Pembuatan Dan Karakterisasi Batako Ringan Dengan Memanfaatkan Limbah Padat Pulp Biosludge Dari PT. TPL Porsea

(1)

PORSEA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

FARTO HUTASOIT

060801035

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO

RINGAN DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH PADAT PULP BIOSLUDGE DARI PT TPL PORSEA

Kategori : SKRIPSI

Nama : FARTO HUTASOIT

Nomor Induk Mahasiswa : 060801035

Program Studi : SARJANA (SI) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, 11 Januari 2011

Diketahui

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing Ketua

Dr. Marhaposan Situmorang Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc NIP: 195510301980031003 NIP: 1965055171993031003


(3)

PERNYATAAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH PADAT PULP BIOSLUDGE DARI PT TPL

PORSEA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, 11 Januari 2011

FARTO HUTASOIT 060801035


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan kuasa, berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH PADAT PULP (BIOSLUDGE) DARI PT TPL PORSEA yang dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs.Syahrul Humaidi, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing penulis, Bapak Drs.Herly Ginting, Ms selaku dosen wali, Bapak Remson Saragih, Bapak Haposan Situngkir dan Ibu Rosmaida Panjaitan selaku pembimbing lapangan di balai riset standarisasi industri tanjung morawa medan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada kepada Ketua dan Sekretaris jurusan Departemen Fisika Bapak Dr. Marhaposan Situmorang dan Ibu Dra. Justinon. MSi, Dekan FMIPA USU Bapak Dr. Sutarman,MSc serta semua Dosen dan Pegawai Departemen Fisika FMIPA USU. Tidak terlupa penulis ucapkan terima kasih kepada kak Heni yang selalu mengasih motivasi, dan selalu mengingatkan dalam mengerjakan skripsi saya. Ucapan terimakasih juga buat kelompok kecil saya EFATA (Kata Ersada, Frans Lubis, Meyenny Siregar, Leo Gultom, Oky Petrus, Rianto Nadapdap) semoga persahabatan kita tetap abadi selamanya. Buat teman-teman saya Despaleri, Ricardo, Derlina,Trysnopensia, dan semua mahasiswa Fisika khususnya stambuk 2006 semoga persahabatan kita tak pernah pudar.

Akhirnya tidak terlupakan ucapan terima kasih kepada yang paling saya cintai dan saya sayangi orang tua saya Bapak T. Hutasoit dan Ibu K. Sianturi yang telah memberikan dukungan baik materil, moril, motivasi, dan doa. Kepada kakak saya Sarma Hutasoit, Romauli Hutasoit, Lasria Hutasoit, Dameria Hutasoit abang saya Manontong Hutasoit, Mangihut Hutasoit, lae Dian, lae Bunga, lae Mikael dan seluruh keluarga yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih yang telah memberikan doa, materi dan motivasi pada saya.


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul Pembuatan dan Karakterisasi Batako Ringan dengan Memanfaatkan Limbah Padat Pulp Biosludge dari PT TPL Porsea. Dalam penelitian ini limbah padat pulp biosludge dimanfaatkan dalam pembuatan batako ringan. Variasi komposisi limbah padat pulp biosludge terhadap pasir adalah ( 0 % : 80 %, 2,5 % : 77,5% , 5 % : 75 % , 7,5 % : 72,5 %, 10 % : 70 % dan 12,5 % : 67,5) dan persentase tetap semen adalah 20 %. Pengujian yang dilakukan adalah terdiri dari sifat fisis (densitas dan daya serap air) dan sifat mekanik (kuat tekan, kuat patah dan kekerasan). Pengeringan sampel dilakukan selama 28 hari. Dari hasil penellitian menunjukkan bahwa pemanfaatan pada komposisi biosludge 0 %, 2,5 % dan 5 % dapat meningkatkan kualitas batako ringan jika dibandingkan dengan batako ringan normal. Pada komposisi biosludge 12,5 % nilai densitas batako ringan yang diteliti dapat mengimbangi kualitas batako ringan normal.


(6)

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF LIGHTWEIGHT CONCRETE BLOCKS WITH UTILIZING SOLID WATE PULP BIOSLUDGE

OF PT TPL PORSEA

ABSTRACT

The research done with the title Preparation and Characterization of Lightweight Concrete blocks with Utilizing Solid Waste Pulp Biosludge of PT TPL Porsea. In this study solid waste pulp biosludge utilized in the manufacture of lightweight concrete blocks. Variations of solid waste composition of the sand is biosludge pulp (0%: 80%, 2.5%: 77.5%, 5%: 75%, 7.5%: 72.5%, 10%: 70%, and 12, 5%: 67.5) and a fixed percentage of cement is 20%. Tests conducted is composed of physical properties (density and water absorption) and mechanical properties (compressive strength, fracture strength and hardness). Drying the sample conducted for 28 days. From penellitian results show that the utilization on the composition biosludge 0%, 2.5% and 5% can improve the quality of lightweight concrete blocks when compared with normal light brick. On the composition of 12.5% biosludge density values observed light brick can offset normal quality lightweight concrete blocks.


(7)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACK v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Batasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 2

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Tempat Penelitian 3

1.7 Sistematika Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bata Beton 5

2.1.1 Pengertian Bata Beton (Batako) 5 2.1.2 Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan 10

2.2 Limbah padat pulp 11

2.3 Semen 15

2.3.1 Jenis-Jenis Semen 16

2.4 Agregat 17

2.5 Pasir 18

2.6 Air 19


(8)

2.7 Karakterisasi Bahan 20 2.7.1 Sifat Fisis

2.7.1.1 Densitas 21

2.7.1.2 Daya Serap Air 21

2.7.2 Sifat Mekanik 21

2.7.2.1 Kuat Tekan 21

2.7 2.2 Kuat Patah 22

2.7.2.3 Kekerasan 23

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat 24

3.1.2 Bahan 25

3.2 Diagram Alir Penelitian 26

3.3 Variabel Eksperimen

3.3.1 Variabel Penelitian 27

3.3.2 Variabel Percobaan yang Diuji 27

3.4 Prosedur Pembuatan Sampel

3.4.1 Pengeringan Limbah Padat Pulp Biosludge 27

3.4.2 Penggilingan 27

3.4.3 Pengayakan 27

3.4.4 Penimbangan 28

3.4.5 Pencampuran 28

3.4.6 Peencetakan 28

3.4.7 Pengeringan Sampel 28

3.5 Pengujian Sampel 28

3.5.1 Pengujian Densitas 29

3.5.2 Pengujian Daya Serap Air 29

3.5.3 Pengujian Kuat Tekan 29

3.5.4 Pengujian Kuat Patah 30


(9)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Densitas 32

4.2 Pengujian Daya Serap Air 34

4.3 Pengujian Kuat Tekan 36

4.4 Pengujian Kuat Patah 38

4.5 Pengujian Kekerasan 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 42

5.2 Saran 42

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai bahan bangunan dinding menurut SNI-3-

0349-1989 7

Tabel 2.2 Komposisi limbah padat pulp biosludge 15 Tabel 2.3 Batas dan izin air untuk campuran beton 20 Tabel 4.1 Data hasil pengujian densitas 32 Tabel 4.2 Data hasil pengujian daya serap air 34 Tabel 4.3 Data hasil pengujian kuat tekan 36 Tabel 4.4 Data hasill pengujian kuat patah 38 Tabel 4.5 Data hasil pengujian kekerasan 40


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Batako berlubang dan batako padat 5

Gambar 2.2 Batako trass/putih 6

Gambar 2.3 Batako semen 7

Gambar 2.4 Bata beton (batako) ringan 10

Gambar 2.5 Serbuk limbah padat pulp dreg 13 Gambar 2.6 Serbuk limbah padat pulp grit 14 Gambar 2.7 Serbuk limbah padat pulp biosludge 14 Gambar 2.8 Skematis pengujian kuat patah 23 Gambar 4.1 Grafik densitas pada batako ringan terhadap variasi

persentase limbah padat pulp biosludge 33 Gambar 4.2 Grafik daya serap air pada batako ringan terhadap

variasi persentase limbah padat pulp biosludge 35 Gambar 4.3 Grafik kuat tekan pada batako ringan terhadap variasi

persentase limbah padat pulp biosludge 37 Gambar 4.4 Grafik kuat patah pada batako ringan terhadap variasi

persentase limbah padat pulp biosludge 39 Gambar 4.5 Grafik kekerasan pada batako ringan terhadap variasi


(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul Pembuatan dan Karakterisasi Batako Ringan dengan Memanfaatkan Limbah Padat Pulp Biosludge dari PT TPL Porsea. Dalam penelitian ini limbah padat pulp biosludge dimanfaatkan dalam pembuatan batako ringan. Variasi komposisi limbah padat pulp biosludge terhadap pasir adalah ( 0 % : 80 %, 2,5 % : 77,5% , 5 % : 75 % , 7,5 % : 72,5 %, 10 % : 70 % dan 12,5 % : 67,5) dan persentase tetap semen adalah 20 %. Pengujian yang dilakukan adalah terdiri dari sifat fisis (densitas dan daya serap air) dan sifat mekanik (kuat tekan, kuat patah dan kekerasan). Pengeringan sampel dilakukan selama 28 hari. Dari hasil penellitian menunjukkan bahwa pemanfaatan pada komposisi biosludge 0 %, 2,5 % dan 5 % dapat meningkatkan kualitas batako ringan jika dibandingkan dengan batako ringan normal. Pada komposisi biosludge 12,5 % nilai densitas batako ringan yang diteliti dapat mengimbangi kualitas batako ringan normal.


(13)

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF LIGHTWEIGHT CONCRETE BLOCKS WITH UTILIZING SOLID WATE PULP BIOSLUDGE

OF PT TPL PORSEA

ABSTRACT

The research done with the title Preparation and Characterization of Lightweight Concrete blocks with Utilizing Solid Waste Pulp Biosludge of PT TPL Porsea. In this study solid waste pulp biosludge utilized in the manufacture of lightweight concrete blocks. Variations of solid waste composition of the sand is biosludge pulp (0%: 80%, 2.5%: 77.5%, 5%: 75%, 7.5%: 72.5%, 10%: 70%, and 12, 5%: 67.5) and a fixed percentage of cement is 20%. Tests conducted is composed of physical properties (density and water absorption) and mechanical properties (compressive strength, fracture strength and hardness). Drying the sample conducted for 28 days. From penellitian results show that the utilization on the composition biosludge 0%, 2.5% and 5% can improve the quality of lightweight concrete blocks when compared with normal light brick. On the composition of 12.5% biosludge density values observed light brick can offset normal quality lightweight concrete blocks.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Meningkatnya perkembangan industri pulp dan kertas di Indonesia telah membawa dampak terhadap meningkatnya permasalahan lingkungan yang di sebabkan oleh pencemaran limbah terutama biosludge industri pulp. Oleh karenanya dalam upaya terpeliharanya kualitas lingkungan industri pulp harus meingkatkan pengelolaan limbahnya melalui pengolahan yg lebih efektif dan kemungkinannya untuk dimanfaatkan menjadi material lainnya. (Syamsudin, 2007).

Limbah padat biosludge industri pulp dan kertas mempunyai karakteristik yang tergantung dari bahan baku, sumber proses dan produk yang dihasilkan dari sumber tersebut. Limbah padat biosludge yang dihasilkan industri pulp dan kertas berasal dari proses pencucian / penyaringan bubur pulp (reject screen) dan hasil instalasi pengolahan limbah.

P.T. Toba Pulp Lestari berlokasi di Desa Sosor Ladang, Kecamatan Toba Samosir, Indonesia yang memiliki kinerja produksi perusahaan pulp 0,2 juta ton pulp pada tahun 2008 (APKI, 2008). Limbah padat biosludge adalah limbah padat serat pendek yang masih memilki kadar serat tinggi yang selama ini limbah padat biosludge tersebut belum optimal pemanfaatannya, sebagian kecil dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif sebagai pengganti batu bara dan sebagai landfill pada area yang telah disediakan, sedangkan sisanya ditimbun begitu saja. Apabila keadaan ini dibiarkan terus semakin lama pabrik akan kekurangan lahan untuk penimbunan limbah sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Dengan demikian diperlukan upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu alternatif adalah dengan memanfatkan limbah padat pulp biosludge sebagai bahan campuran dalam pembuatan batako ringan.


(15)

Dengan memanfaatkan limbah padat pulp biosludge dalam pembuatan batako ringan diharapkan mampu menghasilkan bata kontruksi dengan kualitas yang baik dan dapat digunakan dalam bangunan seperti batako yang terbuat dari bahan dasarnya tanpa ada campuran limbah. Maka dari itu, peneliti mengambil judul “ Pembuatan dan Karakterisasi Batako Ringan dengan Memanfaatkan Limbah Padat Pulp Biosludge dari PT TPL Porsea” sebagai penelitian.

1.2 PERMASALAHAN

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana pengaruh pemanfaatan limbah padat pulp (biosludge) terhadap sifat fisik dan mekanik batako ringan.

1.3 BATASAN MASALAH

Batasan masalah dalam penelitian ini :

a. Bahan campuran yang digunakan adalah pasir dengan persentase komposisi yang berbeda yaitu : ( 80 %, 77,5 %, 75 %, 72,5 %, 70 %, 67,5 % ) biosludge 0 %, 2,5 %, 5 %, 7,5 %, 10 %, 12,5 % dan semen dengan persentase tetap 20 %.

b. Melakukan pengujian sifat fisis dan mekanik terhadap batako ringan meliputi:

1. Sifat fisis : densitas dan daya serap air

2. Sifat mekanik : kuat tekan, kuat patah dan kekerasan

1.4 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk memanfaatkan limbah padat pulp biosludge sebagai bahan campuran dalam pembuatan batako ringan.


(16)

b. Untuk mengetahui pengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik yang divariasikan komposisi semen Portland, pasir dan limbah padat pulp (biosludge)

c. Untuk mengurangi massa dari batako.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif konstruksi bangunan yang dapat memanfaatkan limbah padat pulp (biosludge) dalam pembuatan batako ringan dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pengembangan dan pemanfaatan limbah padat pulp biosludge dari P.T. TPL Porsea.

1.6 TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri, Tanjung Morawa, Medan.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan. Bab III Metode Penelitian

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, prosedur penelitian, pengujian sampel. Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian


(17)

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bata Beton

2.1.1 Pengertian Bata Beton (Batako)

Bata beton (batako) salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan campuran yang berupa pasir, semen, air dan dalam pembuatan tambahan lainnya dapat ditambahkan dengan bahan lainnya (aditive). Pembuatan batako dilakukan pencetakan sehingga menjadi bentuk balok, silinder, atau yang lainnya dengan ukuran tertentu dimana proses pengerasannya tanpa melalui tanpa pembakaran yang digunakan sebagai bahan pasangan untuk dinding.

Mutu batako sangat dipengaruhi oleh komposisi dari penyususn-penyusunnya disamping itu dipengaruhi oleh cara pembuatannya yaitu melalui proses manual (cetak tangan) dan pres mesin. Perbedaan dari proses pembuatan ini dapat dilihat dari kapadatan permukaannya. Batako terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran. Istilah batako berhubungan dengan bentuk persegi panjang yang digunakan untuk dinding beton. Batako dapat digolongkan menjadi dua kelompok :

Batako padat Batako berlubang

Gambar 2.1 Batako berlubang dan batako padat

Batako berlubang memiliki sifat penghantar panas yang lebih baik dari batako padat dengan menggunakan bahan dan ketebalan yang sama. Batako berlubang memiliki beberapa keunggulan dari batu bata, beratnya hanya 1/3 dari batu bata


(19)

dengan jumlah yang sama dan dapat disusun empat kali lebih cepat dan lebih kuat untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata. Di samping itu keunggulan lain batako berlubang adalah tahan terhadap panas dan suara.

Batako merupakan batu cetak yang tidak dibakar, berdasarkan bahan bakunya batako dibedakan menjadi 3 yaitu: batako tras/putih, batako semen, batako ringan.

1. Batako trass/putih

Batako putih terbuat dari campuran trass, batu kapur, dan air, sehingga sering juga disebut batu cetak kapur trass. Trass merupakan jenis tanah yang berasal dari lapukan batu-batu yang berasal dari gunung berapi, warnanya ada yang putih dan ada juga yang putih kecokelatan. Ukuran batako trass yang biasa beredar di pasaran memiliki panjang 20cm–30cm, tebal 8cm–10cm, dan tinggi 14cm–18cm.

Gambar 2.2 Batako trass / putih

2.Batako semen

Batako semen dibuat dari campuran semen dan pasir. Ukuran dan model lebih beragam dibandingkan dengan batako putih. Batako ini biasanya menggunakan dua lubang atau tiga lubang disisinya untuk diisi oleh adukan pengikat. Nama lain dari batako semen adalah batako pres, yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pres mesin dan pres tangan..

Di pasaran ukuran batako semen yang biasa ditemui memiliki panjang 36cm– 40cm, tinggi 18cm–20cm dan tebal 8cm–10cm. (Susanta,G. 2007).

Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (1982) pasal 6, “Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi


(20)

lembab”. Menurut SNI 03-0349-1989, “Conblock (concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding”. Sedangkan Frick Heinz dan Koesmartadi berpendapat bahwa: ” Batu-batuan yang tidak dibakar, dikenal dengan nama batako (bata yang dibuat secara pemadatan dari trass, kapur, air)”.

Gambar 2.3 Batako semen

Berdasarkan SNI-3-0349-1989, persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai bahan bangunan dinding dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Persyaratan kuat tekan minimum batako pejal sebagai bahan bangunan dinding menurut SNI-3-0349-1989

Mutu Kuat Tekan minimum (MPa)

I 9,7

II 6,7

III 3,7

IV 2

Berdasarkan SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako), persyaratan nilai penyerapan air maksimum adalah 25%.(Sumaryanto, D. Satyarno,I. & Tjokrodimulyo,K. 2009).

3. Batako ringan

Teknik bata beton ringan pertama kali dikembangkan oleh Joseph Hebel di Jerman pada tahun 1943. Melalui produk Hebel, bata beton ringan pun mendapat julukan Aerated Lightweight Concrete (ALC)”. Material ini terbuat dari adonan


(21)

kapur, pasir, silika, semen, air berikut bahan pengembangan yang dicampur dalam proses “Steam Curing”, yaitu sintesa kimiawi gas hidrogen yang menciptakan pori-pori kecil pada cetakan adonan bata beton ringan. Meski berbasis beton, namun justru memiliki berat jenis lebih ringan ketimbang material baja, beton bertulang, batu bata, batako, bahkan kayu. Bila beton ringan digunakan sebagai elemen non-struktur seperti dinding partisi, maka beban yang diterima elemen struktural seperti plat, justru dapat mengurangi massa total struktur yang menyebabkan beban menjadi lebih kecil sehingga desain akan menjadi lebih ringan. Selain itu material ini juga memiliki karakter sebagai isolator kebisingan maupun panas yang baik sehingga tidak mudah terbakar sampai lebih dari 3jam.

Ketahanan bata beton ringan terhadap gaya vertikal dan horizontal gempa setidaknya baru-baru ini berhasil diujikan oleh staff pengajar Rekayasa Struktur Fakultas Teknik Sipil (ITB). Melalui pengujian perilaku panel dinding dan lantai Hebel berikut diagframa sambungan terhadap efek lentur, terbukti bahwa panel panel beton ringan sangup menyalurkan beban lentur dan geser gempa.

Keunggulan Hebel (Bata beton Ringan) adalah : a. Kuat

b. Ringan c. Ekonomis d. Ukuran akurat e. Kedap Suara f. Tahan Lama

g. Tahan Panas dan Api h. Hemat Energi i. Mudah Pengerjaan j. Ramah Lingkungan

Spesifikasi produk Hebel, terdiri atas :

1. Blok Hebel (Beton ringan dan kuat pengganti batu bata. Memberikan keakuratan, kekuatan, ekonomis, kemudahan dan kecepatan pemasangan, serta kerapian dalam membangun rumah tinggal, gedung komersial, dan bangunan industri).


(22)

2. Blok Jumbo (Beton ringan pengganti batu bata dengan ukuran jumbo Memastikan pekerjaan dinding lebih cepat selesai).

3. Panel Lantai (yang masif dan bertulang merupakan produk pengganti plat lantai beton yang praktis, cepat, dan efisien dan berfungsi sebagai lantai. Tanpa proses pengecoran yang memungkinkan adanya aktifitas di ruang bawah sewaktu pekerjaan berlangsung, keramik pun juga dapat langsung dipasang diatasnya). 4. Panel Dinding (memberikan banyak keuntungan untuk pemakaian dinding internal maupun eksternal. Dengan pemasangan yang efisien dan hemat).

5. Anak Tangga (berfungsi sebagai pijakan penghubung antar lantai bawah dan lantai atas. Bentuk yang solid dan akurat memudahkan penyusunan dengan tingkat kerapian tinggi serta keragaman penyusunan anak tangga sesuai keinginan dan keterbatasan ruang. Tidak memerlukan balok tangga dan pondasi, cukup menumpu di atas blok Hebel).

6. Lintel Hebel (balok horizontal berupa beton ringan yang solid, mudah dipasang serta mempunyai kemampuan memikul beban, terletak di atas area bukaan dinding seperti pintu, jendela, atau diantara dua kolom).

7. Modular Panel (berukuran seluas modul struktur bidang dinding sangat sesuai untuk fasad dinding bangunan tingkat tinggi, perumahan, komersial maupun untuk sound barrier wall dan dinding pagar. Beratnya yang ringan, hanya 1/3 dari beton pracetak konvensional sehingga mengurangi beban terhadap struktur utama).

Ciri – ciri Blok Hebel adalah : a. Ukuran akurat

b. Bentuk lurus, tidak lengkung c. Sudut-sudut blok siku

d. Permukaan lebih halus, pori-pori lebih rapat.

e. Tiga sisi tepi blok tidak bersisik/ rata (sisi atas, bawah, depan) f. Warna putih merata


(23)

g. Berat per blok lebih ringan

h. Produk lebih varian (blok, jumbo blok, panel, lintel, anak tangga, modular panel)

i. Terdapat logo embos Hebel j. Mengapung bila diletakkan di air

Contoh bata beton ringan dapat dilihat pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Gambar bata beton (batako) ringan

(http://winnerfirmansyah.wordpress.com/2010/01/03/beton-ringan-support-material/)

2.1.2 Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan.

Di Indonesia (1982) pasal 6, “Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”. Menurut SNI 03-0349-1989, “Conblock (concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding”. Sedangkan Frick Heinz dan Koesmartadi (1999: 96) berpendapat bahwa: ” Batu-batuan yang tidak dibakar, dikenal dengan nama batako (bata yang dibuat secara pemadatan dari trass, kapur, air)”.

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang


(24)

pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan limbah padat industri pulp dreg dan grit dengan campuran bottom ash sebagai bahan pengisi antara campuran tersebut atau bahan tambah lainnya (aditive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran serta dalam pemeliharaannya ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.

2.2 Limbah Padat Pulp

Limbah padat pulp adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, gelas/kaca dan lain-lain. Sumber-sumber dari limbah padat meliputi seperti pabrik gula, pulp, kertas, limbah nuklir, pengawetan buah, ikan, atau daging.

Secara garis besar limbah padat terdiri dari: a. Limbah padat yang mudah terbakar. b. Limbah padat yang sukar terbakar. c. Limbah padat yang mudah membusuk. d. Limbah padat yang dapat di daur ulang. e. Limbah radioaktif.

f. Lumpur.

(www.scribd.com/doc//pengertian limbah padat)

Pulp (bubur kertas) adalah hasil pemisahan serat selulosa dari bahan pencampur (lignin dan pentosan) pelepasan bentuk bulk menjadi serat atau kumulan serat dengan melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikia, kimia).


(25)

Limbah padat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tidak terpakai dan berbentuk padatan atau semi padatan. Limbah padat merupakan campuran dari berbagai bahan baik yang tidak berbahaya seperti sisa makanan maupun yang berbahaya seperti limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) yang berasal dari industri. (Ricki M, Mulia, 2005)

Pulp adalah produk utama kayu. Pulp merupakan kumpulan serat-serat yang diambil dari bagian tanaman yang digunakan untuk pembuatan kertas. Kayu sebagai bahan dasar industri kertas mengandung beberapa komponen antara lain:

a. Selulosa, tersusun atas molekul glukosa rantai lurus dan panjang yang merupakan komponen yang paling disukai dalam pembuatan kertas karena panjang dan kuat.

b. Hemiselulosa, tersusun atas glukosa rantai pendek dan bercabang. Hemiselulosa lebih mudah larut dalam air dan biasanya dihilangkan dalam proses pulping.

c. Lignin, jaringan polimer fenolik tiga dimensi yang berfungsi merekatkan serat selulosa sehingga menjadi kaku. Pulping kimia dan proses pemutihan akan menghilangkan lignin tanpa mengurangi serat selulosa secara signifikan. d. Ekstraktif, meliputi hormon tumbuhan, resin, asam lemak dan unsur lain.

Komponen ini sangat beracun bagi kehidupan perairan dan mencapai jumlah toksik akut dalam efluen industri kertas.(Rini,D.S 2002 Minimasi Limbah Dalam Industri Pulp and paper (http://www.terranet.or.id/tulisan detil php id=1036).

Proses pembuatan pulp diantaranya dilakukan dengan proses mekanis, kimia, dan semikimia. Prinsip pembuatan pulp secara mekanis yakni dengan pengikisan dengan menggunakan alat seperti gerinda. Proses mekanis yang biasa dikenal diantaranya PGW (Pine Groundwood), SGW (Semi Groundwood). Pada pembuatan pulp dengan cara mekanis kekuatan dan derajat putih kertas tidak diutamakan sehingga cocok pada pembuatan koran dan tisu.

Proses pembuatan pulp dengan proses kimia dikenal dengan sebutan proses kraft. Disebut kraft karena pulp yang dihasilkan dari proses ini memiliki kekuatan lebih tinggi daripada proses mekanis dan semi kimia, akan tetapi rendemen yang


(26)

dihasilkan lebih kecil diantara keduanya karena komponen yang terdegradasi lebih banyak (lignin, ekstraktif, dan mineral). Pembuatan pulp dengan cara kimia kekuatan dan derajat putih kertas lebih diutamakan, cocok untuk kertas tulis (HVS).

Limbah padat pulp adalah limbah yang diperoleh dari sisa-sisa pengolahan industri pulp. Limbah tersebut dalam bentuk padat yang disebut dengan dreg, grit dan biosludge.

1. Dreg

Dreg adalah material padat yang berwarna kehitaman merupakan bahan endapan dari green liquor yaitu smelt yang dilarutkan dengan weak wash dari lime mud washer. Kandungannya silica dan residu organik yang tidak sempat terbakar dalam boiler. Bahan ini kaya akan karbon karena tidak bereaksi. Dreg mempunyai berat jenis 1,92 g/cm2 . Dreg yang digunakan dalam penelitian adalah dalam bentuk serbuk lolos 100 mesh.dapat dilihat bentuk serbuk lolos 100 mesh.

Gambar 2.5. Serbuk limbah padat pulp dreg

2. Grit

Grit berasal dari proses recoustisizing, yang tidak bereaksi antara green liquor dan kapur tohor, berwarna abu abu, kandungan utamanya adalah bata dan pasir yang mengandung hidroksida. Grit mempunyai berat jenis 1,88 g/cm2. Grit yang digunakan peneliti dalam penelitian adalah dalam bentuk serbuk lolos 100 mesh, dapat kita lihat pada gambar 2.2.


(27)

Gambar.2.6. Serbuk limbah padat pulp Grit 3. Biosludge

Biosludge merupakan limbah dari proses pembuatan pulp yang berupa campuran dari endapan limbah cair, berwarna coklat kehitaman, kandungan utamanya adalah selulosa dan bakteri yang mati. Biosludge mempunyai berat jenis 1,65 g/cm2.


(28)

Komposisi kimia dari biosludge dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini Tabel. 2.2. Komposisi limbah padat pulp biosludge

No Komponen Kimia Komposisi (%)

1 C 41

2 Na2O 0,21

3 MgO 2,8

4 Al2O3 1,8

5 SiO2 3,8

6 P2O5 0,28

7 SO3 0,84

8 Cl 0,16

9 K2O 0,17

10 CaO 48

11 TiO2 0,073

12 MnO 0,23

13 Fe2O3 0,98

14 NiO 0,008

15 ZnO 0,015

16 As2O3 0,004

17 Rb2O 0,002

18 SrO 0,043

19 ZrO2 0,012

(Sumber : Perdinan Sinuhaji) Limbah Padat pulp yang digunakan peneliti adalah Biosludge. 2.3 Semen

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: semen non hidrolik dan semen hidrolik.

Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur. Sedangkan semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di


(29)

dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozzolan, semen terak, semen alam, semen Portland, semen Portland pozzolan, semen Portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif. (Tri Mulyono, 2004)

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan bnyak digunakan dalam pembangunan fisik desektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregas halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digababungkan dengan agregat kasar akan menjadi beton keras (concrete).

2.3.1 Jenis-Jenis Semen

1. Semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan berkuat tekan tinggi. Bahan utama pembentuk semen portland adalah : kapur (CaO), silika (SiO3), alumina (Al2O3), magnesium oksida (MgO) dan besi oksida (Fe2O3). Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan persentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I-V.

a. Tipe I (Ordinary Portland Cmennt)

Semen jenis ini merupakan semen hidrolis yang dipergunakan secara luas untuk konstruksi umum, seperti bangunan perumahan, jembatan jalan raya dan lain-lain.

b. Tipe II (Moderate heat Portland Cement)

Semen ini mempunyai ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. MIsalnya untuk bangunann dipinggir laut, tanah rawa, bendungan dan saluran imigrasi.

c. Tipe III (High Early Strenght Portlang cement)

Semen jenis ini merupakan semen yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bangunann yang memerlukan kekuatan tekan awal yang tinggi setelah proses pengecoran dilakukan dan memerlukan penyelesaian secepat mungkin. Misalnya digunakan untuk pembuatan jalan rayam bangunan tingkat tinggi dan Bandar udara.

d. Tipe IV (Low heat Portland Cement)

Semen ini merupakan semen dengan panas hidrasi yang rendah. Jenis ini merupakan khusus untuk penggunaan yang memerlukan panas hidrasi


(30)

seendah-rendahnya. Jenis ini digunakan untuk bangunan beton massa seperti bendungan-bendungan.

e. Tipe V (Shulphato Resistant Portland Cement)

Semen jenis ini dipakai untuk kontruksi bangunan-bangunan tanah/air yang mengandung sulfat tinggi dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, kobntruksi dalam air, terowongan, pelabuhan. 2 Semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu

yang digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing)m atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni. 3. Oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang

digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.

4. Mixed dan fly ash adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung amorphoussilika,aluminium oksida, besi oksisda dan oksida lainnnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.

2.4 Agregat

Agregat merupakan komponen beton yang paling berperan dalam menentukan besar ukurannya. Pada beton biasanya terdapat sekitar 60% sampai 80% volume agregat. Jenis agregat dibedakan atas: agregat kasar (kerikil dan batu pecah) dan agregat halus (pasir alami dan buatan). ( Nawy, Edward.G, 1998)

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain-lain) ialah kekuatan hancur dan ketahan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan.

Agregat yang banyak digunakan karena sifatnya yang ekonomis adalah pasir dan kerikil. Pasir dan kerikil alamiah timbul pada tempat yang dangkal atau terletak di


(31)

dasar sungai-sungai maupun sebagai peninggalan ketika es mencair. Agregat merupakan komponen beton atau bata beton yang mempunyai pengaruh terhadap ketahanan bata konstruksi. . (Murdock, L.J & Brook, K.M, 1991).

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam dan agregat buatan. Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya , yaitu, agregat kasar dan agregat halus. Batasan antara agregat halus dan agregat kasar berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, dapat diberikan batasan ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregrat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4.80-40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40mm. Agregat yang ukurannnya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tangul-tanggul penahan tanah, bronjong, atau bendungan, dan lainnya. Agregat halus dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, spilit, batu pecah dan lainnya. (Mulyono, 2004).

2.5 Pasir

Pasir merupakan agregat halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14 mm -5 mm, diperoleh dari batuan alam (natural sand) atau dapat juga dengan memecahnya (artificial sand), tergantung dari kondisi pembentukan tempat terjadinya. Pasir alam dapat dibedakan atas pasir galian, pasir sungai dan pasir laut.

Umumnya pasir yang digali dari dasar sungai cocok digunakan untuk pembuatan bata konstruksi. Pasir ini terbentuk ketika batu-batu dibawa arus sungai dari sumber air ke muara sungai. Pasir dan kerikil dapat juga digali dari laut asalkan pengotoran serta garam-garamnya (khlorida) dibersihkan dan kulit kerang disisihkan. Jenis pasir dapat dibedakan berdasarkan asal dan sifat pasir:


(32)

a. Pasir gunungan, pasir ini ditemukan di daerah-daerah yang terletak agak tinggi. Banyak mengandung kerikil.

b. Pasir sungai, jenis pasir ini yang mempunyai butiran yang tak merata. Pasir ini sangat baik untuk membuat mortel (adukan) karena unsure-unsur pengikatnya dapat mencekal dengan baik pada permukaan kasar butiran tersebut.

c. Pasir laut, jenis pasir ini banyak mengandung kapur karena sisa-sisa kulit kerang.

d. Pasir gunungan tepi pantai, pasir ini juga sama dengan pasir laut banyak mengandung kapur. Pasir gunungan tepi pantai adalah apsir yang terbawa angin. Pembulatan butir-butir disebabkan oleh arus laut dan terpaan ombak.

e. Pasir perak, pasir ini banyak menamakkan kilapan. Ini banyak digunakan sebagai penghias pada dinding dan langit-langit.

f. Pasir lembek, jenis pasir ini merupakan pasir halus dengan butiran bulat, yang sedikit mengandung tanah liat namun banyak mengandung lumpur, dan mengandung air.

g. Pasir timah, Pasir ini merupakan pasir yang dihanyutkan oleh air hujan dan sisa-sisa humus berwarna abu-abu timah..

2.6 Air

Air yang diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pengerjaan beton. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar gatram, minyak gula, aytau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan. Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton. Untuk air yang tidak memenuhi syarat mutu, kekuatan beton pada umur 7 hari atau 28 hari tidak boleh


(33)

kurang dari 90% jika dibandingkan dengan kekuatan beton yang menggunakan air standar/suling. (Mulyono, 2004)

Air yang digunakan dapat berupa air tawar, air laut maupun air limbah, asalkan memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan, yaitu:

1. Air tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, bahan padat, sulfat, klorida dan bahan lainnya yang dapat merusak beton. Sebaiknya digunakan air yang dapat diminum.

2. Air yang keruh sebelum digunakan harus diendapkan selama minimal 24 jam atau jika bisa, disaring terlebih dahulu.

Tabel. 2.3 Batas dan Izin Air Untuk Campuran Beton Kandungan air Batas yang diizinkan

pH 4,5-8,5

Bahan Padat 2000 ppm

Bahan Terlarut 2000 ppm

Bahan Organic 2000 ppm

Minyak 2 % berat semen

Sulfur 10000 ppm

Chlor (Cl) 10000 ppm

(Sumber : Khairul Lakum 2009)

Air digunakan untuk membuat adukan menjadi bubur kental dan juga sebagai bahan untuk menimbulkan reaksi pada bahan lain untuk dapat mengeras. Oleh karena itu, air sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pengerjaan bahan. Tanpa air, konstruksi bahan tidak akan terlaksana dengan baik dan sempurna.

2.7 Karakterisasi Bahan

Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian. Beberapa jenis pengujian yang dibahas untuk keperluan


(34)

penelitian ini antara lain: pengujian sifat fisis (densitas dan daya serap air), pengujian sifat mekanis (kuat tekan, kekerasan dan kuat patah).

2.7.1 Sifat Fisis 2.7.1.1 Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v). Secara matematis densitas dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana: = Densitas (gram/cm3) m = Massa sampel (gram) v = Volume sampel (cm3)

2.7.1.2Daya Serap Air

Besar kecilnya penyerapan air pada sampel sangat dipengaruhi oleh pori-pori atau rongga. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam sampel maka akan semakin besar pula penyerapan airnya sehingga ketahanannya akan berkurang. Pengukuran daya serap air merupakan persentase perbandingan antara selisih massa basah dengan massa kering. Daya serap air dirumuskan sebagai berikut :

Di mana : mb = massa basah benda uji (gr) mk = massa kering benda uji (gr)

2.7.2 Sifat Mekanik 2.7.2.1 Kuat Tekan

Kuat tekan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan material dalam menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure). Pengujian


(35)

kuat tekan dapat dilihat pada gambar 2.2. Bentuk sampel uji biasanya berbentuk silinder.

Persamaan untuk pengujian kuat tekan dengan menggunakan Universal Testing Machine adalah sebagai berikut:

Dimana :

F = Beban maksimum (N).

A = Luas bidang permukaan (m2) = 4 π

(d)2 d = diameter silinder (m).

2.7.2.2. Kuat Patah (Bending Strength)

Pengukuran kuat patah (bending strength) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : (Sijabat K, 2007):

σ

f= 2

2 3

bh PL

2.42.4 2.42.4

Di mana:

σ

f = Kuat Patah (N/cm

2 )

P = Beban maksimum yang diberikan (kgf) L = Jarak kedua titik tumpu (cm)


(36)

Skematis pengujian kuat patah dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Skematis pengujian kuat patah 2.7.2.3. Kekerasan

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Di dunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni: Brinnel, Rockwell, Vickers dan Micro Hardness (jarang sekali dipakai).

Pengujian kekerasan yang dipakai pada penelitian ini adalah metode Brinnel yang bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukkan bagi material yang memiliki kekerasan Brinnel sampai 400 HB, jika lebih dari nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers.

Untuk semua jenis baja lama pengujian adalah 15 detik sedang untuk material bukan besi lama pengujian adalah 30 detik. Kekerasan menyatakan ketahanan suatu bahan untuk menahan beban atau penetrasi penekanan.

Pada metoda Brinnel, sebuah peluru baja ditekankan pada permukaan benda uji yang licin dengan suatu gaya tertentu. Metode Brinnel tidak dapat dipakai untuk bahan-bahan yang sangat keras, oleh karena peluru baja yang dikeraskan itu terlalu banyak berubah bentuknya, yang memberikan hasil yang tidak dapat diandalkan. (G.L.J Van Vliet, 1984)


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

1. Alat Penggiling Crusibel

Berfungsi untuk pembutiran biosludge 2. Mixer

Berfungsi untuk mengaduk semua bahan agar bersifat homogen 3. Cetakan kubus dan silinder

Cetakan kubus (panjang = 11,15 cm dan lebar = 2,35 cm) Cetakan silinder (diameter = 5 cm)

Berfungsi sebagai tempat untuk mencetak sampel batako 4. Jangka sorong

Berfungsi untuk mengukur diameter, panjang, lebar, dan tinggi sampel batako

5. Neraca analitis

Berfungsi untuk menimbang bahan/sampel batako 6. Ayakan 100 mesh

Berfungsi untuk menghaluskan bahan biosludge dan pasir 7. Wadah

Berfungsi sebagai tempat pengolahan sampel batako 8. Alat Uji Kuat Patah

Berfungsi untuk menguji kekuatan patah sampel

9. Alat Uji Kekerasan (Equtip Hardness Tester zurich switzerland SN 716-0915)

Berfungsi untuk menguji kekerasan sampel batako 10. Alat Uji Kuat Tekan (Universal Testing Machine)


(38)

11. Alat Pengepresan (150 kgf)

Berfungsi untuk menekan sampel batako yang berada dalam cetakan agar menjadi lebih padat.

3.1.2 Bahan

1. Limbah padat pulp biosludge yang diperoleh dari P.T. TPL Porsea 2. Semen Portland

3. Pasir sungai 4. Air


(39)

3.2 Diagran alir Penelitian

Pasir diayak dengan ayakan 100

mesh

Semen Portland

Air Biosludge digiling

dengan mesin penggiling Crusibel

Hasil dan analisa data

Pengujian Pengeringan 28 hari

Pencetakan Di ayak dengan ayakan 100 mesh

Penimbangan

Pencampuran

Pengujian Fisis:

Densitas Daya serap air

Pengujian Mekanik:

Kuat Tekan Kuat Patah Kekerasan


(40)

3.3 Variabel Eksperimen 3.3.1 Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian dalam pembuatan batako ringan ini adalah komposisi biosludge terhadap pasir : (0 : 80) ; (2.5 : 77.5) ; (5 : 75) ; (7.5 : 72.5) ; (10: 70) ; (100 : 0). Komposisi semen sebagai penguat konstan, yaitu 20 % dari berat sampel dengan perbandingan semen dan agregat (pasir dan biosludge) adalah 1 : 4.

3.3.2 Percobaan yang Diuji a. Sifat Fisis

1. Densitas (Density)

2. Daya serap air (Water absorbtion) b. Sifat Mekanik

1. Kuat Tekan (Compressive Strength) 2. Kekerasan (Hardness Strength) 3. Kuat Patah (Bending Strength)

3.4 Prosedur Pembuatan Sampel

3.4.1 Pengeringan limbah padat pulp biosludge

Limbah padat pulp yang diperoleh dari PT TPL Porsea berupa biosludge terlebih dulu dikeringkan dengan bantuan sinar matahari sampai tidak mengandung air, agar bentuk padatan limbah ini mudah digiling atau dijadikan serbuk.

3.4.2 Penggilingan

Biosludge yang sudah kering kemudian digiling dengan menggunakan alat crusibel dengan tujuan menghasilkan butiran halus .

3.4.3 Pengayakan

Biosludge yang sudah digiling diayak dengan menggunakan alat ayakan jenis Retsch Test Sieve A Smell 150 micron, untuk memisahkan butiran kasar dan halus dari hasil gilingan. Kemudian butiran halus ini lah yang akan digunakan untuk


(41)

3.4.4 Penimbangan

Semua bahan ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Komposisi pasir dan limbah padat biosludge ditimbang dengan variasi berbeda-beda dari komposisi 1 sampai dengan komposisi 6. Pada komposisi 1 80 % pasir dan 0 % biosludge, komposisi 2 77.5 % pasir dan 2,5 % biosludge begitu seterusnya sampai dengan komposisi 6. Begitu juga semen ditimbang 20% untuk semua sampel

3.4.5 Pencampuran

Bahan-bahan yang telah ditimbang, dilakukan pencampuran dengan komposisi yang telah divariasikan, kemudian diaduk, dengan tujuan agar bahan yang telah dicampur menjadi merata dengan bahan lain. Setelah bahan ini sudah tercampur rata, ditambahkan air secukupnya untuk merekatkan bahan supaya saling mengikat. Penambahan air disini sangatlah berpengaruh pada proses pencetakan sampel.

3.4.6 Pencetakan

Bahan yang telah dicampur, kemudian dituang kedalam dua bentuk cetakan, yaitu cetakan silinder dan kubus. Cetakan silinder dengan diameter 5 cm digunakan pada pengujian penyerapan air, densitas, kekerasan dan kuat tekan, dimana masing – masing pengujian digunakan 3 buah sample. Contoh sampel dalam bentuk silinder dapat dilihat pada lampiran 3.2 .

Cetakan kubus digunakan untuk pengujian kuat patah. Dalam pengujan kuat patah sampel yang digunakan sebanyak 3 buah. Sampel berbentuk kubus yang sudah dicetak dapat dilihat pada lampiran 3.3.

3.4.7 Pengeringan sampel

Sample yang telah dicetak, dikeringkan pada suhu ruangan (27 oC) dan terhindar dari sinar matahari secara langsung untuk menghindari penguapan yang relative cepat, atau dengan kata lain mengurangi kecepatan penguapan sehingga mencegah keretakan pada sampel. Pengeringan sampel dilakukan selama 28 hari.

3.5 Pengujian sampel

Setelah pengeringan sample selama 28 hari dilakukan pengujian fisis (densitas dan penyerapan air) dan mekanik (kekerasan, kuat tekan dan kuat patah).


(42)

3.5.1 Pengukuran Densitas

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Pengukuran densitas dilakukan menggunakan sampel bentuk silinder dengan membandingkan massa sampel dan volume sampel. Pengujian dilakukan setelah batako dikeringkan selama 28 hari. jumlah bata yang diuji terdiri dari : 3 buah batako dengan 0% biosludge, 3 buah bata dengan campuran 2.5% biosludge, 3 buah bata dengan campuran 5% biosludge, 3 buah bata dengan campuran 7.5% biosludge, 3 buah bata dengan campuran 10% biosludge dan 3 buah bata dengan campuran 12.5% biosludge.

Pengujiannya dilakukan dengan menimbang massa benda kering dengan neraca analitis dan mengukur volume sampel dengan mengukur diameter dan tebal sampel menggunakan jangka sorong, lalu dihitung densitasnya dengan menggunakan persamaan 2.1.

3.5.2 Pengukuran Daya Serap Air

Uji penyerapan air dilakukan untuk mengetahui persen penyerapan air dari benda uji setelah direndan selama 24 jam. Uji penyerapan air menggunakan sampel berbentuk silinder. Pengujian dilakukan setelah bata dikeringkan selama 28 hari. jumlah bata yang diuji terdiri dari : 3 buah batako dengan 0% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 2.5% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 5% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 7.5% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 10% biosludge dan 3 buah batako dengan campuran 12.5% biosludge.

Pengujiannya dilakukan dengan menimbang massanya yang merupakan massa kering dan kemudian direndam selama 24 jam lalu ditimbang massa basahnya dengan menggunakan neraca analitis. Kemudian dihitung daya serap airnya dengan menggunakan persamaan 2.2.

3.5.3 Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan batako dilakukan untuk mengetahui kuat tekan hancur sampel yang diuji. Pengujian dilakukan setelah bata dikeringkan selama 28 hari. jumlah bata yang diuji terdiri dari : 3 buah bata dengan 0% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 2.5% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 5% biosludge, 3


(43)

buah bata dengan campuran 7.5% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 10% biosludge dan 3 buah batako dengan campuran 12.5% biosludge.

Pengujian tekanan dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine kapasitas 5000 kg (gambar 3.5). Sampel yang akan diuji diukur diamaternya, sehingga dapat dihitung luas permukaannya. Jarum penunjuk pada alat diatur sehingga menunjukkan angka nol. Beban diletakkan di atas sampel yang berbentuk silinder sehingga pada alat tertera beban maksimal yang dapat ditahan benda sampai sampel retak. Kemudian dihitung kuat tekannya dengan menggunakan persamaan 2.3.

3.5.4 Pengujian Kuat Patah

Pengujian kuat patah batako dilakukan untuk mengetahui kuat patah sampel yang diuji. Pengujian kuat patah menggunakan sampel berbentuk balok Pengujian dilakukan setelah batako dikeringkan selama 28 hari. jumlah batako yang diuji terdiri dari : 3 buah bata dengan 0% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 2.5% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 5% biosludge, 3 buah bata dengan campuran 7.5% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 10% biosludge dan 3 buah batako dengan campuran 12.5% biosludge.

Pengujian kuat tekan dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine kapasitas 5000 kg (gambar 3.5). Sampel yang akan diuji diukur diamaternya, sehingga dapat dihitung luas permukaannya. Jarum penunjuk pada alat diatur sehingga menunjukkan angka nol. Beban diletakkan di atas sampel yang berbentuk balok sehingga pada alat tertera beban maksimal yang dapat ditahan benda sampai sampel patah. Kemudian dihitung kuat patahnya dengan menggunakan persamaan 2.3.

3.5.5 Pengukuran Kekerasan

Kekerasan dapat juga didefinisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi pada permukaan. Pengujian kekerasan menggunakan sampel berbentuk silinder. Pengujian dilakukan setelah bata dikeringkan selama 28 hari. Jumlah batako yang diuji terdiri dari : 3 buah bata dengan 0% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 2.5% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 5% biosludge, 3 buah bata dengan campuran 7.5% biosludge, 3 buah batako dengan campuran 10% biosludge dan 3 buah batako dengan campuran 12.5% biosludge.Pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan alat digital Equotip Hardness Tester, di mana hasil dapat


(44)

langsung dibaca dan diperoleh dalam satuan HB (Hardness of Brinnel). Masing-masing sampel diukur sampai tiga kali dan diambil rata-ratanya. Kekerasan menyatakan ketahanan suatu bahan dalam menahan beban atau penetrasi penekanan.


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Densitas

Tabel 4.1 Data hasil Pengujian densitas Variasi campuran No. Semen (%) Pasir (%) Biosludge (%) Massa (gr) Diameter (cm) Tebal (cm) Volume (cm3)

Densitas (gr/cm3)

Densitas

rata-rata (gr/cm3)

1. 20 80 0

138,2 138,0 138,3 5,0 5,0 5,0 3,60 3,70 3,65 70,65 72,61 71,63 1,95 1,90 1,93 1,92

2. 20 77,5 2,5

137,0 137,1 137,4 5,0 5,0 5,0 3,90 3,85 3,90 76,53 75,55 76,53 1,79 1,81 1,79 1,79

3. 20 75 5

134,5 134,3 134,1 5,0 5,0 5,0 4,20 4,10 4,00 82,42 80,46 78,50 1,63 1,66 1,70 1,66

4. 20 72,5 7,5

133,9 134,0 134,2 5,0 5,0 5,0 4,30 4,35 4,35 84,38 85,36 85,36 1,58 1,56 1,57 1,57

5. 20 70 10

131,0 131,3 131,2 5,0 5,0 5,0 4,40 4,45 4,40 86,35 87,33 86,35 1,51 1,50 1,51 1,50

6. 20 67.5 12,5

118,0 118,4 118,1 5,0 5,0 5,0 4,60 4,70 4,65 90,27 92,23 91,25 1,30 1,28 1,29 1,29

7. Batako ringan normal

99,00 99,40 99,10 5,0 5,0 5,0 3,80 3,95 3,85 74,57 77,51 75,55 1,32 1,28 1,31 1,30


(46)

Dari tabel 4.1 maka dapat dibuat grafik hubungan antara nilai densitas terhadap perubahan komposisi bahan seperti gambar 4.1.

1,92

1,79

1,66 1,57

1,5

1,29 y = -0,117x + 2,032

R² = 0,979

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 1 2 3 4 5 6 7

D

e

n

s

it

a

s

(

g

r/

c

m

^

3

)

Komposisi Bahan (%)

Gambar 4.1 Grafik Densitas batako ringan terhadap komposisi bahan

Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa variasi limbah padap pulp biosludge berbanding terbalik dengan densitas bata konstruksi, semakin bertambah variasi limbah padat pulp biosludge maka densitas dari batako semakin menurun. Hal tersebut dikarenakan limbah biosludge lebih ringan daripada pasir dimana pasir lebih padat dari biosludge, sehingga massa batako semakin ringan dengan variasi limbah padat pulp biosludge yang semakin besar. Pengujian densitas ini dilakukan setelah batako mengalami masa pengeringan selama 28 hari. Densitas batako untuk variasi komposisi 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, 10% dan 12,5% limbah padat pulp biosludge, berturut-turut adalah 1,92 gr/cm3, 1,79 gr/cm3, 1,66 gr/cm3, 1,57 gr/cm3, 1,50 gr/cm3 dan 1,29 gr/cm3. Sedangkan pada batako ringan normal memiliki densitas sebesar 1,30 gr/cm3.

Jadi kualitas batako ringan pada komposisi 12,5 % dapat digunakan sebagai pengganti batako ringan normal.


(47)

4.2 Pengujian Daya Serap Air

Tabel 4.2 Data hasil Pengujian daya serap air Variasi campuran

No

. Semen (%) Pasir (%) Bioslu dge (%) mb (gr) mk (gr) mb-mk (gr) Daya Serap Air (%) Daya Serap Air Rata-rata (%)

1. 20 80 0

151,4 151,0 151,6 138,2 138,0 138,3 13,2 13,0 13,3 9,55 9,42 9,61 9,52

2. 20 77,5 2,5

152,5 152,6 152,9 137,0 137,1 137,4 15,5 15,5 15,5 11,31 11,30 11,28 11,29

3. 20 75 5

158,0 158,3 157,8 134,5 134,3 134,1 23,5 24,0 23,7 17,47 17,87 17,67 17,67

4. 20 72,5 7,5

159,2 160,0 160,5 133,9 134,0 134,2 25,3 26,0 26,3 18,89 19,40 19,59 19,29

5. 20 70 10

165,0 165,7 165,1 131,0 131,3 131,2 34,0 34,4 33,9 25,95 26,19 25,83 25,99

6. 20 67,5 12,5

166,0 166,9 166,5 118,0 118,4 118,1 48,0 48,5 48,4 40,67 40,96 40,98 40,87

7. Batako ringan normal

116,5 118,0 117,0 99,00 99.40 99,10 17,50 18,60 17,90 17,67 18,71 18,06 18,14


(48)

Dari tabel 4.2 maka dapat dibuat grafik hubungan antara nilai daya serap air terhadap perubahan komposisi bahan seperti gambar 4.2.

9,52 11,29

17,67 19,29

25,99

40,87 y = 5,784x + 0,524

R² = 0,888

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 1 2 3 4 5 6 7

D

ay

a

S

e

ra

p

A

ir

(

%

)

Komposisi Bahan (%)

Gambar 4.2 Grafik daya serap air batako ringan terhadap komposisi bahan

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa variasi limbah biosludge berbanding lurus dengan daya serap air bata konstruksi. Semakin besar persen komposisi biosludge maka daya serap airnya semakin besar. Hal tersebut diakibatkan oleh butiran biosludge memiliki banyak pori-pori sehingga semakin bertambahnya komposisi biosludge bila dilakukan pencampuran dengan semen dan pasir maka pori-pori pada sampel batako akan semakin semakin bertambah sehingga daya serap air semakin besar. Pengujian daya serap air setelah batako mengalami masa pengeringan selama 28 hari. Nilai daya serap air batakountuk variasi komposisi 0 %, 2,5 %, 5%, 7,5 %, 10 % dan 12,5 % limbah biosludge, berturut-turut adalah 9,52 %, 11,29 %, 17,67 %, 19,29 %, 25,99 % dan 40,87 %. Sedangkan daya serap air untuk batako ringan normal sebesar 18,14 %. Jadi kualitas batako ringan pada komposisi 0 %, 2,5 % dan 5 % dapat digunakan sebagai pengganti batako ringan normal.


(49)

4.3 Pengujian Kuat Tekan

Tabel 4.3 Data hasil pengujian kuat tekan Variasi campuran No. Semen (%) Pasir (%) Bioslu dge (%) d (cm) Luas (cm2)

Beban Maksimum (kgf) Gaya Tekan (N) Kuat Tekan (MPa) Rata-rata (MPa)

1. 20 80 0

5,0 5,0 5,0 19,625 19,625 19,625 1600 1610 1600 15680 15778 15680 7,98 8,03 7,98 7,99

2. 20 77,5 2,5

5,0 5,0 5,0 19,625 19,625 19,625 1060 1070 1050 10388 10486 10290 5,29 5,34 5,24 5,29

3. 20 75 5

5,0 5,0 5,0 19,625 19,625 19,625 390 400 410 3822 3920 4018 1,94 1,99 2,04 1,99

4. 20 72,5 7,5

5,0 5,0 5,0 19,625 19,625 19,625 300 310 300 2940 3038 2940 1,49 1,54 1,49 1,50

5. 20 70 10

5,0 5,0 5,0 19,625 19,625 19,625 240 250 230 2352 2450 2250 1,19 1,24 1,14 1,19

6. 20 67,5 12,5

5,0 5,0 5,0 19,625 19,625 19,625 190 170 180 1862 1666 1764 0,94 0,84 0,89 0,89

7. Batako ringan normal

5,0 5,0 5,0 19,625 19,625 19,625 500 480 490 4900 4704 4802 2,49 2,39 2,44 2,44


(50)

Dari tabel 4.3 maka dapat dibuat grafik hubungan antara nilai kuat tekan terhadap perubahan komposisi bahan seperti gambar 4.3.

7,99

5,29

1,99

1,5 1,19

0,89 y = -1,379x + 7,970

R² = 0,812

-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 1 2 3 4 5 6 7

K u a t T e k a n ( M p a )

Komposisi Bahan (%)

Gambar 4.3 Grafik kuat tekan batako ringan terhadap komposisi bahan

Dari gambar 4.3 di atas dapat dilihat bahwa variasi limbah biosludge berbanding terbalik dengan kuat tekan batako, semakin bertambah variasi limbah padat pulp biosludge maka kuat tekan dari bata konstruksi semakin menurun. Hal tersebut diakibatkan oleh butiran biosludge memiliki banyak pori-pori sehingga semakin bertambahnya komposisi biosludge bila dilakukan pencampuran dengan semen dan pasir maka pori-pori pada sampel batako akan semakin semakin bertambah bila dilakukan penekanan pada batako tersebut makan kuat tekannya akan semakin menurun. Pengujian kuat tekan ini dilakukan setelah batako mengalami masa pengeringan selama 28 hari. Kuat tekan batako untuk variasi komposisi 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, 10% dan 12,5% limbah padat pulp biosludge berturut-turut adalah 7,99 MPa, 5,29 MPa, 1,99MPa, 1,50MPa, 1,19MPa dan 0,89 MPa. Sedangkan kuat tekan pada batako ringan normal sebesar 2,44 Mpa. Jadi kualitas batako ringan dengan komposisi 0% dan 2,5% dapat digunakan sebagai pengganti batako ringan normal.


(51)

4.4 Pengujian Kuat Patah

Tabel 4.4 Data hasil pengujian kuat patah

*Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing

Variasi campuran No Semen (%) Pasir (%) Bioslu dge (%) Lebar (cm) Tinggi (cm) Beban Maksimum (kgf) Jarak kedua titik tumpu (cm) Kuat patah (105 N/m2)

Kuat patah rata-rata

(105 N/m2)

1. 20 80 0

2,35 2,35 2,35 2,30 2,20 2,35 17 17 17 8,0 8,0 8,0 16,12 17,61 15,43 16,38

2. 20 77,5 2,5

2,35 2,35 2,35 2,75 2,80 2,80 12 11 11 8,0 8,0 8,0 7,94 7,02 6,96 7,30

3. 20 75 5

2,35 2,35 2,35 3,10 3,15 3,10 10 10 10 8,0 8,0 8,0 5,21 5,04 5,21 5,15

4. 20 72,5 7,5

2,35 2,35 2,35 3,20 3,20 3,25 8 9 9 8,0 8,0 8,0 3,91 4,40 4,26 4,19

5. 20 70 10

2,35 2,35 2,35 3,30 3,30 3,35 7 7 7 8,0 8,0 8,0 3,21 3,21 3,11 3,17

6. 20 67,5 12,5

2,35 2,35 2,35 3,45 3,45 3,45 6 6 6 8,0 8,0 8,0 2,59 2,51 2,51 2,53

7. Batako ringan normal

2,35 2,35 2,35 3,20 3,30 3,25 10 10 10 8,0 8,0 8,0 4,88 4,59 4,73 4,73


(52)

Dari tabel 4.4 maka dapat dibuat grafik hubungan antara kuat patah terhadap perubahan komposisi bahan seperti gambar 4.4.

16,38 7,3 5,15 4,19 3,17 2,53 y = -2,36x + 14,71

R² = 0,737

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

0 1 2 3 4 5 6 7

K u a t p a ta h ( 1 0 ^ 5 ) N /m ^ 2 )

Komposisi Bahan (%)

Gambar 4.4 Grafik kuat patah batako ringan terhadap komposisi bahan

Dari gambar 4.4 di atas dapat dilihat bahwa variasi limbah padat pulp biosludge berbanding terbalik dengan kuat patah bata konstruksi, semakin bertambah variasi limbah padat pulp biosludge maka kuat patah dari bata konstruksi semakin menurun. Hal tersebut diakibatkan oleh butiran biosludge memiliki banyak pori-pori sehingga semakin bertambahnya komposisi biosludge bila dilakukan pencampuran dengan semen dan pasir maka pori-pori pada sampel batako akan semakin semakin bertambah, sehingga kuat patahnya akan semakin menurun. Pengujian kuat patah ini dilakukan setelah batako mengalami masa pengeringan selama 28 hari. Kuat patah bata konstruksi untuk variasi komposisi 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, 10% dan 12,5% limbah padat pulp biosludge berturut-turut adalah 16,38x105 N/m2, 7,30x105 N/m2, 5,15x105 N/m2, 4,19x105 N/m2, 3,17x105 N/m2 dan 2,53x105 N/m2. Sedangkan kuat patah pada batako ringan normal sebesar 4,73 x105 N/m2. Jadi kualitas batako ringan pada komposisi 0 %, 2,5 % dan 5 % dapat digunakan sebagai pengganti batako ringan normal.


(53)

4.5 Pengujian Kekerasan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka nilai kekerasan dari sampel uji dapat ditentukan nilai kekerasannya dengan menggunakan alat digital Equotip Hardness Tester. Data hasil pengujian dapat diperlihatkan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Data hasil pengujian kekerasan Variasi campuran No. Semen (%) Pasir (%) Biosludge (%) Kekerasan (HB) Rata-rata (HB)

1. 20 80 0

85 86 85

85,33

2. 20 77,5 2,5

81 82 80

81,00

3. 20 75 5

76 77 78

77

4. 20 72,5 7,5

74 75 74

74,33

5. 20 70 10

72 73 71

72

6. 20 67,5 12,5

71 69 70

70

7. Batako ringan normal

77 76 76

76,66


(54)

Dari tabel 4.5 maka dapat dibuat grafik hubungan antara nilai kekerasan terhadap perubahan komposisi bahan seperti gambar 4.5.

85,33 81

77 74,33

72 70

y = -3,037x + 87,24 R² = 0,975

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 1 2 3 4 5 6 7

K e k e ra s a n ( H B )

Komposisi Bahan (%)

Gambar 4.5 Grafik kekerasan pada batako ringan terhadap komposisi bahan

Dari gambar 4.5 di atas dapat dilihat bahwa variasi limbah padat pulp biosludge berbanding terbalik dengan kekerasan batako, semakin bertambah variasi limbah padat pulp biosludge maka kekerasan dari bata konstruksi pun semakin menurun., maka kekerasannya akan semakin menurun. Hal tersebut diakibatkan oleh butiran biosludge memiliki banyak pori-pori sehingga semakin bertambahnya komposisi biosludge bila dilakukan pencampuran dengan semen dan pasir maka pori-pori pada sampel batako akan semakin semakin bertambah sehingga kekerasannya akan menurun. Pengujian kekerasan ini dilakukan setelah bata konstruksi mengalami masa pengeringan selama 28 hari. Kekerasan rata-rata untuk bata konstruksi dengan campuran 0% biosludge sebesar 85,33 HB, kekerasan rata-rata untuk bata konstruksi dengan campuran 2,5% biosludge sebesar 81,00 HB, kekerasan rata-rata untuk bata konstruksi dengan campuran 5% biosludge 77,00 HB, kekerasan rata-rata untuk bata konstruksi dengan campuran 7,5% biosludge sebesar 74,33 HB, kekerasan rata-rata untuk bata konstruksi dengan campuran 10% biosludge sebesar 72,00 HB dan kekerasan rata-rata untuk bata konstruksi dengan campuran 12,5% biosludge sebesar 70,00 HB. Sedangkan pada batako ringan normal memiliki kekerasan sebesar 76,66 HB, jadi pada komposisi 0% dan 2,5 % dapat digunakan sebagai bata normal.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel pembuatan batako ringan dengan memanfaatkan limbah padat pulp biosludge dari P.T. TPL Porsea maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pada pembuatan batako ringan dengan memanfaatkan limbah padat pulp biosludge berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat juga digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan batako ringan selain pasir dan semen. Jika dibandingkan dengan kualitas batako normal, batako yang menggunakan bahan campuran biosludge mampu mengimbangi kualitasnya. 2. Jika dilihat dari kualitas dari sifat fisik dan mekaniknya batako ringan yang

dapat digunakan sebagai pengganti batako ringan normal adalah pada komposisi biosludge 0 %, 2,5 % dan 5 %.

3. Jika dilihat dari sifat fisisnya yaitu pada densitas pada komposisi 0%, 2,5 %, 5 %, 7,5 %, 19 %, dan 12,5 % nilai densitasnya berturut-turut adalah 1,92 gr/cm3, 1,79 gr/cm3, 1,66 gr/cm3, 1,57 gr/cm3, 1,50 gr/cm3 dan 1,29 gr/cm3. Dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya komposisi bahan biosludge dapat mengurangi massa dari batako.

5.2 Saran

1. Sebaiknya masyarakat dapat memanfaatkan limbah padat pulp biosludge dari P.T TPL Porsea dalam pembuatan batako ringan karena dapat menggantikan batako normal yang dijual dipasaran.

2. Sebaiknya dalam pencampuran bahan harus merata dan juga dalam penambahan air harus secukupnya karena dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanik batako juga.

3. Sebaiknya dalam penelitian selanjutnya diharapkan melakukan pengujian lainnya, misalnya uji impak.


(56)

Aisyah,Siti, 2009, Pembuatan Dan Karakterisasi Bata Konstruksi Dengan Memanfaatkan Limbah Padat Pulp Dan Semen. Skripsi, USU Medan. Arnol,Hotman, 2009, Pemanfaatan Limbah Padat Pulp Dregs Sebagai Pengisi Batako

Dengan Perekat Tepung Tapioka. Tesis, Universitas Sumatera Utara Medan Daryanto, 1994, Pengetahuan Tehnik Bangunan, Penerbit PT. Gramedia Rineka Cipta

, Jakarta.

Kwantes, J., 1997, Ilmu Bangunan, Edisi Pertama, Erlangga, Jakarta.

Lakum, Khairul. C., 2009, Pemanfaatan Abu Sekam Padi Sebagai Campuran untuk Pengganti Sebagai Semen dalam Pembuatan Beton. Skripsi, USU Medan. Mulyono, T., 2004, Teknologi Beton, ANDI, Yogyakarta.

Murdock,L.J.,L.M.Brock., 1991, Bahan dan Praktek Beton, Terjemahan oleh Stephanus Hendarko, Erlangga, Jakarta.

Nawy,Edward.G., 1990, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, Terjemahan oleh Bambang Suryoatmono, PT.Eresco, Bandung.

Perdinan Sinuhaji, 2010, Interaksi Serat Limbah Industri Pulp dengan Serat Nanas, Pisang dan Rami Pada Pembuatan Karton. Disertasi, USU Medan.

Sagel,R. dan H.Kesuma,Gideon., 1997, Pedoman Pengerjaan Beton, Cetakan Kelima, Erlangga, Jakarta.

Sumaryanto, 2009, Pembuatan dan karakterisasi batako dengan menggunakan abu tandan kosong, Skripsi, Medan

Surdia,T., 1999, Pengetahuan Bahan Teknik, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.

Syamsudin, 2007, Pemanfaatan Campuran Limbah Padat Dengan Lindi Hitam dari Industri Pulp dan Kertas Sebagai Bahan Biobriket. Bandung

Vlack,V., 1981, Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi kelima, Terjemahan Sriati Djaprie, Erlangga, Jakarta.

Waluhu, David, 2009, Pengaruh Penggantian Sebagian Agregat Pasir dengan Agregat dari Limbah Plastik dalam Pembuatan Batako Terhadap Karakteristik dan Kuat Tekan Batako dengan Metode Pressing. Skripsi, Universitas Muhammadyah, Malang.


(57)

Wang,C.K dan Salmon,C.G., 1993, Disain Beton Bertulang, Terjemahan oleh binsar Hariandja, Jilid I, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.

http://cahayaumimas.indonetwork.co.id/1638708/batako.htm,di akses tanggal 13 April , 2010.

http://deskontruksi.wordpress.com/1010/03/04/inovasi-beton-ringan.html, diakses tanggal 15 April, 2010.

http://id.wikipedia.org/wiki/limbah, diakses tanggal 16 Juli 2010

http://konstruksi-wisnuwijanarko.blogspot.com/2008_07_06_archive.html, metode penelitian jerami padi sebagai bahan pengisi limbah batako.

http://winnerfirmansyah.wordrdpress.com/2010/01/03/beton-ringan-suppor material, diakses tanggal 23 Juli 2010


(58)

HASIL PERHITUNGAN PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN SIFAT MEKANIK

a. Pengujian densitas

Hasil Pengujian densitas dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (2.1) Densitas V m = ) (ρ Dimana :

m = massa benda uji (gram) V = volume benda uji (cm3)

Perhitungan untuk menentukan densitas pada sampel dengan komposisi 1 adalah sebagai berikut :

massa benda uji (m) = 138,2 gr volume benda uji (v) = 70,65 cm3 Densitas V m = ) (ρ

= 3

65 , 70 2 , 138 cm gr = 1,95 gr/cm3 untuk perhitungan densitas rata-rata: Densitas rata-rata =

3 93 , 1 90 , 1 95 ,

1 + +

gr/cm3 = 3 78 , 5 gr/cm3 = 1,92 gr/cm3

Hal yang sama dilakukan untuk komposisi 2 sampai komposisi 6, sehingga diperoleh table 4.1.


(59)

adalah sebagai berikut:

Massa basah (mb) = 151,4 gr Massa kering (mk) = 138,2 gr Maka :

Penyerapan air (%) = x 100

m m m k k b − %

= 100

2 , 138 2 , 138 4 , 151 x − %

= 9,55 % Untuk perhitungan penyerapan air rata-rata : Penyerapan air rata-rata (%) =

3 % 61 , 9 % 42 , 9 % 55 ,

9 + +

= 9,52 %

Hal yang sama dilakukan untuk komposisi 2 sampai komposisi 6, sehingga diperoleh tabel 4.2.

c. Pengujian Kuat Tekan

Perhitungan untuk menentukan kuat tekan pada sampel pada komposisi 1 dengan menggunakan persamaan 2.3 adalah sebagai berikut:

Beban maksimum (P) = 1600 kgf

= 1600 x g , dimana g = percepatan gravitasi (9,8 m/s2)

= 1600 x 9,8 = 15680 N

Luas permukaan (A) = ¼ πd2


(60)

A = 4 10 625 , 19 15680 −

x N/m

2

= 7,98 MPa

Untuk perhitungan kuat tekan rata-rata : Kuat tekan rata-rata ( F) =

3 98 , 7 03 , 8 98 ,

7 + +

= 7,99 Mpa

Hal yang sama dilakukan untuk komposisi 2 sampai komposisi 6, sehingga diperoleh tabel 4.3.

d. Pengujian Kuat Patah

Hasil pengujian kuat patah yang diperoleh menggunakan sampel berbentuk balok. Nilai kuat patah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.4.

Contoh perhitungan untuk menentukan nilai impak sampel untuk komposisi 1 sebagai berikut:

Beban maksimum (P) = 17 kgf Jarak kedua titik timpu (L) = 8 cm Lebar (b) = 2,35 cm Tinggi (h) = 2,30 cm Maka :

σ

f= 2

2 3

bh PL

σ

f= 2 2 2

2 ) 10 30 , 2 )( 10 35 , 2 ( 2 ) 10 8 )( 17 ( 3 − − − x x x

= 5

2 10 48 , 2 10 408 − − x x

= 16,45x104 kgf/m2

= 16,45x104 (9,8) N/m2 = 16,12 x 105 N/m2


(61)

σ

3

= 16,38 x 104 N/m2

Hal yang sama dilakukan untuk menentukan nilai kuat patah pada komposisi 1 sampai komposisi 6 sehingga diperoleh table 4.4.


(62)

No. Semen (%) Pasir (%) Biosludge (%)

1 20 80 0

2 20 77,5 2,5

3 20 75 5

4 20 72,5 7,5

5 20 70 10

6 20 67,5 12,5

No. Semen (gram) Pasir (gram) Biosludge (gram) Air (gram)

1 450 1800 0 281,25

2 450 1743,75 56,25 285

3 450 1687,5 112,5 288,75

4 450 1631,25 168,75 300

5 450 1575 225 311,25

6 450 1518,75 281,25 318,75

Pembahasan massa sampel

1 sampel = 150 gram

Dalam setiap variasi campuran terdapat 5 pengujian yaitu: sifat fisis (densitas, daya serap air) dan sifat mekanik (kuat tekan, kuat patah, kekerasan). Setiap pengujian terdapat 3 sampel, sehingga setiap variasi campuran terdapat 15 sampel.


(63)

a. Semen

Persentase tetap semen adalah 20 %. Sehingga:

2250 gram x 100

20

= 450 gram

b. Pasir

Persentase pasir adalah 80 %. Sehingga:

2250 gram x 100

80

= 1800 gram

c. Biosludge

Persentase biosludge adalah 0 %. Sehingga:

2250 gram x 100

0

= 0 gram

Untuk menghitung massa variasi campuran ke dua sampai ke enam dapat digunakan dengan cara menghitung variasi campuran pertama.


(64)

Untuk menghitung perbandingan massa semen, pasir dan biosudge pada variasi campuran pertama dalam 1 sampel adalah sebagai berikut:

a. Semen

Persentase tetap semen adalah 20 %. Sehingga:

150 gram x 100

20

= 30 gram b. Pasir

Persentase pasir adalah 80 %. Sehingga:

150 gram x 100

80

= 120 gram c. Biosludge

Persentase biosludge adalah 0 % Sehingga:

150 gram x 100

0

= 0 gram

Untuk menghitung massa campuran ke dua sampai ke enam dalam 1 sampel dapat digunakan dengan cara menghitung variasi campuran pertama.

No. Semen (gram) Pasir (gram) Biosludge (gram)

1 30 120 0

2 30 116,25 3,75

3 30 112,5 7,5

4 30 108,75 11,25

5 30 105 15


(65)

1. Ayakan 100 Mesh

2. Neraca Analitik


(66)

5. Cetakan a. Silinder


(67)

7. Equotip hardness tester Zurich Switzerland SN 716-0915


(68)

(69)

1. Biosludge

Sebelum diayak Sesudah diayak

2. Sampel berbentuk Silinder


(70)

(1)

LAMPIRAN 3

GAMBAR ALAT-ALAT PERCOBAAN

1. Ayakan 100 Mesh

2. Neraca Analitik

3. Jangka Sorong


(2)

4. Mixer

5. Cetakan a. Silinder


(3)

6. Pengepresan

7. Equotip hardness tester Zurich Switzerland SN 716-0915

8. Universal Testing Machine (UTM)


(4)

(5)

LAMPIRAN 4

GAMBAR BAHAN – BAHAN PERCOBAAN

1. Biosludge

Sebelum diayak Sesudah diayak

2. Sampel berbentuk Silinder

3. Sampel berbentuk Balok


(6)