Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro

(1)

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari

Kencur (Kaempferia galanga L.) dan Uji Aktivitas

Antiinflamasi Secara In-Vitro

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

MUHAMMAD MIRZA HARDIANSYAH

NIM: 111010200081

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2014


(2)

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar,

Nama : Muhammad Mirza Hardiansyah NIM : 1110102000081

Tanda Tangan :


(3)

Nama

: Muhammad MbzaHardiansyah

NIM

: 1110102000081

Program

Studi

_. Amidasi Senyawa Etilp-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur

(Kaempferia galanga

L.)

dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secaralr -Virro

Disetujui Oleh:

*-Pembimbing

II

Ismiarni Komala M.Sc.. ph.D.. Apt. NIP I 97806302006042001

.

Mengetahui,

Ketua Prograrn Studi Farmasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakaxta

Drs. Umar Mansur, M.Sc. Apt Pembimbing

I

W

Supandi, M.Si., Apt.


(4)

NIM

Program Studi Judul Skripsi

Kencur (Kaempferi a gal ango

I l 10102000081 Farmasi

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari

L.)

dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Yitro

Telah berhasil dipertahankan

di

hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana f,'armasi pada Program Studi Farmasi X'akultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatam Universitas Islam Negeri GnN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing

I

: Supandi, M.Si., Apt.

Pembimbing

II

: Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt.

Penguji

I

: EkaPutri, M.Si., Apt.

Penguji

II

: Lina Elfit4 M.Si., Apt.

Ditetapkan di: Jakarta Tanggal: ( ( ( ( ) ) ) ) tv


(5)

Program Studi : Farmasi

Judul : Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro

Modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui reaksi amidasi telah dilakukan untuk mendapatkan senyawa baru dengan aktivitas antiinflamasi melebihi senyawa induknya.Reaksi amidasi dilakukan dengan menggunakan dietanolamin sebagai pereaksi.Reaksi ini berlangsung pada suhu tinggi dengan menghasilkan senyawa murni dietil p-metoksisinamamid (C14H19NO4) dengan produk samping berupa etanol (C2H5OH). Uji aktivitas sebagai antiinflamasi dengan Bovine Serum Albumin senyawa etil p-metoksisinamat dan senyawa dietil p-metoksisinamamid pada konsentrasi 40 ppm masing-masing menghasilkan persentase inhibisi denaturasi protein sebesar 36,61% dan 86,00%. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa hasil amidasi etil p-metoksisinamat (dietil p-metoksisinamamid) memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi yang lebih tinggi dibandingkan senyawa induk etil p-metoksisinamat sehingga memungkinkan untuk dianalisis lebih lanjut sebagai kandidat antiinflamasi.

Kata kunci : etil p-metoksisinamat, amidasi, denaturasi protein, Bovine Serum Albumin


(6)

Programme study : Pharmacy

Title : Amidation of Ethyl p-methoxycinnamate Isolated from Kencur and In Vitro Test as Anti-inflammatory.

Modification of ethyl p-methoxycinnamate through amidation reaction has been carried out to obtain new compounds with higher anti-inflammatory activity of the lead compounds. Amidation reaction carried out by using diethanolamine as the reagent. This reaction takes place at high temperatures to produce a pure compounds of diethyl p-methoxycinnamamide (C14H19NO4) with byproducts such as ethanol (C2H5OH). Test as anti-inflammatory activity of Bovine Serum Albumin ethyl p-methoxycinnamate and diethyl p-methoxycinnamamide at a concentration of 40 ppm respectively produce protein denaturation percentage inhibition of 36.61% and 86.00%. These results indicate that the compounds amidation of ethyl p-methoxycinnamate (diethyl p-methoxycinnamamide) have higher anti-inflammatory activity than the lead compound ethyl p-methoxycinnamate thus allowing for further analysis as a candidate of anti-inflammatory.

Keywords : ethyl p-methoxycinnamate, amidation, protein denaturation, Bovine Serum Albumin


(7)

Puji syukur senantiasa saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT yang telah melimpajkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.Penulisan skripsi ini dilakukan dalam ragka pemenuhan tugas akhir sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dri berbagai pihak, yang senantiasa diberikan sejak masa perkuliah sampai saat penulisan skripsi ini, sangatlah sulitbagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K. Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Umar Mansur M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Supandi, M.Si., Apt. selaku pemimbing pertama serta Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. selaku pembimbing kedua yang telah membantu, membimbing, dan memberikan ilmu kepada saya, serta meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dari awal penelitian sampai pada penyusunan skripsi ini selesai.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Para laboran Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam hal penggunaan alat dan bahan selama penelitian.


(8)

memberikan bantuan moril, materil, dan spiritual hingga skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang sebaik-baiknya atas bantuan kalian.

7. Teman-teman seperjuangan penelitian kencur, Hadi Qudsi dan Syarifatul Mufidah, teman-teman penelitian BSA, Finti Muliati dan Maliyhatun Ni’mah yang telah berbaik hati bekerja sama dengan saya dalam penelitiaan sampai pada penyusunan skripsi.

8. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa memberikan masukan, semangat, dan doa bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman Andalusia farmasi angkatan 2010 yang telah berjuang bersama-sama selama 4 tahun untuk menyelesaikan studi ini.

10. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutka satu persatu yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar tercapainya kesempurnaan skripsi ini.Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik badi kalangan akademis dan dunia ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa farmasi, serta bagi masyarakat pada umumnya.

Jakarta, September 2014 Penulis


(9)

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Muhammad Mirza Hardiansyah

NIM : 1110102000081

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

Demi kepentingan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul :

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.)dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital LibraryPerpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Tanggal : Yang menyatakan :


(10)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Hipotesa ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tanaman Kencur ... 5

2,2 Etil p-metoksisinamat ... 6

2.3 Dietanolamin ... 7

2.4 Amida ... 8

2.5 Kromatografi ... 8

2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis ... 9

2.6 Kromatografi Gas-Spektrometer Massa ... 10

2.7 Spektroskopi ... 11

2.7.1 Spektrofotometer UV ... 11

2.7.2 Spektrofotometer Infra Merah... 12

2.7.3 Spektrofotometer Resonansi Magnetik ... 13

2.8 Uji In Vitro Antiinflamasi dengan Bovine Serum Albumin ... 15

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Alat dan Bahan ... 16

3.2.1 Alat ... 16

3.2.2 Bahan ... 16


(11)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1 Isolasi Etil p-metoksisinamat dari Rimpang Kencur ... 20

4.1.1 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi ... 22

4.2 Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat dengan Reaksi Amidasi ... 30

4.2.1 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi ... 32

4.3 Pengujian Aktivitas Antiiflamasi dengan Bovine Serum Albumin ... 37

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(12)

Gambar 2.1 Rimpang Kencur ... 6

Gambar 2.2 Struktur Kimia Etil p-metoksisinamat... 7

Gambar 2.3 Struktur Kimia Dietanolamin ... 8

Gambar 2.4 Skema Kromatografi Lapis Tipis ... 10

Gambar 4.1 Rimpang Kencur ... 20

Gambar 4.2 Serbuk Kering Simplisia Kencur... 21

Gambar 4.3 Hasil KLT Isolat Kencur ... 22

Gambar 4.4 Spektrum IR Isolat Kencur ... 24

Gambar 4.5 Spektrum GCMS Isolat kencur ... 26

Gambar 4.6 Pola Fragmentasi GCMS Isolat Kencur ... 27

Gambar 4.7 Spektrum 1H-NMR Isolat Kencur ... 28

Gambar 4.8 Struktur Kimia Etil p-metoksisinamat... 29

Gambar 4.9 Mekanisme Reaksi Amidasi EPMS dengan Dietanolamin ... 30

Gambar 4.10 KLT Senyawa Hasil Reaksi Amidasi ... 31

Gambar 4.11 Spektrum IR Senyawa Hasil Amidasi ... 33

Gambar 4.12 Pola Fragmentasi GCMS SEnyawa Hasil Reaksi Amidasi ... 33

Gambar 4.13 Spektrum GCMS Senyawa Hasil Amdasi ... 34

Gambar 4.14 Spektrum 1H-NMR Senyawa asil Amidasi ... 36

Gambar 4.15 Kemungkinan Struktur Senyawa Hasil Reaksi Amidasi ... 37

Gambar 4.16 Struktur Kimia Etil p-metoksisinamat dan Senyawa HasilAmidasi . 39 Gambar 4.17 Kurva Hasil Uji Antiinflamasi Senyawa Hasil Amidasi ... 39


(13)

Tabel 2.1 Serapan Khas Beberapa Gugus Fungsi ... 12

Tabel 4.1 Daftar Daerah Spektrum IR Isolat Kencur ... 23

Tabel 4.2 Data Pergeseran Kimia Spektrum 1H NMR Senyawa EPMS ... 29

Tabel 4.3 Daftar Daerah Spektrum IR Senyawa Hasil Amidasi ... 32

Tabel 4.4 Data Pergeseran Kimia Spektrum 1H NMR Senyawa Hasil Amidasi .... 35


(14)

Lampiran 1 Alur Penelitian ... 46

Lampiran 2 Skema Isolasi Etil p-metoksisinamat ... 47

Lampiran 3 Perhitungan Bahan dan Rendemen Hasil Amidasi ... 48

Lampiran 4 Spektrum GCMS Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 49

Lampiran 5 Spektrum IR Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 50

Lampiran 6 Spektrum 1H-NMR Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 51

Lampiran 7 Spektrum GCMS Senyawa Hasil Amidasi ... 52

Lampiran 8 Spektrum IR Senyawa Hasil Amidasi ... 53

Lampiran 9 Spektrum 1H-NMR Senyawa Hasil Amidasi... 54

Lampiran 10 Hasil Uji Aktivitas Antiinflamasi ... 58

Lampiran 11 Sertifikat Analisa Bahan ... 61

Lampiran 12 Hasil Determinasi Kencur ... 66


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan ketrampilan yang secara turun-temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak Pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang Ndalem dan relief Candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya (Sukandar E Y., 2006).

Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut WHO, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia (Sukandar E Y., 2006).

Tanaman kencur (Kaempferia Galanga L.) telah lama digunakan oleh nenek moyang kita dalam campuran bedak yaitu bedak dingin beras kencur yang dapat mengurangi sengatan sinar matahari dan memberikan rasa sejuk pada permukaan kulit. Penelitian telah membuktikan kebenaran pengalaman nenek moyang kita bahwa dalam tanaman kencur memang mengandung senyawa tabir


(16)

surya yaitu etil p-metoksisinamat. Etil p-metoksisinamat adalah salah satu produk alam yang terdapat pada kencur (Kaempferia galanga Linn.) dalam jumlah yang relatif besar. Etil p-metoksisinamat memiliki gugus fungsi yang reaktif sehingga dapat ditransformasikan menjadi gugus fungsi yang lain, di antaranya adalah ikatan rangkap terkonjugasi, cincin aromatik yang diaktifkan oleh gugus metoksi dan gugus ester. Etil p-metoksisinamat adalah ester alam dimana gugus esternya dapat diamidasi menjadi senyawa amida yang lebih bermanfaat sehingga memungkinkan sebagai bahan dasar sintesa amida turunan sinamat. (Taufikurohmah et al., 2008).

Inflamasi merupakan salah satu proses protektif dan restoratif yang dapat mngembalikan keadaan sebelum trauma. Respon inflamasi dinyatakan dengan adanya dilatasi pembuluh darah dan pengeluaran leukosit serta cairan. Akibat respon ini terlihat tanda-tanda yaitu kemerahan (eritema), pembengkakan (udem), dan kekakuan (induration). Pembengkakan yang ditimbulkan karena masuknya leukosit dan cairan ke dalam jaringan tempat terjadinya inflamasi. Inflamasi dapat terjadi secara akut, sub akut, dan kronik. Pada inflamasi akut leukosit yang berperan adalah netrofil. Pada keadaan ini netrofil akan melakukan fungsinya yaitu memfagositosis benda asing yang masuk atau yang menimbulkan trauma (Bellanti. 1993; Stites et al., 1994).

Dalam pengobatan inflamasi, kelompok obat yang banyak diberikan adalah obat antiinflamasi non steroid (AINS). Obat ini merupakan obat sintetik dengan struktur kimia heterogen. Contoh obat golongan ini adalah aspirin, karena itu sering disebut juga obat mirip aspirin (aspirin like drugs) (Wilmana dan Gan, 2007). Efek terapi AINS berhubungan dengan mekanisme kerja penghambatan pada enzim siklooksigenase-1 (COX-1) yang dapat menyebabkan efek samping pada saluran cerna dan penghambatan pada enzim siklooksigenase-2 (COX-siklooksigenase-2) yang dapat menyebabkan efek samping pada sistem kardiovaskular. Kedua enzim tersebut dibutuhkan dalam biosintesis prostaglandin (Lelo dan Hidayat, 2004). Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) memiliki efek samping cukup berat terutama iritasi lambung yang mengarah pada terjadinya


(17)

peptic ulcer. Kekayaan hayati yang besar, terutama di Indonesia, dapat menyediakan sumber bagi senyawa baru yang memiliki efek antiinflammasi yang signifikan. Pengobatan menggunakan senyawa herbal dikenal memiliki efek samping yang minimum dan biaya lebih murah. Pada penelitian sebelumnya oleh Umar et al. (2012) telah dilakukan uji antiinflamasi terhadap senyawa etil p-metoksisinamat, hasilnya adalah senyawa ini mempunyai aktivitas antiinflamasi dengan mekanisme menghambat COX-1 dan COX-2.

Dalam penelitian ini dilakuan reaksi amidasi etil p-metoksisinamat, yaitu pergantian gugus fungsi ester menjadi gugus fungsi amida dengan cara mereaksikan langsung etil p-metoksisinamat dengan dietanolamin pada kondisi tertentu. Produk hasil reaksi yang mengandung gugus amida diharapkan akan memberikan peningkatan efek antiinflamasi etil p-metoksisinamat. Uji invitro anti inflamasi dilakukan dengan menggunakan Bovine Serum Albumin yang didenaturasi. Ibuprofen dan Naproxen diketahui sebagai agen antiinflamasi turunan dari asam propionat, namun obat tersebut sering menyebabkan kerusakan lambung seperti luka pada lambung, peptic ulcer,perdarahan, dan perforasi. Oleh karena itu pada tahun 2013, Sadek et al. membuat turunan dari Ibuprofen dan Naproxen melalui reaksi amidasi dengan menggunakan asam amino, dan hasilnya senyawa turunan dari Ibuprofen dan Naproxen memiliki aktifitas antiinflamasi yang lebih baik dibandingkan senyawa induknya, dan tentunya dengan resiko efek samping yang lebih rendah. Inilah yang mejadi dasar pemilihan reaksi amidasi dalam penelitian ini.

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah dapat dilakukan modifikasi struktur etil p-metoksisinamat melalui reaksi amidasi dengan menggunakan dietanolamin.

1.2.2 Apakah turunan etil p-metoksisinamat yang mengandung gugus amida yang dihasilkan memiliki aktivitas antiinflamasi yang lebih tinggi dari senyawa etil p-metoksisinamat.


(18)

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Melakukan modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat dengan reaksi amidasi.

1.3.2 Mengetahui pengaruh penambahan gugus amin terhadap aktivitas antiinflamasi senyawa hasil modifikasi.

1.4Hipotesa

Modifikasi struktur etil p-metoksisinamat melalui reaksi amidasi dengan dietanolamin ini akan menghasilkan senyawa baru turunan etil p-metoksisinamat yang mempunyai aktivitas antiinflamasi yang lebih besar dibandingkan senyawa induk etil p-metoksisinamat.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Mendapatkan senyawa turunan etil p-metoksisinamat yang mengandung gugus amida yang diharapkan memiliki aktivitas antiinflamasi yang lebih baik dibandingkan dengan senyawa induk etil p-metoksisinamat.

1.5.2 Memberikan informasi mengenai modifikasi struktur dan uji aktivitas dari senyawa etil p-metoksisinamat lebih lanjut, khususnya melalui reaksi amidasi.


(19)

2.1 Tanaman Kencur

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu dari lima jenis tumbuhan yang dikembangkan sebagai tanaman obat asli Indonesia. Kencur merupakan tanaman obat yang bernilai ekonomis cukup tinggi sehingga banyak dibudidayakan. Bagian rimpangnya digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional, bumbu dapur, bahan makanan, maupun minuman penyegar lainnya (Rostiana et al., 2003).

Kencur merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di berbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Bagian dari tanaman kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal didalam tanah yang disebut dengan rimpang kencur atau rizoma (Soeprapto,1986).

Klasifikasi Kaempferia galanga L di dalam dunia botani adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sob Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Subfamili : Zingiberoideae Genus : Kaempferia


(20)

Secara empirik kencur berkhasiat sebagai obat untuk batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, perut kembung, mual, masuk angin, pegal-pegal, pengompres bengkak/radang, tetanus dan penambah nafsu makan (Miranti, 2009). Sulaiman et al. (2007), menyatakan bahwa rimpang kencur dapat digunakan sebagai untuk hipertensi, rematik, dan asma. Kandungan minyak atsiri dari rimpang kencur diantaranya terdiri atas miscellaneous compounds (misalnya etil p-metoksisinamat 58,47%, isobutil β-2- furilakrilat 30,90%, dan heksil format 4,78%); derivat monoterpen teroksigenasi (misalnya borneol 0,03% dan kamfer hidrat 0,83%); serta monoterpen hidrokarbon (misalnya kamfen 0,04% dan terpinolen 0,02%) (Sukari et al., 2008).

Gambar 2.1 Rimpang Kencur (Koleksi Pribadi)

2.2 Etil p-metoksisinamat

Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia Galanga L.), termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat non polar


(21)

dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana. Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang sama atau mendekati (Firdausi, 2009).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Etil p-metoksisinamat

2.3Dietanolamin

Dietanolamin merupakan cairan tidak berwarna atau sedikit berwarna, memiliki rumus kimia (HOCH2CH2)2NH. (Departemen Kesehatan RI, 1995). Dietanolamida pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol dietanolamin dengan satu mol asam lemak. Senyawa ini diberi nama Kritchevsky amida sesuai dengan nama penemunya. Bahan baku yang digunakan dalam produksi dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester. Dietanolamida biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur 150° C selama 6-12 jam (Herawan et al., 1999). Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol. Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Dietanolamin juga dikenal dengan nama bis (hydroxyethyl)amine, diethylolamine, hydroxtdiethylamine, diolamine dan 2,2-iminodiethanol.


(22)

Sifat-sifat dietanolamina adalah sebagai berikut (E Merck, 2008): Rumus molekul : C4H11NO2

Berat Molekul : 105,1364 gr/mol Densitas : 1,090 gr/cm3 Titik Lebur : 28oC (1 atm)

Titik Didih : 269 - 270oC (1 atm) Kelarutan : H2O, alkohol dan eter

Gambar 2.3 Struktur Kimia Dietanolamin

2.4Amida

Senyawa amida umumnya dapat diperoleh melalui amidasi turunan asam karboksilat seperti asil halida dan metal ester (Fessenden, R. J. dan Fessenden J. S., 1999), seperti amidasi antara steroil klorida dengan asam gluatamat untuk menghasilkan steroil glutamida (Silvasamy et al., 2001) dan amidasi antara 1,9-nonnadiolil klorida dengan asam glutamate untuk pembuatan 1,9-nonadiolil glutamida yang dapat digunakan sebagai bahan surfaktan (Lisma, et al., 2004).

Di samping itu, beberapa peneliti dahulu juga telah berhasil melakukan amidasi langsung melalui pemanasan antara asam karboksilat dengan senyawa amin seperti halnya reaksi antara asam azelat dengan urea untuk menghasilkan senyawa amida yang berguna sebagai bahan surfaktan dan reaksi antara dodekilamina dengan b-hidroksi nonanoat untuk menghasilkan b-hidroksinonamida yang berguna sebagai zat anti penuaan. (Budijanto, 2002).

Senyawa amida memiliki banya kegunaan yang beragam seperti sulfoamida adalah suatu senyawa kemoterapi yang digunakan di dalam


(23)

pengobatan untuk mengobati macam-macam penyakit infeksi (Nuraini, 1988), demikian juga amida asam lemak digunakan sebagai bahan pelumas dalam proses pembuatan resin di samping sebagai zat antara untuk membuat senyawa amina. (Brahmana, 1991 dan Billenstein, 1984).

2.5Kromatografi

Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dn fase gerak (mobile phase). Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia, Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis kualitatif, kuantitatif, maupun preparatif. Kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan menguantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun anorganik (Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul, Rohman, 2007).

Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Gas, Kromatografi Kertas, Kromatografi Lapis Tipis, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan sederhana. Kromatografi kolom memberikan pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran (Departemen Kesehatan, 1995).

2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi didefinisakn sebagai teknik pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam system yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan


(24)

dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Departemen Kesehatan RI, 1995)

Pada kromatografi lapis tipis, zat penjerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata, umunya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang dicapai dapat didasarkan pada adsorpsi, partisi, atau kombinasi kedua efek, tergntung dari jenis zat penyangga, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Gambar 2.4 Skema Kromatografi Lapis Tipis

2.6Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS)

Instrument kromatografi gas-spektrometri massa adalah sebuah metode yang mengombinasikan antara kromatografi gas dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi berbagai macam senyawa dalam sebuah pengukuran suatu sampel.


(25)

GC-MS dirancang dengan menggunakan dua bagian utama, yaitu kromatografi gas dan spektrometri massa. Kromatografi gas menggunakan sebuah kolom kapiler sebagai fase diam. Perbedaan sifat kimia antara molekul dalam sebuah pencampuran akan memisahkan molekul pada saat sampel terebut masuk ke dalam kolom. Molekul-molekul akan memiliki waktu retensi yang berbeda-beda untuk keluar dari kromatografi gas, dan hal ini memungkinkan spektrometri massa mendeteksi ion-ion molekul secara terpisah. Spektrometri massa akan mendeteksi fragmen ini dan dihasilkan massa molekul relatifnya.

Peralatan kromatografi gas merupakan salah satu instrument analitik. Kromatografi gas sangat efektif untuk memisahkan senyawa menjadi komponennya yang bervariasi. Akan tetapi kromatografi gas tidak dapat mengidentifikasi senyawa yang spesifik. Sebaliknya spektrometri massa dapat mengetahui senyawa yang spesifik namun tidak dapat menghasilkan analisis kualitatif yang baik. Ketika sebuah analisis menggunakan kromatografi gas untuk memisahkan komponennya sebelum dianalisis dengan spektroskopi massa maka akan terbentuk hubungan yang komplementer.

2.6 Spektroskopi

2.6.1 Spektrofotometer UV

Spektrofotometri UV adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet yang diabsorbsi oleh sampel.Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah panjang gelombang seperti prisma atau monokromator. Ketika suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan menyebabkan elektron terluarnya tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus, 2004). Energi keseluruhan dari suatu molekul adalah jumlah energi elektroniknya, energi getar dan energi rotasi. Energi yang diserap dalam transisi elektronik suatu molekul dihasilkan dari transisi elektron valensi dalam molekul-molekul tersebut. Transisi ini terdiri dari eksitasi dari suatu elektron suatu orbital yang ditempati ke orbital berikutnya yang berenergi lebih tinggi.


(26)

Instrumen Spektroskopi UV, berkas cahaya yang diserap bukan cahayatampak tapi cahaya ultraviolet dengan cara ini larutan tak berwarna dapat diukur. Pada Spektroskopi Ultraviolet energi cahaya yang terserap digunakan untuk transisi elektron. Karena energi cahaya UV lebih besar dari energi sinar tampak sehingga energi UV dapat menyebabkan transisi elektron σ atau π (Mulja, 1995). Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik dengan panjang gelombang radiasiΔE = hv = ℎ�

λ dimana ΔE = energi yang diabsorpsi (erg).

h = tetapan Planck, 6.6 x 10-27 erg det-1 v = frekuensi, dalam Hz

c = kecepatan cahaya, 3 x 108 m/det λ = panjang gelombang, dalam cm

Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang (Fessenden & Fessenden, 1986).

2.6.2 Spektrofotometri Infra Merah

Spektrofotometri Infra Merah merupakan alat untuk merekam spektrum di daerah inframerah terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik di daerah 4000 cm⁻¹ hingga 625 cm⁻¹ (lebih kurang 2,5 πm hingga 16 πm) dan suatu metode untuk mengukur perbandingan intensitas perbandingan cahaya yang ditransmisikan cahaya datang (Departemen Kesehatan,1995).

Setiap molekul memiliki karakteristik spektrum inframerah yang berbeda-beda baik dalam posisi maupun intensitas pita absorbsinya. Spektrum yang diperoleh merupakan hubungan antara bilangan gelombang (cm⁻¹) dan persen transmitan. Spektrum IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi (Departemen Kesehatan,1995).


(27)

Dasar Spektroskopi Infra Merah dikemukakan oleh Hooke dan didasarkan atas senyawa yang terdiri atas dua atom atau diatom yang digambarkan dengan dua buah bola yang saling terikat oleh pegas. Berikut adalah macam-macam serapan gugus fungsi yang dihasilkan dari hasil Spektroskopi IR.Dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Serapan Khas Beberapa Gugus Fungsi

Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)

C-H Alkana 2850-2960, 1350-1470

C-H Akena 3020-3080, 675-870

C-H Aromatik 3000-3100, 675-870

C-H Alkuna 3300

C=C Alkena 1640-1680

C=C Aromatik (Cincin) 1500-1600

C=O Alkohol, Eter, Asam Karboksilat, Ester 1080-1300 C=O Aldehida, Keton, Asam Karboksilat,

Ester

1690-1760

O=H Alkohol, Fenol(Monomer) 3610-3640

O=H Alkohol, Fenol (Ikatan H) 2000-3600 (lebar)

O=H Asam Karboksilat 3000-3600 (lebar)

N-H Amina 3310-3500

C-N Amina 1180-1360

-NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385

2.6.3 Spektrofotometri Resonansi Magnetik

Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti (RMI) atau Nuclear Magnetic Resonance (NMR) merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi struktur atom dari suatu molekul secara lebih spesifik. Spektrofotometri NMR


(28)

berhubungan dengan sifat magnet dari berbagai inti dan juga untuk menentukan berbagai letak inti tersebut dalam suatu molekul. Seperti dengan menggunakan spektroskopi resonansi magnetik proton dapat diketahui jenis lingkungan atom hidrogen dan jumlahya pada atom karbon tetangga. Spektroskopi yang sering digunakan adalah spektroskopi ¹H dan ¹³C-NMR karena atom hidrogen dan karbon selalu ada dalam setiap molekul senyawa organik (Attaur Rahman, 1986, Willard et al., 1948). Berikut merupakan komponen-komponen dari RMI:

a. Magnet

Merupakan suatu alat tambahan yang berguna untuk menstabilkan medan magnet.

b. Probe sampel

Tempat meletakkan sampel dan tempat terjadinya resonansi. c. Sumber dan detektor radiasi radioaktif

Merekam perubahan magnetisasi sampel dan peluruhannya yang disebabkan oleh pengaruh waktu.

d. Rekorder data

Informasi berupa sinyal yang dikirim kesuatu komputer untuk dìproses, diakumulasi lalu ditransformasikan secara otomatis (Attaur Rahman,1986., Willard et al., 1948)

2.7 Uji inVitro Antiinflamasi dengan Bovine Serum Albumin

Ada masalah etika yang muncul dengan penggunaan hewan coba pada tahap awal penemuan dan pengembangan obat-obatan antiinflamasi maupun penyakit degeneratif, terutama apabila ekstrak berasal dari produk alam yang biasanya mengandung banyak senyawa yang harus diuji. Hal inilah yang mendasari penggunaan uji in vitro efek anti-denaturasi (stabilisasi) dari Bovine Srum Albumin yang didenaturasi (melalui pemanasan) dengan cara mengukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV sebagai metode pengujian (Williams et al., 2008).


(29)

Bovine Serum Albumin (BSA) adalah protein globular yang berukuran besar (66000 dalton) yang dapat rusak karena pemanasan. Albumin merupakan kelompok protein yang larut dalam air. Albumin adalah protein yang paling banyak terdapat dalam sirkulasi. Albumin pada sintesis senyawa pada awalnya berbentuk preproalbumin di hati.

Uji in vitro anttiinflamasi menggunakan BSA bertujuan untuk mengurangi penggunaan spesimen hidup dalam proses pengembangan obat. Grabt et al. melaporkan bahwa salah satu mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi non steroid seperti indometasin, asam flufenamik, dan asam salisilat adalah kemampuan untuk mengurangi denaturasi BSA yang telah dipanaskan pada pH patologis (6,2-6,5).


(30)

3.1Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, dan Laboratorium Analisis Halal Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Agustus 2014.

3.2Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Spektrofotometer 1H-NMR (500 MHz, JEOL), Spektrofotometer UV-vis (HITACHI), Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier, seperangkat alat Kromatografi Lapis Tipis, timbangan analitik, Penangas air, rotary evaporator (Eyela), gelas kimia, pipet tetes, pipet ukur, labu ukur 5 ml dan 10 ml, tabung reaksi, rak tabung, botol maserasi, magnetic stirrer (Wiggen Hauser).

3.1.2 Bahan

Senyawa etil p-metoksi sinamat hasil ekstraksi dari kencur (Kaempferia galanga Linn.), Natrium Hidroksida (Merck), HCl, Dietanolamin (Merck), Etanol, Metanol, N-Heksan, Kencur, Basa Tris, Bovine Serum Albumin fraksi V kemurnian 96% (Sigma Chemical Co).

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Isolasi etil p-metoksisinamat

Kencur segar yang telah diteterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor, dikupas kemudian diiris tipis-tipis setebal ±2-3 mm lalu dikeringkan,


(31)

potongan kencur yang telah kering kemudian dihaluskan dengan blender sampai terbentuk serbuk. Serbuk rimpang kencur kering dimaserasi dengan menggunakan pelarut n-heksan yang telah didestilasi dengan waktu perendaman 5 hari sambil sesekali dilakukan pengocokan setiap harinya. Setelah 5 hari rendaman disaring sehingga diperoleh ampas dan filtrat. Ampas ditambah kembali n-heksana untuk dimasersi kembali. Proses maserasi dilaknyak tiga kali. Seluruh filtrat hasil maserasi dipekatkan dengan vacuum evaporator. Kemudian filtrat pekat ini diendapkan pada suhu kamar sampai terbentuk Kristal. Kristal yang terbentuk pada filtrat dipisahkan dengan penyaringan. Kristal yang dieroleh dimurnikan dengan pencucian menggunakan n-heksana dan rekrisalisasi dengan cara melarutkan Kristal dalam n-heksana dan beberapa menambahkan tetes metanol dan kemudian dibiarkan pada suhu kamar sehingga terbentuk Kristal kembali. Kristal dipisahkan dengan penyaringan (Afrizal et al., 1999; Huang et al., 2008). Kemudian dihitung rendemennya dengan rumus sebagai berikut:

x 100%

3.3.2 Amidasi etil p-metoksisinamat

Sebanyak 2,012 gram kristal etil p-metoksisinamat ditambahkan 6,056 gram dietanolamin dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu dipanaskan di atas hot plate hingga meleleh dan diaduk dengan magnetic stirrer, suhu pada hot plate diatur menjadi 200° C. Proses pemanasan dilakukan selama 2 jam dan dikontrol dengan pengecekkan menggunakan plat KLT dengan eluen etil asetat dan metanol 4:1 sampai terbentuk spot tunggal pada plat KLT. Setelah pemanasan lalu dilakukan rekristalisasi senyawa hasi amidasi dengan pelarut n-heksan. Hasil yang didapat selanjutnya diidentifikasi lebih lanjut baik secara organoleptis dan juga strukturnya dengan instrumen GCMS, IR, dan


(32)

1

H-NMR kemudian dilakukan uji aktivitas antiinflamasi secara In-Vitro.

3.3.3 Uji invitro antiinflamasi (Williams et al., 2008)

Sampel kontrol positif dan sampel uji masing-masing ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dilarutkan dalam 10 ml aquades sebagai larutan induk. Larutan induk ini kemudian diencerkan sehingga didapatkan konsentrasi 4000, 2000, 1000, 500, dan 250 ppm.

a. Pembuatan Tris-Buffer Saline (TBS)

Sebanyak 4,35 gram natrium klorida dilarutkan dalam 200 ml aquades, ditambahkan 605 mg tris base dicukupkan dengan aquades sampai 400 ml. selanjutnya pH diatur dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH 6,3, kemudian dicukupkan dengan aquades sampai 500 ml (Mohan, 2003).

b. Pembuatan Larutan 0,2% BSA dalam TBS

Sebanyak 0,5 gram Bovine Serum Albumin (BSA) dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, kemudian ditambahkan dengan larutan TBS hingga volume 250 ml. (Williams et al., 2008).

c. Pengujian aktivitas senyawa hasil modifikasi terhadap denaturasi BSA :

1. Pembuatan larutan blanko

Larutan kontrol blanko terdiri dari larutan tris-acetate phosphate buffer pH 6,3.

2. Pembuatan larutan Kontrol positif

Larutan kontrol positif 1 terdiri dari larutan BSA 5 ml dan larutan induk Na diklofenak 50 µL.

3. Pembuatan larutan uji 1

Larutan kontrol positif 1 terdiri dari larutan BSA 5 ml dan larutan induk EPMS 50 µL.


(33)

Larutan control positif 1 terdiri dari larutan BSA 5 ml dan larutan sampel induk 50 µL.

Pencampuran larutan induk kontrol positif dan larutan induk sampel dengan larutan BSA dilakukan menggunakan labu ukur 5 ml sehingga konsentrasi larutan menjadi 2,5; 5; 10; 20; dan 40 ppm. Setiap larutan diinkubasi selama 30 menit di dalam ruang spektro lalu dipanaskan selama 5 menit pada suhu 73° C dengan water bath, kemudian didinginkan selama 25 menit dan diukur absorbannya dengan spektrofotometer UV (HITACHI) pada panjang gelombang 660 nm. Persentase inhibisi dari denaturasi BSA dapat dikalkulasikan dengan rumus berikut :


(34)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi Etil p-metoksisinamat Dari Rimpang Kencur

Senyawa etil p-metoksisinamat diisolasi dari tanaman kencur (Kaempferia galanga L.).Kencur yang digunakan telah dideterminasi oleh Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor.Sebanyak 10 kg rimpang kencur dikupas, dicuci dan diris tipis-tipis ± 2 mm kemudian dikeringkan tanpa melalui pemanasan sinar matahari langsung.Potongan rimpang yang sudah kering diblender sampai terbentuk serbuk halus dan menghasilkan sebanyak 858 gram serbuk simplisia kencur.Serbuk simplisia yang dihasilkan berwarna cokelat kekuningan.Gambar serbuk simplisia dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(35)

Gambar 4.2.Serbuk Kering Simplisia Kencur (Koleksi Pribadi)

Isolasi senyawa etil p-metoksisinamat dilakukan dengan tiga tahap yaitu pembuatan serbuk simplisia, maserasi simplisia dengan pelarut n-heksan, dan rekristalisasi senyawa hasil isolasi. Setelah hasil maserasi diuapkan menggunakan Vacuum Rotary Evaporator, senyawa etil p-metoksi sinamat yang terdapat dalam ekstrak kental akan mengkristal pada suhu ruang sehingga memudahkan tahap isolasi selanjutnya.

Proses rekristalisasi dilakukan dengan n-heksan dan metanol. Kristal yang didapat berwarna kekuningan lalu dibilas menggunakan pelarut n-heksan dan metanol sampai didapat kristal yang berwarna putih. Kristal putih yang didapat kemudian dilakukan pengecekan dengan KLT menggunakan eluen heksan : etil asetat dengan perbandingan 9:1, didapatkan nilai Rf= 0,5882.

Rendemen Kristal : % rendemen = ����


(36)

Gambar 4.3 Hasil KLT Isolat Kencur eluen etil asetat :n-heksan (visualisasi UV λ 245 nm)

4.1.1 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi a. Pemerian

 Warna : Putih kekuningan

 Bau : Aromatik khas

 Bentuk : Kristal b. Pengukuran Titik Leleh

Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat DSC. Rentang titik leleh senyawaetil p-metoksisinamat ada pada 47-52˚ C dengan nilai entalpi (H) 78,60 J/g.

c. Analisa Senyawa Hasil Isolasi

Analisa senyawa hasil isolasi dilakukan menggunakan Kromatografi Gas – Spektrometer Massa (GCMS) untuk mengetahui berat molekul senyawa serta fragmentasi massa, spektrofotometri IR untuk mengetahui gugus fungsi, dan spektrofotometer 1H-NMR untuk mengetahui letak proton H pada struktur.


(37)

Table 4.1 menunjukkan spektrum IR senyawa isolat kencur dari berbagai bilangan gelombang absorbsi gugus fungsi yang menggambarkan bahwa ditemukan serapan pada bilangan gelombang v 1367,58 – 1321,3 cm-1 yang merupakan serapan spesifik dari ikatan C-O dan pada bilangan gelombang v 1704,18 cm-1 yang merupakan serapan dari ikatan C=O. Kedua serapan tersebut menunjukkan adanya suatu gugus ester.

Table 4.1 Daftar daerah spektrum IR isolat kencur (etil p-metoksisinamat)

Gugus Fungsi Daerah Absorbansi (v, cm-1) C-O Aril 1252,82-1210,38, 1029,07

C-H Alifatik 2979,18-2842,23

C=C Aril 1629,92-1573,02

C-H Aril 3007,15-3045,73

C-O 1367,59-1321,3

C=O 1704,18


(38)

Gambar 4.4 Spektrum IR Isolat Kencur

Adanya gugus aromatik ditunjukkan dengan terdapatnya ikatan C=C pada bilangan gelombang v 1629,92 – 1573,02 cm-1. Pita serapan pada bilangan gelombang v 3007,15 – 3045,73 cm-1 merupakan serapan spesifik dari ikatan antara C-H, pada bilangan gelombang 1252,82 – 1210,38 cm-1 dan 1029,07 terdapat ikatan C-O, kedua ikatan tersebut terletak pada gugus aromatik. Ikatan C-H alifatik ditemukan pada bilangan gelombang 2979,18 – 2842,23 cm-1.

Analisa GCMS menunjukkan bahwa isolat kencur mempunyai waktu retensi 9,932 serta memiliki berat molekul 206,0 dengan fragmentasi massa pada 161; 134; 118; 103; 89; 77; 63 dan 51 (Lampiran 4). Menurut literatur, senyawa etil p-metoksisinamat menunjukkan waktu retensi 9,9 dengan berat molekul 206,4 serta memiliki fargmentasi massa pada 161; 134; 118; 89; 77; 63; 51 (Umar et al., 2012).


(39)

Analisa terakhir yang dilakukan adalah dengan 1H-NMR dimana interpretasinya berupa pergeseran kimia (δ) dalam satuan ppm.Nilai pergeseran kimia adalah perbedaan resonansi frekuensi suatu inti relatif terhadap standar (Pavia et al., 2008).Dalam penelitian ini hasil interpretasi 1H NMR senyawa isolat kencur dibandingkan dengan hasil interpretasi 1H NMR senyawa etil p-metoksisinamat penelitian Umar (2012). Pada penelitian ini didapatkan spectrum 1H NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 1,33 (3H) berbentuk triplet dan juga muncul pada 4,25 ppm (2H) berbentuk kuartet yang lebih downfield karena berikatan dengan oksigen. Spectrum 1H NMR juga memberikan sinyal pada 3,82 ppm (3H) berbentuk singlet yang lebih downfield karena berikatan dengan oksigen –OCH ( metoksi).


(40)

(41)

Gambar 4.6 Pola Fragmentasi GCMS Isolat Kencur (Etil p-metoksisinamat)

Pada pergeseran kimia 6,31 ppm (1H) berbentuk doublet memilikihubungan puncak dengan pergeseran kimia 7,65 (1H) berbentuk doublet, kedua puncak ini memiliki nilai konstanta kopling yang dekat yaitu 15,6 dan 16,25 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk tersebut berupa olefin dengan proton berkonfigurasi trans. Pada pergeseran kimia 6,9 ppm – 7,4 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan dua subtitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang kemudian menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinyal dari H nomor 7/11 dan 8/10.


(42)

(43)

Tabel 4.2 Data Pergeseran Kimia (δ ) spectrum H 1NMR senyawa etil p-metoksisinamat

Posisi

Pergeseran Kimia (δ, ppm)

Etil p-metoksisinamat (CDCL3) Etil p-metoksisinamat (d6 -DMSO) [Umar et al., 2012] 1 1,33 (t, 3H, J=7,15 1,24 (t, 3H, J=12) 2 4,25 (q, 2H, J=7,15) 4,60 (q, 2H, J=11,5) 4 6,31 (d, 1H, J=15,6) 6,45 (d, 1H, J=16,5) 5 7,65 (d, 1H, J=16,25) 7,63 (m, 1H) 7 6,90 (d, 1H, J=9,05) 6,97 (d, 1H, J=14,5)

8 7,47 (d, 1H, J=8,45) 7,63 (m, 1H)

10 7,47 (d, 1H, J=8,45) 7,63 (m, 1H) 11 6,90 (d, 1H, J=9,05) 6,97 (d, 1H, J=14,5)

12 3,82 (s, 3H) 3,83 (s, 3H)

Dari data IR, GCMS, dan 1H-NMR dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galanga L.) adalah etil p-metoksisinamat.


(44)

4.2 Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat dengan Reaksi Amidasi

Reaksi amidasi etil p-metoksisinamat dilakukan dengan mereaksikan langsung dengan dietanolamin pada suhu tinggi.Adanya amina apabila direaksikan dengan ester baru dapat terjadi pada suhu tinggi dan sangat lambat sekali apabila dilakukan pada suhu rendah dengan bantuan katalis basa Lewis NaOMe yang lebih kuat dari trietilamin.Reaksi amidasi antara amina dan ester dengan bantuan katalis NaOMe baru dapat terjadi pada suhu 100°-120° C sedangkan apabila tidak digunakan katalis maka reaksi baru dapat terjadi pada suhu 150°-250° C (Gabriel, R., 1984).

Amidasi etil p-metoksisinamat dengan dietanolamin ini didasari oleh prinsip HSAB (Hard Soft Acid Base).Dimana H+ dari gugus NH dari dietanolamin merupakan asam keras (Hard Acid) yang mudah bereaksi dengan –OC2H5 dari etil p-metoksisinamat yang merupakan basa keras (Hard Base).NH- pada gugus NH dari dietanolamin merupakan basa lunak (Soft Base) yang selanjutnya bereaksi membentuk ikatan dengan para metoksisinamat (R-C+=O) yang merupakan asam lunak (Soft Acid). Reaksinya sebagai berikut:

Gambar 4.9 Mekanisme Reaksi Amidasi Etil p-metoksisinamat dengan Dietanolamin

Untuk menjalankan reaksi ini dilakukan pemanasan pada suhu tinggi (200° C) sambil dilakukan pengadukkan dengan stirrer selama 2 jam pada suhu ruang dengan


(45)

hasil reaksi berupa cairan kental berwarna kekuningan. Ketika reaksi selesai, dilakukan pencucian produk hasil reaksi dengan pelarut n-heksan.Setelah itu dilakukan pengecekkan menggunakan KLT dengan eluen etil asetat dan metanol perbandingan 4:1. Apabila belum terbentuk spot baru maka dilakukan pemanasan kembali dengan penambahan dietanolamin.

Gambar 4.10Hasil KLT senyawa hasil amidasi dengan eluen etil asetat : metanol perbandingan 4:1 (visualisasi UV λ 245 nm)

Keterangan : (1) Etil p-metoksisinamat (2) Senyawa Hasil Amidasi

Dari hasil KLT dapat terlihat spot baru terbentuk yang berbeda yang merupakan senyawa hasil amidasi. Reaksi amidasi bertujuan mengganti gugus fungsi ester dari etil p-metoksisinamat menjadi gugus fungsi amida sehingga dapat dilihat efeknya terhadap aktivitas antiiflamasi.

% rendemen amidasi = , ����

8, gram x 100% = 20,047%


(46)

4.2.1Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi

Identifikasi senyawa hasil modifikasi dilakukan beberapa cara yaitu dengan perhitungan nilai Rf, uji organoleptik, serta elusidasi struktur menggunakan IR, GCMS, dan 1H-NMR.

Dari uji organoleptik didapatkan karakteristik senyawa amidasi adalah sebagai berikut :

 Warna : Kuning

 Bau : Khas

 Bentuk : Cairan kental

Elusidasi struktrur senyawa hasil amidasi menggunakan IR didapatkan spektrum IR pada tabel 4.3 yaitu ditemukan pita serapan pada bilangan gelombang v 1365,60 cm-1 yang merupakan serapan spesifik dari ikatan C-O, adanya atom N ditandai dengan ikatan C-N pada pita serapan di panjang gelombang 1288,45 cm-1, ikatan C=C aromatik juga ditemukan dengan adanya serapan pada panjang gelombang 1512,19 cm-1, ditemukan adanya ikatn C=O pada panjang gelombang 1639,49 cm-1, dan adanya OH ditandai dengan munculnya pita serapan pada panjang gelombang 3273,20 cm-1.

Tabel 4.3 Daftar daerah spectrum IR Senyawa Hasil Amidasi Ikatan Daerah Absorbansi (v, cm-1)

C-O 1365,60

C-N 1288,45

C-H 1435,04

C=C Aromatik 1512,19

C=O 1639,49


(47)

Gambar 4.11 Spektrum IR Senyawa Hasil Amidasi

Gambar 4.12 Pola Fragmentasi GCMS Senyawa Hasil Amidasi

750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000 1/cm 0 25 50 75 100 125 150 %T 3 2 7 3 .2 0 1 6 3 9 .4 9 1 6 0 4 .7 7 1 5 1 2 .1

9 14

3 5 .0 4 1 3 6 5 .6 0 1 2 8 8 .4 5 amidasi epms


(48)

(49)

Analisa kedua dilakukan menggunakan GCMS. Interpretasi GCMS menunjukkan bahwa senyawa hasil amidasi muncul pada waktu retensi 14,475 dengan berat molekul 265,1 dan fragmentasi massa muncul pada 220, 161, 133, 90, dan 63.

Tabel 4.4 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR Senyawa Hasil Amidasi (CD3OD, 500 MHz)

Posisi

Pergeseran Kimia (δ, ppm)

Etil p-metoksisinamat Senyawa Hasil Amidasi

1 - 2,7882 (t, 2H, J=5,2 Hz)

2 - 3,6832 (t, 3H, J=5,85 Hz)

3 3,82 (s, 3H) 3,8194 (s, 3H)

4 6,31 (d, 1H, J=15,6) 7,0076 (d, 1H, J=15,5 Hz) 5 7,65 (d, 1H, J=16,25) 7,5381 (d, 1H, J= 15,5) 6 6,90 (d, 1H, J=9,05) 6,9460 (d, 1H, J= 1,95 Hz) 7 7,47 (d, 1H, J=8,45) 7,5647 (d, 1H, J= 1,95 Hz) 8 7,47 (d, 1H, J=8,45) 7,5647 (d, 1H, J= 1,95 Hz)

Pada spektrum 1H NMR senyawa hasil amidasi ditemukan 2 sinyal pada d=7,0076 (J=15,5) dan d = 7,5381 (J=15,5) yang menunjukkan keberadaan 2 =CH yang terkonfigurasi trans seperti halnya yang ditemukan pada spektrum 1H NMR senyawa etil p-metoksisinamat. Pada d=6,9460 (J=1,95) dan d=7,5647 (J=1,95) yang masing-masing mempunyai 2 proton mengindikasikan proton-proton dari benzen dengan dua subtitusi. Pada pergeseran kimia 3,8194 yang mempunyai 3 proton, muncul sebagai singlet menunjukkan adanya gugus OCH3 (metoksi) seperti halnya yang ditemukan pada spektrum 1H NMR senyawa etil p-metoksisinamat. Pada d =2,78 yang muncul sebagai triplet mengindikasikan adanya CH2 yang


(50)

berdekatandengan atom N. Pada pergeseran kimia 3,6 ppm – 3,8 ppm muncul peak yang mengindikasikan adanya gugus CH2OH.


(51)

Dari data IR, GCMS, dan 1H NMR dapat disimpulkan bahwa senyawa yang terbentuk dari reaksi antara etil p-metoksisinamat dan dietanolamin adalah senyawa dietil p-metoksisinamamid (C14H19NO4).

Gambar 4.15Kemungkinan Struktur Senyawa Hasil Amidasi

4.3 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi

Uji inhibisi denaturasi Bovine Serum Albumin (BSA) dengan rentang konsentrasi uji 50-0,035 ppm yang dapat memberikan % inhibisi >20% dianggap meliliki aktivitas antiinflamasi yang potensial (Williamset al, 2008).Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode ini dilakukan pada dua senyawa yang didapat yaitu etil p-metoksisinamat dan dietil p-metoksisisinamamid dengan natrium diklofenak sebagai kontrol positif.

Natrium diklofenak aktif memberikan efek antiinflamasi dimulai pada konsentrasi 5 ppm dengan inhibisi sebesar 23,71% dan pada konsentrasi 40 ppm inhibisi denaturasi proteinnya sebesar 89,15%.


(52)

Table 4.5 Hasil uji antiinflamasi etil p-metoksisinamat dan turunannya No. Sampel Konsentrasi % inhibisi

1 Natrium Diklofenak

2,5 ppm 4,72 5 ppm 23,71 10 ppm 24,69 20 ppm 62,60 40 ppm 89,15

2 Etil p-metoksisinamat

2,5 ppm 23,51 5 ppm 25,86 10 ppm 28,86 20 ppm 29,92 40 ppm 36,61

3 Senyawa Hasil Amidasi

2,5 ppm 10,47 5 ppm 37,32 10 ppm 56,46 20 ppm 67,65 40 ppm 86,00

Senyawa hasil amidasi, dietil p-metoksisinamamid, merupakan hasil reaksi amidasi dari etil p-metoksisinamat dan dietanolamin. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa senyawa hasil amidasi mulai menunjukkan aktivitas antiinflamasi pada konsentrasi 5 ppm yaitu dengan persentase inhibisi sebesar 37,32% sedangkan pada konstentrasi 40 ppm memiliki persentase inhibisi sebesar 86,00%. Data ini menunjukkan senyawa hasil amidasi memiliki aktivitas antiinflamasi yang lebih besar dibandingkan senyawa induknya, etil p-metoksisinamat, yang hanya memiliki persentase inhibisi 36,61% pada konsentrasi 40 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa modifikasi struktur yang dilakukan pada gugus ester dari etil p-metoksisinamat menjadi turunan amida dengan dietanolamin dapat meningkatkan aktivitas antiinflamasi.


(53)

(1) (2)

Gambar 4.16 Struktur Kimia (1) Etil p-metoksisinamat; (2) Senyawa Hasil Amidasi

Gambar 4.17 Kurva Hasil Uji Antiinflamasi Senyawa Hasil Amidasi y = 1.6913x + 25.365

R² = 0.7917

0 20 40 60 80 100

0 10 20 30 40 50

%

in

h

ib

isi

Konsentrasi (ppm)

Kurva Persentase Inhibisi Senyawa Hasil Amidasi


(54)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Modifikasi struktur gugus fungsi ester dari etil p-metoksisinamat melalui reaksi amidasi dengan dietanolamin menghasilkan senyawa dietil p-metoksisinamamid (C14H19NO4) dengan berat molekul 265,1.

2. Senyawa hasil amidasi memiliki persentase inhibisi denaturasi protein sebesar pada konsentrasi 5 ppm sebesar 37,32% dan 40 ppm sebesar 86,00% dengan nilai IC50 pada nilai 14,565ppm. Hubungan struktur hasil modifikasi etil p-metoksisinamat terhadap antiinflamasi menunjukkan pergantian gugus fungsi ester menjadi amida dapat meningkatkan aktivitas antiinflamasi.

5.2 Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan tentang aktivitas inflamasi dari senyawa dietil p-metoksisinamamid serta optimasi reaksi dan pereaksi, kondisi reaksi maupun waktu reaksi sehingga dapat diperoleh rendemen senyawa yang lebih baik.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Ujang Yuyut , 2005, Konversi Etil P-Metoksisinamat Menjadi Asam P Metoksisinamat Dengan Iradiasi Gelombang Micro Melalui Media Kalium Karbonat, Undergraduate Theses of Airlangga University, Surabaya.

Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-Metoksifenil) Akrilamida Dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga, L) Melalui Amidasi Dengan Dietanolamin. Medan: Universitas Sumetra Utara.

Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksi Sinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia Galanga, Linn). Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Bellanti, J.A,1993. Imunologi III edisi ke 3. Penerjemah Samik Wahab, Gajah Mada University Press Yogyakarta

Chandra, Sangita. 2012. Evaluation of in vitro anti-inflammatory activity of coffee against the denaturation of protein.Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine S178-S180.

Chemical Book. Akses online via http://www.chemicalbook.com/ (Diakses pada tanggal 26 Januari 2014)

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.

Farmakologi dan Terapi UI. 2007. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Firdausi, Nur Indah., 2009, Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (Epms) dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri Kosmetik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia Universitas Negeri Malang, Malang.

Halen, Parmeshwari K.; Prashant R. Murumkar; Rajani Giridhar; Mange Ram Yadav. 2009. Prodrug Designing of NSAIDs. Mini-Reviews in Medicinal Chemistry, 9, 124-139.


(56)

Hidayati, Nur; SM Widyastuti; Subagus Wahyuono. 2012. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Antifungal Akar Acacia Mangium Dan Aktivitasnya Terhadap Ganoderma Lucidum. Sekolah Pasca Sarjana : Universitas Gadjah Mada. Kalgutkar, Amit S.; Brenda C.; Scott W. R.; Alan B. M.; Kevin R. K.; Rory P. R.;

Lawrence J. M.. 1999. Biochemically based design of cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitors: Facile conversion of nonsteroidal antiinflammatory drugs to potent and highly selective COX-2 inhibitors. J. Med . Chem. 2000, 43 , 2860-2870.

Khoirunni’mah, Zulfa. 2012. Modifikasi Stuktur Senyawa Metil Sinamat Melalui Proses Nitrasi Serta Uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Terhadap Senyawa Hasil Modifikasi. Jakarta: UIN Syaif Hidayatullah.

Larson, Richard A.; Eric J. Weber. 1994. Reaction Mechanisms In Environmental Organic Chemistry. Lewis Publisher : United States of America.

Nugroho, Ignatius Adi.. 2010. Implementasi Program Pengelolaan dan Konservasi Suumber daya Genetik Hutan di Tingkat nasional. APFORGEN (Asia Pasific forest genetic Resorces Programme) newsletter Edisi 2.

Nurhalimah, Neneng. 2013. Modifikasi Struktur Senyawa Metil Sinamat Melalui Reaksi Amidasi Serta Uji Aktivitas Antikanker Terhadap Senyawa Hasil Modifikasi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Nurhayati, Umi. 2010. Modifikasi Struktur Etilp-Metoksisinamat Hasil Isolasi Dari Rimpang Kencur (Kaempferia Gatanga Linn) Menggunakan Pereaksi Pemecah Eter.Universitas Negeri Yogyakarta.

Oyedapo, O.O.; B.A Akinpeu; K.F. Akinwunmi; M.O Adeyinka; F.O Sipeolu. 2010. Red Blood Cell Membrane Stabilizing Potentials of Extracts of Lantana camara and Its Fractions. International Journal of Plant Phsyiology and BioChemistry Vol. 2(4) 46-51.

Pavia, Donald L.; Gary M.Lampman; George S.Kriz; James R. Vyvyan. 2008. Introduction to Spectroscopy Fourth Edition. Brooks/Cole Cengage Learning. USA.


(57)

Probowati, Astri; Giovanni, Paradigma Carlo; Ikhsan, Diyono.2012.Pembuatan Surfaktan Dari Minyak Kelapa Murni (VCO) Melalui Proses Amidasi Dengan Katalis NaOH.Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 1, No. 1, 424-432. Rostiana, O., S. M. Rosita, H. Wawan, Supriadi, dan A. Siti, 2003, Status Pemuliaan

Tanaman Kencur. Perkembangan Teknologi TRO, 15, 2, 25-38.

Roth, H.J. et al. 1994. Analisis Farmasi, cetakan kedua diterjemahkan oleh Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Rukmana, Rahmat. 1994. Kencur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Cetakan ke-13.

Sastroamidjojo, Hardjono. 1985. Spektroskopi Edisi I. Liberty. Yogyakarta. Sadek, Basem; Hamruoni, Amar Mansuor; Adem, Abdu. 2013. Anti-inflammatory

agents of the carbamoylmethyl ester class: synthesis, characterization, and pharmacological evaluation.Journal of Inflammation Research 6 35-43.

Siswandono, Soekardjo Bambang. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.

Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Sukandar E Y, Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-Klinik-Teknologi Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB,

http://itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf, diakses Januari 2014.

Sukari, M. A., N. W. M. Sharif, A. L. C. Yap, S. W. Tang, B. K. Neoh, M. Rahmani, G. C. L. Ee, Y. H. Taufiq-Yap, and U. K. Yusof, 2008, Chemical Constituens Variations of Essential Oils from Rhizomes of Four Zingiberaceae Species, The Malaysian J. Anal. Sci., 12:3, 638-644.

Sulaiman, M.R.; Z.A. Zakaria; I.A.Daud; F.N.Ng ; Y.C.Ng; M.T. Hidayat. 2008. Antinociceptive and Anti-inflammatory activities of The Aqueous extract of Kaempferia galanga leaves in animal models. J.Nat Med 62:221-227.

Surbakti, Darwis. Isolasi dan Transformasi Etil p-metoksisinamat dari Kaempferia Galanga, Linn. Tesis ITB via Perpustakaan Digital ITB ( http://digilib.itb.ac.id/ diakses pada Januari 2014)


(58)

Takeuchi, Koji; Hideki Ukawa; Akira Konaka; Motohiro Kitamura; Yasunari Sugawa. 1998. Effect of Nitric Oxide-Releasing Aspirin Derivative on Gastric Functional and Ulcerogenic Responses in Rats: Comparison With Plain Aspirin. Journal Pharmacology and Experimental Theraupetics Vol. 286 No.1 115-121

Taufikurohmah, T.; Rusmini; Nurhayati. 2008. Pemilihan Pelarut Optimasi Suhu Pada Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri Kosmetik.

Umar, Muhammad I.; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho 1; Mun Fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012. Bioactivity-Guided Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia galanga L. Extracts.Molecules, 17, 8720-8734.

Willard, Hobart H.; Lynne L. Merritt, Jr.; John A. Dean; Frank A. Settle, Jr. 1988. Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition. Wadsworth Publishing Company. California.

Williams, LAD; A.O Connar; L. Latore; O Dennis; S. Ringer; J.A Whittaker; J Conrad; B.Vogler; H Rosner; W Kraus. 2008. The In Vitro Anti-denaturation Effects Induced by Natural Product and Non-steroidal Compounds in Heat Treated (Immunogenic) Bovine Serum Albumin is Proposed as a Screening Assay for the Detection of Anti-inflammatory compounds, without the Use of Animals, in the Early Stages of The Drug Discovery Process. West Indian Medical Journal 57 (4):327.


(59)


(60)

Lampiran 1 Alur Penelitian

Isolasi Etil p-metoksisinamat dari Kencur (Kaempferia

galanga L.)

Senyawa Etil p-metoksisinamat

Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi

Analisa Hubungan Struktur dan Aktivitas Uji Aktivitas Antiinflamasi

Secara In-Vitro Modifikasi Struktur EPMS

dengan Reaksi Amidasi


(61)

Lampiran 2 Skema Isolasi Etil p-metoksisinamat

Rimpang Kencur 8 kg

Dipekatkan dgn Vacuum Rotary Evaporator

Dibersihkan dan dicuci dengan air

Dirajang, dikeringkan, diangin-anginkan di udara terbuka

Sortasi Kering

Dihaluskan dgn blender Serbuk Simplisia Kencur

Ampas

Filtrasi

Maserasi dgn n-heksan

Filtrat

Filtrat pekat diendapkan pd suhu ruang

Rekristalisasi dgn n-heksan dan metanol Kristal yg terbentuk disaring


(62)

Lampiran 3 Perhitungan Bahan dan Rendemen Hasil Amidasi

Perhitungan bahan dan rendemen hasil amidasi a. Etil p-metoksisinamat

 Terpakai = 2,012 gram; BM : 206,2378 g/mol

 Mol =

=

= 0,0096 mol ≈ 9,6 mmol b. Dietnolamin

 Terpakai = 6 ekivalen x mol etil p-metoksisinamat = 6 x 9,6 mmol

= 57,6 mmol; BM : 105,14; densitas : 1,09

 Massa = mol x BM

= 57,6 mmol x 105,14 g/mol = 6,056 g

 Volume = =

= 5,555 mL

c. Rendemen hasil amidasi

 Jumlah bahan yang digunakan = 8,056 gram

 Senyawa murni yang diperoleh = 1,615 gram


(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

Lampiran 10 Hasil Uji Aktivitas Antiinflamasi

1. Persentase Inhibisi Denaturasi Protein Senyawa Uji

No. Sampel Konsentrasi % inhibisi

1 Natrium Diklofenak

2,5 ppm 4,72 5 ppm 23,71 10 ppm 24,69 20 ppm 62,60 40 ppm 89,15

2 Etil p-metoksisinamat

2,5 ppm 23,51 5 ppm 25,86 10 ppm 28,86 20 ppm 29,92 40 ppm 36,61

3 Senyawa Hasil Amidasi

2,5 ppm 10,47 5 ppm 37,32 10 ppm 56,46 20 ppm 67,65 40 ppm 86,00

2. Tabel Absorbansi Natrium Diklofenak

Sample Absorbansi Rata-Rata

1 2 3

KontrolNegatif

0,454 0,455 0,453

0,454

0,454 0,455 0,455

0,454 0,452 0,454

NatriumDiklofenak 2,5 ppm

0,448 0,377 0,472

0,433

0,448 0,377 0,473

0,449 0,377 0,473

NatriumDiklofenak 5 ppm

0,307 0,322 0,412

0,346 0,303


(73)

0,304

0,323 0,412 NatriumDiklofenak

10 ppm

0,308 0,353 0,364

0,342

0,308 0,353 0,365

0,308 0,353 0,365

NatriumDiklofenak 20 ppm

0,145 0,163 0,202

0,170

0,145 0,163 0,201

0,145 0,163 0,201

NatriumDiklofenak 40 ppm

0,099 0,024 0,025

0,073

0,099 0,024 0,025

0,099 0,024 0,024

3. Tabel Absorbansi Etil p-metoksisinamat

Sample Absorbansi Rata-Rata

1 2 3

KontrolNegatif

0,897 0,923 0,795

0,873

0,899 0,924 0,796

0,900 0,926 0,799

EPMS 2,5 ppm

0,877 0,785 0,711

0,795

0,895 0,785 0,711

0,896 0,786 0,712

EPMS 5 ppm

0,487 0,754 0,697

0,647 0,487

0,757 0,698 0,488

0,758 0,699 EPMS

10 ppm

0,383 0,733 0,748

0,622

0,383 0,734 0,750

0,382 0,734 0,750

EPMS 20 ppm

0,483 0,709 0,641

0,612

0,484 0,710 0,642

0,484 0,710 0,643

EPMS 40 ppm

0,546 0,616 0,524

0,562

0,546 0,615 0,524


(74)

4. Tabel Absorbansi Senyawa Hasil Amidasi

Sample Absorbansi Rata-Rata

1 2 3

KontrolNegatif

0,860 0,854 0,867

0,861

0,860 0,855 0,870

0,858 0,857 0,870

Senyawa Hasil Amidasi 2,5 ppm

0,809 0,773 0,729

0,771

0,810 0,774 0,729

0,811 0,774 0,730

Senyawa Hasil Amidasi

5 ppm

0,521 0,499 0,598

0,539 0,521

0,499 0,598 0,522

0,500 0,600 Senyawa Hasil

Amidasi 10 ppm

0,430 0,407 0,288

0,374

0,429 0,407 0,288

0,429 0,409 0,287

Senyawa Hasil Amidasi

20 ppm

0,282 0,252 0,301

0,278

0,282 0,252 0,301

0,284 0,252 0,301

Senyawa Hasil Amidasi

40 ppm

0,149 0,095 0,117

0,120

0,148 0,096 0,120


(75)

Lampiran 11 Sertifikat Analisa Bahan 1. Sertifikat Analisa Metanol


(76)

(77)

(78)

2. Sertifikat Analisa Natrium Diklofenak


(79)

(80)

(81)

Lampiran 13 Dokumentasi

Serbuk Rimpang Kencur Senyawa Hasil Amidasi


(82)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Lampiran 13 Dokumentasi

Serbuk Rimpang Kencur

Senyawa Hasil Amidasi


(6)

Dokumen yang terkait

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui Reaksi Langsung dengan Iradiasi Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

4 31 104

Modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari kencur (kaempferia galanga L.) dengan metode reaksi reduksi dan uji aktivitas antiinflamasinya secara in vitro

1 22 70

Isolasi dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)

5 62 86

Amidasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui reaksi langsung dengan iradiasi microwave serta uji aktivitas sebagai antiinflamasi

2 16 104

Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep yang Mengandung Etil p-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.)

7 83 104

Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dengan Metode Reaksi Reduksi dan Uji Aktivitas Antiinflamasinya secara In Vitro

1 16 70

Evaluasi Daya Penetrasi Etil p-Metoksisinamat Hasil Isolasi dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) pada Sediaan Salep, Krim, dan Gel

18 117 119

Uji Aktivitas Gel Etil p-metoksisinamat terhadap Penyembuhan Luka Terbuka pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

6 24 104

Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

1 18 111

Uji Stabilitas Kimia Etil p-Metoksisinamat dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn) dalam Sediaan Setengah Padat

0 30 87