Efektivitas pemanfaatan al-Qardhu al-Hasan bagi pedagang kecil : studi pada BMT Husnayain Jakarta Timur

(1)

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN AL-QARDHU AL-HASAN BAGI PEDAGANG KECIL

(STUDI PADA BMT HUSNAYAIN JAKARTA TIMUR)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

]

Oleh:

Rini Yulianti NIM : 103046128280

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN AL-QARDHU AL-HASAN BAGI PEDAGANG KECIL

(STUDI PADA BMT HUSNAYAIN JAKARTA TIMUR)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) Oleh :

Rini Yulianti NIM : 103046128280

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Euis Nurlaelawati, MA Fahmi M. Ahmadi, S.Ag, M. Si NIP. 150 282 396 NIP. 150 326 914

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul EFEKTIVITAS PEMANFAATAN AL-QARDHU AL-HASAN BAGI PEDAGANG KECIL (STUDI PADA BMT HUSNAYAIN JAKARTA TIMUR) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada . Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 22 Mei 2008 Mengesahkan Dekan,

Prof.DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

Ketua : Euis Amalia, M.Ag. (...) NIP. 150 289 264

Sekretaris : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag. (...) NIP. 150 318 308

Pembimbing I : Dr. Euis Nurlaelawati, MA. (...) NIP. 150 282 396

Pembimbing II : Fahmi M. Ahmadi, S.Ag, M. Si (...) NIP. 150 326 914

Penguji I : Prof. Dr. Hasanuddin AF, M.A (...) NIP. 150 050 917

Penguji II : Kamarusdiana, S.Ag, M.Hum (...) NIP. 150 285 972


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Mei 2008


(5)

ABSTRAK

Dampak krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda negeri Indonesia hampir dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Meskipun besar kecilnya dampak tersebut berlainan antar lapisan masyarakat. Namun bagi masyarakat di lapisan bawah, dampak yang paling dirasakan adalah menurunnya daya beli karena harga-harga kebutuhan pokok meningkat dari harga-harga sebelum krisis terjadi. Bagi masyarakat pelaku ekonomi rakyat/pengusaha mikro yang bergerak dalam penyediaan kebutuhan pokok (bisnis retail) krisis ekonomi tidaklah menghancurkan usaha mereka, namun bagi pelaku yang bergerak dalam usaha di luar kebutuhan pokok, dampak krisis ekonomi lebih terasa dengan menurunnya omzet mereka.

Di sisi lain, lembaga-lembaga keuangan yang bergerak dalam skala makro (perbankan nasional), hampir berjatuhan satu persatu diterpa angin krisis tersebut. Dalam skala yang lebih bawah dari itu, adalah mulai jatuhnya Bank-Bank Perkreditan Rakyat Konvensional. Sementara Bank umum yang tidak menganut sistem bunga, semacam Bank Muamalat Indonesia (BMI), masih bisa berdiri tegar ditengah-tengah krisis tersebut. Dari segi ini, kita bisa mengajukan sebuah dugaan bahwa sistem pengelolaan keuangan yang terkait dengan sistem global, apabila menerapkan sistem syariah cenderung bisa bertahan ditengah-tengah krisis.

Menengok lembaga keuangan mikro, bahwa ia lebih bisa bertahan di tengah-tengah krisis faktor utamanya bukan karena ia berdasarkan syariah atau tidak, tetapi karena ia tidak berkaitan langsung dengan sistem global. Karena, LKM baik yang


(6)

berlandaskan syariah, seperti BMT, ataupun konvensional (yang menerapkan sistem bunga) ada yang tumbuh berkembang di tengah-tengah krisis ada pula yang gulung tikar. Justru kunci ketangguhan LKM ditengah-tengah krisis adalah faktor manajemen saja. Siapa yang menerapkan manajemen yang baik, dialah yang akan survive.

Dalam segi operasional BMT tidak lebih dari sebuah koperasi, karena ia dimiliki oleh masyarakat yang menjadi anggotanya, menghimpun simpanan anggota dan menyalurkannya kembali kepada anggota melalui produk pembiayaan/kredit. Oleh karena itu, legalitas BMT pada saat ini yang paling cocok adalah berbadan hukum koperasi.

BMT dengan Baitul Maal-nya, berupaya menghimpun dana dari anggota masyarakat yang berupa zakat, infak, dan shadaqah (ZIS) dan disalurkan kembali kepada yang berhak menerimanya, ataupun dipinjamkan kepda anggota yang benar-benar membutuhkan melalui produk pembiayaan al-Qardhu al-Hasan (pinjaman kebijakan/bunga nol persen).

Sementara Baitut Tamwil, berupaya menghimpun dana masyarakat yang berupa : simpanan pokok, simpanan wajib, sukarela dan simpanan berjangka serta penyertaan pihak lain, yang sifatnya merupakan kewajiban BMT untuk mengembalikannya. Dana ini diputar secara produktif/bisnis kepada para anggota dengan menggunakan pola syariah. Dalam pengembangan selanjutnya, BMT mengembangkan “triangle” yaitu, Baitul Maal, Baitut Tamwil, dan sektor riil BMT. Untuk yang ketiga ini, BMT mendirikan untuk mengoptimalkan dana masyarakat.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akademis di jurusan Muamalat Perbankan Syariah dan Hukun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan tuntunan dan petunjuk kepada umat manusia menuju kehidupan serta peradaban dan berkeadilan serta para keluarga dan para sahabat yang dicintainya.

Skripsi yang berjudul “EFEKTIVITAS PEMANFAATAN AL-QARDHU AL-HASAN BAGI PEDAGANG KECIL: STUDI PADA BMT HUSNAYAIN JAKARTA TIMUR” akhirnya dapat diselesaikan dengan yang diharapkan penulis. Kebahagiaan yang tidak ternilai bagi penulis secara pribadi adalah dapat mempersembahkan yang terbaik bagi kedua orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah ikut andil yang mensukseskan harapan penulis.

Sebagai bentuk penghargaan yang tidak terlukiskan, izinkanlah penulis menuangkan dalam bentuk ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. H. Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mencurahkan buktinya kepada kami, selaku Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.


(8)

2. Euis Amalia, M. Ag, dan Ah, Azharuddin Lathif, M. Ag, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah membantu penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan skripsi ini.

3. Dr. Euis Nurlaelawati, MA, dan Fahmi M. Ahmadi, S.Ag, M. Si, selaku pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu di sela-sela kesibukan dalam memberikan masukkan maupun nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama di bangku kuliah.

5. Staf dan Karyawan BMT Husnayain, Pasar Rebo Jakarta Timur dan Masyarakat sekitar yang telah banyak membantu dalam perolehan data dan informasi yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Rasa Ta’zim dan Terima Kasih yang mendalam kepada Ayahanda tercinta H. Bachroini dan Ibunda Sofiyah atas dukungan moril dan materil, kesabaran, keikhlasan, perhatian serta cinta dan kasih sayang yang tak pernah habis bahkan senantiasa berdo’a dan bermunajat yang tiada henti-hentinya kepada Allah SWT, juga paman serta bibi ku tercinta Pujianto dan Rowiyah terima kasih atas doa-doa serta nasihatnya yang telah diberikan agar penulis mendapatkan kesuksesan dalam belajar dan bekerja.

7. Yang tercinta dan tersayang Kakak-kakak ku ( k’ Nur Hayati terima kasih atas dukungan dan supportnya, bang Achmad fauzi terima kasih atas komputer dan


(9)

pinjaman bukunya), juga keponakanku yang lucu-lucu ( Rizky A. Farikhah dan M. Hafizd ‘Alauddin ) yang selalu memberikan motivasi, keceriaan, canda dan tawanya kalian yang selalu menghiasi hari-hari penulis lebih hidup. 8. Untuk sahabat, teman sekaligus orang yang terdekat: Mas Nuril Huda yang

selalu bisa meluangkan waktunya, yang mau direpotin, selalu siap membantu (kapanpun, kemanapun, dan dimanapun) dan senantiasa berdoa. Teman-temanku (Faria Izza Yanti, Siti Rachmawati, Siti Munane) yang senantiasa memotivasi dan berdoa, dan juga untuk seluruh teman-teman Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah angkatan 2003 terutama kelas B, Nur Faizah terima kasih atas pinjaman buku dan bantuan spssnya. Lala Lathifah, Astri Febiani, Mulyanti Khaerunnisa’, Herni Susilawati, Siti Kholilah, Wilda Maulida dan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu dan semoga hubungan kita tidak akan pernah terputus sampai kapan pun.

Semoga amal dan jasa baik yang diberikan kepada penulis dapar diterima oleh Allah SWT dengan pahala yang berlimpah. Dengan segala kelemahan, kekurangan dan kelebihan yang ada semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap langkah kita. Amiiin.

Ciputat, 22 Mei 2008

16 Jumadil ‘Ula 1429 H


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR BAGAN viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 6

D. Kajian Kepustakaan 7

E. Variabel Penelitian 10

F. Indikator dan Operasional Variabel 10

G. Hipotesa 12

H. Metode Penelitian 13

I. Sistematika Penulisan 22

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Efektivitas

1. Pengertian Efektivitas 25

2. Tolak Ukur Efektivitas 27

3. Mekanisme Efektivitas 29

B. Konsepsi Al-Qardhu al-Hasan

1. Pengertian Al-Qardhu al-Hasan 31

2. Landasan Syari’ah 34

3. Manfaat Al-Qardhu al-Hasan 36

4. Sumber Dana Al-Qardhu al-Hasan 37


(11)

C. Pengertian Usaha Kecil

1. Definisi Usaha Kecil 40

2. Batasan Usaha Kecil 43

D. Konsep Baitul Maal Wat Tamwil

1. Pengertian BMT 44

2. Konsep Islam Tentang BMT 46

BAB III GAMBARAN UMUM BMT HUSNAYAIN

A. Sejarah Singkat Pendirian BMT Husnayain 49

B. Struktur Organisasi BMT Husnayain 50

C. Visi, Misi dan Motto BMT Husnayain 53

D. Produk-Produk BMT Husnayain 54

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Analisa Keefektivitasan Al-Qardhu al-Hasan

di BMT Husnayain 61

B. Analisa data

1. Gambaran Umum Responden 63

2. Pengukuran Indikator Efektivitas sebelum dan sesudah

Pinjaman al-Qardhu al-Hasan 67

C. Pengujian Hipotesa

1. Korelasi Rank Order dan Berganda 74

2. Pendapatan sebelum dan sesudah al-Qardhu al-Hasan 78 3. Efektivitas sebelum dan sesudah al-Qardhu al-Hasan 81

4. Uji Dua Sampel Berpasangan Wilcoxon 84


(12)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 90

B. Saran-Saran 91

DAFTAR PUSTAKA 93


(13)

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 Kisi-kisi Instrumen Dimensi Efektivitas 19

TABEL 1.2 Kisi-kisi Instrumen Dimensi Modal 21

TABEL 1.3 Kisi-kisi Instrumen Dimensi Besarnya Pinjaman 22 TABEL 2 Daftar Nasabah Peminjam al-Qardhu al-Hasan Th.2007 73 TABEL 3 Uji perbandingan pendapatan sebelum dan sesudah

pinjaman al-Qardhu al-Hasan 79

TABEL 4 Uji perbandingan efektivitas sebelum dan sesudah

pinjaman al-Qardhu al-Hasan 82

TABEL 5 Uji Dua Sampel Berpasangan Wilcoxon (pendapatan sebelum dan sesudah pinjaman

al-Qardhu al-Hasan) 84

TABEL 6 Uji Dua Sampel Berpasangan Wilcoxon (efektivitas sebelum dan sesudah pinjaman


(14)

DAFTAR GAMBAR

BAGAN 1 Skema Perjanjian al-Qardhu al-Hasan 40

BAGAN 2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin 63 BAGAN 3 Karakteristik tingkat pendidikan terakhir responden 64

BAGAN 4 Karakteristik modal awal usaha responden 64

BAGAN 5 Karakteristik besarnya pinjaman yang ingin

dipinjam responden 65

BAGAN 6 Karakteristik rata-rata pendapatan bulanan responden

sebelum mendapatkan pinjaman 66

BAGAN 7 Karakteristik rata-rata pendapatan bulanan responden

sesudah mendapatkan pinjaman 66

BAGAN 8 Grafik mengelola usaha dengan baik

sebelum mendapatkan pinjaman 68

BAGAN 9 Grafik mengelola usaha dengan baik

sesudah mendapatkan pinjaman 68

BAGAN 10 Grafik mengecek kelengkapan barang dagangan

sebelum mendapatkan pinjaman 69

BAGAN 11 Grafik mengecek kelengkapan barang dagangan

sesudah mendapatkan pinjaman 69

BAGAN 12 Grafik memperhatikan kualitas dan mutu barang


(15)

BAGAN 13 Grafik memperhatikan kualitas dan mutu barang

dagangan sesudah mendapatkan pinjaman 70 BAGAN 14 Grafik membuat perencanaan yang matang untuk

kemajuan usaha sebelum mendapatkan pinjaman 71 BAGAN 15 Grafik membuat perencanaan yang matang untuk

kemajuan usaha sesudah mendapatkan pinjaman 71 BAGAN 16 Grafik mencatat laporan pendapatan usaha

sebelum mendapatkan pinjaman 72

BAGAN 17 Grafik mencatat laporan pendapatan usaha


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Islam kedudukan ekonomi sangat penting, karena ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang membawa pada kesejahteraan umat. Ismail al-Faruqi berpendapat bahwa kegiatan ekonomi adalah pernyataan-pernyataan dan semangat ajaran Islam, karena ekonomi umat dan kemakmurannya adalah cita-cita yang ingin dicapai oleh umat Islam.1

Keberhasilan ekonomi dalam suatu masyarakat dapat dicapai antara lain melalui perbankan, terutama dalam dunia modern. Sistem perbankan telah menjadi bagian dari kegiatan kehidupan perekonomian masyarakat. Dewasa ini sistem perbankan diharapkan untuk lebih berperan dalam usaha-usaha pembangunan ekonomi, guna meningkatkan taraf hidup kehidupan manusia.2

Dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 sampai sekarang, sangat berpengaruh pada perekonomian umat manusia terutama pada ekonomi masyarakat kecil. Namun, bagi masyarakat kecil dampak yang paling dirasakan adalah menurunnya daya beli karena harga-harga kebutuhan pokok meningkat dari harga sebelum krisis terjadi. Bagi masyarakat pelaku ekonomi rakyat (pengusaha kecil/mikro) yang bergerak dalam penyediaan kebutuhan

1

Ahmad Dimyati, Islam dan Koperasi, (Jakarta: KOFINFO, 1998), h. 48.

2

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah “Deskripsi dan Ilustrasi”, (Yogyakarta: EKONOSIA, 2003), edisi 2, h. 97.


(17)

pokok (bisnis retail) krisis ekonomi tidaklah menghancurkan usaha mereka, namun bagi pelaku yang bergerak dalam usaha di luar kebutuhan pokok, dampak krisis ekonomi lebih terasa dengan merosotnya omzet mereka. Sehingga mereka sulit untuk memenuhi kebutuhan permodalan. Walaupun bank-bank banyak tersebar diseluruh Indonesia, namun sebagian besar belum mampu menyentuh lapisan bawah. Apa terpikir oleh kita ada suatu bank yang mau memberikan modal kepada pedagang yang tanpa proposal, tanpa jaminan, dan tanpa rekomendasi. Sedangkan jumlah yang dibutuhkannya pun tidak banyak.

Sisi lain yang patut menjadi catatan, pengusaha kecil umumnya mereka adalah pekerja keras, ulet dan mandiri. Kemampuan mereka untuk bertahan hidup dengan kondisi yang ada menjadi catatan penting yang harus menjadi perhatian. Keinginan besar mereka untuk mengoptimalkan jiwa kewirausahaan dengan kondisi yang ada haruslah didukung oleh pihak lain, dalam hal ini lembaga keuangan. Upaya membesarkan usaha tentu membutuhkan suntikan permodalan, namun karena keterbatasan mereka, kondisinya tidak mengalami perubahan, karena daya dukung yang terbatas dari sisi permodalan.

Keinginan mereka untuk menambah permodalan, tentu harus didukung, namun infrastruktur yang ada tidak serta merta memudahkan urusan permodalan ini, sehingga keterbatasan mereka dimanfaatkan oleh para rentenir yang berbunga sangat besar walau dengan prosedur yang lebih sederhana.


(18)

Melihat permasalahan yang terjadi, maka dirasakan perlu adanya lembaga keuangan non bank yang dapat menjangkau kebutuhan masyarakat pada skala mikro yang tidak terjangkau lembaga perbankan. Dalam kondisi krisis sekarang ini, suatu paradigma baru bagi pengembangan usaha kecil sangat diperlukan. Pemberdayaan ekonomi rakyat perlu dilaksanakan lebih konsisten dan lebih berpihak sehingga usaha-usaha kecil yang notabene merupakan sumber nafkah terbesar bagi sebagian besar rakyat Indonesia dapat terselamatkan dari kondisi krisis.

Pada kondisi demikianlah, BMT memosisikan diri, dengan tujuan untuk membantu masyarakat ekonomi lemah dan pengusaha kecil dalam memberikan modal atau pembiayaan agar usaha yang mereka tekuni dapat berkembang dan produktif tanpa memberatkan masyarakat. Pada sisi birokrasi, BMT berupaya menyederhanakan, demikian pula pada aspek jaminan. Jaminan bukanlah syarat pokok seseorang memperoleh pembiayaan (pinjaman) akan tetapi kepercayaan yang sudah dijalin, menjadi syarat pokok bekerjasama dengan BMT.

Kehadiran Baitul Maal wat Tamwil yang disingkat BMT, dalam pedoman bahasa Indonesianya adalah Balai Usaha Mandiri Terpadu, merupakan lembaga keuangan syari’ah yang tumbuh seiring dengan perkembangan lembaga keuangan maupun non keuangan syari’ah lainnya di Indonesia. BMT adalah salah satu lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan landasan sistem


(19)

syari’ah.3 BMT merupakan sebuah lembaga ekonomi yang menggalang kegiatan

menabung dan memberikan pembiayaan pada pengusaha kecil/mikro. Selain itu, BMT juga dilengkapi dengan kegiatan Baitul Maal yang lebih bersifat sosial. Ini berarti secara kelembagaan BMT merupakan lembaga sosial dan komersial. Sebagai lembaga sosial BMT menghimpun dana dari zakat, infak, shadaqah (ZIS), hibah dan sebagainya, yang kemudian disalurkan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik). Sedangkan sebagai lembaga komersial yang dananya berasal dari simpanan atau tabungan, saham dan sebagainya, yang kemudian disalurkan kepada pembiayaan-pembiayaan usaha yang produktif.

Lembaga keuangan semacam BMT, sesungguhnya sangat diperlukan untuk menjangkau dan mendukung para pengusaha kecil/mikro di seluruh pelosok Indonesia yang belum dilayani oleh perbankan yang ada saat ini. Sebagai gambaran, usaha kecil mikro terdiri dari sektor formal dan informal, yang menurut data Bappenas mencapai angka hampir 40 juta. Peluang pengembangan BMT di Indonesia sesungguhnya sangat besar, mengingat usaha kecil mikro dengan skala pinjaman dibawah Rp 1 juta adalah segmen pasar yang dapat dilayani dengan efektif oleh lembaga ini. Sementara disisi lain, keberadaan perbankan yang mampu melayani segmen ini sangat terbatas jumlahnya.4

Dengan adanya BMT tersebut diharapkan kebutuhan akan pembiayaan kalangan bawah akan terpenuhi terutama bagi masyarakat ekonomi lemah yang

3

M. Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Jakarta: LSAF, 1999), h. 430.

4


(20)

membutuhkan pembiayaan. Dalam rangka meningkatkan ekonomi umat sebagai bagian dari program pembangunan ekonomi kerakyatan maka sudah seharusnya memanfaatkan dan memberdayakan BMT sebagai lembaga yang menghimpun masyarakat usaha kecil dan mikro dengan mengembangkan iklim usaha dalam lingkungan sosial ekonomi yang sehat.5

Disinilah sebenarnya letak keunggulan dari BMT dalam hubungannya dengan pemberian pinjaman kepada pihak yang tidak memiliki persyaratan atau jaminan yang cukup. BMT memiliki konsep pinjaman kebajikan (Qardhu al-Hasan) yang diambil dari dana ZIS atau dana sosial. Dengan adanya model pinjaman ini, BMT tidak memiliki risiko kerugian dari kredit macet yang mungkin saja terjadi. Jadi, sebenarnya BMT memiliki semacam jaminan atau proteksi sosial melalui pengelolaan dana Baitul Maal berupa dana ZIS ataupun berupa insentif sosial, yakni rasa kebersamaan melalui ikatan kelompok simpan-pinjam ataupun kelompok yang berorientasi sosial. Proteksi sosial ini menjamin distribusi rasa kesejahteraan dari masyarakat yang tidak punya kepada masyarakat yang punya. Dengan demikian, terjadi komunikasi antara dua kelas yang berbeda yang akan memberikan dampak positif kepada kehidupan sosial ekonomi komunitas masyarakat sekitar. Sebagai sebuah konsep, BMT itu sendiri terus berproses dan berupaya mencari trobosan baru untuk memajukan perekonomian masyarakat, karena masalah mua’malat memang berkembang dari waktu ke waktu.

5


(21)

Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang aplikasi al-Qardhu al-Hasan dengan mengambil judul skripsi:

”EFEKTIVITAS PEMANFAATAN AL-QARDHU AL-HASAN BAGI PEDAGANG KECIL (STUDI PADA BMT HUSNAYAIN JAKARTA TIMUR)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini penulis akan membatasi ruang lingkup pembahasan yaitu sejauh mana efektivitas pemanfaatan al-Qardhu al-Hasan bagi pedagang kecil.

Dari pembahasan masalah diatas, maka secara spesifik perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana efektifitas sebelum dan sesudah pinjaman al-Qardhu al-Hasan yang diberikan kepada pedagang?

2. Bagaimana perubahan pendapatan sebelum dan sesudah mendapat al-Qardhu al-Hasan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perubahan pendapatan sebelum dan sesudah mendapat al-Qardhu al-Hasan.


(22)

2. Untuk mengetahui perubahan efektivitas nasabah sebelum dan sesudah al-Qardhu al-Hasan.

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara akademik : hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan pelajar dan mahasiswa serta untuk menambah dan memperkaya bahan kajian dan pustaka.

2. Secara praktis : hasil penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan penerapan efektivitas pemanfaatan al-Qardhu al-Hasan pada BMT Husnayain, bagi penulis sendiri dan masyarakat adalah sebagai pengetahuan tentang sebuah BMT dan efektivitasnya.

D. Kajian Kepustakaan

Sebelumnya ada beberapa penelitian skripsi yang mengangkat tema mengenai al-Qardhu al-Hasan. Merupakan salah satu di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Dwi Kurniawati.6 Didalam penelitiannya, Dwi Kurniawati

mengemukakan bahwa al-Qardhu al-Hasan (dana kebajikan) yang dimaksudkan disini yaitu untuk membantu usaha para pengusaha kecil dan keperluan sosial kerap kali dibeberapa literatur dihubungkan dengan ZIS (Zakat, Infaq dan Shadaqah) memang diperuntukkan guna kegiatan sosial.

6

Dwi Kurniawati, ”Tinjauan Hukum Islam dalam al-Qardhu al-Hasan (Dana Kebajikan) Dari Dana Zakat,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 9-10.


(23)

Namun permasalahan timbul ketika kita menoleh kepada dasar hukum antara zakat dan aplikasi al-Qardhu al-Hasan (dana kebajikan) yang merupakan bentuk pinjaman lunak tanpa imbalan yang memiliki ketentuan untuk dikembalikan lagi sejumlah pokok kepada bank syari’ah yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

Dengan kata lain bagaimana pun lunaknya al-Qardhu al-Hasan (dana kebajikan) tetap berbentuk pinjaman dengan syarat harus dikembalikan, sementara disisi lain dasar hukum zakat merupakan kewajiban yang harus diberikan (belum tentu boleh untuk dipinjamkan) kepada yang berhak untuk syarat (termasuk syarat untuk dikembalikan lagi), sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Dr. Yusuf Qardhawi :

”...Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya disamping berarti mengeluarkan sejumlah tertentu itu sendiri...” 7

Penelitian selanjutnya mengenai ini di lakukan oleh Lilis Syarifah.8Hasil dari penelitiannya mengatakan bahwa peranan al-Qardu al-Hasan sebagai penyedia dana dari bank memang penting dan sangat dibutuhkan keberadaannya bagi pengusaha kecil. Hal ini disebabkan bahwa untuk memulai usaha pastilah dibutuhkan modal, dan modal ini dapat diperoleh dari dana yang disalurkan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah, sehingga al-Qardhu al-Hasan sebagai produk

7

Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1991), cet. II, h. 34.

8

Lilis Syarifah, “Peran dan Aplikasi Qardhul Hasan sebagai Produk Penyalur Dana Bank Syari’ah (Studi Kasus : Bank BNI Syari’ah),” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h. 48-50.


(24)

penyalur dana dapat memberikan alternatif bagi masyarakat maupun pengusaha kecil yang membutuhkan pelayanan perbankan tanpa terlibat kepada pelanggaran terhadap segala sesuatu yang dilarang oleh syari’at Islam yakni dengan pola syari’ah. Walaupun kontribusi yang diberikan al-Qardhu al-Hasan disegi bisnis tergolong kecil, namun jika dilihat dari segi sosial upaya-upaya yang dilakukan orientasinya terfokus pada sektor ekonomi kecil. Dengan demikian, maka dapatlah diakui bahwa peran al-Qardhu al-Hasan telah mampu mengakomodasi kebutuhan hidup dan modal usaha. Aktivitas al-Qardhu al-Hasan ini pun dapat dipandang sebagai wahana yang memainkan peran sangat signifikan bagi unit-unit ekonomi kecil.

Dari penelitian-penelitian yang diangkat tersebut diatas sudah jelas ada perbedaan yang akan penulis angkat, yakni mengenai efektivitas pemanfaatan al-Qardhu al-Hasan bagi pedagang kecil. Disini penulis lebih menekankan pada keefektivitasan pinjaman al-Qardhu al-Hasan yang diberikan BMT Husnayain kepada peminjam/nasabah yang membutuhkan modal usaha untuk berkembang lebih baik dari usaha sebelumnya, dan diharapkan terjadi perubahan yang signifikan terhadap usaha setelah diberikan pinjaman. Responden yang penulis teliti juga berbeda dan belum pernah ada penelitian serupa pada responden tersebut.


(25)

E. Variabel Penelitian

a)

X1

Y

X2

b) X Y

c) X Y

F. Indikator dan Operasional Variabel

Untuk lebih jelasnya dan fokus variabel penelitian ini maka operasionalnya sebagai berikut :

X1 = Modal (dalam ribuan)

X2 = Besarnya pinjaman (dalam ribuan)

Y = Efektivitas Modal

Efektivitas

Pendapatan Sebelum Al-Qardhu al-Hasan

Efektivitas Nasabah sebelum al-Qardhu al-Hasan

Besarnya Pinjaman

Pendapatan Sesudah Al-Qardhu al-Hasan

Efektivitas Nasabah sebelum al-Qardhu al-Hasan


(26)

Adapun indikatornya adalah sebagai berikut :

Beberapa kriteria dapat digunakan untuk menilai efektivitas perencanaan, yaitu mencakup 9:

a. Kegunaan. Agar berguna bagi manajemen dalam pelaksanaan

fungsi-fungsinya yang lain, suatu rencana harus fleksibel, stabil, berkesinambungan, dan sederhana.

b. Ketepatan dan obyektivitas. Rencana-rencana harus dievaluasi untuk

mengetahui apakah jelas, ringkas, nyata, dan akurat. Berbagai keputusan dan kegiatan manajemen lainnya hanya efektif bila didasarkan atas informasi yang tepat.

c. Ruang Lingkup. Perencanaan perlu memperhatikan prinsip-prinsip

kelengkapan (comprehensiveness), kepaduan (unity), dan konsistensi.

d. Efektivitas Biaya. Efektivitas biaya perencanaan dalam hal ini adalah menyangkut waktu, usaha, dan aliran emosional. Salah satu pedoman penting dalam perencanaan : Jangan lakukan perencanaan bila hasil-hasil meningkatkan penghasilan atau mengurangi biaya lebih kecil daripada biaya perencanaan dan implementasinya.

e. Akuntabilitas. Ada dua aspek akuntabilitas perencanaan : 1) tanggung jawab atas pelaksanaan perencanaan dan 2) tanggung jawab atas implementasi rencana. Suatu rencana harus mencakup keduanya.

9


(27)

f. Ketepatan Waktu. Para perencana harus membuat berbagai perencanaan. Berbagai perubahan yang terjadi sangat cepat akan dapat menyebabkan rencana tidak tepat atau sesuai untuk berbagai perbedaan waktu.

Cara mengukur efektivitas sebelum dan sesudah dengan memakai data ordinal dengan Wilcoxon.10

G. Hipotesa

Hipotesa di penelitian ini adalah sebagai berikut : X1 (Modal) Y1 (Efektivitas)

H0 : r = 0, tidak hubungan atau pengaruh antara modal dengan efektivitas.

H1 : r 0, ada hubungan atau pengaruh positif yang signifikan antara modal

terhadap efektivitas.

X2 (Besarnya Pinjaman) Y1 (Efektivitas)

H0 : r = 0, tidak hubungan atau pengaruh antara besarnya pinjaman dengan

efektivitas.

H1 : r 0, ada hubungan atau pengaruh positif yang signifikan antara besarnya

pinjaman terhadap efektivitas.

X (Pendapatan Sebelum) Y (Pendapatan Sesudah) H0 : r = 0, pendapatan sebelum = pendapatan sesudah.

H1 : r 0, pendapatan sebelum pendapatan sesudah.

10

Singgih Santoso, Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik, (Jakarta: IKAPI, 2001), h. 143.


(28)

X (Efektivitas Sebelum) Y (Efektivitas Sesudah) H0 : r = 0, efektivitas sebelum = efektivitas sesudah.

H1 : r 0, efektivitas sebelum efektivitas sesudah.

H. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah :

a. Penelitian pustaka (library research), dalam hal ini penulis menelaah data tertulis yang berhubungan dengan topik permasalahan penelitian baik dalam bentuk buku, artikel makalah, majalah dan lain-lain, untuk menemukan kajian teoritis.

b. Penelitian lapangan (field research), untuk mendapatkan data-data secara langsung dari objek penelitian.

2. Populasi dan Sampel

Populasi atau universe adalah keseluruhan dari objek penelitian yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi adalah objek penelitian. Sampel adalah bagian dari kumpulan objek penelitian (populasi) yang dipelajari dan diamati.11 Populasi penelitian dalam skripsi ini adalah mustahik/pedagang

BMT Husnayain Jakarta Timur, yaitu mustahik yang meminjam pembiayaan al-Qardhu al-Hasan sebanyak 15 orang.12 Karena terbatasnya jumlah populasi,

11

Sanapsiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Bandung: Rajawali Press, 1992), h. 86.

12

Data diperoleh dari BMT Husnayain Jakarta Timur yaitu Mustahik Pedagang yang meminjam Pembiayaan al-Qardhu al-Hasan


(29)

maka keseluruhan anggota populasi dijadikan sampel penelitian, sehingga metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sensus atau sampel jenuh.

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan empiris kuantitatif yaitu pendekatan yang memungkinkan pencatatan hasil penelitian dalam bentuk angka.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor BMT Husnayain Jl. Lapan No.25 Pekayon Pasar Rebo, Jakarta Timur, Telp: (021) 87720936.

5. Sumber Data Penelitian

a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dan kuisioner dengan karyawan dan nasabah BMT Husnayain Jakarta Timur.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan-laporan atau data-data berupa data-data kualitatif yang dikeluarkan oleh BMT Husnayain Jakarta Timur, yang akan diolah menjadi data kuantitatif.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan meliputi :

a. Teknik korelasi rank order dan regresi linier berganda. 1. Korelasi Rank Order


(30)

Rumus korelasi Rank Order yang dikembangkan oleh Charles Spearman ini, dipergunakan untuk mencari koefisien korelasi antara data data ordinal dan data ordinal lainnya. Namun Rank Order dapat digunakan untuk data interval, tetapi sebelumnya telah diubah menjadi data ordinal.

Rumus korelasi Rank Order.13

Rho = 1 – 6 d 2

N(N2 -1) Keterangan :

Rho = koefisien korelasi Rank Order

1 = bilangan konstan 6 = bilangan konstan

d = perbedaan pasangan jenjang = sigma atau jumlah

N = jumlah individu dalam sampel

2. Analisa Korelasi Berganda

Korelasi antara modal (X1) dan besarnya pinjaman (X2)

efektivitas sesudah pinjaman (Y) dengan memakai korelasi ganda (R) dengan rumus sebagai berikut :

R = r²yX1 + r²yX2 – 2ryX1.ryX2.rX1X2

1 – r²X1X2

Dimana :

13


(31)

ryX1 = korelasi sederhana antara X1 dan y

ryX2 = korelasi sederhana antara X2 dan y

rX1X2 = korelasi sederhana antara X1 dan X2

untuk selanjutnya dicari persamaan regresi berganda dengan rumus sebagai berikut :

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + e

Penjelasan :

Y = Variabel terikat (nilai duga Y)

X1X2 = Variabel bebas

ab1b2 = Koefisien regresi linier berganda

a = Nilai Y, apabila X1=X2=0

b1 = Besarnya kenaikan/penurunan Y dalam satuan, jika X1

naik/turun satu satuan dan X2 konstan.

b2 = Besarnya kenaikan/penurunan Y dalam satuan, jika X2

naik/turun satu satuan dan X1 konstan.

+ atau – = Tanda yang menunjukkan arah hubungan antara Y dan X1

atau X2

Nilai r adalah nilai korelasi sederhana, dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

X1X2X1 X2

r =

[n X1² – ( X1)²] [n X2² – ( X2)²]


(32)

b. Perhitungan nilai koefisien determinasi.

Untuk mengukur seberapa besar variabel-variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat, digunakan koefisien determinasi (R²). Koefisien ini menunjukkan proporsi variabilitas total pada variabel terikat yang dijelaskan oleh model regresi. Nilai R² berada pada interval 0<R²<1.

Secara logika, makin baik estimasi model dalam menggambarkan data maka semakin dekat nilai R ke nilai 1 (satu). Nilai R² dapat diperoleh dengan rumus :

R² = (r)² x 100 % Dimana :

R² = Koefisien determinasi r = Koefisien korelasi 7. Uji hipotesa dan uji signifikansi

Sesuai dengan hipotesa yang telah disebut dimuka, apakah hipotesa nol (H0) diterima atau ditolak, maka harus diuji signifikansi. Tujuan dari uji

signifikansi adalah untuk menjeneralisasi populasi.

Uji hipotesa dengan F-test digunakan untuk menguji hubungan dua variabel bebas secara bersama-sama dengan variabel terikat. Rumusnya adalah sebagai berikut :

R² / K F =

(1 – R²) / (n – k –1) Dimana :


(33)

R² = Koefisien determinasi K = Jumlah variabel independen n = Jumlah sampel

nilai F-hitung > F-tabel, berarti Ho ditolak, Ha diterima.

Uji hipotesa pada penelitian ini adalah menggunakan uji-t yakni dengan menggunakan pengujian hipotesis untuk pengamatan berpasangan

(Paired Observation) pada pendapatan sebelum mendapatkan pinjaman

dengan pendapatan sesudah mendapatkan pinjaman dan efektivitas sebelum mendapatkan pinjaman dengan efektivitas sesudah mendapatkan pinjaman, yaitu :

n d

d = i

Sd

²

= n d

²

( d )

²

n (n – 1) Sd = Sd

²

n S

u d t

d D

/

− =

Dimana :

d = Rata-rata selisih dari setiap pasangan pengamatan

d


(34)

Sd

²

= variansi selisih Y - X14

D

u = Selisih rata-rata sebelum dan sesudah pengamatan = 0

Juga memakai uji dua sampel berpasangan Wilcoxon dengan menggunakan spss.

8. Kisi-kisi Instrumen Penelitian a. Efektivitas (Y)

Ada beberapa kriteria dapat digunakan untuk menilai bahwa suatu tujuan tersebut berjalan secara efektif/efektivitas suatu rencana, mengapa banyak manajer ragu-ragu atau gagal menetapkan tujuan dan membuat rencana bagi kelompok/satuan kerja mereka dan tidak dikatakan efektif, maka paling tidak ada kriteria yang menjadi suatu pekerjaan/rencana yang telah ditetapkan menjadi efektif adalah kegunaan, ketepatan dan obyektivitas, ruang lingkup, biaya, akuntabilitas, dan ketepatan waktu.15

Tabel 1.1

Kisi-kisi Instrumen Dimensi Efektivitas

Subdimensi Indikator

1. Kegunaan a. Fleksibilitas

b. Stabilitas

c. Berkesinambungan d. Kesederhanaan 2. Ketepatan dan

Obyektifitas

a. Melakukan evaluasi

b. Mendasari atas pemikiran yang realistik dengan fakta yang sebenarnya

c. Mendasari pemikiran yang obyektif

14

Noediono dan Wawan Koster, Teori dan Aplikasi Statistika dan Probabilitas, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 459.

15


(35)

3. Ruang Lingkup a. Prinsip kelengkapan b. Kepaduan

c. Konsistensi

4. Biaya a. Menyangkut waktu

b. Usaha

c. Aliran emosional

5. Akuntabilitas a. Tanggung jawab atas pelaksanaan b. Tanggung jawab atas implementasi 6. Ketepatan waktu Membuat perencanaan disesuaikan dengan

perubahan-perubahan yang sedang terjadi

b. Modal (X1)

Umumnya dari segi modal omzet rata-rata usaha kecil mempunyai modal yang tidak banyak, 1 juta dan omzet perbulannya kurang lebih Rp. 500.000 perbulan, bahkan ada juga Rp. 100.000 s.d Rp. 300.000 perbulan. Adapun ciri-ciri pengusaha kecil, antara lain :

1. Manajemen pada pengusaha kecil yang sangat sederhana.

2. Pengusaha kecil yang mempunyai modal yang relative sangat sederhana.

3. Pengusaha kecil cenderung menggunakan tekhnologi yang sangat sederhana, atau tidak memakai tekhnologi sama sekali (khususnya pemula).


(36)

Tabel 1.2

Kisi-kisi Instrumen Dimensi Modal

Subdimensi Indikator

1. Manajemen a. Tercampurnya antara keuangan perusahaan

dengan keluarga.

b. Kurang mampu mengadakan perencanaan, pencatatan dan pelaporan.

c. Kurang mampu merancang stategi bisnis.

2. Tekhnologi a. Kurangnya pelatihan untuk tekhnologi baru.

b. Kurang terampil dan rendahnya pendidikan dalam menggunakan tekhnologi baru yang sesuai kebutuhan.

c. Mahalnya pemeliharaan. d. Harga yang mahal. e. Mutu yang rendah.

3. Jaringan Pemasaran\ a. Terbatasnya tempat pemasaran. b. Kuatnya persaingan pasar dan produk. c. Kurangnya manajemen pemasaran.

c. Besarnya Pinjaman (X2)

Secara garis besar masalah yang dialami usaha kecil dalam peminjaman meliputi :

a. Kurangnya akses ke bank, lembaga kredit atau sumber pembiayaan lainnya.

b. Prosedur pemberian kredit yang berbelit-belit, lama dan suku bunga yang tinggi.

c. Bank kurang memahami kriteria pengusaha kecil sehingga kredit yang diberikan tidak sesuai kebutuhan.

d. Kurang mampunya komunitas UKM membuat standar proposal yang baik dan benar.


(37)

e. Kurangnya pembinaan tentang manajemen keuangan seperti perencanaan, pencatatan dan pelaporan.

f. Kredit yang diperlukan UKM tidak jelas atau tidak diketahui oleh pengusaha.

Tabel 1.3

Kisi-kisi Instrumen Dimensi Besarnya Pinjaman

Subdimensi Indikator

1. Sumber Daya a. Kurangnya akses jaringan sumber

pembiayaan.

b. Usaha yang dijalankan masih milik individu/perseorangan.

2. Manajemen a. Prosedur yang cenderung rumit.

b. Masih kurangnya pembinaan tentang manajemen keuangan.

9. Pedoman Penulisan Laporan

Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah ”Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi)” yang disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, diterbitkan oleh LOGOS Jakarta, 2007.

I. Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam sistematika penulisan ini, penulis akan memberikan gambaran berupa kerangka keseluruhan isi skripsi. Agar mempermudah dalam pembahasan tersebut penulis menyajikan kerangka skripsi yang terdiri dari 5 bab, dimana keseluruhan bab tersebut saling berkesinambungan.


(38)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian kepustakaan, variabel penelitian, indikator dan operasional variabel, hipotesa, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang pengertian efektivitas, tolak ukur efektivitas, mekanisme efektivitas, pengertian Qardhu Hasan, landasan hukum, manfaat Qardhu Hasan, sumber dana al-Qardhu al-Hasan, aplikasinya dalam perbankan islam, pengertian usaha kecil, batasan usaha kecil, dan pengertian BMT, serta konsep Islam tentang BMT.

BAB III GAMBARAN UMUM BMT HUSNAYAIN

Dalam bab ini penulis akan mencoba menguraikan tentang sejarah singkat BMT Husnayain, struktur organisasi BMT Husnayain, visi, misi dan motto BMT Husnayain serta produk-produk BMT Husnayain.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini penulis membahas mengenai hasil-hasil yang telah diteliti, berisikan analisa keefektivitasan al-Qardhu al-Hasan di BMT Husnayain, analisa data dan pengujian hipotesa.


(39)

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan penutup atas pembahasan masalah yang diuraikan pada skripsi ini yang berisikan tentang kesimpulan apa yang penulis sajikan, serta mencoba menemukakan saran-saran yang bermanfaat bagi lembaga tersebut.


(40)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Efektivitas

1. Pengertian Efektivitas

Salah satu konsep utama dalam mengukur prestasi kerja (performance) adalah manajemen efisiensi dan efektivitas. Menurut ahli manajemen Peter Drucker efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing thing right). Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.16

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang bermakna ”1) ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), 2) manjur atau mujarab, 3) dapat membawa hasil, berhasil guna (tentang usaha dan tindakan), 4) mulai berlaku tentang undang-undang atau peraturan”.17 Menurut Badudu efektif bermakna : ”1) mempunyai

efek, pengaruh atau akibat, 2) memberikan hasil yang memuaskan, 3) memanfaatkan waktu cara dengan sebaik-baiknya, bekerja dengan cara

16

T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPPE, 1998), edisi 2, h. 7.

17

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Balai Pustaka, 1997, Cetakan 9, h. 250.


(41)

sebaik-baiknya, 4) mulai berlaku tentang undang-undang, 5) berhasil guna atau mangkus.18

Sedangkan Hasan Sadili dalam Ensiklopedi Bahasa Indonesia, menjelaskan bahwa kata :

”efektivitas bermakna menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya. Secara ideal efektivitas dapat dinyatakan dengan ukuran-ukuran yang agak pasti. Misalnya usaha X 60 % efektif dalam pencapaian tujuan Y”.19

Subandijah dalam bukunya Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, menjelaskan :

bahwa efektivitas dalam kegiatan berkenaan dengan sejauhmana apa yang direncanakan atau yang diinginkan dapat dilaksanakan atau dicapai .20

Menurut E. Mulyasa dalam bukunya Manajemen Berbasis Sekolah, menjelaskan :

”efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju”.21 Selanjutnya dijelaskan ”efektivitas adalah berkaitan erat perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan”.22

18

Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), hal. 371.

19

Hasan Sadili, Ensiklopedi Bahasa Indonesia, (Jakarta, Ichtiar Baru – Van Hoeve), jilid 2, h. 833.

20

Subadijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: Grafindo Persada, 1993), h. 51.

21

E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi ,dan Implementasi, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 82.


(42)

Jadi efektivitas secara sederhana dapat diartikan sebagai adanya suatu usaha atau upaya yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan agar tercapai hasil yang memuaskan.

2. Tolok Ukur Efektivitas

Dengan melihat pengertian efektivitas diatas, maka dalam mencapai efektivitas kerja atau efisiensi haruslah dipenuhi syarat-syarat ataupun ukuran sebagai berikut :

a. Berhasil guna, yakni untuk menyatakan bahwa kegiatan telah dilaksanakan dengan tepat dalam arti target tercapai sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

b. Ekonomis, ialah untuk menyebutkan bahwa didalam usaha pencapaian efektif itu maka biaya, tenaga kerja material, peralatan waktu, ruangan dan lain-lain telah dipergunakan dengan setepat-tepatnya sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perencanaan dan tidak adanya pemborosan serta penyelewengan.

c. Pelaksanaan kerja yang bertanggung jawab, yakni untuk membuktikan bahwa dalam pelaksanaan kerja sumber-sumber telah dimanfaatkan dengan setepat-tepatnya haruslah dilaksanakan dengan bertanggung jawab sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.

d. Pembagian kerja yang nyata, yakni pelaksanaan kerja dibagi berdasarkan beban kerja, ukuran kemampuan kerja dan waktu yang tersedia.


(43)

e. Rasionalitas wewenang dan tanggung jawab, artinya wewenang harus seimbang dengan tanggung jawab. Dan harus dihindari adanya dominasi oleh salah satu pihak atas pihak lainnya.

f. Prosedur kerja yang praktis, yaitu untuk menegaskan bahwa kegiatan kerja adalah kegiatan yang praktis, maka target efektif dan ekonomis, pelaksanaan kerja yang dapat dipertanggung jawabkan serta pelayanan kerja yang memuaskan tersebut haruslah kegiatan operasional yang dapat dilaksanakan dengan lancar.23

Sedangkan tolok ukur menurut manajemen ajaran Islam bagi seorang muslim dalam mengatur hidupnya agar efektif adalah sebagai berikut :

a. Prinsip keseimbangan, maksudnya dalam menjalankan suatu kegiatan seorang muslim haruslah berbuat, bertindak yang harmonis pantas dan wajar, tidak berlebih-lebihan, tetapi tidak juga kikir dan pelit.

b. Prinsip mencapai kemanfaatan, maksudnya seorang muslim dalam menjalankan kegiatan usaha harus bermanfaat bagi dirinya, bagi orang lain, bagi lingkungan dan bermanfaat bagi agamanya.

c. Prinsip tidak boros, yang dimaksud tidak boros adalah setiap muslim dalam menjalankan aktivitasnya dalam menggunakan harta, waktu dan tenaga tidak dipergunakan secara boros jika dilihat dari sudut ekonomi

23

Sujadi F.X, O & M Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen, (Jakarta: CV. Masagung, 1990), Cet. Ke-3, h. 36-39.


(44)

sifat boros termasuk biaya sehingga dalam penggunaan biaya menjadi beban dalam manajemen.

d. Prinsip berlaku adil, yang dimaksud dengan berlaku adil adalah seseorang yang ingin mencapai tindakan yang efisien adalah dia harus berlaku adil. Ia harus berlaku adil terhadap dirinya, terhadap orang lain, serta adil dalam menimbang, adil dalam mengambil keputusan dan adil dalam semua perbuatannya.24

3. Mekanisme Efektivitas

Didalam mekanisme efektivitas terdapat beberapa komponen pendukung suatu kerja, ada beberapa pendapat menurut para ahli, yaitu :25

Menurut Georgopoulos mekanisme efektivitas terdapat dalam beberapa komponen yaitu :

a. Produktifitas adalah sama artinya dengan efisien.

b. Luwes artinya mematuhi norma-norma dan memuaskan anggota dan

konsep daya suai. Maksudnya adalah kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri pada perubahan, baik perubahan didalam maupun perubahan diluar organisasi.

c. Ketegangan adalah konflik dan pertentangan diantara anggota-anggota organisasi, yang erat kaitanya dengan peningkatan (kalau terkendali) dan penurunan (kalau dibiarkan berlarut-larut).26

Menurut Paul E. Mott mekanisme dalam pencapaian suatu kerja yang efektif adalah merumuskan dan mengembangkan sarana mengukur efektivitas organisasi yang mempengaruhi tingkat efektivitas itu berkaitan langsung dengan :

24

Mochtar Effendy, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta: PT. Bharata Karya Aksara, 1986), h. 153-158.

25

Komariyah, ”Efektivitas Murabahah di BMT Al-Ikhwan,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h. 14-20.

26

Basil S. Georgopoulos dan Arnold S. Tannembaun, A Study of Organization Effectiveness, (America: Sociological Review, 1957), vol. 22, h. 534-540.


(45)

a. Produktifitas dikaitkan dengan kuantitas, kualitas dan efisiensi.

b. Daya suai adalah kemampuan untuk menaksir masalah yang akan

dihadapi dan persiapan untuk mengatasi masalah yang bersangkutan. Daya suai ini dikaitkan dengan tempo (cepat atau lambat) dan besaran (derajat penyesuaian, apakah seluruhnya, sebagian mendasar ataukah hanya ala kadarnya saja). Dalam faktor ini tercakup konsep kepaduan yaitu kerelaan kerja, atau kegairahan kerja yang tinggi atau kepuasan kerja, lebih mudah menerima perubahan (metode atau prosedur kerja misalnya).

c. Keluwesan menyangkut kemampuan anggota organisasi menanggapi

keadaan darurat seperti beban lebih yang tidak terduga atau percepatan jadwal kerja.27

Sedangkan menurut Friedlander dan Pickle menyatakan bahwa dalam merumuskan mekanisme efektivitas harus memperhitungkan kepentingan pemilik, pekerja dan masyarakat, diantaranya yaitu :

a. Kemampuan berlaba yang dilihat dari rata-rata laba tahunan selama 10

tahun berturut-turut, dalam kaitanya dengan jam kerja pemilik perusahaan.

b. Kepuasan pekerja yang diukur dari tanggapan mereka atas kondisi kerja,

pembayaran upah, cara supervisi dan pengembangan.

c. Penghargaan masyarakat yang diukur dari data mengenai hubungan

masyarakat, hubungan organisasi dengan unsur-unsur pemerintah, hubungan dengan pelanggan, dan hubungan dengan pensuplai serta kreditor.28

Ketiga telaah yang dikemukakan diatas telah memaparkan masalah-masalah pengenalan dan pengukuran kriteria yang tepat terhadap efektivitas organisasi. Masing-masing telah menunjukkan rancangan yang berbeda terhadap pengukuran efektivitas secara keseluruhan, tetapi kriteria-kriteria

27

Paul E. Mott, The Characteristics of Effective Organization (New York: Halper and Row, 1972), h. 20-24.

28

Frank Frienlander dan Hal Pickle, Components Of Effectiveness In Small Organization, (Administrative Science Quarterly, 1968), Vol. 13, h. 289-304.


(46)

tersebut mendapatkan tempatnya sendiri dalam rancangan sistem dan telaah teoritis, tanpa harus bertentangan.29

Dalam usaha memahami efektivitas yang bersifat abstrak itu, beberapa analisa organisasi berusaha mengidentifikasi segi-segi yang menonjol kaitannya dengan konsep ini. Walaupun ada sederetan panjang kriteria kerja yang dipakai, namun kriteria yang paling banyak dipakai meliputi hal-hal berikut :

a. Kemampuan menyesuaikan diri, keluwesan b. Produktivitas

c. Kepuasan kerja d. Kemampuan berlaba e. Pencarian sumber dana30

B. Konsepsi Al-Qardhu al-Hasan 1. Pengertian al-Qardhu al-Hasan

Al-Qardhu al-Hasan berarti pinjaman kebajikan dan lunak (Soft and Benevolent Loan), dimana pinjaman tersebut tanpa adanya bunga pinjaman. Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan) adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjam tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqh klasik, al-Qardh

29

Bambang Kustiyanto, Ikhtisar Studi Organisasi dan Management, (Jakarta: Ghallia, 1991), Cet. Ke-8, h.121.

30Ibid


(47)

dikategorikan dalam aqad tathawwu’i atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.31

Terdapat beberapa definisi tentang al-Qardh, tapi pada intinya semua sama, yaitu :

a. Al-Qardhu al-Hasan adalah suatu perjanjian antara bank sebagai pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai penerima pinjaman, baik berupa uang maupun barang tanpa persyaratan adanya tambahan biaya apapun. Peminjaman atau nasabah berkewajiban mengembalikan uang atau barang yang dipinjam pada waktu yang disepakati bersama dengan pokok pinjaman.32

b. Al-Qardhu al-Hasan (Benevolent Loan) adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata dimana si peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman.33

c. Al-Qardhu al-Hasan adalah perjanjian pinjaman baru kepada pihak kedua dan pinjaman tersebut dikembalikan dengan jumlah yang sama (sebesar yang dipinjam). Pengembalian ditentukan dalam jangka waktu tertentu

31

M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: PT. Gema Insani, 2001), h. 131.

32

Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1997), h. 97.

33

Karnaen Perwataatmadja dan Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: PT. Dara Prima Yasa, 1992), h. 33.


(48)

(sesuai kesepakatan bersama) dalam pembayaran dilakukan secara angsuran maupun tunai.34

d. Al-Qardhu al-Hasan adalah suatu pinjaman yang harus dikembalikan pada akhir suatu waktu yang telah disepakati tanpa keharusan membayar bunga ataupun pembagian utang rugi dalam bisnis.35

e. Al-Qardhu al-Hasan adalah suatu pinjaman yang diberikan seseorang kepada orang lain tanpa dituntut untuk mengembalikan apa-apa bagi peminjam, kecuali pengembalian modal asal (pinjaman) tersebut.36

Para Imam Mazhab Sunni mengemukakan pendapat mereka tentang arti al-Qardh. Berikut adalah pendapat 3 mazhab, yaitu :

a. Mazhab Maliki, menyatakan bahwa al-Qardh merupakan pinjaman atas benda yang bermanfaat yang diberikan hanya karena belas kasihan dan bukan merupakan bantuan (ariyah) atau pemberian (hibah), tetapi harus dikembalikan seperti bentuk yang dipinjamkan.

b. Menurut Mazhab Syafi’i, al-Qardhu berarti pinjaman yang berarti baik, yaitu rujukan kepada al-Qur’an barang siapa yang memberikan pinjaman yang baik kepada Allah, maka Allah akan melipatgandakan kepadanya. c. Menurut Mazhab Hambali, al-Qadhu adalah merupakan perpindahan harta

milik secara mutlak, sehingga penggantinya haruslah sama nilainya.37

34

M. Umer Chapra, Al-Qur’an Menurut Sistem Moneter Yang Adil, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa, 1997), h. 40.

35Ibid

, h. 40.

36

Totoh Abdul Fatah, Bank Tidak Identik Dengan Riba, (Jawa Barat: MUI,t.t), h. 42.

37


(49)

Secara keseluruhan, menurut pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa al-Qardhu al-Hasan merupakan suatu jenis pinjaman produk pembiayaan dari Perbankan Syariah, yang pengembalian pinjaman uangnya tidak ada bunganya, yang mungkin hanya pembayaran administrasi saja. Bank tidak mendapatkan nilai yang berlebihan karena akan merupakan riba yang dilarang keras.

Dalam penerapan al-Qardhu al-Hasan, ajaran Islam telah menerapkan beberapa rukun-rukun yang harus dipenuhi di mana kalau salah satu rukun ini hilang, maka akan menyebabkan akad ini menjadi tidak sah.

Rukun al-Qardhu adalah : Peminjam (al-Muqtaridh – ), Pemberi pinjaman (al-Muqridh - ), Dana (al-Qardh - ), dan Ijab Qabul (al-Shîgat - ).

2. Landasan Syari’ah

Transaksi Qardh dikemukakan oleh para ulama berdasarkan al-Qur’an dan hadits riwayat Ibnu Majjah, dan Ijma’ ulama. Allah SWT mengajarkan kepada kita agar meminjamkan sesuatu bagi agama Allah.38

Landasan syari’ah dari pemberian pinjaman tunai kebajikan Qardhu al-Hasan, yaitu :

a. Al-Qur’an

38


(50)

!

" #

$ %ی '( ) ﻡ

ی

.

+

,ی,-.

//

0

”Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS. Al-Hadiid : 11)

Dalam ayat ini kita diserukan untuk meminjam kepada Allah, artinya untuk membelanjakan harta di jalan Allah. Selaras dengan meminjam kepada Allah, kita diseru untuk meminjam kepada manusia, sebagai bagian dari kehidupan masyarakat (civil society).39

1 #

!ﻡ

2 ﻡ 3 #

1" # 4 5 12 3 4 6

!

" #

.

+

7ﻡ5

.

89

0

”Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an dan maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah SWT berupa

al-Qardhu al-Hasan”. (QS. Al-Muzammil : 20)

b. Al-Hadits

:

; < ﺹ >?! @ A1B ﻡ

ﻡ ﻡ ﻡ C # ﺱ

ﻡ $

4 ﻡ EF# ,6 @ G: 2 ﻡ " #

+H

Iﻡ : J K

0

”Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi SAW berkata : Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjam muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah.” (HR. Ibnu Majjah N0. 2441 kitab al-Ahkam, Ibnu Hibban dan Baihaqi)

39


(51)

< ﺹ ; C1ﺱK C # L ﻡ

Mﻥ

;

O Pی K ﺱ

ی ﺱ

>?

QB O# ,6

1FRﻡ O!I S <

$ %

E Tﻡ

P % Q O ﻥ T

C # O#,6

ﻡ 7

$ % C ﻡ 7ی ? ی

@U

7V

ی

$ %F

J,!

C

ﻡ G: $ %F ی G

O

+H

Iﻡ : J K

0

”Dari Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah saw berkata: Aku melihat pada waktu malam di Isra’kan, pada pintu surga tertulis : sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qardh 18 kali. Aku bertanya,”Wahai Jibril, mengapa qardh lebih utama dari shadaqah? Ia menjawab, karena peminta-minta sesuatu dan ia punya sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam

kecuali karena keperluan.” (H.R. Ibnu Majah No. 2422, Kitab al-Ahkam dan

Baihaqi)

c. Ijma’

Para ulama telah menyepakati bahwa al-Qardhu al-Hasan boleh dilakukan. Kesepakatan ulama didasari oleh tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorang pun yang tidak membutuhkan. Oleh karena itu pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian kehidupan di dunia, Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.40

3. Manfaat al-Qardhu al-Hasan

40Ibid,


(52)

Manfaat aqad al-Qardh sebagai sebuah sistem pinjaman yang dianjurkan syari’at Islam, al-Qardh memiliki banyak manfaat. Manfaat-manfaat tersebut adalah :

a. Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapatkan dana pinjaman jangka pendek/panjang (sesuai akad).

b. Al-Qardhu al-Hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda Bank Syari’ah dengan Bank Konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial, disamping misi komersial.

c. Adanya misi sosial kemasyarakatan ini akan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah dan syariah itu sendiri.

d. Santunan kebajikan diberikan untuk membantu meringankan beban ekonomi para mustahiq.41

Disamping semua itu manfaat al-Qardh juga sebagai produk untuk sosial seperti usaha kecil yang kekurangan dana tapi mempunyai prospek bisnis yang sangat baik.

4. Sumber Dana al-Qardhu al-Hasan

Dalam bahasan sumber dana al-Qardhu al-Hasan (Dana Kebajikan) terdapat perbedaan diantara para pakar, perbedaan pendapat tersebut sekitar masalah dimasukkan tidaknya dana zakat sebagai salah satu sumber dana

41


(53)

Qardhu al-Hasan (Dana Kebajikan). Untuk lebih lanjut akan penulis uraikan sebagai berikut:

Pakar praktisi Perbankan Syari’ah M. Syafi’I Antonio didalam dua buku yang berbeda yaitu, Bank Syari’ah Wacana dan Cendekiawan, dan Bank Syari’ah Suatu Pengenalan Umum, mengemukakan bahwa sumber dana Al-Qardhu al-Hasan (Dana Kebajikan) adalah:

a. Modal Bank. Dalam aplikasinya dana ini dipergunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek sebagai dana talangan.

b. Zakat. c. Infaq. d. Shadaqah.

Dari keterangan diatas tampak bahwa dimasukkannya zakat sebagai salah satu sumber dana al-Qardhu al-Hasan berdasarkan pada persamaan akad yang berdimensi sosial antara dana zakat dana al-Qardhu al-Hasan.

Sedangkan pendapat yang tidak memasukkan dana zakat sebagai sumber dana al-Qardhu al-Hasan berdasarkan pernyataan dari Ikatan Akuntansi Indonesia yang menyatakan bahwa sumber dana Qardhu al-Hasan berasal dari 2 hal, yaitu :

a. Sumber Dana Eksternal, meliputi dana al-Qardhu al-Hasan yang diterima bank syariah dari pihak lain, meliputi :


(54)

2) Infaq 3) Shadaqah

4) Dana yang disediakan oleh para pemilik DS 5) Hasil pendapatan non halal

b. Sumber Dana Internal, meliputi hasil tagihan pinjaman Qardhu al-Hasan itu sendiri.42

Adapun menurut himpunan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk lembaga keuangan syari’ah yang diutarakan bahwa sumber dana al-Qardhu al-Hasan berasal dari :

a. Bagian modal Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS).

b. Keuntungan Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) yang disisihkan.

c. Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaknya kepada LKS.43

5. Aplikasi Dalam Perbankan Islam

Peranan prinsip al-Qardh dalam perbankan syari’ah adalah untuk pinjaman tanpa bunga. Al-Qardh juga diterapkan untuk pinjaman kepada nasabah yang mengelola hasil usaha yang sangat kecil. Jika nasabah

42

Ikatan Akuntansi Indonesia, Loc. Cit, h. 59

43

Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan Bank Indonesia (BI), Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk Lembaga Keuangan Syari’ah, (JKT: 2001), Edisi Ke-1, h. 3.


(55)

mengalami musibah dan tidak dapat mengembalikannya, maka bank dapat membebaskannya. Hal ini sering disebut al-Qardhu al-Hasan.44

Al-Qardh terutama diberikan kepada nasabah yang memiliki

kebutuhan mendesak, seperti dana talangan (Over Draft) dengan kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif.45 Pengembalian

pinjaman ditentukan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan) dan pembayarannya bisa dilakukan secara angsuran atau sekaligus.

Secara umum al-Qardhu al-Hasan dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut :

BAGAN 1

44

Warkum Sumitro, Op.Cit., h. 97.

45

Karnaen Perwaatmadja dan M. Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: PT. Dara Prima Yasa, 1992), h. 35.

Perjanjian al-Qardhu al-Hasan

Nasabah Bank

Tenaga Kerja

Modal 100%

Proyek Usaha

Keuntungan

100% Kembali


(56)

C. Pengertian Usaha Kecil 1. Definisi Usaha Kecil

Usaha kecil disebut juga dengan istilah pengusaha golongan ekonomi lemah, sektor formal, asongan dan sebagainya, yakni mereka yang mempunyai usaha yang tidak tetap dan tempat usaha yang berpindah-pindah, namun mempunyai penghasilan yang cukup.46

Menurut Zainul Arifin usaha kecil umumnya memiliki tingkat kelayakan yang masih rendah, akibatnya ada keterbatasan pada aspek pemasaran, teknis, produksi, manajemen dan organisasi.47

Dari pengertian diatas dapatlah disimpulkan usaha kecil adalah usaha yang ekonominya tidak dipakai dengan baik, dari segi modal usaha kecil yang relatif kecil dari segi omzet tidak terlalu banyak. Pemasaran tidak begitu luas, dalam hal teknis mereka terbatas dan lain-lain.

Umumnya dari segi modal omzet rata-rata usaha kecil mempunyai modal yang tidak begitu banyak, 1 juta dan omzet perbulannya kurang lebih Rp. 500.000,- perbulan, bahkan ada juga Rp. 100.000,- s,d Rp. 300.000,- perbulan.

Adapun ciri-ciri pengusaha kecil, antara lain :

46

Santoso, Pusat Perpajakan dan Keuangan 1992, (Jakarta: 1996), h. 25.

47

Zainul Arifin, Memahami Bank dan Syari’ah, Lengkap, Peluang, Tantangan dan Prospek, (Jakarta: Al-Vabet, 1999), Cet. I, h. 110.


(57)

a. Manajemen pada pengusaha kecil yang sangat sederhana.

b. Pengusaha kecil mempunyai modal yang relatif sangat sederhana.

c. Pengusaha kecil cenderung menggunakan tekhnologi yang sangat sederhana, atau tidak memakai tekhnologi sama sekali (khususnya pemula).

d. Jaringan pemasaran produk dari pengusaha kecil masih kurang luas. Retail market lebih memfokuskan pada kebutuhan dari pengusaha menengah di bawah dan perorangan. Pemberian dana al-Qardhu al-Hasan

oleh Bank kepada pengusaha ekonomi menengah di bawah tidak terlepas dari pengertian pengusaha kecil sebagai penerima dana kebajikan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat kalangan pengusaha ekonomi lemah.

Dari pengertian usaha kecil dan sektor informal jelaslah pengusaha ekonomi menengah di bawah masih banyak memerlukan bantuan demi kelancaran usahanya, hal ini terlihat dari jenis usaha yang masih banyak memerlukan bantuan dan bimbingan untuk meningkatkan penghasilan para pengusaha ekonomi lemah (menengah ke bawah).

Dengan meningkatnya penghasilan dari para pengusaha ekonomi lemah lebih memungkinkan mengurangi kemiskinan yang timbul. Dan dengan menanggulangi masalah kemiskinan diharapkan akan mengurangi ekonomi sebagai akibat dampak sosial tentang masalah kemiskinan.

Dalam pemberian dana al-Qardhu al-Hasan oleh Bank kepada pengusaha ekonomi menengah kebawah juga tidak terlepas dari sektor


(58)

informal. Usaha sektor informal sangat beraneka ragam seperti: pedagang warungan, dan usaha-usaha rumah tangga seperti: pedagang sayuran, pembuat tempe dan lain-lain.

Menyadari berbagai kelemahan yang dimiliki oleh pengusaha golongan ekonomi lemah, yaitu dalam hal organisasi pengelolaan, permodalan, persaingan, dan sebagainya, maka BMT Husnayain menyediakan fasilitas Produk Pembiayaan al-Qardhu al-Hasan (pinjaman kebajikan) melalui berbagai prosedur yang tidak berbelit-belit dan kesederhanaan serta keringanan pada pengusaha kecil.

2. Batasan Usaha Kecil

Ada tiga golongan masyarakat yang dapat dikategorikan untuk memperoleh pembiayaan usaha kecil, yaitu :

a. Para pengusaha kecil (sangat kecil) yang kekurangan dana untuk mengembangkan usahanya tetapi mempunyai prospek bisnis yang sangat baik. Adapun yang menjadi kriteria usaha kecil (sangat kecil), adalah :

1) Semua pengusaha kecil yang bergerak dalam bidang usaha sektor informal, seperti pedagang kaki lima, warung makanan, pedagang sayuran dan buah-buahan, penjahit dan lain-lain.

2) Omzet penjualan rata-rata perhari minimal Rp. 100.000

b. Mereka yang terkena musibah (bencana alam/mala petaka lainnya yang berakibat rusak/musnahnya asset usaha dan turunnya kemampuan


(59)

memperoleh laba). Keadaan berikut ini dapat dikategorikan sebagai nasabah yang terkena musibah, yaitu :

1) Bencana alam yang mengakibatkan musnah, rusaknya asset usaha, bencana alam yang dapat merusak asset usaha dapat berupa; kebakaran, tanah longsor, banjir, badai/topan, letusan gunung merapi, gempa bumi, kegagalan panen akibat musim.

2) Dalam kategori kehilangan pengurangan nilai/pengrusakan asset usaha oleh pihak lain, musibah yang termasuk ini adalah sebagai berikut : a. Pencurian/pengrusakan asset oleh orang lain.

b. Penggusuran tanah/bangunan tempat usaha oleh pemerintah, yang atas penggusuran tersebut pemerintah tidak memberi ganti rugi. 3) Pengurangan nilai barang dagangan (komoditi) tertentu karena

merosotnya harga barang dagangan tersebut yang diakibatkan oleh berbagai alasan/sebab yang sukar diantisipasi.

c. Mereka yang terkena keadaan darurat yang bersifat pribadi. Keadaan darurat yang dimasukkan dalam kategori ini adalah sebagai berikut : 1) Adanya pengeluaran yang tidak terduga yang dapat berupa :

a. Biaya pengobatan keluarga.

b. Biaya pemakaman orang tua keluarga yang meninggal. 2) Biaya pendidikan anak.


(60)

3) Hilang atau rusaknya asset RT (family asset) yang tidak ada hubungan secara langsung dengan usaha nasabah (misal; rumah nasabah terbakar).

D. Konsep Baitul Maal Wat Tamwil 1. Pengertian BMT

Istilah BMT (Balai Usaha Mandiri Terpadu) adalah penggabungan dari dua kata, yaitu baitul maal dan baitut tamwil. Secara etimologis baitul maal berasal dari kata bait dan al-maal. Bait artinya bangunan atau rumah, sedangkan al-maal berarti harta benda atau kekayaan. Jadi secara harfiah,

baitul maal berarti rumah harta benda atau kekayaan. Namun demikian, kata

baitul maal diartikan sebagai pembendaharaan (umum atau negara).48

Abu A’la al-Maududi memandang bahwa baitul maal adalah lembaga keuangan yang dibangun atas landasan syari’ah, oleh sebab itu pengelolaannya harus dengan aturan syari’ah pula.49

Adapun yang dimaksud dengan baitul maal dalam istilah fiqh Islam adalah suatu badan atau lembaga (instansi) yang bertugas mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan

48

Harun Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 161.

49

Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hove, 1997), Cet. Ke-5, h. 186.


(61)

pengelolaan, maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain.50

Definisi lain yang menjelaskan baitul maal ialah merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial).51

Sedangkan baitut tamwil secara etimologis berasal dari kata bait dan tamwil. Yang berarti bait adalah rumah dan tamwil adalah pembiayaaan. Jadi baitut tamwil adalah rumah pembiayaan. Dan baitut tamwil secara terminologis dapat diartikan sebagai lembaga (instansi) keuangan yang usaha pokoknya menghimpun dana dari pihak ketiga (deposan) dengan memberikan pembiayaan-pembiayaan kepada usaha-usaha yang produktif dan menguntungkan. Atau baitut tamwil didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatannya adalah menghimpun dana masyarakat dan bersifat profit motive.52

Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa BMT adalah merupakan lembaga keuangan yang bertugas mengumpulkan dan mengelola dana umat berdasarkan prinsip syari’ah Islam yang dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan perekonomian.

2. Konsep Islam Tentang BMT

50Ibid 51

Hertanto Widodo, et.al, Panduan Praktis Operasional BMT, (Bandung: Mizan, 1999), h. 81.


(62)

Mengapa harus BMT yang menggunakan prinsip syari’ah yang dikembangkan? Dalam perbankan konvensional pengendalian dasarnya adalah mengandalkan bunga bank, dimana bunga bank selalu dibebankan seluruhnya kepada nasabah, pihak bank tinggal menghitung hari dan tanggal untuk menunggu hasil pelunasan, dan mempersiapkan surat sitaan atau denda, bagi mereka yang tidak tepat waktu, hal ini sangat memberatkan. Bahkan suku bunga yang cukup tinggi bisa ”mencekik leher”. Sebagian orang mengatakan, bunga boleh diambil karena beban uang yang diberikan tidak terlampau tinggi dan tidak berlipat ganda. Tetapi siapa yang tahu suku bunga bank lebih rendah atau lebih tinggi untuk masa yang akan datang.

Para ulama Islam dan ahli ekonomi muslim yang berpendapat satu sama lain dengan argumentasinya masing-masing apakah bunga bank sama dengan riba, pendapat mereka dapat dikelompokkan dalam empat kelompok yaitu :

a. Bunga bank sama dengan riba, yang berarti haram hukumnya.

b. Bunga bank adalah mutasyabihat (belum jelas) sebab dalil yang mengharamkan belum jelas atau tidak kuat dan dalil yang menghalalkan tidak kuat.


(63)

d. Bunga bank halal, lebih banyak manfaatnya dari pada kerugiannya (mudharat).53

Ayat al-Qur’an menerangkan tentang larangan riba. Diantaranya tentang uang yang diberikan sebagai tambahan pada manusia, tetapi tidak pernah bertambah pada sisi Allah SWT.

,! 1 ی W X ! C 1ﻡ > 1

K ﻡ F 2 3 ﻡ

.

+

Y

.

Z[

0

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada

harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah”. (QS. Ar-Ruum : 39)

Allah melarang bagi orang yang memakan riba akan berakibat fatal yaitu mereka akan mendapat siksa yang pedih, karena termasuk memakan harta orang lain, dengan cara yang bathil.

ﻥ,F

7\ ? X ! C 1ﻡ E

!

1Eﻥ ,#

]

^(_

( E!ﻡ ی R

.

+

3 !

.

/`/

0

Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah

dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”. (QS. An-Nisa’ : 161)

53

Karnaen Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, (Depok: Usaha Kami, 1996), Cet. Ke-I, h. 156.


(64)

Atau gambaran orang yang memakan harta riba tidak dapat berdiri, akan tetapi berdirinya seperti orang kemasukan (tekanan) penyakit gila, sebagaimana Allah SWT jelaskan dalam QS Al-Baqarah (2): 275

ﻡ @ a Q a?bFی '( Y1%ی

: @1ﻡ1%ی

] @1 cی ی(

Y

d ?

7

] 7Tﻡ d ?

ﻥ: 1 # Eﻥc L ) ]M

]

.

+

4 %?

.

8ef

0

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah : 275)

Dari gambaran ayat inilah dasar ajaran Islam melarang praktek riba, yang banyak digunakan bank konvensional. Dengan dasar ini pula pengoperasian BMT menggunakan pada sistem syari’ah.


(65)

BAB III

TINJAUAN UMUM MENGENAI BMT HUSNAYAIN

A. Sejarah singkat BMT Husnayain

Masalah yang dihadapi dalam masyarakat saat ini dalam mengembangkan usahanya adalah persoalan modal/pinjaman, dimana pinjaman dana semakin mengikat dan mencekik pengusaha lemah/ pedagang-pedagang kecil, seperti yang dijalankan dalam praktik bank-bank keliling. Para pengusaha lemah/pedagang-pedagang kecil terjebak dalam jeratan hutang rentenir, dan sudah menjadi berita umum pedagang-pedagang yang membutuhkan modal usaha harus menanggung beban renten dengan tingkat bunga 20 % sampai 30 % per bulan. Dan mereka yang tidak dapat mengembalikan pinjaman dan bunganya akan menjadi sasaran empuk para rentenir untuk menghisap harta bendanya sehingga menjadi bangkrut. Untuk memperbaiki keadaan tersebut Pesantren Husnayain bersama jama’ah masjid Abu Bakar Siddiq mengadakan pembicaraan untuk membentuk satu lembaga yang berpihak kepada pengusaha kecil dengan prinsip keadilan dengan mengusung syari’at Islam. Setelah beberapa kali pertemuan yang


(1)

PEDOMAN WAWANCARA

1. Bagaimana latar belakang pendirian BMT Husnayain ? 2. Apa visi dan misi BMT Husnayain ?

3. Apa tujuan didirikannya BMT Husnayain ?

4. Dari mana modal awal pendirian BMT Husnayain ? 5. Bagaimana bentuk struktur organisasi BMT Husnayain ?

6. Produk-produk apa saja yang ditawarkan BMT kepada para anggota/nasabah ? 7. Melalui cara apa produk tersebut ditawarkan ?

8. Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan pinjaman al-Qardhu al-Hasan dari BMT ini ?

9. Anggota/nasabah yang bagaimana yang dapat mengajukan pinjaman al-Qardhu al-Hasan dari BMT ?

10.Berapa jumlah anggota/nasabah yang mendapat pinjaman al-Qardhu al-Hasan dari BMT sampai saat ini ?

11.Bagaimana perkembangan usaha anggota/nasabah yang mendapatkan pinjaman al-Qardhu al-Hasan dari BMT ?

12.Langkah apa saja yang dilakukan oleh BMT, apabila ada penyimpangan yang dilakukan oleh anggota atau nasabah ?


(2)

HASIL WAWANCARA Pertanyaan

13.Berapa jumlah anggota/nasabah yang mendapat pinjaman al-Qardhu al-Hasan dari BMT sampai saat ini ?

Jawaban : Anggota/nasabah yang meminjam al-Qardhu al-Hasan kepada BMT Husnayain pada tahun 2007 ada sekitar 15 orang.

14.Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan pinjaman al-Qardhu al-Hasan dari BMT ini ?

Jawaban :

persyaratannya yaitu : - Menjadi anggota BMT Husnayain - Fotocopy KTP Suami/Istri dan KK - Fotocopy Surat Nikah

- Pas Foto Suami/Istri ukuran 4 x 6 = 1 lembar - Tidak menjual barang haram

15.Anggota/nasabah yang bagaimana yang dapat mengajukan pinjaman al-Qardhu al-Hasan dari BMT ?

Jawaban : Khususnya anggota/nasabah yang membutuhkan modal awal atau modal tambahan bagi usaha yang akan dijalankan maupun usaha yang sudah berjalan. Selain untuk modal usaha pinjaman al-Qardhu al-Hasan juga disalurkan untuk kegiatan-kegiatan seperti; beasiswa untuk anak yatim dan kaum dhu’afa dari mulai tingkat SD s/d SMU, santunan bagi fakir-miskin, membantu para korban bencana alam,


(3)

mengadakan pembinaan keagamaan bagi masyarakat sekitar khususnya bagi anggota/nasabah BMT Husnayain, serta pelaksanaan pemotongan hewan Qurban pada hari Raya Idul Qurban dan disalurkan kepada masyarakat sekitar.

16.Bagaimana perkembangan usaha anggota/nasabah yang mendapatkan pinjaman al-Qardhu al-Hasan dari BMT ?

Jawaban : Sejauh ini pinjaman al-Qardhu al-Hasan yang sudah diberikan dapat membantu anggota/nasabah dalam mengembangkan usahanya. Perkembangan usaha terlihat sudah cukup baik karena sebagian dari nasabah yang pada awalnya meminjam al-Qardhu al-Hasan ada yang pindah menjadi nasabah pembiayaan murabahah atau mudharabah dengan sistem bagi hasil.

17.Langkah apa saja yang dilakukan oleh BMT, apabila ada penyimpangan yang dilakukan oleh anggota atau nasabah ?

Jawaban : Karena pinjaman al-Qardhu al-Hasan adalah pinjaman kebajikan, maka langkah yang diambil apabila terdapat anggota/nasabah yang menyimpang seperti contoh pokok pinjaman tidak dapat dikembalikan karena usaha yang dijalankan merugi, untuk mendapatkan pendapatan yang berlebihan pun tidak mungkin karena modal saja tidak kembali, jalan satu-satunya adalah dengan mengikhlaskan saja sebab pinjaman al-Qardhu al-Hasan berasal dari dana ZIS (zakat, infaq dan shadaqah).

Jakarta, 4 Februari 2008

Interviewer Responden


(4)

INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen yang penulis gunakan untuk memperoleh data yang valid mengenai efektivitas pemanfaatan al-Qardhu al-Hasan bagi pedagang kecil adalah berbentuk kuisioner. Kuisioner yang digunakan akan disebar kepada nasabah yang menggunakan pinjaman al-Qardhu al-Hasan. Kuisioner merupakan salah satu jenis instrumen pengumpul data yang disampaikan pada responden atau subyek penelitian melalui sejumlah pertanyaan.

Kuisioner yang digunakan didesain berdasarkan skala model Likert yang berisikan sejumlah pertanyaan yang menyatakan obyek yang hendak diungkap. Penskoran atas kuisioner skala model Likert yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada lima alternatif jawaban, sebagaimana yang terlihat di bawah ini :

- Sangat setuju (SS) = 5 - Setuju (S) = 4 - Ragu-ragu (R) = 3

- Tidak setuju (TS) = 2 - Sangat tidak setuju (STS) = 1

Instrumen penelitian sebelum digunakan untuk memperoleh data-data penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba agar diperoleh instrumen yang valid dan reliabel. Uji validitas dilakukan untuk melihat sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya.56 Untuk menguji validitas kuisioner penulis mengambil pola perhitungan statistik dalam jumlah persentase, artinya setiap data

56


(5)

dipersentasekan setelah ditabulasi dalam jumlah frekuensi jawaban responden untuk setiap alternatif jawaban. Adapun rumus yang digunakan adalah:

P = F x 100 % n

Keterangan : P = Persentase untuk setiap kategori jawaban F = Frekuensi Jawaban

n = Jumlah responden

Uji reliabilitas dapat diukur melalui pendekatan reliabilitas konsistensi internal yang dimiliki oleh suatu instrumen. Konsep reliabilitas menurut pendekatan ini adalah konsistensi diantara butir-butir pernyataan dan pertanyaan dalam suatu instrumen. Untuk mengukur konsistensi internal, peneliti hanya memerlukan sekali pengujian dengan menggunakan teknik statistik tertentu terhadap skor jawaban responden yang dihasilkan dari penggunaan instrumen yang bersangkutan. Formula statistik yang dapat digunakan untuk menguji reliabilitas adalah Wilcoxon dengan rumus sebagai berikut :57

Z

=

Dimana : Z = koefisien wilcoxon T = selisih terkecil N = jumlah sampel

57

Singgih Santoso, Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik, (Jakarta: IKAPI, 2001), h. 148.

T – 1 / 4 N (N +1)


(6)