19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Pembuatan kontrol negatif Sebanyak 100 µL metanol ditambahkan dengan larutan BSA 0,2 dalam
TBS kedalam labu ukur hingga volume 10 mL. 5. Pembuatan variant konsentrasi EPMS Sampel uji 1
Sebanyak 40,0 mg EPMS dilarutkan didalam labu ukur 10 mL dengan metanol dicukupkan hingga volume 10 mL, sehingga didapatkan larutan
induk dengan konsentrasi 4000 ppm. Kemudian dilakukan pengenceran menjadi 2000, 1000, 500, dan 250 ppm.
6. Pembuatan variant konsentrasi senyawa hasil modifikasi Sampel uji 2 Sebanyak 40,0 mg senyawa hasil reduksi dilarutkan didalam labu ukur 10
mL dengan metanol dicukupkan hingga volume 10 mL, sehingga didapatkan larutan induk dengan konsentrasi 4000 ppm. Kemudian
dilakukan pengenceran menjadi 2000, 1000, 500, dan 250 ppm.
3.4.2 Pengukuran Aktivitas Antiinflamasi In vitro
1. Pembuatan larutan uji Larutan uji 5 mL terdiri dari 50 µL larutan sampel yang kemudian
ditambah dengan larutan BSA 0,2 hingga volume 5 mL sehingga didapatkan variant konsentrasi menjadi 40, 20, 10, 5, dan 2,5 ppm.
2. Pembuatan larutan kontrol positif Larutan kontrol positif 5 mL terdiri dari 50 µL larutan Na diklofenak
yang kemudian ditambah dengan larutan BSA 0,2 hingga volume 5 mL sehingga didapatkan variant konsetrasi menjadi 40, 20, 10, 5, dan 2,5 ppm.
3. Pembuatan larutan kontrol negatif Larutan kontrol negatif 5 mL terdiri dari 50 µL metanol yang kemudian
ditambah dengan larutan BSA 0,2 hingga volume 5 mL. Setiap larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu + 25
o
C lalu di panaskan di waterbath selama 5 menit pada suhu + 72
o
C, setelah dipanaskan larutan didiamkan selama 25 menit pada suhu ruang.
Selanjutnya diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis HITACHI pada panjang gelombang 660 nm.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Persentase inhibisi dari denaturasi protein dikalkulasikan dengan rumus berikut:
inhibisi = x 100
Williams et al., 2008
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Isolasi Etil p-Metoksisinamat
4.1.1 Hasil Determinasi Kaempferia galanga L
Tumbuhan kencur dideterminasi terlebih dahulu untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini di Herbarium
Bogoriense Bidang botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong, Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan
adalah kencur Kaempferia galanga L Lampiran 3.
4.1.2 Hasil Isolasi Etil p-metoksisinamat
Isolasi senyawa EPMS dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu preparasi simplisia dari kencur segar sebanyak 8 Kg diproses hingga
menjadi simplisia, diperoleh serbuk simplisia sebanyak 858 g. Simplisia dimaserasi dengan pelarut n-heksan lalu disaring, filtrat yang berwarna
kekuningan kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator, filtrat pekat didiamkan di suhu ruang menghasilkan kristal kuning lalu
direkristalisasi dan menghasilkan kristal putih sebanyak 22 g Lihat skema isolasi pada Lampiran 1.
Rendemen Kristal : rendemen =
x 100 = 2,564 Rekristalisasi bertujuan memurnikan suatu zat padat dari campuran
atau pengotornya dengan cara melarutkan kembali kristal dalam pelarut yang cocok yaitu n-heksan dan ditambah beberapa tetes metanol, metanol
digunakan untuk melarutkan pengotor yang ada. Setelah direkristalisasi diuji dengan KLT untuk memastikan hanya terdapat satu spot senyawa
murni, eluen yang digunakan n-heksan : etil asetat perbandingan 4:1, didapatkan Rf = 0,697 Gambar 4.1.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.1 KLT Isolat Kencur visualisasi UV λ 245 nm
4.1.3 Hasil Identifikasi Etil p-metoksisinamat a. Pemerian
Bentuk : kristal putih
Bau : aroma khas kencur
Warna : putih gading
b. Titik Leleh
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat melting point apparatus, rentang titik leleh senyawa EPMS ada pada 47-52
o
C.
c. Elusidasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat
Elusidasi senyawa
EPMS menggunakan
3 alat
yaitu spektrofotometri
FT-IR untuk
mengetahui gugus
fungsi, spektrofotometri
1
H-NMR untuk mengetahui letak proton H pada struktur, dan GCMS untuk mengetahui berat molekul senyawa serta
fragmentasi massa.