masih umum dilakukan petani di Indonesia adalah pengeringan dengan mengandalkan matahari sebagai sumber energi utamanya. Sementara, perubahan cuaca yang bisa terjadi sangat tiba-tiba akan mengganggu proses yang diinginkan. Tentu saja hal ini tidak mendukung tuntutan kualitas hasil pertanian yang sudah semakin tinggi atau sudah menetapkan standar yang harus dipenuhi secara nasional. Berdasarkan fakta inilah, maka sangat diperlukan suatu alat untuk proses pengeringan yang menggunakan tenaga alternatif selain matahari.

Pada tugas akhir ini saya mengusulkan suatu rancangan alat pengering pertanian dengan menggunakan minyak tanah dan kayu bakar sebagai pengganti energi matahari. Alat yang dirancang adalah Tipe Cabinet Dryer yang dapat digunakan secara siklus dan tidak tergantung kepada kondisi cuaca sebagai syarat utama. Sebagai produk yang dikeringkan saya memilih jagung, salah satu produk yang banyak dijumpai di masyarakat dan juga merupakan salah satu sumber kalori yang tinggi sehingga banyak dikonsumsi. Setelah dipanen, umumnya kadar air yang dikandung jagung adalah sekitar 35-40 % berat. Jika kondisi dibiarkan beberapa lama setelah dipanen, akan menyebabkan jagung tersebut cepat membusuk akibat pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Standar Nasional Indonesia, jika kadar air dari jagung tersebut diturunkan menjadi 17 % berat, maka proses perkembangan mikroorganisme akan melambat dan pembusukan akan tertunda atau bahkan terhenti untuk beberapa lama.

Alat pengering ini dirancang dengan menggunakan jagung sebagai produk yang dikeringkan dengan kapasitas yang direncanakan sebesar 9 kg per siklus. Setelah


(21)

dirancang alat ini diuji dengan menggunakan produk dan kapasitas yang sama dengan rancangan. Jagung tongkol yang baru dipanen dimasukkan kedalam mesin pengering, kemudian sumber energi untuk pengeringan yang diuji adalah kayu bakar dan minyak tanah. Alasan utama pemilihan sumber energi ini adalah ketersediannya yang cukup di daerah pedesaan dimana para petani tinggal. Medium pengering yang digunakan pada pengujian ini adalah uap air sebagai pengganti udara. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengangkutan energi dari sumber pemanas dibanding jika harus menggunakan udara biasa. Parameter yang diuji adalah distribusi suhu pada produk yang dikeringkan, waktu pengeringan, kebutuhan air sebagai medium pengering, kadar air produk, kebutuhan energi, dan analisa biaya. Dari uji performance yang dilakukan kesimpulan utama penelitian ini adalah, pertama pengeringan jagung dapat dilakukan pada Cabinet Dryer yang tidak tergantung pada tenaga matahari dengan hasil yang memenuhi standar yang diinginkan, dan kedua pengeringan dengan menggunakan kayu bakar lebih baik dari pada dengan menggunakan minyak tanah.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan cuaca di Indonesia saat ini bisa dikatakan tidak stabil. Dengan adanya perubahan cuaca yang tidak menentu ini dapat mengganggu aktivitas para petani di Indonesia baik di masa pra panen maupun pasca panen.

Jagung selain untuk keperluan pangan, juga digunakan untuk bahan baku industri pakan ternak, maupun ekspor. Teknologi produksi jagung sudah banyak dihasilkan oleh lembaga penelitian dan pengkajian lingkup Badan Litbang Pertanian maupun Perguruan Tinggi, namun belum banyak diterapkan di lapangan. Penggunaan pupuk urea misalnya ada yang sampai 600 kg/ha jauh lebih tinggi dari kisaran yang seharusnya diberikan yaitu 350-400 kg/ha. Teknologi pasca panen yang masih sederhana mengakibatkan kualitas jagung di tingkat petani tergolong rendah sehingga harganya menjadi rendah. hal ini dikarenakan petani pada umumnya menjual jagungnya segera setelah panen. Cara pengeringan yang banyak dilakukan, yaitu pengeringan di pohon sampai kadar air 23-25% baru dipanen dan langsung dipipil yang selanjutnya dijual.

Dalam upaya pengembangan jagung yang lebih kompetitif, diperlukan upaya efisiensi usahatani, baik ekonomi, mutu maupun produktivitas melalui penerapan teknologi mulai dari penentuan lokasi, penggunaan varietas, benih bermutu, penanaman, pemeliharaan, hingga penanganan panen dan pasca panen yang tepat.

Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu tujuannya agar reaksi biologis terhenti dan mikrorganisme serta serangga tidak bisa hidup di dalamnya. Pengeringan jagung dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu:

1. Pengeringan dalam bentuk gelondong. Pada pengeringan jagung gelondong

dilakukan sampai kadar air mencapai 18% untuk memudahkan pemipilan. 2. Pengeringan butiran setelah jagung dipipil.

Pemipilan merupakan kegiatan memisahkan biji jagung dari tongkolnya. Pemipilan dapat dilakukan dengan cara tradisional atau dengan cara yang lebih modern. Secara tradisional pemipilan jagung dapat dilakukan dengan tangan maupun


(23)

alat bantu lain yang sederhana seperti kayu, pisau dan lain-lain sedangkan yang lebih modern menggunakan alat pemipil yang disebut Corn sheller yang dijalankan dengan motor.

Butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual ataupun disimpan, untuk itu diperlukan satu tahapan proses yaitu pengeringan akhir. Umumnya petani melakukan pengeringan biji jagung dengan penjemuran di bawah sinar matahari langsung, sedangkan pengusaha jagung (pabrikan) biasanya menggunakan alat pengering tipe batch dryer dengan kondisi temperatur udara pengering antara 50oC – 60oC dengan kelembaban relatif 40%.

1.2. Tujuan Masalah

1. Untuk merancang alat pengering jagung yang nantinya dapat digunakan oleh para

petani jagung.

2. Untuk mendapatkan performance alat pengering yang dapat mengeringkan jagung

sesuai dengan Standard Nasional Indonesia.

3. Untuk membandingkan hasil dari pengeringan jagung berdasarkan bahan bakar

yang digunakan, yaitu antara kerosin dengan kayu bakar.

1.3. Manfaat Perancangan

Untuk menghasilkan alat pengering yang dapat memudahkan petani jagung pada saat proses pengeringan jagung jika perubahan cuaca tidak stabil.

1.4. Batasan Masalah

1. Dimensi dari alat pengering yang dirancang

2. Perbandingan berdasarkan bahan bakar kerosin dengan kayu bakar yang meliputi:

a. Distribusi suhu tiap tray pada alat pengering

b. Kebutuhan air yang digunakan untuk menghasilkan uap air (L/jam)

c. Waktu pengeringan untuk mencapai kadar air yang diinginkan (jam)

d. Kadar air jagung setelah dikeringkan berdasarkan Standard Nasional

Indonesia (%)

e. Kebutuhan energi (kJ/kg)

f. Kebutuhan bahan bakar (Liter/jam)


(24)

1.5. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami tulisan ini, maka dilakukan pembagian bab berdasarkan isinya. Tulisan ini akan disusun dalam enam bab, BAB I PENDAHULUAN, berisi latar belakang, tujuan masalah, manfaat perancangan, dan batasan masalah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berisi landasan teori yang diperoleh dari literatur untuk mendukung perancangan dan pengujian. BAB III PERANCANGAN ALAT PENGERING, berisi perhitungan perancangan alat pengering. BAB IV PENGUJIAN ALAT PENGERING berisi tata cara pengujian alat pengering, peralatan dan perlengkapan yang digunakan serta prosedur kerja dari pengujian yang dilakukan. BAB V DATA DAN ANALISA, berisi data hasil pengujian, perhitungan dan analisa terhadap data hasil pengujian. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan dari hasil pengujian dan saran-saran.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Singkat Jagung

Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn.

Sistematika tanaman jagung adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)

Classis : Monocotyledone (berkeping satu)

Ordo : Graminae (rumput-rumputan)

Familia : Graminaceae

Genus : Zea

Species : Zea mays L.

Jenis jagung dapat dikelompokkan menurut umur dan bentuk biji.

a) Menurut umur, dibagi menjadi 3 golongan:

1. Berumur pendek (genjah): 75-90 hari, contoh: Genjah Warangan, Genjah

Kertas, Abimanyu dan Arjuna.

2. Berumur sedang (tengahan): 90-120 hari, contoh: Hibrida C 1, Hibrida CP 1

dan CPI 2, Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 2, Malin,Metro dan Pandu.

3. Berumur panjang: lebih dari 120 hari, contoh: Kania Putih, Bastar, Kuning, Bima dan Harapan.

b) Menurut bentuk biji, dibagi menjadi 7 golongan:

1. Dent Corn

2. Flint Corn

3. Sweet Corn

4. Pop Corn


(26)

6. Pod Corn

7. Waxy Corn

Varietas unggul mempunyai sifat: berproduksi tinggi, umur pendek, tahan serangan penyakit utama dan sifat-sifat lain yang menguntungkan. Varietas unggul ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: jagung hibrida dan varietas jagung bersari bebas. Nama beberapa varietas jagung yang dikenal antara lain: Abimanyu, Arjuna, Bromo, Bastar Kuning, Bima, Genjah Kertas, Harapan, Harapan Baru, Hibrida C 1 (Hibrida Cargil 1), Hibrida IPB 4, Kalingga, Kania Putih, Malin, Metro, Nakula, Pandu, Parikesit, Permadi, Sadewa, Wiyasa, Bogor Composite-2.

2.2. Proses Pengeringan

2.2.1. Pengeringan dengan Cara Alami

Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi kadar air untuk mencegah tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk. Dalam proses pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu, kelembaban (humidity) dan aliran udara. Perubahan kadar air dalam bahan pangan

disebabkan oleh perubahan energi dalam sistem (1Banwatt, 1981). Untuk itu,

dilakukan perhitungan terhadap neraca massa dan neraca energi untuk mencapai keseimbangan.

Menurut (1Banwatt, 1981), alasan yang mendukung proses pengeringan dapat

menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah untuk mempertahankan mutu produk terhadap perubahan fisik dan kimiawi yang ditentukan oleh perubahan kadar air, mengurangi biaya penyimpanan, pengemasan dan transportasi, untuk mempersiapkan produk kering yang akan dilakukan pada tahap berikutnya, menghilangkan kadar air yang ditambahkan akibat selama proses sebelumnya, memperpanjang umur simpan dan memperbaiki kegagalan produk. Produk kering dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan produk baru.

Pengeringan dengan sinar matahari menjadikan mutu biji lebih baik yaitu menjadi mengkilap. Caranya adalah biji ditebarkan di lantai penjemuran di bawah terik matahari. Pengeringan ini membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dan sangat tergantung dengan cuaca. Pada metode Cadburry, jika cuaca tidak memungkinkan dapat diganti dengan hembusan udara pada pengeringan buatan. Pada tahap awal


(27)

60˚C sampai biji kering. Lama pengeringan ini 7-8 jam sehari. Selama penjemuran dilakukan pembalikkan hamparan biji 1-2 jam sekali. Lama penjemuran dapat lebih dari 10 hari, tergantung dengan cuaca dan lingkungan.

Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu tujuannya agar reaksi biologis terhenti dan mikrorganisme serta serangga tidak bisa hidup di dalamnya. Pengeringan jagung dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu:

1. Pengeringan dalam bentuk gelondong. Pada pengeringan jagung gelondong

dilakukan sampai kadar air mencapai 18% untuk memudahkan pemipilan. 2. Pengeringan butiran setelah jagung dipipil.

Pemipilan merupakan kegiatan memisahkan biji jagung dari tongkolnya. Pemipilan dapat dilakukan dengan cara tradisional atau dengan cara yang lebih modern. Secara tradisional pemipilan jagung dapat dilakukan dengan tangan maupun alat bantu lain yang sederhana seperti kayu, pisau dan lain-lain sedangkan yang lebih modern menggunakan alat pemipil yang disebut Corn sheller yang dijalankan dengan motor.

Butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual ataupun disimpan, untuk itu diperlukan satu tahapan proses yaitu pengeringan akhir. Umumnya petani melakukan pengeringan biji jagung dengan penjemuran di bawah sinar matahari langsung, sedangkan pengusaha jagung (pabrikan) biasanya menggunakan alat pengering tipe Batch Dryer dengan kondisi temperatur udara pengering antara 50°C – 60°C dengan kelembaban relatif 40%.

Pengeringan jagung dapat dilakukan secara alami atau buatan. Secara tradisional jagung dijemur di bawah sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9% – 11%. Biasanya penjemuran memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan di lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung.


(28)

2.2.2. Pengeringan dengan Udara Panas

Secara buatan proses pengeringan dapat dilakukan dengan alat pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada musim hujan. Terdapat berbagai cara pengeringan buatan, tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam biji dengan panas pengeringan sekitar 38oC – 43oC, sehingga kadar air turun menjadi 12% - 13 %. Alat pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air biji jagung yang diinginkan. Cara ini lebih baik karena tidak tergantung cuaca dan bahan bakar lebih sedikit. Pengeringan dengan pengering buatan terjadi selama 32 jam dan pembalikkan biji setiap 3 jam. Pengeringan ini dengan menggunakan Barico dryer. Namun, bisa digunakan dengan alat pengering lain, misalnya cabinet dryer. Lama pengeringan tergantung dari jenis alat pengeringnya. Prinsip pengeringannya menggunakan udara pengering sebagai medium panas dalam menurunkan kadar air biji hingga 9% - 11%.

Gambar 2.2. Skema sistem pengering udara panas 2.2.3. Pengeringan dengan Uap Air

Uap air panas mempunyai sifat pindah panas yang lebih unggul dari pada udara pada suhu yang sama. Karena tidak ada tahanan terhadap difusi uap air dalam uap itu sendiri, laju pengeringan pada periode laju konstan hanya tergantung pada laju pindah panas. Pada prinsipnya, setiap pengering langsung atau tak langsung (kombinasi konduksi dan konveksi) dapat dioperasikan sebagai pengering uap air panas (2Abdulillah, 2000).

Salah satu keuntungan nyata dari pengeringan dengan uap air panas adalah bahwa luaran pengering juga uap, meskipun pada enthalpi jenis lebih rendah. Dalam


(29)

pengeringan dengan udara, panas laten dalam aliran gas luaran biasanya sukar dan mahal untuk digunakan kembali. Jika infiltrasi udara dapat dihindarkan (atau diminimumkan sampai tingkat yang dapat diterima), maka seluruh panas laten yang disuplai ke pengering uap air ini dapat dipulihkan dengan mengembunkan aliran buang atau meningkatkan enthalpi jenisnya secara mekanis atau dengan kompresi panas. Karena pengering ini akan menghasilkan uap yang sama dengan jumlah air yang diuapkan di dalam pengering, maka pabrik perlu memanfaatkan kelebihan uap tersebut. Jika uap ini digunakan ditempat lain, panas laten yang dipulihkan tidak dibebankan pada alat pengering, dan menyebabkan konsumsi energi bersih sebesar 1000-1500 kJ/kg air yang diuapkan untuk alat pengering dibandingkan dengan 4000-6000 kJ/kg air yang diuapkan untuk pengering udara panas. Jadi penurunan konsumsi energi merupakan keuntungan yang jelas dari alat pengering dengan menggunakan uap air panas. Keuntungan lain adalah:

a) Tidak ada reaksi oksidasi atau pembakaran dalam alat pengering uap air panas. Hal ini berarti tidak ada bahaya kebakaran atau ledakan dan juga menghasilkan mutu yang lebih baik.

b) Massa jenis uap pada temperatur tinggi lebih rendah daripada massa jenis

udara pada temperatur yang sama, sehingga secara alami uap akan lebih mudah naik jika dipanaskan hingga pada temperatur tinggi.

c) Memungkinkan laju pengeringan yang lebih tinggi, baik dalam periode laju

konstan maupun laju menurun, tergantung pada suhu uap.

d) Pengeringan dengan uap dapat mencegah bahaya kebakaran atau ledakan pada

saat pengeringan produk yang mengandung racun atau cairan organik mahal yang harus dipulihkan, sambil memungkinkan pengembunan aliran buang dalam kondenser kecil.

e) Alat pengering uap air panas memungkinkan proses pasteurisasi, sterilisasi

dan deodorisasi produk pangan.

Uap yang terbentuk dari produk dapat ditarik dari ruang pengering, diembunkan dan panas latennya digunakan kembali.

Secara umum, pengeringan uap air dapat dipertimbangkan sebagai pilihan yang baik hanya jika satu atau lebih dari kondisi berikut ini dipenuhi:


(30)

b) Mutu produk lebih unggul jika dikeringkan dalam uap dibandingkan dengan udara.

c) Biaya kebakaran, ledakan atau kerusakan oksidatif sangat tinggi. Premi

asuransi yang lebih rendah dapat menutupi sebagian tambahan biaya investasi pengering dengan uap.

d) Jumlah air yang harus dibuang maupun kapasitas produksi yang diperlukan

tinggi. Hal ini dapat memenuhi skala ekonomi. Jelasnya, pengering seperti ini hanya baik dipertimbangkan untuk operasi kontinyu karena masalah yang berkaitan dengan masalah penghidup-matian akibat pengembunan pada produk serta keberadaan zat tak dapat diembunkan (udara).

Air yang diuapkan dalam pengering uap, dengan asumsi tidak ada kehilangan, akan menjadi kelebihan uap, dengan enthalpi spesifik yang rendah. Penggunaan uap ini secara ekonomis umumnya merupakan kunci keberhasilan proses pengeringan uap. Uap ini biasanya pada tekanan atmosfer dan berdebu, yang perlu dibersihkan untuk penggunaan ulang.

Gambar 2.3. Skema sistem pengeringan uap air 2.3. Cabinet Dryer

Cabinet dryer merupakan alat pengering yang menggunakan udara panas dalam ruang tertutup (chamber). Ada dua tipe yaitu tray dryer dan vacuum dryer.

Vacuum dryer menggunakan pompa dalam penghembusan udara, sedangkan pada tray dryer tidak menggunakan pompa (3Singh, 2001). Kelemahan cabinet dryer adalah kurangnya pengontrolan aliran udara yang bergerak sehingga bila aliran udara terlalu


(31)

kencang, menyebabkan aliran turbulen dalam chamber, yang menghambat pengeringan produk bahan pangan. Produk yang sesuai dikeringkan dengan alat ini adalah produk yang memiliki keseragaman yang tinggi, misalnya biji cokelat, biji jagung dan apel. Kelebihannya adalah harga murah, karena membutuhkan daya yang tidak terlalu tinggi (4Fellows,1990).

Komponen cabinet dryer adalah tray, heater dan fan. Tray disesuaikan dengan kapasitas jumlah, berat dan ukuran produk pangan. Tray berfungsi sebagai wadah biji dalam proses pengeringan, yang disusun bertingkat. Sedangkan boiler berfungsi sebagai pemanas udara atau pengering udara dan penghembus udara kering yang akan

digunakan dalam pengeringan (5Severn, 1954). Boiler memiliki medium pemanas

berupa steam. Kualitas steam yang digunakan adalah 90%, agar dapat mengeringkan udara secara optimal yang dapat memenuhi kebutuhan panas udara kering dalam

pengeringan. Suhu steam yang digunakan adalah 120˚C ( 5Severn, 1954). Suhu

tersebut mampu menghasilkan kalor untuk mengeringkan udara secara optimal. Pada 1 HP, boiler memiliki heating surface sebesar 10 ft2 (1Banwatt, 1981).

Dalam perhitungan neraca panas, dibutuhkan data-data yaitu panas spesifik, panas latent, RH(%) dan suhu sehingga diperoleh hubungan antara RH(%) udara dengan kadar air dalam bahan pangan pada grafik psychrometric charts

(3Singh,2001). Hubungan tersebut menentukan berapa panas masuk dan keluar yang

setimbang. Selain itu, juga menentukan panas yang hilang dalam proses pengeringan. Selain neraca panas, juga dibutuhkan neraca massa untuk mengetahui keseimbangan antara berapa produk yang masuk dengan berapa yang keluar serta berapa uap air yang dilepaskan dalam proses. Ini berpengaruh juga pada perubahan fraksi air dalam bahan pangan (3Singh, 2001).

2.4. Standar Mutu Jagung

Pengendalian mutu merupakan usaha mempertahankan mutu selama proses produksi sampai produk berada di tangan konsumen pada batas yang dapat diterima dengan biaya seminimal mungkin. Pengendalian mutu jagung pada saat pasca panen dilakukan mulai pemanenan, pengeringan awal, pemipilan, pengeringan akhir, pengemasan dan penyimpanan.

Berdasarkan warnanya, jagung kering dibedakan menjadi jagung kuning (bila sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna kuning), jagung putih (bila


(32)

sekurangkurangnya bijinya berwarna putih) dan jagung campuran yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Dalam perdagangan internasional, komoditi jagung kering dibagi dalam 2 nomor HS dan SITC berdasarkan penggunaannya yaitu jagung benih dan non benih.

a) Syarat Umum

1. Bebas hama dan penyakit.

2. Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya.

3. Bebas dari bahan kimia, seperti: insektisida dan fungisida. 4. Memiliki suhu normal.

b) Syarat Khusus

Syarat khusus jagung disesuaikan dengan Standar yang telah ditentukan dalam SNI.

Tabel 2.1. Syarat khusus jagung sesuai Standar Nasional Indonesia

No Komponen

Utama

Persyaratan Mutu (%maks)

I II III IV

1 Kadar air 14 14 15 17

2 Butir Rusak 2 4 6 8

3 Butir Warna Lain 1 3 7 10

4 Butir Pecah 1 4 3 5

5 Kotoran 1 1 2 2

2.5. Analisa Kadar Air

Kadar air jagung yang telah dikeringkan dapat dihitung melalui beberapa tahapan berikut ini.

- Menghitung kadar air jagung kering yang diperkirakan dengan menggunakan

persamaan berikut ini.

[

]

×100% =

Wjk Wjo Wjk

wf (2.1)

wf = Kadar air jagung yang diperkirakan (%)

Wjk = Berat jagung kering (kg)

Wjo = Berat jagung dengan kadar air 0 % (kg)


(33)

Berat air jagung awal (Wi), kg

Wi = Wjb× wi (2.2)

wi = kadar air awal jagung (%)

Wjb= Berat jagung basah hasil panen (kg)

[

( )

]

100%

× − −

=

Wjb Wf Wjk Wjb

wi (2.3)

- Berat kandungan air jagung akhir (Wf), kg

Wjk

Wf =16,66%× (2.4)

2.6. Analisa Kebutuhan Energi Selama Proses Pengeringan

a) Kebutuhan energi untuk pengeringan jagung (Qd), kkal

Qd = Qt + Qw + Ql (2.5)

dimana;

Qd = energi pengeringan jagung, kkal

Qt = energi pemanasan jagung, kkal

Qw = energi pemanasan air jagung, kkal

Ql = energi penguapan air jagung, kkal

- Energi untuk pemanasan jagung (Qt), kkal

Qt = Wjb . cpjagung (Td-Ta) (2.6)

cpjagung = Panas jenis jagung (kkal/kg oC)

Ta = Temperatur awal jagung (oC)

Td = Temperatur rata - rata udara pengering (oC)

- Energi pemanasan air jagung (Qw), kkal

Qw = Wi× cpair (Td-Ta) (2.7)

cpair = Panas jenis air (kkal/kg oC)

- Berat air yang dipindahkan selama proses pengeringan (Wr), kg

Wr = Wi – Wf (2.8)

- Energi penguapan air jagung (Ql), kkal

Ql = Wr × hfg (2.9)

hfg = Panas laten air (kkal/kg)

b) Energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt), kkal Qlt = (Qlw× N) + Qlv (2.10)


(34)

Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering, kkal/jam

Qlv = energi yang hilang dari ventilasi, kkal/jam

N = Lama pengeringan

- Kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw)

2 2 1 1 1 k x k x U ∆ + ∆ = (2.11) menyeluruh T A U

Qlw= ⋅ ⋅∆ (2.12)

Dimana :

Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering (kkal/jam)

U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (kkal/m2.h.oC)

A = Luas penampang (m2)

T = Td = Temperatur rata – rata udara pengering (oC)

k1 = koefisien perpindahan kalor konduksi plat (kkal/mhoC)

k2 = koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi (kkal/mhoC)

x1= tebal plat (m)

x2= tebal lapisan isolasi (m)

- Kehilangan energi melalui ventilasi (Qlv)

N cpw V

Qlv= × (Td-Ta) •

(2.13)

dimana; V = Debit udara ventilasi, m• 3/s

cpw = Panas jenis udara basah (kkal/m3 oC)

ar Wr V ρ × = • 1000 (2.14)

- Massa jenis uap air ventilasi (ρar), gr/m3

Rha RHd sa

sd

ar =ρ ⋅ −ρ ⋅

ρ (2.15)

ρar = Massa jenis uap air ventilasi (gr/m3)

ρsa = Massa jenis moisture jenuh pada Ta (gr/m3)

ρsd = Massa jenis moisture jenuh pada Td (gr/m3)

c) Total Energi yang Dibutuhkan untuk Mengeringkan Jagung Per Siklus (QT),


(35)

QT = Qd + Qlt (2.16)

2.7. Analisa Kebutuhan Bahan Bakar yang Digunakan

- Kebutuhan bahan bakar selama proses pengeringan jagung

Kebutuhan bahan bakar

k

NKB QT

= (2.17)

dimana; QT = Total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung per

siklus

NKBk = Nilai kalor bakar bahan bakar

- Kebutuhan bahan bakar tiap jam (liter/jam) Kebutuhan bahan bakar/jam

N

bakar bahan total Kebutuhan

= (2.18)

dimana; N = Lama pengeringan

2.8. Analisis Titik Impas (Break Even Point)

Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, serta laba dan rugi.

Dengan kata lain analisis titik impas merupakan teknik untuk mengetahui besarnya volume pendapatan dari pengeringan jagung tongkol sehingga produksi jagung kering tidak mengalami kerugian.

- Nilai BEP dalam jumlah pengeringan dapat dihitung dengan :

BEP

variabel Biaya

-penerimaan Biaya

tetap Biaya

= (2.19)

Setelah diperoleh nilai BEP dalam jumlah pengeringan, maka dapat dihitung nilai BEP dalam bentuk biaya (Rp) dan nilai BEP dalam bentuk jumlah bahan yang akan dikeringkan (kg).


(36)

BAB 3

PERANCANGAN ALAT PENGERING

Perancangan yang akan dilakukan meliputi dimensi atau ukuran – ukuran utama dari alat pengering. Alat pengering ini memiliki ruang bahan pengeringan, ruang bahan bakar, tray atau rak bahan yang akan dikeringkan dan tempat air yang akan dipanaskan. Pada alat pengering ini juga dirancang ruang untuk udara luar masuk ke dalam alat pengering. Alat pengering ini tidak memakai fan atau kipas dalam proses pengeringan. Sehingga kipas tidak dirancang dalam alat pengering ini.

Karena tidak memakai kipas atau fan, maka untuk menghasilkan distribusi suhu yang merata pada alat pengering ini dirancanglah bentuk tray atau rak penampungan bahan yang nantinya dapat membentuk pola aliran udara panas yang mampu mendistribusikan suhu sehingga suhu di dalam alat menjadi merata. Untuk menghasilkan bentuk tray yang diinginkan, harus dilakukan terlebih dahulu beberapa pengujian. Bentuk pengujian yang dilakukan ialah pengujian hampa yaitu alat pengering yang telah jadi dites dengan tidak menggunakan bahan yang akan dikeringkan. Dari beberapa pengujian hampa ini akan didapat bentuk tray yang sesuai dan menghasilkan pola aliran udara panas yang merata tiap tingkatannya. Alat pengering ini dirancang dengan berbahan bakar minyak tanah atau kerosin dan dapat juga dipakai untuk bahan bakar kayu bakar.

Prinsip kerja alat pengering yang dirancang adalah pemanasan air terlebih dahulu sehingga menghasilkan uap air. Panas uap air yang dihasilkan ini bertujuan sebagai media pengering. Proses pengeringan yang terjadi pada alat pengering ini adalah konduksi dan konveksi. Karena alat ini tidak memiliki kipas, maka proses pengeringan yang terjadi adalah proses pengeringan alami. Alat pengering ini juga dilengkapi isolasi yang terbuat dari karet dan bertujuan untuk mengurangi kehilangan panas di dalam alat sewaktu proses pengeringan berlangsung. Adapun tebal karet isolasi sebesar 10 mm.


(37)

3.1. Perancangan Tray

Tray merupakan salah satu bagian terpenting dari alat pengering. Tray

berfungsi sebagai tempat/ wadah bahan yang akan dikeringkan di dalam alat pengering. Besar tray yang dirancang nantinya mempengaruhi kapasitas dari alat pengering.

Karena kapasitas dari alat pengering yang dirancang sebesar 9 kg per siklus, maka akan didapat ukuran tray yang sesuai dengan cara sebagai berikut:

ρjagung = 0,27 gr/cm3 = 270 kg/m3

Dari nilai massa jenis jagung tongkol di atas, kemudian dicari berapa besar volume yang dapat menampung 1 kg jagung tongkol dengan persamaan berikut ini.

ρjagung = Massa jenis jagung tongkol = 270 kg/m3

Volume 1 kg jagung =

jagung

ρ

1

(3.1)

Volume 1 kg jagung = 0,0037m /kg

kg/m 270

1 3

3 =

Pada perancangan tray ini, akan dirancang 3 buah tray di dalam alat pengering. Jadi masing – masing tray dapat menampung 3 kg jagung tongkol. Maka untuk perancangan tray untuk kapasitas 3 kg jagung tongkol adalah :

Volume tray = 0,0037 m3/kg × 3 kg = 0,0111 m3 = 11100 cm3

Volume tray dari perhitungan di atas dengan mempertimbangkan bentuk dan besar bahan yang akan dikeringkan, maka masih harus ditambahkan lagi 50 %, dengan tujuan agar terdapat ruang atau jarak antara bahan yang akan dikeringkan di atas tray sehingga akan terjadi aliran udara panas disekitar bahan yang akan dikeringkan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi atas alasan tersebut, volume tray yang sesuai untuk dirancang adalah sebagai berikut.

Volume tray + (Volume tray × 50%) = 11100 cm3 + (11100 cm3 × 50%) = 16650 cm3

Dari hasil perhitungan di atas, dengan mempertimbangkan tinggi maksimum jagung sebesar 5 cm, maka dapat ditentukan volume tray yang sesuai untuk memenuhi kapasitas tray yang diinginkan.

Panjang = 60 cm


(38)

Tinggi = Tinggi maksimum jagung + jarak jagung antar tray = 5 cm + 2,5 cm = 7,5 cm

Maka volume tray yang telah dirancang dengan ukuran di atas adalah : Volume = Panjang × Lebar × Tinggi

= 60 cm × 40 cm × 7,5 cm = 18000 cm3 = 0,018 m3

Jadi kapasitas maksimum tray yang dirancang dari hasil perhitungan diatas adalah: Kapasitas = jagung kg 1 volume %) 50 (0,0111 -dirancang yang tray volume ×

= 3,36kg

/kg m 0,0037 m 00555 , 0 m 0,018 3 3 3 = −

Dari hasil di atas, maka ukuran tray yang dirancang telah sesuai untuk memenuhi kebutuhan pengeringan jagung untuk kapasitas tiap tray sebesar 3 kg.

Tray yang dirancang berbentuk kawat jaring seperti saringan. Kawat jaring ini

terbuat dari aluminium. Kawat jaring ini memiliki ketebalan 1 mm dan memiliki lubang – lubang berdiameter 3 mm.

Pada tray, kawat jaring tersebut dilapisi pelat pada masing - masing sisinya dibagian atas dan bagian bawah kawat jaring. Tujuannya adalah agar kawat jaring menjadi ketat dan tidak mudah rusak ketika terjadi pembebanan sewaktu pengeringan bahan pertanian berlangsung. Tebal masing – masing pelat adalah 2 mm dengan lebar 5 mm.

Dengan mempertimbangkan jumlah tingkat/ kamar pengeringan dan disesuaikan dengan ukuran ruang pengering serta karena tinggi rata – rata masing – masing jagung ≤ 5 cm, maka secara keseluruhan ditentukan ukuran tray ditentukan

sebagai berikut :

- Panjang = 60 cm

- Lebar = 40 cm

- Tebal = 0,5 cm

- Jarak antar tray = 15 cm

Setelah alat pengering selesai dibuat, maka dilakukanlah pengujian hampa untuk mendapatkan bentuk tray yang menghasilkan pola aliran udara yang merata di dalam alat pengering.


(39)

Dari data pengujian hampa yang telah dilakukan, maka didapat bentuk tray dan pola aliran udara yang sesuai (seperti terlihat pada gambar 3.1 dan 3.2).

Gambar 3.1. Bentuk Tray yang dirancang

Gambar 3.2. Pola aliran udara yang terjadi 3.2. Perancangan Ruang Bahan Pengeringan

Ruang bahan pengeringan merupakan salah satu komponen utama dari alat pengering yang dirancang. Ruamg bahan pengeringan ini bertujuan sebagai ruangan untuk tempat bahan yang akan dikeringkan di dalam alat pengering.

Untuk penelitian ini, karena distribusi temperatur akan diamati pada sejumlah titik disepanjang ruang pemanas maka pada alat pengering ini dilakukan jumlah


(40)

pembatasan tingkat/ kamar pengeringan. Dalam hal ini ditentukan 3 tingkat/ kamar pengeringan yang pada masing – masing tingkat akan diamati perubahan temperaturnya pada 3 titik selama siklus pengeringan. Sehingga, seluruh titik pengamatan berjumlah 9 titik.

Material yang digunakan untuk membuat ruang bahan pengeringan ini adalah pelat baja karbon St 37 dengan ketebalan pelat 2 mm. Baja karbon St 37 banyak digunakan untuk konstruksi umum dengan sifat perlakuan panas sedang, karena alat pengering yang dirancang diperkirakan akan mengalami perlakuan panas dengan suhu yang tidak terlalu tinggi yaitu sekitar 60 oC – 80 oC.

Dengan alasan penelitian, maka dirancanglah ruang pengeringan yang cukup

untuk menampung produk dengan kapasitas ≤ 20 kg. Dengan alas an – alasan tersebut

maka tinggi ruang bahan pengeringan ditentukan sebagai berikut.

Jumlah tray =3 buah

Jarak tiap tray = 15 cm

Tebal tray = 0,5 cm

Jarak tray 3 dengan bagian atas alat pengering = 25 cm Jarak tray 1 dengan bagian bawah alat pengering = 28,5 cm Maka ukuran ruang bahan pengeringan adalah :

Tinggi = (15 cm × 3) + (0,5 cm × 3) + 25 cm + 28,5 cm = 100 cm Jadi ukuran – ukuran dari ruang bahan pengeringan ini adalah :

Panjang = 60 cm

Lebar = 40 cm

Tinggi = 100 cm

Ruang bahan pengeringan yang telah dirancang nantinya dilapisi cat yang bertujuan untuk mengurangi korosi pada material ruang bahan pengeringan.


(41)

Gambar 3.3. Ruang bahan pengeringan yang dirancang 3.3. Perancangan Tempat Air yang Dipanaskan (Heater)

Heater merupakan salah satu komponen utama dari alat pengering yang

dirancang. Heater bertujuan sebagai tempat air yang dipanaskan dan kemudian menghasilkan uap air sebagai media pengeringan pada alat pengering ini.

Material yang digunakan untuk membuat heater ini adalah pelat baja karbon St 37 dengan ketebalan pelat 2 mm. Dibagian atas heater diberi beberapa lubang dengan diameter 10 mm. Lubang pada heater berfungsi untuk memudahkan uap air panas keluar menuju ruang bahan pengeringan. Setelah selesai dirancang, nantinya heater akan dilapisi cat untuk mengurangi korosi pada heater tersebut.

Heater ini memiliki kapasitas 9 liter air. Maka ukuran utama heater dapat

ditentukan dengan cara sebagai berikut.

Volume yang diinginkan = 9 liter

Panjang heater = 30 cm


(42)

Tinggi heater = 10 cm Volume = Panjang × Lebar × Tinggi

= 30 cm × 30 cm × 10 cm = 9000 cm3 = 9 dm3 = 9 liter

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat gambar berikut ini.

Gambar 3.4. Tempat Air yang Dipanaskan (Heater) 3.4. Perancangan Ruang Bakar

Ruang bahan bakar juga merupakan komponen utama dari alat pengering yang dirancang. Ruang bahan bakar berfungsi sebagai tempat bahan bakar yang digunakan selama proses pengeringan berlangsung di dalam alat pengering yang dirancang. Ruang bahan bakar ini dirancang dari bahan baja karbon St 37 yang berbentuk pelat dengan ketebalan 2 mm. Ruang bahan bakar yang dirancang memiliki panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 50 cm. Ruang bahan bakar ini untuk sementara dapat digunakan dengan bahan bakar kayu bakar dan kompor minyak tanah.


(43)

Gambar 3.5. Ruang bakar yang dirancang 3.5. Hasil Akhir Perancangan Alat Pengering

Dari hasil perancangan di atas, maka diperoleh data – data dimensi atau ukuran komponen utama alat pengering yang telah dirancang. Hasil akhir perancangan alat pengering ini antara lain dapat dilihat pada gambar berikut:


(44)

Gambar 3.6. Alat pengering yang dirancang

Keterangan gambar 3.6. Alat pengering yang dirancang: 1. Cabinet Dryer tipe Tray dryer

Panjang = 60 cm

Lebar = 40 cm

Tinggi = 150 cm

Bahan = Pelat baja karbon St 37

2. Tray

Panjang = 60 cm

Lebar = 40 cm

Tebal = 0,5 cm

Diameter lubang = 3 mm

Jumlah = 3 buah

Bahan = Kawat aluminium


(45)

3. Ruang bahan pengeringan

Panjang = 60 cm

Lebar = 40 cm

Tinggi = 100 cm

Bahan = Pelat baja karbon St 37

4. Tempat air yang akan dipanaskan (heater)

Panjang = 30 cm

Lebar = 30 cm

Tinggi = 10 cm

Kapasitas = 9 liter

Bahan = Pelat baja karbon St 37

5. Ruang bakar

Panjang = 60 cm

Lebar = 40 cm

Tinggi = 50 cm

Bahan = Pelat baja karbon St 37

Selain komponen utama dari alat pengering di atas, alat pengering ini juga dilengkapi pintu. Pintu ruang alat pengering dilengkapi kaca dengan maksud untuk mempermudah melakukan pemantauan terhadap kesediaan air dalan heater. Adapun ukuran kaca pada pintu alat pengering adalah sebagai berikut :

Lebar = 25 cm

Tebal = 5 mm

Tinggi = 70 cm

Selain itu, untuk meminimalisasi rugi kalor di sepanjang ruang pengering dipasang bahan isolasi berupa karet keras dengan ketebalan 10 mm dan koefisien perpindahan panas konduksi, k2 sebesar 0,013 W/m.oC.

3.6. Prinsip Kerja Alat Pengering

Berdasarkan literatur yang terdapat pada bab 2, proses pengeringan terbagi atas tiga macam yaitu pengeringan dengan cara alami, pengeringan dengan udara panas dan pengeringan dengan uap air. Maka dipilihlah proses pengeringan dengan uap air untuk alat pengering yang akan dirancang. Alasan pemilihan pengeringan dengan uap air karena pengeringan dengan uap air memiliki beberapa keunggulan


(46)

dibanding pengeringan dengan udara panas seperti tertulis pada bab 2. Salah satu keunggulan pengeringan dengan uap air adalah uap air panas mempunyai sifat pindah panas yang lebih unggul dari pada udara pada suhu yang sama. Selain itu, proses pindahan panas secara konveksi pada pengeringan dengan uap air lebih merata dibanding pengeringan dengan udara panas. Karena uap air yang terdapat pada alat pengering lebih cepat menyebar diseluruh bagian dalam alat pengering. Sehingga proses pengeringan juga lebih cepat jika menggunakan uap air panas. Keunggulan lainnya adalah massa jenis uap pada temperatur tinggi lebih rendah daripada massa jenis udara pada temperatur yang sama, sehingga secara alami uap akan lebih mudah naik jika dipanaskan hingga pada temperatur tinggi. Laju aliran panas yang dilalui oleh uap air di dalam alat pengering dapat dilihat pada gambar berikut ini.


(47)

Prinsip kerja alat pengering dengan memanfaatkan uap air adalah dengan melakukan pemanasan air terlebih dahulu. Air yang terdapat pada heater dipanaskan hingga menghasilkan uap. Karena pada alat pengering ini tidak digunakan fan sebagai pengontrol aliran udara, maka proses perpindahan panas berlangsung secara alami. Selain itu, karena heater menyatu dengan ruang pemanas dan sekaligus untuk membantu pemanasan udara, sebagian kecil uap air dilepas untuk membawa kalor di sepanjang hamparan jagung.

Uap air memiliki massa jenis yang lebih rendah dari udara pada temperatur tinggi sehingga amat membantu proses pemanasan jagung. Dari dinding jagung, terjadi aliran panas konduksi disepanjang plat di dalam ruang pengering sehingga hal ini juga turut membantu pemanasan udara di dalam ruang pengering.

Pada alat pengering ini, terdapat saluran air yang terhubung lansung ke heater dan dapat dibuka tutup menggunakan elbow . Tujuan dari pengadaan saluran air ini adalah untuk mengantisipasi kekurangan air selama proses pengeringan berlangsung. Ketersediaan air di dalam heater dapat diamati secara lansung melalui pintu yang sengaja di desain menggunakan kaca.

Jika temperatur di dalam ruang pengering telah cukup tinggi (± 100oC), maka saluran pembuangan yang terletak di dinding belakang alat pengering dapat dibuka dengan tujuan mengurangi tekanan dalam ruang pengering. Hal ini secara langsung juga akan menurunkan temperatur dalam ruang pengering tersebut.

3.7. Analisa Performance Alat Pengering yang Dirancang

Di dalam perancangan alat pengering ini, dilakukan juga analisa performance dari alat pengering yang bertujuan untuk mengetahui apakah alat pengering yang dirancang ini nantinya dapat berfungsi dengan baik atau tidak sehingga alat ini dapat digunakan oleh para petani di pedesaan.

1. Berat jagung kering dengan kadar air sesuai Standar Nasional Indonesia

Sesuai Standar Nasional Indonesia, bahwa kadar air untuk jagung kering adalah 17 %, dan kadar air awal jagung tongkol adalah 35 % - 40 % (6Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 1988). Maka dari kadar air ini dapat dihitung berat akhir jagung kering.


(48)

Untuk mencari berat jagung dengan kadar air sesuai Standar Nasional Indonesia adalah dengan cara sebagai berikut :

Asumsikan kadar air awal jagung = 40 %. Berat jagung basah tiap tray = 3 kg

Berat jagung kering dengan kadar air 0 % =

[

3−(3×40%)

]

= 1.8 kg Maka berat jagung dengan kadar air 17 % adalah 2,168 kg.

2. Total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung

Untuk mencari total energi yang dibutuhkan oleh alat pengering selama proses pengeringan berlangsung, dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.

Berat jagung basah hasil panen (Wjb) = 9 kg

Berat jagung kering hasil pengeringan (Wjk) = 2,168 kg × 3 = 6,504 kg

Temperatur rata-rata udara pengering (Td) = 70 oC

Temperatur awal jagung (Ta) = 28 oC

Lama pengeringan (N) = 6 jam

Kecepatan udara pengering diantara jagung (v) = 0,256 m/s

Koefisien pindahan panas dinding (k1) = 45,36 kkal/mh oC

Koefisien pindahan panas pada isolasi (k2) = 0,011 kkal/mh oC

Panas jenis udara basah (cpw) = 0,281 kkal/m3 oC

Panas jenis jagung (cpjagung) = 0,486 kkal/kg oC

Panas jenis air (cpair) = 1 kkal/kg oC

Panas laten air (hfg) = 557,45 kkal/kg

Massa jenis moisture jenuh pada Tdsd) = 198,67 gr/m3

Massa jenis moisture jenuh pada Tasa) = 27,59 gr/m3

Kelembaban relative udara pengering rata-rata (RHd) = 78 %

Kelembaban relative udara luar (RHa) = 70 %

Berat air jagung awal (Wi) = 9 kg × 40 % = 3,6 kg

a) Kebutuhan energi untuk pengeringan jagung (Qd), dihitung dengan

persamaan (2.5).

Qd = Qt + Qw + Ql

dimana;

Qd = energi pengeringan jagung, kkal


(49)

Qw = energi pemanasan air jagung, kkal

Ql = energi penguapan air jagung, kkal

Energi untuk pemanasan jagung (Qt), dihitung menggunakan

persamaan (2.6).

Qt = Wjb . cpjagung (Td-Ta)

= 9 kg × 0,486 kkal/kg oC (70 oC – 28 oC) Qt = 183,708 kkal

Energi pemanasan air jagung (Qw), menggunakan persamaan (2.7).

Qw = Wi× cpair (Td-Ta)

= 3,6 kg × 1 kkal/kg oC (70 oC – 28 oC)

Qw = 151,2 kkal

Berat kandungan air jagung akhir (Wf), menggunakan persamaan (2.4).

Wjk Wf =16,66%×

kg

Wf =0,1666×6,504 = 1,084 kg

Berat air yang dipindahkan selama proses pengeringan (Wr), dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan (2.8).

Wr = Wi – Wf

= 3,6 – 1,084

= 3,9024 kg

Energi penguapan air jagung (Ql), dihitung dengan menggunakan

persamaan (2.9).

Ql = Wr × hfg

= 3,9024 kg × 557,45 kkal/kg

= 2175,4 kkal

Maka didapat energi yang dibutuhkan untuk pengering jagung (Qd)

Qd = Qt + Qw + Ql

= 183,708 + 151,2 + 2175,4

= 2510,308 kkal

Jadi energi yang dibutuhkan untuk pengering jagung adalah 2510,308 kkal.

b) Energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt),

dihitung dengan menggunakan persamaan (2.10).


(50)

dimana;

Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering, kkal/jam

Qlv = energi yang hilang dari ventilasi, kkal/jam

N = lama pengeringan

Kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw) menggunakan

beberapa asumsi sebagai berikut :

1) Aliran panas berlangsung tunak (steady) dan temperatur tiap jam dianggap konstan dan harganya diperoleh dengan merata-ratakan temperatur selama pengujian untuk tiap tingkat dan tiap titik pengujian.

2) Konduktifitas thermal bahan (plat dan karet) dianggap konstan.

3) Tidak ada pembangkit kalor sepanjang dinding.

4) Kehilangan kalor melalui dinding hanya diperhitungkan melalui dinding

samping (kanan dan kiri) dan dinding belakang.

Kehilangan energi melalui dinding box alat pengering dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.11) dan (2.12).

2 2 1 1 1 k x k x U ∆ + ∆ = menyeluruh T A U Qlw= ⋅ ⋅∆

Dimana :

U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (kkal/m2hoC)

A = Luas penampang (m2)

T = Td = 70 °C

k1 = koefisien perpindahan kalor konduksi plat (kkal/mhoC)

k2 = koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi (kkal/mhoC)

x1= tebal dinding alat pengering (m) = 2 mm = 0.002 m

x2= tebal lapisan isolasi (m) =10 mm = 0.01 m

1 , 1 011 , 0 01 , 0 36 , 45 002 , 0 1 = + =

U kkal/m2hoC

Kehilangan energi melalui dinding alat pengering untuk penampang satu (A1)

adalah :


(51)

) C 70 ( ) 4 , 0 ( ) / 1 , 1

( 2 2

1

 ⋅ ⋅

= kkal m h C m

Qlw o 8 , 30 1 = Qlw kkal/jam

Kehilangan energi melalui dinding alat pengering untuk penampang dua (A2)

A1 = A2 = 40 cm × 100 cm = 4000 cm2 = 0,4 m2

8 , 30

2 1 =Qlw =

Qlw kkal/jam

Kehilangan energi melalui dinding alat pengering untuk penampang tiga (A3)

A3 = 60 cm × 100 cm = 6000 cm2 = 0,6 m2

) C 70 ( ) 6 , 0 ( ) / 1 , 1

( 2 2

3

 ⋅ ⋅

= kkal m h C m

Qlw o 2 , 46 3 = Qlw kkal/jam

Maka total kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw) adalah

Qlw = 30,8 + 30,8 + 46,2

= 107,8 kkal/jam

Kehilangan energi melalui ventilasi (Qlv), dapat dihitung dengan persamaan

(2.13). N Ta Td cpw V

Qlv= × ( − )

dimana; V = Debit udara ventilasi, dan dihitung dengan persamaan (2.14).

ar Wr V ρ 1000× = •

Massa jenis uap air ventilasi (ρar), dihitung menggunakan persamaan (2.15).

ρarsdRHd−ρsaRHa

ρar =198,67×78%−27,59×70%

ρar =135,65gr/m

3

Debit udara ventilasi (V ), m• 3/s

3 / 65 , 135 3,9024 1000 m gr kg V• = ×

V• =28768,15 m3/s


(52)

jam C C C m kkal m Qlv o o o 6 ) 28 70 ( / 281 , 0 15 ,

28768 3× 3 −

=

Qlv=56586,95 kkal/jam

Karena ventilasi ruang pengering dibuka selama 10 menit tiap jamnya, maka untuk 6 jam pengeringan ventilasi ruang pengering dibuka selama 60 menit.

Jadi kehilangan energi melalui ventilasi selama pengeringan per siklus adalah : 95

, 56586

=

Qlv kkal/jam × 1 jam

95 , 56586

=

Qlv kkal

Maka energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt)

Qlt = (Qlw× N) + Qlv

= (107 kkal/jam ,8 × 6 jam) + 56586,95 kkal

Qlt = 57233,75 kkal

Jadi energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt) adalah

57233,75 kkal.

c) Total Energi yang Dibutuhkan untuk Mengeringkan Jagung Per Siklus

(QT), menggunakan persamaan (2.16).

QT = Qd + Qlt

= 2510,308 kkal + 57233,75 kkal

= 59744,058 kkal/siklus

Jadi total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung per siklus (QT)

adalah 59744,058 kkal/siklus.

3. Kebutuhan bahan bakar

- Kebutuhan bahan bakar kerosin selama proses pengeringan jagung dapat

dihitung dengan persamaan (2.17). Kebutuhan bahan bakar

k

NKB QT =

dimana; NKBk = Nilai kalor bakar kerosin = 11000 kkal/kg

1 kg = 1,224 liter

maka kebutuhan bahan bakar kerosin selama pengeringan jagung adalah Kebutuhan bahan bakar

kg kkal / 11000 kal 59744,058k =


(53)

= 5,43 kg = 6,65 liter

Jadi total kebutuhan bahan bakar kerosin selama proses pengeringan jagung adalah 6,65 liter.

Kebutuhan kerosin tiap jam (liter/jam), dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.18). Kebutuhan kerosin/jam N bakar bahan total Kebutuhan = jam 6 liter 6,65 =

=1,108 liter/jam

Jadi kebutuhan kerosin tiap jamnya adalah 1,108 liter/jam.

- Kebutuhan bahan bakar kayu bakar selama proses pengeringan jagung

Kebutuhan bahan bakar

k

NKB QT =

dimana; NKBk = Nilai kalor bakar kayu = 4000 kkal/kg

maka kebutuhan bahan bakar kayu bakar selama pengeringan jagung adalah Kebutuhan bahan bakar

kg kkal /

4000

kal 59744,058k

= = 14,94 kg

Jadi total kebutuhan bahan bakar kayu bakar selama proses pengeringan jagung adalah 14,94 kg.

Kebutuhan kayu bakar tiap jam (kg/jam) Kebutuhan kayu bakar/jam

N bakar bahan total Kebutuhan = jam 6 14,94kg =

=2,49 kg/jam ≈ 2,5 kg/jam Jadi kebutuhan kayu bakar tiap jamnya adalah 2,5 kg/jam.

3.8. Material yang Digunakan dalam Perancangan Alat Pengering

Setelah perancangan alat pengering selesai dilaksanakan, maka selanjutnya dilakukan pembuatan alat pengering. Pada proses pembuatan alat pengering ini, bahan atau material yang diperlukan antara lain dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


(54)

Tabel 3.1. Material yang diperlukan untuk membuat alat pengering

No Bahan Satuan Jumlah

1 Pelat baja karbon St 37 (1 m × 2 m × 2 mm) lembar 2

2 Karet isolasi (1 m × 2 m × 1 cm) lembar 2

3 Karet pelapis m 10

4 Lem buah 10

5 Kaca (25 cm × 70 cm × 5 mm) buah 1

6 Roda alat pengering set 4

7 Baut & mur set 3

8 Pipa besi diameter 2” m 1/2

9 Pipa besi diameter 1/2” m 1

10 Elbow 1/2” set 2

11 Kran air set 2

12 Kawat jaring aluminium (60 cm × 40 cm) lembar 1

13 Dempul Kaleng 2

14 Cat Besi Kaleng 1

15 Sensor Thermocouple unit 9

3.9. Pelaksanaan Perancangan Alat Pengering

Secara garis besar pelaksanaan perancangan alat pengering ini akan dilaksanakan berurutan dan sisitematis, seperti ditunjukkan pada gambar 3.8.

Gambar 3.8. Diagram Alir Pelaksanaan Perancangan Perancangan alat pengering

SELESAI Indentisifikasi masalah

- Dimensi Alat Pengering

- Performance Alat Pengering yang Dirancang

Study Literature

START


(55)

BAB 4

PENGUJIAN ALAT PENGERING

4.1. Tempat dan Waktu

Pengujian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Mekanik, gedung Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pengujian ini dilaksanakan dengan menggunakan alat pengering yang telah selesai dirancang dan kemudian dibuat untuk dapat diaplikasikan sesuai fungsinya. Pengujian ini dilaksanakan sejak alat pengering selesai dibuat sampai proses pengeringan bahan. Proses pengujian ini berlangsung selama 2 bulan, yaitu sejak bulan oktober 2009 sampai dengan desember 2009.

4.2. Peralatan yang Digunakan

a) Alat Pengering

Alat pengering ini dibuat berdasarkan hasil rancangan terlebih dahulu. Alat pengering ini dibuat bertujuan untuk mengeringkan produk pertanian sebagai solusi dari permasalahan cuaca di Indonesia yang tidak stabil. Kapasitas pengeringan dari alat ini tergantung pada produk pertanian yang akan dikeringkan.


(56)

b) Heater

Alat ini digunakan sebagai tempat pemanasan air yang akan dipanaskan di dalam alat pengering. Udara panas yang dihasilkan dari pemanasan heater ini yang nantinya dimanfaatkan untuk mempercepat proses pemanasan.

Gambar 4.2. Heater

c) Thermocouple Thermometer

Untuk melakukan pengukuran temperatur yang terjadi di dalam alat pengering digunakan instrumen pengukuran temperatur, yaitu Thermocouple

Thermometer Tipe KW 06-278 Krisbow (seperti terlihat pada Gambar 4.3). Setting

instrumen pengukuran temperatur ini dilakukan pada saat akan melakukan pengukuran temperatur yang terjadi di dalam alat pengering selama proses pengeringan berlangsung.

Spesifikasi Thermocouple Thermometer Tipe KW 06-278 Krisbow sebagai berikut:

• Nama : Digital thermometer, single input

• Input sensitivity : User selectable 0.1oC or 1 oC

• Temperatur range : - 50.0 oC ~ 1300 oC

- 58 oF ~ 2000 oF

• Accuracy range : ± 0.5 % ± 1 oC

± 0.5 % ± 2 oF

• Ukuran : 165 x 76 x 43 mm

• Berat : 403 gram


(57)

Gambar 4.3. Thermocouple Thermometer

d) Thermo Anemometer

Untuk melakukan pengukuran terhadap kecepatan udara pengering diantara jagung yang terjadi di dalam alat pengering digunakan instrumen pengukuran yaitu Thermo Anemometer (seperti terlihat pada Gambar 4.4). Setting instrumen ini dilakukan pada saat proses pengeringan berlangsung.

Spesifikasi Thermo Anemometer sebagai berikut:

• Nama : Digital Hot Wire Thermo Anemometer

• Specifications range : 0.2 m/s ~ 20.0 m/s

0.7 km/h ~ 72.0 km/h

40 ft/min ~ 3940 ft/min

0.5 MPH ~ 44.7 MPH

0.4 knots ~ 31.1 knots

• Temperature range : 32 oF ~ 122 oF (0 oC ~ 50 oC)

• Accuracy range : 0.1 m/s

0.1 km/h 1 ft/min 0.1 MPH 0.1 knots 0.1 oF/ oC

• Ukuran : 175 x 86 x 47 mm


(58)

Gambar 4.4. Thermo Anemometer

e) Relative Humidity Meter

Untuk melakukan pengukuran terhadap kelembaban relative udara pengering yang terjadi selama proses pengeringan digunakan instrumen pengukuran yaitu Relative Humidity Meter (seperti terlihat pada Gambar 4.5). Setting instrumen ini dilakukan pada saat proses pengeringan berlangsung.

Spesifikasi Relative Humidity Meter sebagai berikut:

• Nama : Relative Humidity Meter 2080R Digitron

• Air temperature : -10 oC ~ 100 oC

14 oF ~ 212 oF

• Humidity range : 0 % RH ~ 100 % RH

• Thermocouple model : Type K

• Temperatur range : - 200 oC ~ 1350 oC


(59)

Gambar 4.5. Relative Humidity Meter

f) Thermometer

Fungsi alat ini hampir sama dengan Thermocouple Thermometer yaitu untuk melakukan pengukuran temperatur yang terjadi di dalam alat pengering. Setting instrumen pengukuran temperatur ini dilakukan pada saat akan melakukan pengukuran temperatur yang terjadi di dalam alat pengering selama proses pengeringan berlangsung.

Spesifikasi Thermometer KW 06-308 Krisbow sebagai berikut:

• Nama : Thermometer

• Input sensitivity : User selectable 0.1oC or 1 oC

• Temperatur range : - 40.0 oC ~ 250 oC

- 40 oF ~ 482 oF

• Accuracy range : ± 2 % ± 2 oC

± 2 % ± 2 oF

• Sampling time : 2.0 seconds


(60)

Gambar 4.6. Thermometer

g) Kompor Minyak Tanah

Pada pengujian ini, kompor digunakan sebagai alat untuk memanaskan atau memasak air yang terdapat di dalam alat pengering sehingga menghasilkan uap air. Kompor yang digunakan memiliki sumbu sebanyak 16 sumbu dengan kapasitas bahan bakar 2 liter minyak tanah atau kerosin.

Gambar 4.7. Kompor Minyak Tanah

h) Timbangan

Timbangan digunakan untuk mengukur berat produk yang akan dikeringkan. Alat ini digunakan pada saat produk sebelum dikeringkan dan sesudah dikeringkan. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar pengurangan berat produk setelah mengalami proses pengeringan dengan alat pengering. Kapasitas pengukuran timbangan ini adalah 5 kg dengan graduation 20 gram.


(61)

Gambar 4.8. Timbangan

i) Kayu Bakar

Kayu bakar ini digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan air pada

heater alat pengering. Kayu bakar digunakan sebagai bahan bakar alternatif karena

ketersediaan kerosin yang semakin terbatas.

Gambar 4.9. Kayu bakar 4.3. Bahan

Dalam pengujian ini, bahan atau produk pertanian yang akan dikeringkan adalah jagung. Jagung ini didapat dari perkebunan jagung di daerah stabat kabupaten langkat yang baru dipanen oleh para petani jagung. Jagung yang akan dikeringkan adalah seberat 9 kg.


(62)

Gambar 4.10. Jagung yang akan dikeringkan 4.4. Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian yang akan dilakukan terdiri dari 2 tahapan, yaitu pengujian langsung dan pengujian tak langsung. Pada unit pengujian langsung, seluruh variabel yang diukur langsung pada saat pengujian, nilainya bisa langsung diketahui tanpa perhitungan lebih lanjut. Tahapan pengujian langsung terdiri dari distribusi suhu yang terjadi pada alat pengering sewaktu proses pengeringan berlangsung (oC), kebutuhan air (L/jam), waktu pengeringan (jam), berat bahan pada saat sebelum dan sesudah pengeringan (Kg) dan kebutuhan bahan bakar (Liter/jam). Alat bantu yang digunakan

adalah Single Input Thermocouple Thermometer (oC), Thermo Anemometer, Relative

Humidity Meter, Thermometer dan timbangan (Kg). Seluruh unit pengujian langsung

digunakan sebagai input data untuk mendapatkan nilai unit pengujian tak langsung. Pada unit pengujian tak langsung, seluruh variabel nilainya didapat dari perhitungan dan digunakan bahan pengamatan atau analisis. Pada pengujian ini variabel yang dihitung terdiri dari kebutuhan energi (kJ/kg) dan kadar air jagung setelah dikeringkan berdasarkan Standard Nasional Indonesia (%).

Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dicari berat jagung dengan kadar air 0 %. Tujuannya adalah untuk mengetahui berapa berat jagung dengan kadar air yang diinginkan (sesuai Standar Nasional Indonesia). Setelah berat jagung dengan kadar air yang diinginkan diketahui, maka pengujian dapat dilakukan. Untuk mencari berat jagung yang diinginkan adalah dengan cara sebagai berikut :

Asumsikan kadar air awal jagung = 40 %. Berat jagung basah (Wjb) = 3 kg

Berat jagung kering dengan kadar air 0 % =

[

3−(3×40%)

]

= 1.8 kg Maka berat jagung dengan kadar air 17 % adalah 2,168 kg.


(1)

Absolute pressure

Boiling point

Specific volume (steam)

Density (steam)

Specific enthalpy of liquid water (sensible heat)

Specific enthalpy of steam (total heat)

Latent heat of vaporization

Specific heat

(bar) (oC) (m3/kg) (kg/m3) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg)

0.02 17.51 67.006 0.015 73.45 17.54 2533.64 605.15 2460.19 587.61 1.8644

0.03 24.10 45.667 0.022 101.00 24.12 2545.64 608.02 2444.65 583.89 1.8694

0.04 28.98 34.802 0.029 121.41 29.00 2554.51 610.13 2433.10 581.14 1.8736

0.05 32.90 28.194 0.035 137.77 32.91 2561.59 611.83 2423.82 578.92 1.8774

0.06 36.18 23.741 0.042 151.50 36.19 2567.51 613.24 2416.01 577.05 1.8808

0.07 39.02 20.531 0.049 163.38 39.02 2572.62 614.46 2409.24 575.44 1.8840

0.08 41.53 18.105 0.055 173.87 41.53 2577.11 615.53 2403.25 574.01 1.8871

0.09 43.79 16.204 0.062 183.28 43.78 2581.14 616.49 2397.85 572.72 1.8899

0.1 45.83 14.675 0.068 191.84 45.82 2584.78 617.36 2392.94 571.54 1.8927

0.2 60.09 7.650 0.131 251.46 60.06 2609.86 623.35 2358.40 563.30 1.9156

0.3 69.13 5.229 0.191 289.31 69.10 2625.43 627.07 2336.13 557.97 1.9343

0.4 75.89 3.993 0.250 317.65 75.87 2636.88 629.81 2319.23 553.94 1.9506

0.5 81.35 3.240 0.309 340.57 81.34 2645.99 631.98 2305.42 550.64 1.9654

0.6 85.95 2.732 0.366 359.93 85.97 2653.57 633.79 2293.64 547.83 1.9790

0.7 89.96 2.365 0.423 376.77 89.99 2660.07 635.35 2283.30 545.36 1.9919

0.8 93.51 2.087 0.479 391.73 93.56 2665.77 636.71 2274.05 543.15 2.0040

0.9 96.71 1.869 0.535 405.21 96.78 2670.85 637.92 2265.65 541.14 2.0156

1 99.63 1.694 0.590 417.51 99.72 2675.43 639.02 2257.92 539.30 2.0267


(2)

Properties of Saturated Steam (lanjutan)

Absolute

pressure Boiling

point

Specific volume (steam)

Density (steam)

Specific enthalpy of liquid water (sensible

heat)

Specific enthalpy of

steam (total heat)

Latent heat of vaporization

Specific heat

(bar) (oC) (m3/kg) (kg/m3) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg)

1.2 104.81 1.428 0.700 439.36 104.94 2683.44 640.93 2244.08 535.99 2.0476

1.3 107.13 1.325 0.755 449.19 107.29 2686.98 641.77 2237.79 534.49 2.0576

1.4 109.32 1.236 0.809 458.42 109.49 2690.28 642.56 2231.86 533.07 2.0673

1.5 111.37 1.159 0.863 467.13 111.57 2693.36 643.30 2226.23 531.73 2.0768

1.5 111.37 1.159 0.863 467.13 111.57 2693.36 643.30 2226.23 531.73 2.0768

1.6 113.32 1.091 0.916 475.38 113.54 2696.25 643.99 2220.87 530.45 2.0860

1.7 115.17 1.031 0.970 483.22 115.42 2698.97 644.64 2215.75 529.22 2.0950

1.8 116.93 0.977 1.023 490.70 117.20 2701.54 645.25 2210.84 528.05 2.1037

1.9 118.62 0.929 1.076 497.85 118.91 2703.98 645.83 2206.13 526.92 2.1124

2 120.23 0.885 1.129 504.71 120.55 2706.29 646.39 2201.59 525.84 2.1208

2.2 123.27 0.810 1.235 517.63 123.63 2710.60 647.42 2192.98 523.78 2.1372

2.4 126.09 0.746 1.340 529.64 126.50 2714.55 648.36 2184.91 521.86 2.1531

2.6 128.73 0.693 1.444 540.88 129.19 2718.17 649.22 2177.30 520.04 2.1685

2.8 131.20 0.646 1.548 551.45 131.71 2721.54 650.03 2170.08 518.32 2.1835

3 133.54 0.606 1.651 561.44 134.10 2724.66 650.77 2163.22 516.68 2.1981

3.5 138.87 0.524 1.908 584.28 139.55 2731.63 652.44 2147.35 512.89 2.2331

4 143.63 0.462 2.163 604.68 144.43 2737.63 653.87 2132.95 509.45 2.2664

4.5 147.92 0.414 2.417 623.17 148.84 2742.88 655.13 2119.71 506.29 2.2983


(3)

Absolute pressure

Boiling point

Specific volume (steam)

Density (steam)

Specific enthalpy of liquid water (sensible

heat)

Specific enthalpy of

steam (total heat)

Latent heat of vaporization

Specific heat

(bar) (oC) (m3/kg) (kg/m3) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg)

5.5 155.47 0.342 2.920 655.81 156.64 2751.70 657.23 2095.90 500.60 2.3585

6 158.84 0.315 3.170 670.43 160.13 2755.46 658.13 2085.03 498.00 2.3873

6.5 161.99 0.292 3.419 684.14 163.40 2758.87 658.94 2074.73 495.54 2.4152

7 164.96 0.273 3.667 697.07 166.49 2761.98 659.69 2064.92 493.20 2.4424

7.5 167.76 0.255 3.915 709.30 169.41 2764.84 660.37 2055.53 490.96 2.4690

8 170.42 0.240 4.162 720.94 172.19 2767.46 661.00 2046.53 488.80 2.4951

8.5 172.94 0.227 4.409 732.03 174.84 2769.89 661.58 2037.86 486.73 2.5206

9 175.36 0.215 4.655 742.64 177.38 2772.13 662.11 2029.49 484.74 2.5456

9.5 177.67 0.204 4.901 752.82 179.81 2774.22 662.61 2021.40 482.80 2.5702

10 179.88 0.194 5.147 762.60 182.14 2776.16 663.07 2013.56 480.93 2.5944

11 184.06 0.177 5.638 781.11 186.57 2779.66 663.91 1998.55 477.35 2.6418

12 187.96 0.163 6.127 798.42 190.70 2782.73 664.64 1984.31 473.94 2.6878

13 191.60 0.151 6.617 814.68 194.58 2785.42 665.29 1970.73 470.70 2.7327

14 195.04 0.141 7.106 830.05 198.26 2787.79 665.85 1957.73 467.60 2.7767

15 198.28 0.132 7.596 844.64 201.74 2789.88 666.35 1945.24 464.61 2.8197

16 201.37 0.124 8.085 858.54 205.06 2791.73 666.79 1933.19 461.74 2.8620

17 204.30 0.117 8.575 871.82 208.23 2793.37 667.18 1921.55 458.95 2.9036

18 207.11 0.110 9.065 884.55 211.27 2794.81 667.53 1910.27 456.26 2.9445


(4)

Properties of Saturated Steam (lanjutan)

Absolute

pressure Boiling

point

Specific volume (steam)

Density (steam)

Specific enthalpy of liquid water (sensible heat)

Specific enthalpy of steam (total heat)

Latent heat of vaporization

Specific heat

(bar) (oC) (m3/kg) (kg/m3) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg) (kcal/kg) (kJ/kg)

20 212.37 0.100 10.047 908.56 217.01 2797.21 668.10 1888.65 451.10 3.0248

21 214.85 0.095 10.539 919.93 219.72 2798.18 668.33 1878.25 448.61 3.0643

22 217.24 0.091 11.032 930.92 222.35 2799.03 668.54 1868.11 446.19 3.1034

23 219.55 0.087 11.525 941.57 224.89 2799.77 668.71 1858.20 443.82 3.1421

24 221.78 0.083 12.020 951.90 227.36 2800.39 668.86 1848.49 441.50 3.1805

25 223.94 0.080 12.515 961.93 229.75 2800.91 668.99 1838.98 439.23 3.2187

26 226.03 0.077 13.012 971.69 232.08 2801.35 669.09 1829.66 437.01 3.2567

27 228.06 0.074 13.509 981.19 234.35 2801.69 669.17 1820.50 434.82 3.2944

28 230.04 0.071 14.008 990.46 236.57 2801.96 669.24 1811.50 432.67 3.3320

29 231.96 0.069 14.508 999.50 238.73 2802.15 669.28 1802.65 430.56 3.3695


(5)

Product

(kJ/kg K) (Btu/lb oF)

Acetic acid 2.18 0.51

Acetone 2.15 0.51

Alcohol, ethyl 32oF (ethanol) 2.3 0.55

Alcohol, ethyl 104oF (ethanol) 2.72 0.65

Alcohol, methyl. 40 - 50oF 2.47 0.59

Alcohol, methyl. 60 - 70oF 2.51 0.6

Alcohol, propyl 2.37 0.57

Ammonia, 32oF 4.6 1.1

Ammonia, 104oF 4.86 1.16

Ammonia, 176oF 5.4 1.29

Ammonia, 212oF 6.2 1.48

Ammonia, 238oF 6.74 1.61

Aniline 2.18 0.52

Benzene, 60oF 1.8 0.43

Benzene, 150oF 1.92 0.46

Benzol 1.8 0.43

Bismuth, 800oF 0.15 0.0345

Bismuth, 1000oF 0.155 0.0369

Bismuth, 1400oF 0.165 0.0393

Bromine 0.47 0.11

n-Butane, 32oF 2.3 0.55

Calcium Chloride 3.06 0.73

Carbon Disulfide 0.992 0.237

Carbon Tetrachloride 0.866 0.207

Castor Oil 1.8 0.43

Chloroform 1.05 0.251

Citron Oil 1.84 0.44

Decane 2.21 0.528

Diphenylamine 1.93 0.46

Dodecane 2.21 0.528

Dowtherm 1.55 0.37

Ether 2.21 0.528

Ethyl ether 2.22 0.53

Ethylene glycol 2.36 0.56

Freon R-12 saturated -40oF 0.88 0.211

Freon R-12 saturated 0oF 0.91 0.217

Freon R-12 saturated 120oF 1.02 0.244

Fuel Oil min. 1.67 0.4

Fuel Oil max. 2.09 0.5

Gasoline 2.22 0.53


(6)

Properties of Specific Heat Capacities Liquids and Fluids (lanjutan)

Product

(kJ/kg K) (Btu/lb oF)

Hexane 2.26 0.54

Iodine 2.15 0.51

Kerosene 2.01 0.48

Linseed Oil 1.84 0.44

Light Oil, 60oF 1.8 0.43

Light Oil, 300oF 2.3 0.54

Mercury 0.14 0.03

Milk 3.93 0.94

Naphthalene 1.72 0.41

Octane 2.15 0.51

Oil, mineral 1.67 0.4

Oil, vegetable 1.67 0.4

Olive oil 1.97 0.47

Paraffin 2.13 0.51

Petroleum 2.13 0.51

Phenol 1.43 0.34

Potassium hydrate 3.68 0.88

Propane, 32oF 2.4 0.576

Propylene 2.85 0.68

Propylene Glycol 2.5 0.60

Sesame oil 1.63 0.39

Sodium, 200oF 1.38 0.33

Sodium, 1000oF 1.26 0.3

Sodium chloride 3.31 0.79

Sodium hydrate 3.93 0.94

Soya bean oil 1.97 0.47

Toluene 1.72 0.41

Tuluol 1.51 0.36

Turpentine 1.72 0.41

Water, fresh 4.19 1

Water, sea 36oF 3.93 0.94