Dengan demikian, umpan balik juga dapat dipergunakan untuk meninjau kembali perencanaan kinerja. Di samping itu, manajemen
kinerja mengukur dan menilai semua kinerja terhadap keseluruhan tujuan yang telah disepakati.
30
C. Baitul Mal wat Tamwil BMT
1. Pengertian BMT
Istilah BMT Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah penggabungan dari dua kata, yaitu baitul maal dan baitut tamwil. Secara etimologis baitul
maal berasal dari kata bait dan al-maal. Bait artinya bangunan atau rumah,
sedangkan al-maal berarti harta benda atau kekayaan. Jadi secara harfiah, baitul maal
berarti rumah harta benda atau kekayaan. Namun demikian, kata baitul maal
diartikan sebagai pembendaharaan umum atau negara.
31
BMT atau Baitul Mal wat Tamwil adalah “lembaga keuangan mikro yang mendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan
syariah. BMT terdiri dari dua istilah, Baitul Maal lebih mengarah pada usaha-usaha mengumpulkan dan penyaluran dana yang non profit, seperti
zakat, infaq dan sodaqoh, sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial”.
32
30
Prof. Dr. Wibowo, Manajemen Kinerja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. 11-17
31
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992, h. 161
32
Heri sudarsono, Istilah-istilah Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2004 h. 17
Abu A’la al Maududi memandang bahwa “baitul maal adalah lembaga keuangan yang dibangun atas landasan syari’ah, oleh sebab itu
pengelolaannya harus dengan aturan syari’ah pula”.
33
Adapun yang dimaksud dengan baitul maal dalam istilah fikih islam adalah “suatu badan atau lembaga instansi yang bertugas mengurusi
kekayaan Negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan, maupun yang berhubungan dengan masalah
pengeluartan dan lain-lain”.
34
Baitul mal wat tamwil BMT pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep ekonomi dalam islam terutama dalam bidang
keuangan. Istilah BMT adalah penggabungan dari baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal adalah lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola
dana yang bersifat nirlaba sosial. Sumber dana diperoleh dari zakat, infak, dan sedekah, atau sumber lain yang halal. Kemudian, dana tersebut
disalurkan kepada mustahik yang berhak atau untuk kebaikan. Adapun baitul tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya adalah
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dan bersifat profit motive. Penghimpunan dana diperoleh melalui simpanan pihak ketiga dan
penyalurannya dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi, yang dijalankan berdasarkan prinsip syariat.
35
Adapun Irfan M. Ra’ana mendefinisikan BMT sebagai pusat pembendaharaan umat, di mana yang pendapatannya dikumpulkan dari
33
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hove, 1997, Cet. Ke-5, h. 186
34
Ibid
35
Hertanto W. dkk, Panduan Praktis Operasional Baitul Mal wat Tamwil, Bandung: Mizan, 1999 cet. 1, h. 81
berbagai sumber seperti; zakat, jizyah, kharaj, beacukai, dan yang lainnya, di dalam pembendaharaan umat, yang kemudian digunakan untuk
pembiayaan bagi yang membutuhkan.
36
Dengan demikian, BMT menggabungkan dua kegiatan yang berbeda sifatnya laba nirlaba dalam satu lembaga. Namun, secara operasional BMT
tetap merupakan entitas badan yang terpisah. Dalam perkembangannya, selain bergerak di bidang keuangan, BMT juga melakukan kegiatan di
sektor riil. Sehingga ada tiga jenis aktivitas yang BMT, yaitu jasa keuangan, sosial atau pengelolaan zakat, infak dan sedekah ZIS, serta sektor riil.
Mengingat masing-masing memiliki kekhasannya sendiri, setiap aktivitas merupakan suatu entitas badan yang terpisah, artinya pengelolaan dana
ZIS, jasa keuangan, dan sektor riil tidak bercampur satu sama lain. Penilaian kinerjanya pun perlu dipisahkan sebelum menilai kinerja BMT secara
keseluruhan. Selain itu, yang mendasar adalah bahwa seluruh aktivitas BMT harus dijalankan berdasarkan prinsip muamalah ekonomi dalam islam.
36
Irfan M. Ra’ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn Khatab, Jakarta: Pustaka pirdaus, 1992, Cet. Ke-2. h. 148
BAB III TINJAUAN UMUM BMT AL-HIDAYAH CILILITAN
A. Sejarah dan Perkembangan BMT Al-Hidayah
Pada awal berdirinya, BMT Al-Hidayah didirikan karena kepedulian teman-teman alumni kursus perbankan Syariah dan Wirausaha Masjid Agung
Sunda Kelapa MASKA angkatan ke VI yang prihatin terhadap perkembangan perekonomian masyarakat Cililitan dan sekitarnya yang
semakin hari semakin banyak masyarakat yang hidup dalam kondisi masyarakat pra sejahtera. Melalui dari, oleh dan untuk anggota maka
dirajutlah suatu kepedulian menjadi sebuah kekuatan untuk dapat berbuat yaitu melalui usaha simpan pinjam yang kemudian diberi nama BMT Al-
Hidayah. BMT Al-Hidayah didirikan pada tanggal 16 Desember 1996, dan
telah diresmikan oleh Bapak Kepala Kelurahan Cililitan pada tanggal 28 Maret 1997. Dengan hanya urunan modal yang diberikan oleh para pendiri
sebanyak 21 orang maka terkumpullah dana sebesar Rp 8.400.000,-delapan juta empat ratus rupiah sebagai modal awal untuk operasionalnya kegiatan
BMT Al-Hidayah. Sampai Juli 2008 BMT Al-Hidayah telah mempunyai anggota
penyimpan sebanyak 2.225 orang yang terdiri atas : Pedagang 1.533 orang 68,89, Karyawan 187 orang 8.40, Pelajar 275 orang 12.35,
Mahasiswa 45 orang 2 dan lain-lain 185 orang 8.31.