Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Atas Konversi Lahan Pertanian Menjadi Permukiman Di Kota Medan

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ATAS KONVERSI LAHAN PERTANIAN

MENJADI PERMUKIMAN DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

ALAMSYAH 060304024

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ATAS KONVERSI LAHAN PERTANIAN

MENJADI PERMUKIMAN DI KOTA MEDAN

SKRIPSI OLEH:

ALAMSYAH 060304024 SEP/AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Diketahui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Prof. Ir. Hiras ML Tobing, PhD) (Ir. Thomson Sebayang, MT)

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

ALAMSYAH : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Atas Konversi Lahan Pertanian Menjadi Pemukiman Di Kota Medan, dibimbing oleh Prof. Ir. HIRAS

ML TOBING, PhD dan Ir. THOMSON SEBAYANG, MT.

Konversi lahan atau alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian sebenarnya bukan masalah baru. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri dan pemukiman, hal ini tentu saja harus didukung dengan ketersediaan lahan. konversi lahan pertanian dilakukan secara langsung oleh petani pemilik lahan ataupun tidak langsung oleh pihak lain yang sebelumnya diawali dengan transaksi jual beli lahan pertanian. Faktor –faktor yang mempengaruhi pemilik lahan mengkonversi lahan atau menjual lahan pertaniannya adalah harga lahan, proporsi pendapatan, luas lahan, produktivitas lahan, status lahan dan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa: (1). Penurunan luas lahan pertanian di Kota Medan dari tahun 2001 sampai 2008 sebesar 4.088 Ha atau berkurang sebesar 36,5% dari luas lahan pertanian tahun 2001. (2). Hasil analisis menunjukan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi keputusan petani dalam menjual lahan mereka adalah produktivitas dan proporsi pendapatan dengan derajat kepercayaan 5%, sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah harga jual lahan luas lahan, sedangkan untuk faktor kebijakan dan pajak tidak langsung mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaninnya.


(4)

RIWAYAT HIDUP

ALAMSYAH, lahir di Air Serdang 25 Agustus 1987, anak keenam dari tujuh brsaudara dari Ayahanda Tamin dan Ibunda Ponirah .

Pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1994 masuk Sekolah Dasar dan lulus tahun 2000 dari SDN 112245 Air Merah.

2. Tahun 2000 masuk Sekolah Menengah Pertama dan lulus tahun 2003 dari SLTP Negeri 1 Kampung Rakyat.

3. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Atas dan lulus tahun 2006 dari SMA Negeri 1 Kampung Rakyat.

Kegiatan yang pernah diikuti penulis selama duduk di bangku kuliah adalah sebagai berikut:

1. Anggota IMASEP di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Tumpak Raja, Kecamatan Gunung Sitember, Kabupaten Dairi dari tanggal 30 juni sampai 28 Juli 2010.

3. Melaksanakan penelitian Skripsi di Kecamatan Medan Selayang dan Medan Marelan, Kota Medan pada bulan Afril 2010 sampai Juni 2010.


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim, segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Illahi Rabbi, berkat petunjuk dan kasih sayang-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Pertanian dengan judul : ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Atas Konversi Lahan Pertanian Menjadi Pemukiman Di Kota Medan”, dibimbing oleh dan.Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW, semoga perjalanan hidup beliau dapat menjadi contoh teladan dalam perjalanan skripsi dan kerja-kerja selanjutnya.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti haturkan kepada kedua orang tua tercinta ayahanda Tamin dan Ibunda Ponirah atas segala do’a dan dukungannya baik spiritual, emosional maupun material yang diberikan mulai peneliti lahir hingga selesai mengecam pendidikan di bangku kuliah.

Atas bantuan dan pemikiran yang selama ini diberikan kepada peneliti dalam pengerjaan skripsi, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Ir. HIRAS ML TOBING, PhD dan Ir. THOMSON SEBAYANG, MT selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih banyak atas waktu, bimbingan, arahan, semangat serta ilmu-ilmu yang telah diajarkan semoga terus berguna bagi peneliti baik dalam dunia kerja maupun dalam perjalanan hidup.

2. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua Departemen Agribisnis Bapak Ir, LUHUT SIHOMBING, MP dan Seketaris Departemen Agribisnis Ibu Dr. Ir. SALMIAH, MS atas bimbingannya selama peneliti mengecam kuliah di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(6)

3. Terima kasih saya ucapkan kepada semua abang, kakak dan adik kandung serta semua keluarga saya tercinta yang tidak henti-hentinya memberi dukungan kepada saya.

4. Kepada teman-teman stambuk 2006 semuanya saya ucapkan terima kasih khusnya untuk keluarga Cherax-Indoagri yaitu Endi, Brem, Kamar dan Rizky kalian smua memang luar biasa.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak guna menyempurnakan penelitian ini. Akhirnya kepada Allah penulis berserah diri, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Amiin.

Medan, Desember 2010 Peneliti


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN… ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 7

2.1 Landasan Teori ... 9

2.2 Kerangka Pemikiran ... 12

2.3 Hipotesis Penelitian ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 16

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 18

3.3 Metode Pengumpulan data ... 18

3.4 Metode Analisa Data ... 8

3.5 Definisian Batasan Operasional ... 20

a. Definisi. ... 20

b. Batasan Operasional ... 21

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL ... 22

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 22

a. Kondisi lahan pertanian di Kota Medan ... 23

b. Keadaan Penduduk ... 25


(8)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1 Penurunan Luas Lahan Pertanian di Kota Medan ... 29

5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam Mengkonversi Lahan Pertaniannya di Kota Medan ... ... 33 a. Model Regresi Logistik (Logit) ... 33

b. Pengamatan Faktor-Faktor Lain di Lapangan ... 43

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

Kesimpulan ... 45

Saran ... 46


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Luas panen padi sawah menurut tahun/kecamatan Kota Medan (Ha) .... 16

Tabel 2 Jumlah bangunan dibangun oleh REI di kota Medan ... 17

Tabel 3 Luas lahan pertanian dan non pertanian di Kota Medan tahun 2009 ... 23

Tabel 4 Profil kelompok tani di Kecamatan Medan Selayang dan Medan Marelan tahun 2009 ... 24

Tabel 5 Jumlah penduduk di Kecamatan Medan Selayang dan Kecamatan Medan Marelan Tahun 2007 dan 2008 ... 25

Tabel 6 Karakteristik sampel menurut kelompok umur ... 26

Tabel 7 Karakteristik sampel menurut kelompok luas lahan ... 26

Tabel 8 Karakteristik sampel menurut kelompok proporsi pendapatan pertanian 27

Tabel 9 Karakteristik sampel menurut kelompok status lahan ... 28

Tabel 10 Perkembangan luas lahan pertanian, luas panen padi sawah dan

produksi padi di Kota Medan tahun 2008 ... 29

Tabel 11 Perkembangan jumlah bangunan di bangun di Kota Medan dari tahun

2001 sampai 2008 ... 32

Tabel 12 Koefisien, odds ratio dan signifikansi ... 34


(10)

Tabel 14 Koefisien, odds ratio dan signifikansi ... 40

Tabel 15 Koefisien, odds ratio dan signifikansi ... 41


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampira 1 Karakteristik Sampel Pemilik Lahan Pertanian ... 48

Lampira 2 faktor-faktor yang mempenggaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya... 49

Lampira 3 faktor-faktor yang mempenggaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya... 51

Lampira 4 faktor-faktor yang mempenggaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya ... 53

Lampira 5 faktor-faktor yang mempenggaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya ... 55

Lampira 6 Daftar Kelompok Tani Kecamatan Medan Selayang.. ... 57


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran ... 14

Gambar 2 Perkembangan Luas Areal Pertanian di Kota Medan ... 30

Gambar 3 Perkembangan Luas Panen Padi di Kota Medan ... 30

Gambar 4 Perkembangan Produksi Padi di Kota Medan ... 31


(13)

ABSTRAK

ALAMSYAH : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Atas Konversi Lahan Pertanian Menjadi Pemukiman Di Kota Medan, dibimbing oleh Prof. Ir. HIRAS

ML TOBING, PhD dan Ir. THOMSON SEBAYANG, MT.

Konversi lahan atau alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian sebenarnya bukan masalah baru. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri dan pemukiman, hal ini tentu saja harus didukung dengan ketersediaan lahan. konversi lahan pertanian dilakukan secara langsung oleh petani pemilik lahan ataupun tidak langsung oleh pihak lain yang sebelumnya diawali dengan transaksi jual beli lahan pertanian. Faktor –faktor yang mempengaruhi pemilik lahan mengkonversi lahan atau menjual lahan pertaniannya adalah harga lahan, proporsi pendapatan, luas lahan, produktivitas lahan, status lahan dan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa: (1). Penurunan luas lahan pertanian di Kota Medan dari tahun 2001 sampai 2008 sebesar 4.088 Ha atau berkurang sebesar 36,5% dari luas lahan pertanian tahun 2001. (2). Hasil analisis menunjukan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi keputusan petani dalam menjual lahan mereka adalah produktivitas dan proporsi pendapatan dengan derajat kepercayaan 5%, sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah harga jual lahan luas lahan, sedangkan untuk faktor kebijakan dan pajak tidak langsung mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaninnya.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kawasan perkotaan dapat diartikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial. Dalam rencana tata ruang kawasan perkotaan sendiri, diatur alokasi pemanfaatan ruang untuk berbagai penggunaan (perumahan, perkantoran, perdagangan, ruang terbuka hijau, industri, sempadan sungai, dsb) berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, keseimbangan, keserasian, keterbukaan (transparansi) dan efisiensi, agar tercipta kualitas permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Rencana tata ruang merupakan landasan pengelolaan pembangunan kawasan perkotaan atau ekonomi ( Anonimous, 2009).

Konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian sebenarnya bukan masalah baru. Hal ini mulai terjadi sejak dikeluarkannya paket-paket kebijakan yang mendorong investor dalam dan luar negeri menanamkan modalnya di bidang nonpertanian sekitar pertengahan 1980-an. Keperluan lahan nonpertanian mengikuti trend peningkatan investasi tersebut. Keperluan lahan untuk bidang nonpertanian semakin meningkat pula seiring dengan booming pembangunan perumahan pada awal tahun 1990-an. Pemerintah memberikan berbagai fasilitas untuk mendorong pembangunan wilayah. Laju alih fungsi lahan dari yang semula digunakan untuk pertanian menjadi perumahan dan industri tidak dapat dihindari. Departemen Pertanian sudah memperkirakan tantangan berat sektor pertanian terkait dengan keterbatasan lahan. (Sudaryanto, 2002).


(15)

Pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri dan pemukiman. Dengan kondisi demikian, permintaan terhadap lahan untuk penggunaan non pertanian tersebut semakin meningkat, akibatnya banyak lahan sawah terutama yang berada di sekitar perkotaan mengalami alih fungsi ke penggunaan lain. Kurangnya insentif pada usahatani lahan sawah dapat menyebabkan terjadi alih fungsi lahan pertanian ke fungsi lainnya (Ilham dkk, 2003).

Pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan berkembangnya industri, prasarana ekonomi, fasilitas umum, dan permukiman dimana semuanya memerlukan lahan telah meningkatkan permintaan lahan untuk memenuhi kebutuhan nonpertanian. Namun pertumbuhan ekonomi juga meningkatkan kondisi sosial ekonomi pada lahan nonpertanian. Kondisi inilah yang membuat konversi lahan pertanian terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang tidak mungkin dapat dihindari (Sudaryanto, 2002).

Konversi lahan pertanian tidak menguntungkan bagi pertumbuhan sektor pertanian karena dapat menurunkan kapasitas produksi dan daya serap tenaga kerja yang selanjutnya berdampak pada penurunan produksi pangan, dan pendapatan per kapita keluarga tani. Konversi lahan pertanian juga mempercepat proses marjinalisasi usaha tani sehingga menggerogoti daya saing produk pertanian domestik. Konversi lahan pertanian merupakan isu strateg is dalam rangka pemantapan ketahanan pangan nasional, peningkatan kesejahteraan petani dan pengentasan kemiskinan, serta pembangunan ekonomi berbasis pertanian. Berbagai peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan sebenarnya telah diterbitkan pemerintah untuk mengendalikan konversi lahan pertanian namun pengalaman menunjukkan bahwa peraturan-peraturan tersebut kurang efektif. Pada masa pemerintahan


(16)

otonomi daerah, peraturan-peraturan yang umumnya diterbitkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah propinsi, semakin kurang efektif karena pemerintah kabupaten/kotamadya memiliki kemandirian yang luas dalam merumuskan kebijakan pembangunannya (Simatupang, 2001).

Manan H, (2006) menyatakan bahwa belum ada peraturan yang khusus mengatur perlindungan lahan pertanian produktif. Ketentuan perlindungan tersebut saat ini tersebar dalam berbagai peraturan, antara lain:

1. UU 56 Prp 1960 (luas lahan maksimum dan minimum)

2. UU 12/1992 tentang Budidaya Tanaman (tata ruang memperhatikan rencana produksi tanaman)

3. UU 26/2007 tentang Penataan Ruang (terdapat kawasan lahan pertanian basah dalam Rencana Tata Ruang)

4. Keppres 53/1989 jo. 41/1996 jo. 98/1998 tentang Kawasan Industri (dilarang mengurangi lahan pertanian)

5. Berbagai surat edaran Meneg Agraria/KaBPN, Meneg PPN/KaBappenas, Mendagri tentang larangan konversi sawah irigasi teknis untuk penggunaan lain.

Widjanarko dkk, (2006) menyatakan bahwa terjadinya perubahan penggunaan lahan dapat disebabkan karena adanya perubahan rencana tata ruang wilayah, adanya kebijaksanaan arah pembangunan dan karena mekanisme pasar. Pada masa lampau yang terjadi adalah lebih banyak karena dua hal yang terakhir, karena kurangnya pengertian masyarakat maupun aparat pemerintah mengenai tata ruang wilayah, atau rencana tata ruang wilayah


(17)

yang sulit diwujudkan. Sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan yang menekankan kepada aspek pertumbuhan melalui kemudahan fasilitas investasi, baik kepada investor lokal maupun luar negeri dalam penyediaan tanahnya, maka perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke nonpertanian terjadi secara meluas. Tiga kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian ialah:

1. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan Presiden Nomor 53 tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar. Dampak kebijakan ini sangat berpengaruh pada peningkatan kebutuhan lahan sejak tahun 1989, yang telah berorientasi pada lokasi subur dan menguntungkan dari ketersediaan infrastruktur ekonomi.

2. Kebijakan pemerintah lainnya yang sangat berpengaruh terhadap perubahan fungsi lahan pertanian ialah kebijakan pembangunan permukiman skala besar dan kota baru. Akibat ikutan dari penerapan kebijakan ini ialah munculnya spekulan yang mendorong minat para petani menjual lahannya.

3. Selain dua kebijakan tersebut, kebijakan deregulasi dalam hal penanaman modal dan perizinan sesuai Paket Kebijaksanaan Oktober Nomor 23 Tahun 1993 memberikan kemudahan dan penyederhanaan dalam pemrosesan perizinan lokasi. Akibat kebijakan ini ialah terjadi peningkatan sangat nyata dalam hal permohonan izin lokasi baik untuk kawasan industri, permukiman skala besar, maupun kawasan pariwisata.


(18)

Kota Medan merupakan kawasan perkotaan yang terus mengalami penurunan luas lahan pertaniannya terutama lahan sawah. Penelitian ini mencoba mencari faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Selayang dan Medan Marelan.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Berapa jumlah penurunan luas lahan pertanian akibat konversi lahan di daerah penelitian beberapa tahun terakhir?

2. Faktor-faktor apa saja yang dominan mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui seberapa besar jumlah penurunan luas lahan pertanian akibat konversi di daerah penelitian beberapa tahun terakhir.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang dominan mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan di daerah peneitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan di kemudian hari dapat dipergunakan sebagi:

1. Sumbangan dalam bentuk penelitian yang terkait dengan masalah konversi lahan pertanian di perkotaan.

2. Sebagai bahan informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai konversi lahan pertanian di perkotaan.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang berdampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain telah menjadi salah satu ancaman yang serius terhadap keberlanjutan swasembada pangan. Intensitas alih fungsi lahan masih sulit dikendalikan, dan sebagian besar lahan sawah yang beralihfungsi tersebut justru yang produktivitasnya termasuk kategori tinggi – sangat tinggi. Lahan-lahan tersebut adalah lahan sawah beririgasi teknis atau semi teknis dan berlokasi di kawasan pertanian dimana tingkat aplikasi teknologi dan kelembagaan penunjang pengembangan produksi padi telah maju (Murniningtyas, 2007).

Irawan (2005), mengemukakan bahwa konversi yang lebih besar terjadi pada lahan sawah dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (1) pembangunan kegiatan non pertanian seperti kompleks perumahan, pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan pada tanah sawah yang lebih


(20)

datar dibandingkan dengan tanah kering; (2) akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan produk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada daerah tanah kering; (3) daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan pegunungan.

Alih fungsi lahan sawah dilakukan secara langsung oleh petani pemilik lahan ataupun tidak langsung oleh pihak lain yang sebelumnya diawali dengan transaksi jual beli lahan sawah. Proses alih fungsi lahan sawah pada umumnya berlangsung cepat jika akar penyebabnya terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan sektor ekonomi lain yang menghasilkan surplus ekonomi (land rent) jauh lebih tinggi (misalnya untuk pembangunan kawasan industri, kawasan perumahan, dan sebagainya) atau untuk pemenuhan kebutuhan mendasar (prasarana umum yang diprogramkan pemerintah, atau untuk lahan tempat tinggal pemilik lahan yang bersangkutan (Murniningtyas, 2007).

Secara ekonomi alih fungsi lahan yang dilakukan petani baik melalui transaksi penjualan ke pihak lain ataupun mengganti pada usaha non padi merupakan keputusan yang rasional. Sebab dengan keputusan tersebut petani berekspektasi pendapatan totalnya, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang akan meningkat (Ilham dkk, 2003).

Penelitian Syafa’at (1995), pada sentra produksi padi utama di Jawa dan Luar Jawa, menunjukkan bahwa selain faktor teknis dan kelembagaan, faktor ekonomi yang menetukan alih fungsi lahan sawah ke pertanian dan non pertanian adalah : (1) nilai


(21)

kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; (2) respon petani terhadap dinamika pasar, lingkungan, dan daya saing usahatani meningkat.

2.2 Landasan Teori

Dorongan-dorongan bagi terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian tidak sepenuhnya bersifat alamiah, tetapi ada juga yang secara langsung atau tidak langsung dihasilkan oleh proses kebijaksanaan pemerintah. Dalam proses alih fungsi lahan, telah terjadi asimetris informasi harga tanah, sehingga sistem harga tidak mengandung semua informasi yang diperlukan untuk mendasari suatu keputusan transaksi. Kegagalan mekanisme pasar dalam mengalokasikan lahan secara optimal disebabkan faktor-faktor lainnya dari keberadaan lahan sawah terabaikan, seperti fungsi sosial, fungsi kenyamanan,

fungsi konservasi tanah dan air, dan fungsi penyediaan pangan bagi generasi selanjutnya (Rahmanto dkk, 2008).

Hasil temuan Rusastra (1997), di Kalimantan Selatan, alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan dan harga lahan yang tinggi, skala usaha yang kurang efisien untuk diusahakan. Pada tahun yang sama penelitian.

Syafa’at (1995), di Jawa menemukan bahwa alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalam kawasan industri, serta harga lahan. Pajak lahan yang tinggi cenderung mendorong petani untuk melakukan konversi dan rasio pendapatan non pertanian terhadap pendapatan total yang tinggi cenderung menghambat petani untuk melakukan konversi.


(22)

Penelitian Jamal (2001), di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, harga jual lahan yang diterima petani dalam proses alih fungsi lahan secara signifikan dipengaruhi oleh status lahan, jumlah tenaga kerja yang terserap di lahan tersebut, jarak dari saluran tersier, jarak dari jalan, dan jarak dari kawasan industri atau pemukiman. Sementara itu produktivitas lahan, jenis irigasi, dan peubah lain tidak berpengaruh signifikan.

Rahmanto dkk, (2008), menyatakan karakteristik rumahtangga memiliki hubungan kuat terhadap keragaman persepsi multi fungsi lahan sawah di antaranya mencakup peubah-peubah berikut: (1) usia responden; (2) tingkat pendidikan; (3) jumlah anggota keluarga tertanggung; (4) luas garapan sawah; (5) proporsi pendapatan rumahtangga dari lahan sawah. Peubah-peubah tersebut diasumsikan memiliki keterkaitan yang nyata terhadap kemampuan berfikir, tingkat pengetahuan serta wawasan petani terhadap multifungsi lahan, dan kepeduliannya terhadap kelestarian lahan sawah.

Menurut Nasoetion dan Winoto (1996) proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu: (1) sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan (2) sistem non-kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah antara lain direpresentasikan dalam bentuk terbitnya beberapa peraturan mengenai konversi lahan.

Pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor. Supriyadi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:


(23)

1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi.

2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.

3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan

Dari beberapa penelitian sebelumnya dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi atau mengalihfungsikan lahan pertaniannya. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan untuk penelitian berdasarkan peneliti-peneliti sebelumnya adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan, dan status lahan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya yaitu kebijakan pemerintah (pajak tanah), kebijakan tata ruang dan harga lahan.

Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik menggunakan model logit yang digunakan untuk menjawab apakah faktor tingkat pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan, status lahan, tingkat pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan, kebijakan pemerintah (pajak tanah) dan harga lahan mempunyai pengaruh terhadap probabilitas keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya secara signifikan.

Pengukuran terhadap probabilitas keputusan petani untuk mengkonversi lahan menggunakan metode logit karena dalam penelitian ini variable terikatnya adalah dummy, yaitu probabilitas keputusan petani mengkonversi lahan pertaniannya atau tidak mengkonversi lahan pertaniannya. Model logit adalah teknik regresi mengikuti fungsi


(24)

distribusi logistik (model logit) dengan variabel terikatnya adalah dummy.. Peluang atau probabilitas merupakan bahasan penting dalam metode logit. Berdasarkan definisi dijelaskan bahwa (Pi) merupakan probabilitas terjadinya suatu peristiwa dan (1-Pi) adalah probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa. Perbandingan antara Pi dan 1-Pi disebut odd atau sering disebut resiko yaitu perbandingan antara probabilitas terjadinya suatu peristiwa dengan probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa (Nachrowi dkk, 2008).

2.3 Kerangka Pemikiran

Tanah merupakan sumberdaya strategis yang memiliki nilai secara ekonomis. Saat ini, jumlah luasan tanah pertanian tiap tahunnya terus mengalami pengurangan. Berkurangnya jumlah lahan pertanian ini merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk serta aktivitas pembangunan. Hal tersebut mengakibatkan permintaan akan lahan pun meningkat. Pada akhirnya, terjadilah konversi lahan pertanian ke non pertanian seperti perumahan, industri, dan lain sebagainya untuk memenuhi permintaan yang ada. Konversi lahan yang terjadi tidak lepas dari kepentingan berbagai pihak seperti pemerintah, swasta dan komunitas (masyarakat).

Yang dimaksud dengan konversi lahan oleh petani dalam penelitian ini adalah petani yang menjual tanah pertanian miliknya kepada pihak lain, dimana pihak lain yang membeli tanah tersebut menggunakannya untuk fungsi nonpertanian. Dalam hal ini tanah tersebut digunakan untuk perumahan.

Merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini diduga bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya. Faktor-faktor tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor


(25)

internal meliputi tingkat pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan, dan status lahan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya yaitu kebijakan pemerintah (pajak tanah) dan harga lahan.

Setelah melihat keterkaitan antara kedua faktor tersebut dengan keputusan petani untuk mengkonversi lahan, maka akan di uji dengan pendekatan probabilitas yaitu model logit. Adapun hasil output dari uji probabilitas adalah seberapa besar variabel mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya atau tidak mengkonversi lahan pertaniannya.


(26)

Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Menyatakan Keputusan Menyatakan hubungan

Konversi Lahan

Faktor Internal:

• Proporsi pendapatan • Produktivitas lahan • Luas lahan

• Status lahan

Faktor Eksternal:

• Kebijakan Pemerintah (Pajak tanah)

• Kebijakan Tata Ruang • Harga Lahan

Analisis probabilitas

Keputusan untuk Mengkonversi Keputusan untuk Tidak Mengkonversi


(27)

2.4 Hipotesis Penelitian

Diduga faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan adalah:

a. Faktor harga. Hal ini sesuai berdasarkan hukum penawaran bila harga meningkat maka penawaran barang akan meningkat pula dalam hal ini barang tersebut adalah sebidang tanah sehingga memungkinkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian jika pembeli adalah developer. Dari hasil temuan Rusastra (1997) di Kalimantan Selatan, alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan dan harga lahan yang tinggi, skala usaha yang kurang efisien untuk diusahakan.

b. Pajak lahan dan pendapatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Syafa’at (1995) di Jawa menemukan bahwa alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah pajak lahan yang tinggi cenderung mendorong petani untuk melakukan konversi dan rasio pendapatan non pertanian terhadap pendapatan total yang tinggi cenderung menghambat petani untuk melakukan konversi.

c. Status lahan. Hal ini sesuai penelitian Jamal (2001), di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dalam proses alih fungsi lahan secara signifikan status lahan mempengaruhi konversi lahan.

d. Kebijakan pemerintah. Hal ini sesuai dengan penelitian Supriyadi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah salah satunya adalah aspek regulasi yang dikeluarkan.


(28)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitan

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, yaitu secara sengaja, dengan memilih Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. Kecamatan Medan Marelan dipilih dengan alasan bahwa kecamatan ini adalah kecamatan yang dalam 8 (delapan) tahun terakhir cenderung mengalami konversi lahan khususnya lahan sawah. Kecamatan Medan Selayang dipilih karena alasan waktu dan biaya. Penurunan luas panen dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Luas Panen Padi Sawah Menurut Tahun/Kecamatan kota Medan

Kecamatan Luas Panen Padi sawah (Ha)

2000 2001 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Medan Tuntungan 370 370 287 337 236 310 310 310

Medan Johor 77 77 49 49 15 29 29 29

Medan Amplas 165 165 58 80 20 20 20 20

Medan Denai 43 43 13 13 1 2 2 2

Medan Kota 15 15 5 5 0 0 0 0

Medan Polonia 40 40 25 25 15 15 15 15

Medan Baru 20 20 0 0 0 0 0 0

Medan Selayang 512 512 496 496 450 455 455 455

Medan Sunggal 114 114 72 72 72 72 72 72

Medan Helvetia 116 116 70 70 70 70 70 70

Medan Timur 5 5 4 4 2 2 2 2

Medan Tembung 5 5 3 3 0 0 0 0

Medan Deli 160 160 134 134 120 120 120 120 Medan Labuhan 808 808 393 743 436 695 695 695

Medan Marelan 1.156 1.086 911 1.281 412 580 580 580

Medan Belawan 5 5 0 0 0 370 370 370


(29)

Disamping itu data dari Asosiasi Real Estate Indonesia (REI) perwakilan Sumatera Utara menunjukan kecamatan dengan tingkat pembangunan perumahan yang paling tinggi di Kota Medan adalah Kecamatan Medan Marelan yaitu sebanyak 564 unit selama periode tahun 2007 sampai 2009, sedangkan untuk Kecamatan Medan selayang yaitu sebanyak 315 unit selama periode tahun 2007 sampai 2009.

Tabel 2 Jumlah Bangunan Dibangun Oleh REI di Kota Medan

No Kecamatan Jumlah Perumahan Dibangun (Unit)

2007 2008 2009 Jumlah

1 Medan Marelan 133 268 163 564

2 Medan Tuntungan 12 134 53 199

3 Medan Sunggal 125 47 45 217

4 Medan Tuntungan 32 50 62 144

5 Medan Johor 50 36 49 135

6 Medan Helvetia 12 10 14 36

7 Medan Amplas 146 131 128 405

8 Medan Polonia 12 15 52 79

9 Medan Selayang 97 107 111 315

10 Medan Baru 0 70 75 145

11 Medan Tembung 10 29 31 70

Sumber : REI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara tahun 2009

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani sawah yang belum menjual lahan pertaniannya yang berlokasi di sekitar kawasan pemukiman serta petani sawah yang sudah menjual lahan pertaniannya. Dalam hal ini pemilik lahan yang tidak terjun langsung ke lahan tetapi melakukan kerjasama dengan petani penggarap juga merupakan sampel dalam penelitian ini. Sampel diambil di Kota Medan sebanyak 30 responden dengan metode purposive random sampling.


(30)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari petani dengan wawancara menggunakan daftar pertanyaan. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kantor camat Kecamatan Medan Marelan, kantor camat Kecamatan Medan Selayang, dan juga dari BPS Sumatera Utara.

Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah 1, mengenai besar pengurangan luas lahan pertanian akibat konversi di daerah penelitian digunakan analisis deskriftif.

Untuk identifikasi masalah 2, mengenai analisis faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan digunakan analisis secara deskriptif dan analisis probabilitas dengan model logit.

Nachrowi dan Usman (2002) memaparkan fungsi distribusi logit sebagai berikut:

Fungsi distribusi logit:

Atau

Pengamatan :

• pi terletak antara 0 dan 1, karena Zi terletak antara - ∞ dan ∞. Bila Z → ∞, maka pi→ 1

Bila Z → - ∞, maka pi→ 0

) ( 1 2 1 1 ) 1 ( i X i i i e X Y E

p β+β

+ = = = i Z i e p + = 1 1


(31)

Li=ln

• pi mempunyai hubungan non linier dengan Zi, artinya pi tidak konstan seperti asumsi pada MPL (Model Probabilitas Linier).

• Secara keseluruhan, Model Logit adalah Model Non-Linier, baik dalam parameter maupun dalam variabel. Oleh karena itu, metode OLS tidak dapat digunakan untuk mengestimasi model logit.

Definisi Logit:

Sekarang, perhatikan rasio antara pi dan 1 – pi :

log natural dari rasio odd adalah sebagai berikut:

Pengamatan :

• L linier dalam X , L juga linier dalam β1 dan β2 • L disebut log odd atau model Logit

• Karena p terletak antara 0 dan 1, L terletak antara -∞ dan ∞ • Meskipun L linier dalam X, tetapi p tidak linier dalam X

i z i e p + = 1 1 i z i e p + = − 1 1 1 i i z z e e − − + 1 = i i i i i i x z z z z z i

i e e

e e

e e p

p 1 1 2

1 1 1 1 β β+ − − − − = = =         +       + = − i i i i x z p p 2 1

1 = =β +β 

 


(32)

Dalam buku berjudul Aplikasi Analisis Multivariate dengan Progran SPSS oleh Ghojali, I (2001) langkah-langkah analisis logistikregression adalah sebagai berikut:

1. Buka file logit.xls.

2. Dari menu utama masukan input data dan variabel.

3. Pilih menu Analyze, Regression, lalu pilih Binary Logistic.

4. Menu Logistik Regression masukan variabel terikat pada kolom dependent, dan variabel bebas dalam kokom covariates.

5. Pilih file option pada Menu Logistik Regression dan muncul Logistic Regression Option pilih Clasifikation Plot,pilih Hosmer-lemeshow goodness- of- fit, pilih corelations of estimates, pilih literation history, pilih Cl for exp (B) 95%, pilih continue.

6. Pilih method forward LR atau metode lainnya. 7. Pilih Ok.

Negelkerke R Square merupakan modifikasi dari coefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari nol (0) sampai satu (1). Hal ini dilakukan dengan membagi nilai Cox dan Nell’s R2 dengan nilai maksimumnya. Nilai Negelkerke R Square dapat digunakan untuk menilai model fit atau tidak dengan menginterpretasikan Nilai Negelkerke R Square dapat seperti nilai R2 pada Multiple Regression.

Uji serempak (Uji G) untuk mengetahui model fit dengan uji Hosmer dan Lemeshow’sGoodness of fit yang menguji hipotesis satu (H1) bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model. Jika nilai Hosmer-Lemeshow signifikan atau lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis satu (H1) diterima dan model fit.


(33)

Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

Definisi

1. Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain dalam hal ini konversi yang dimaksud merupakan alih fungsi lahan dari lahan sawah irigasi ataupun sawah tadah hujan menjadi pemukiman.

2. Petani mengkonversi lahan, artinya petani yang menjual lahan pertaniannya kepada pihak lain yang menggunakan lahan tersebut menjadi lahan nonpertanian. 3. Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menjual atau tidak

menjual lahan sawah yang dimilikinya.

4. Land rent adalah sewa lahan atau dalam hal ini dapat dimisalkan dengan lahan dirubah fungsinya ke arah yang jauh lebih menguntungkan dibanding fungsi sebelumnya.

5. Asimetris atau asimetris informasi harga dalam hal ini merupakan informasi harga sawah yang terbaru tidak merata diketahui oleh semua pihak terkait tetapi hanya diketahui beberapa pihak sehingga harga pasar belum mencerminkan harga sesungguhnya.

6. Proporsi pendapatan adalah persentase rasio pendapatan pertanian dan total pendapatan yang dihitung langsung dengan perhitungan sederhana oleh peneliti.


(34)

7. Harga lahan untuk petani yang telah menjual lahan pertaniannya adalah harga yang diterima saat petani melakukan jual beli lahannya, sedangkan harga lahan untuk petani yang belum menjual adalah harga pasar jual beli lahan saat dilakukan penelitian dengan menanyakan langsung dengan petani responden.

Batasan Operasional

1. Sampel dalam penelitian ini adalah petani yang telah menjual lahan pertaniannya dan petani yang belum menjual lahan pertaniannya kepada pihak lain.

2. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2010.

3. Daerah penelitian adalah Kota Medan dengan studi kasus Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan selayang.

4. Sebagai konsekuensi kenyataan di lapangan dari hasil penelitian terhadap responden ternyata diperoleh data luas lahan dibawah kriteria petani gurem yaitu petani dengan luas lahan 0,02 Ha.


(35)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

PETANI SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan di Kecamatan Medan Selayang dan Kecamatan Medan Marelan. Kota Medan terletak antara 20.27| - 20.47| dan 980.35| - 980.44| BT. Kota Medan berada pada ketinggian 2,5m – 37,5m di atas permukaan laut. Menurut batas administratifnya, Kota Medan berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah Utara, Selatan, Barat, dan Timur.

Kota Medan merupakan pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265,10 km2. Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar 23,30 C – 24,40 C dan suhu maksimum berkisar antara 30,90 C – 33,60 C. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2009 menurut Stasiun Sampali rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan perbulannya 171,2 mm.

Kondisi pertanian di Kota Medan terus mengalami penurunan, salah satunya adalah penurunan luas lahan pertanian. Dari tahun 2001 hingga tahun 2008 tercatat penurunan luas lahan pertanian hingga 36,5% hal ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu harga lahan, proporsi pendapatan, luas lahan, produktivitas dan status lahan. Berikut merupakan pembahasan deskripsi wilayah Kota Medan jika dilihat dari kondisi pertanian di Kota Medan tahun 2009 dan kondisi kelompok tani di kecamatan Medan Selayang dan kecamatan Medan Marelan.


(36)

a. Kondisi lahan pertanian di Kota Medan

Berdasarkan data BPS dalam buku Medan Dalam Angka tahun 2009 luas lahan pertanian produktif di Kota Medan adalah 23,43% dimana kecamatan yang memiliki lahan pertanian terluas adalah Kecamatan Medan Marelan dengan luas 1.161 Ha. Sedangkan untuk kecamatan dengan luas lahan pertanian terkecil adalah Kecamatan Medan Maimun dengan luas hanya 6 Ha. Untuk Kecamatan Medan Selayang memiliki luas lahan pertanian produktif sebesar 659 Ha.

Tabel 3. Luas lahan pertanian dan non pertanian di Kota Medan Tahun 2009.

No Kecamatan Lahan Pertanian (Ha) Non

Pertanian (Ha) Total Luas Wilayah (Ha)

Produktif Non

Produkti f Saw ah Pertanian lainnya Jumlah

1 M. Belawan - 26 26 1.234 1.365 2.625

2 M. Labuhan 660 96 756 510 2.401 3.667

3 M. Deli 120 718 838 - 1.246 2.084

4 M. Sunggal 50 107 157 - 1.387 1.544

5 M. Helvetia 55 103 158 - 1.158 1.316

6 M. Denai - 198 198 - 707 905

7 M. Tembung - 107 107 - 692 799

8 M.

Tuntungan

287 481 768 28 1.262 2.058

9 M. Selayang 450 209 659 - 622 1.281

10 M. Johor 15 481 496 16 946 1.458

11 M. Amplas 20 467 487 15 617 1.119

12 M. Baru - 37 37 - 547 584

13 M. Polonia 15 40 55 9 837 901

14 M. Maimun - 6 6 - 292 298

15 M. Barat - 70 70 1 611 682

16 M. Petisah - 37 37 - 506 543

17 M. Kota - 34 34 - 493 527

18 M. Area - 49 49 - 503 552

19 M. Timur - 68 68 - 708 776

20 M. Marelan 580 581 1.161 260 961 2.382

21 M.

Perjuangan

- 46 46 - 363 409

JUMLAH 2.25

2

3.961 6.213 2.073 18.224 26.510 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara tahun 2009


(37)

Kondisi kelompok tani di Kecamatan Medan Selayang tercatat 15 kelompok tani yang masih aktif dan 1 kelompok tani yang tidak aktif lagi sampai tahun 2009. Sedangkan untuk Kecamatan Medan Marelan tercatat 10 kelompok tani masih aktif dan 7 lainnya tidak aktif sampai tahun2009.

Tabel 5 Profil kelompok tani di Kecamatan Medan Selayang dan Medan Marelan Tahun 2009

No Kecamatan Jumlah

Anggota

Jenis Usaha tani Status 1 M. Selayang

1. Makmur 2. Sri Rezeki 3. Lohjinawi 4. Sehat 5. Setia 6. Harapan 7. Kompak 8. Mulia 9. Lestari 10. Cempaka 11. Merak 12. Mawar 13. Indah 14. Seroja I 15. Seroja II 16. Orlip Sari

24 31 30 29 12 52 32 56 26 30 30 30 98 46 63 15 Tanaman Pekarangan Padi, Palawija, Sayuran Padi, Palawija, Sayuran Padi, Palawija, Sayuran Palawija, Sayuran Padi

Padi Padi

Padi, Palawija, Sayuran Padi, Palawija

Padi, Palawija, Sayuran Padi, Palawija

Padi, Palawija, Sayuran Padi, Palawija, Sayuran Padi, Palawija, Sayuran Palawija, Sayuran Aktif Aktif Aktif Aktif Tidak Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif

2 M. Marelan

1. Tunas Mekar 2. Layo Sari 3. Rencana Orchid 4. Bali

5. Santai 6. Serba Jadi 7. Tani Asli 8. Berdikari 9. Sedar 10. Melati 11. Tridadi 12. Darmapati 13. Gema MKGR 14. Suka Rela 15. Bersama 16. Sepakat 17. Subur Makmur

33 30 20 54 42 47 13 20 57 32 10 20 26 20 17 62 40

Padi, Toga, Tan. Hias Padi, Palawija Tan. Hias, Sayuran Padi, Palawija Padi, Sayuran Ternak, Sayuran Palawija Padi, Sayuran Palawija, Sayuran Palawija, Sayuran Palawija, Ternak Padi, Sayuran Ternak, Sayuran Padi, Sayuran Home Industri Padi, Sayuran Padi, Sayuran Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Tidak Aktif Aktif Tidak Aktif Tidak Aktif Aktif Tidak Aktif Tidak Aktif Tidak Aktif Tidak Aktif Aktif


(38)

b. Keadaan Penduduk

Penduduk Kota Medan berjumlah 2.143.338 orang dengan 492.148 rumah tangga yang tersebar disetiap kecamatan dan kelurahan di Kota Medan. Penduduk Kota Medan berdasarkan sumber utama penghasilan penduduk terbagi atas; Petani 10%, Peternak 2,2%, Nelayan 5,5% Pedagang 30%, Jasa 19,2% dan lain-lain 32,4%. Berikut adalah jumlah penduduk di Kecamatan Medan Selayang dan Kecamatan Medan Marelan.

Tabel 4. Jumlah penduduk di Kecamatan Medan Selayang dan Kecamatan Medan Marelan Tahun 2007 dan 2008.

No Kecamatan Kelurahan Jumlah Penduduk (jiwa)

2007 2008

1 M. Selayang K. Sempa Kata 8.877 8.957

K. Beringin 7.592 7.662

K. PB Selayang II 14.309 14.445

K. PB Selayang I 9.686 9.773

K. Tanjung Sari 29.058 29.319

K. Asam Kumbang 14.626 14.758

84.151 84.914

2 M. Marelan K. Tanah Enam Ratus 22.903 23.100

K. Rengas Pulau 57.178 57.692

K. Terjun 18.890 19.070

K. Paya Pasir 10.273 10.363

K. Labuhan Deli 15.125 15.262

124.369 125.487


(39)

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah petani yang masih aktif bertani dan pemilik lahan yang menjual lahan pertaniannya. Karakteristik sampel yang dimaksud adalah karakteristik sosial ekonomi petani yang meliputi; umur, luas lahan, produktivitas. proporsi pendapat dan status lahan.

Tabel 6. Karakteristik sampel menurut kelompok umur.

Umur (Tahun) Jumlah sampel Jumlah

(jiwa) Persentase Sampel Penjual Lahan (jiwa) Sampel Belum Menjual Lahan (jiwa) 34-42 43-51 52-60 61-69 70-78 >79 3 3 1 3 2 - 1 5 2 7 2 1 4 8 3 10 4 1 13.33% 26.66% 10% 33.33% 13.33% 3.33%

JUMLAH 12 18 30 100%

Sumber: Data diolah dari Lampiran 1.

Tabel 6 menunjukan untuk karakteristik umur sample terbesar pada kelompok umur 61-69 tahun dengan persentase 33,33% sebanyak 10 jiwa. Sedangkan kelompok umur yang terkecil pada kelompok umur >79 tahun dengan jumlah jiwa adalah 1 jiwa.

Tabel 7. Karakteristik sampel menurut kelompok luas lahan. Luas Lahan

(Ha)

Jumlah sampel Jumlah

(jiwa) Persentase Sampel Penjual Lahan (jiwa) Sampel Belum Menjual Lahan (jiwa) <0.1 0.10-0.24 0.25-0.49 0.50-0.99 1.00-1.99 >2.00 10 - 1 - - 1 5 9 3 1 - - 15 9 4 1 - 1 50% 30% 13.33% 3.33% - 3.33%

JUMLAH 12 18 30 100%


(40)

Tabel 7 menunjukan untuk karakteristik luas lahan sampel dengan presentase terbesar pada kelompok luas lahan <0,1 Ha dengan persentase 50% sebanyak 15 sampel. Untuk kelompok luas lahan yang terkecil yaitu pada kelompok luas lahan 1,00-1,99 Ha dengan jumlah sample adalah 0 sampel.

Tabel 8. Karakteristik sampel menurut kelompok produktivitas lahan. Produktivitas

(kg/Ha)

Jumlah sampel Jumlah

(jiwa) Persentase Sampel Penjual Lahan (jiwa) Sampel Belum Menjual Lahan (jiwa) 1.500-2.500 2.501-3.500 3.501-4.500 4.501-5.500 5.501-6.500 >6.500 2 1 6 1 - 2 - - 1 6 7 4 2 1 7 7 7 6 6.66% 3.33% 23.33% 23.33% 23.33% 20%

JUMLAH 12 18 30 100%

Sumber: Data diolah dari Lampiran 2.

Tabel 8 menunjukan untuk karakteristik produktivitas lahan sampel terbesar terdapat di beberapa tingkat produktivitas 3.501-4.500 kg/Ha, 4.501-5.500 kg/Ha, 5.501-6.500 kg/Ha dengan persentase yang sama yaitu 23,33% dengan jumlah sampel masing-masing 7 sampel.. Sedangkan kelompok yang terkecil pada tingkat produktivitas 1.500-2.500 kg/Ha dengan jumlah sampel adalah 2 sampel.

Tabel 9. Karakteristik sampel menurut kelompok proporsi pendapatan pertanian. Proporsi

Pendapatan Pertanian(%)

Jumlah sampel Jumlah

(jiwa) Persentase Sampel Penjual Lahan (jiwa) Sampel Belum Menjual Lahan (jiwa) ≤ 50 >50 10 2 3 15 13 17 43.33% 56.66%

JUMLAH 12 18 30 100%


(41)

Tabel 9 menunjukan 56,66% atau sebanyak 17 sampel memiliki proporsi pendapatan yang lebih besar diperoleh dari usahataninya atau dapat diartikan bahwa kelompok petani ini sangat tergantung dengan lahan usaha taninya. Sedangkan 43,33% atau 13 sampel memiliki proporsi pendapatan lebih kecil dari usahataninya atau lebih besar pendapatan diperoleh dari luar usahataninya.

Tabel 10. Karakteristik sampel menurut kelompok status lahan.

Status Sahan Jumlah sampel Jumlah

(jiwa)

Persentase Sampel

Penjual Lahan (jiwa)

Sampel Belum Menjual Lahan

(jiwa) Beli

Warisan

2 10

11 7

9 21

30% 70%

JUMLAH 12 18 30 100%

Sumber: Data diolah dari Lampiran 2.

Tabel 9 menunjukan untuk keseluruhan sampel mengenai status lahan ternyata 70% pemilik lahan memperoleh lahan melalui warisan dan 30% lainnya memeperoleh lahannya dengan membeli. Untuk sampel petani penjual lahan dari total sample 12 sampel diketahui bahwa 10 sampel memperoleh lahannya secara warisan sedangkan untuk petani yang tidak menjual lahan dikatahui bahwa 11 petani memperoleh lahannya dengan membeli.


(42)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penurunan Luas Lahan Pertanian di Kota Medan

Berdasarkan hasil penelitian penurunan luas lahan pertanian akibat konversi lahan pertanian menjadi permukiman di Kota Medan dapat dilihat dari berbagai tolak ukur seperti, penurunan luas areal pertanian, berkurangnya luasan panen padi sawah, dan berkurangnya jumlah produksi padi. Disamping itu penurunan luas lahan pertanian ini, dapat diindikasikan terhadap peningkatan jumlah bangunan yang dibangun di Kota Medan.

Tabel 11. Perkembangan luas lahan pertanian, luas panen padi sawah dan produksi padi di Kota Medan tahun 2008.

Tahun

Luas Panen Padi Sawah (Ha)

Produksi Padi (ton)

Luas Lahan Pertanian (Ha)

2001 6,284 36,824 11,200

2002 4,556 26,677 9,241

2003 4,497 26,341 8,011

2004 4,125 20,719 7,727

2005 4,618 22,824 8,823

2006 4,340 21,906 7,587

2007 3,956 17,433 5,608

2008 3,996 17,619 7,112

Jumlah selisih 2,288 19,205 4,088


(43)

Dari Tabel 11 dapat di lihat bahwa penurunan luas lahan pertanian di Kota Medan dari tahun 2001 - 2008 sebesar 4.088 Ha atau berkurang sebesar 36,5% dari luas lahan pertanian tahun 2001, dimana tercatat pada tahun 2001 luas lahan pertanian di Kota Medan sebesar 11.200 Ha dan pada tahun 2008 sebesar 7.112 Ha. Penurunan luas lahan pertanian dapat dilihat dari gambar 2 di bawah ini:

Gambar 2 : Perkembangan luas areal pertanian di Kota Medan

Luas Areal Pertanian di Kota Medan

0 5,000 10,000 15,000

Tahun

H

a

Luas Areal Pertanian Luas Areal

Pertanian

11,200 9,241 8,011 7,727 8,823 7,587 5,608 7,112 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Berdasarkan data luas panen tercatat penurunan luasan panen sawah di Kota Medan dari tahun 2001 sampai tahun 2008 sebesar 2.288 Ha atau berkuarang sebesar 36,4% dari jumlah luasan panen tahun 2001. Dari gambar 3 terlihat penurunan luasan panen tiap tahunnya terlihat fluktuatif tetapi cenderung menurun.


(44)

Gambar 3 : Perkembangan luas panen padi di Kota Medan

Luas Panen Padi Sawah Per Tahun

0 2,000 4,000 6,000 8,000

Tahun

H

a

Luas Panen Padi Sawah Luas Panen Padi

Sawah

6,284 4,556 4,497 4,125 4,618 4,340 3,956 3,996 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Berdasarkan data produksi padi sawah tercatat pengurangan produksi padi dari tahun 2001 sampai tahun 2008 sebesar 19.205 ton atau berkurang sebesar 52,15% dari produksi padi tahun 2001. Dari gambar 4 terlihat penurunan produksi padi tiap tahunnya terlihat fluktuatif tetapi cenderung menurun.

Gambar 4 : Perkembangan produksi padi di Kota Medan

Produksi Padi di Kota Medan

0 10,000 20,000 30,000 40,000

Tahun

T

o

n

Produksi Padi

Produksi Padi 36,824 26,677 26,341 20,719 22,824 21,906 17,433 17,619 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008


(45)

Untuk megetahui perkembangan konversi lahan pertanian menjadi pemukiman di gunakan tolak ukur lainnya yaitu jumlah bangunan yang dibangun di Kota Medan tiap tahunnya. Berikut data pemberian izin pembangunan, jumlah bangunan di bangun dan jumlah lokasi pembangunan di Kota Medan.

Tabel 12. Perkembangan jumlah bangunan di bangun di Kota Medan dari tahun 2001 sampai 2008.

Tahun

Diberi izin

membangun Jumlah dibangun

Akumulasi jumlah bangunan dibangun

2001 1.900 718 718

2002 1.824 566 1.284

2003 1.711 666 1.950

2004 2.147 1.103 3.053

2005 1.760 2.012 5.065

2006 1.423 254 5.310

2007 1.110 860 6.170

2008 1.476 2.454 8.624

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara tahun 2009

Berdasarkan Tabel 12 di atas, di Kota Medan tercatat akumulasi jumlah total bangunan yang dibangun dari tahun 2001 - 2008 adalah sebesar 8.624 unit. Jika dihubungkan antara jumlah penurunan luas lahan pertanian dan akumulasi jumlah total bangunan dibangun di Kota Medan dari tahun 2001 sampai tahun 2008 membentuk hubungan yang negative, artinya penurunan luas lahan pertanian diikuti dengan penambahan jumlah bangunan dibangun. Berikut grafik jumlah bangunan dibangun di Kota Medan.


(46)

Gambar 5 : Jumlah bangunan dibangun di Kota Medan

Jumlah Bangunan Dibangun di Kota Medan

718 566 666

1,103 2,012 254 860 2,454 0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Tahun J u m la h B a n g u n a n

Jumlah Bangunan Dibangun

5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam Mengkonversi Lahan Pertaniannya di Kota Medan

Dari berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya, peneliti menggunakan dua analisis yaitu analisis dengan metode logit dan juga secara deskriptif. Untuk faktor harga jual lahan, proporsi pendapatan, luas lahan, dan status lahan dianalisis dengan menggunakan metode logit atau binnary logistic. Sedangkan untuk kebijakan- kebijakan pemerintah terkait tata ruang dan pajak dibahas secara deskriptif.

Model regresi logistik (Logit)

Sesuai teori-teori sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk mengkonversi lahan pertaniannya maka peneliti menggunakan variabel-variabel sebagai berikut:


(47)

Variabel terikat;

Y = Sudah atau belum menjual lahan pertaniannya.

Y= 1, sudah menjual lahan pertaniannya.

Y= 0, belum menjual lahan pertaniannya.

Variabel bebas

X1 = Harga jual lahan (Rp jutaan/400m)

X2 = Proporsi pendapatan (%)

X3= Luas lahan (Ha)

X4= Produktivitas lahan (kg/Ha)

X5= Status lahan

Damana:

STA =1, memperoleh lahan dari membeli sendiri.

STA =0, memperoleh lahan dari warisan

Dari penjelasan variabel-variabel di atas maka dibuatlah estimasi sebagai berikut: Ŷ= a + b1X1 + b2 X2 + b3ZX3 + b4 X4 + D1X5 + ε

Analisis logit dalam penelitian ini dilakukan dengan dua bagian pengolahan yaitu; pertama, data diolah seluruhnya dan kedua, data diolah dengan menstratifikasikan data


(48)

menurut luas lahan menjadi dua bagian yaitu stratifikasi data dengan luas lahan ≤ 0,09 ha dan stratifikasi data dengan luas luas >0,09 ha tanpa out layer.

a. Pengolahan data seluruhnya

Setelah penelitian dilakukan dan diperoleh data, ternyata diperoleh data yang diduga out layer sehingga dalam pengolahan data dan analisis data pada bagian ini akan diolah dengan dua tahap yaitu data diolah seluruhnya bersama data yang diduga outlayer dan data diolah tanpa memasukan data yang diduga outlayer. Metode pengolahan data ini adalah metode forward LR. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode logit maka diperolehlah hasil sebagai berikut:

1. Data diolah seluruhnya dengan memasukan data yang out layer

Table 12 Koefisien, odds ratio dan signifikansi

Variabel Logit

Koefisien Odds Ratio Sign Konstanta

X2 X4

10,308 -0,073 -0,001

0,929 0,999

0,000 0,009 0,007

Negelkerke R Square 0,714 Sumber: Data diolah dari lampiran 2

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode logit (binnary logistic) diperoleh nilai konstanta dan parameter untuk tiap-tiap variabel bebas, sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut:


(49)

Ŷ= 10,308 - 0,073 X2 -0,001 X4 + ε

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa dari lima variabel yang diamati, terdapat dua variabel yang signifikan dan tiga variabel yang tidak signifikan pada derajat kepercayaan 5% . Variabel yang signifikan adalah X2 (proporsi pendapatan) dan X4 (produktivitas) dengan derajat kepercayaan 5%, Sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah X1 (harga jual lahan), X3 (luas lahan) dan X5 (status lahan). Adapun untuk penjelasannya adalah sebagai berikut:

Uji keseluruhan model (analisis secara serempak)

Uji keseluruhan model digunakan untuk melihat apakah secara keseluruhan model dapat digunakan sebagai alat prediksi. Uji keseluruhan model dengan menggunakan Chi square pada Omnibus Test menunjukkan angka siginifikansi model sebesar 0.000. Dari hasil pengamatan angka signifikansi tersebut menunjukan nilai yang lebih kecil dari 0,05, berarti dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas (X) secara bersama-sama dapat menerangkan variabel terikat (Y).

Uji Nagelkerke R Square

Uji ini digunakan untuk melihat seberapa besar model mampu menjelaskankan variabel terikat. Dari hasil pengujian diperoleh nilai Nagelkerke R Square model ini sebesar 71,4 %, maka dapat di artikan bahwa model dengan variabel bebas mampu menjelaskan 71,4% variabel terikat dan 28,6% merupakan variable lain yang tidak dimasukan ke dalam model.


(50)

Uji model secara parsial

Dari uji secara parsial dari lima variable bebas yang digunakan terdapat tiga variabel yang signifikan yaitu variabel proporsi pendapatan (X2), variabel produktivitas (X4), dengan penjelasan sebagai berikut:

• Variabel proporsi pendapatan (X2) secara signifikan mempengaruhi probabilitas pemilik lahan untuk menjual lahan atau tidak lahan pertaniannya. Koefisien variabel proporsi pendapatan sebesar -0,073, ini berarti jika variabel lain konstan dan proporsi pendapatan dari pertanian meningkat 1% dari total pendapatan maka secara rata-rata estimasi logit turun sebesar 0,073. Untuk nilai odds ratio diperoleh sebesar 0,929 artinya jika proporsi pendapatan pertanian turun 1% dari total pendapatan dan proporsi pendapatan dari luar pertaniaan naik 1% dari total pendapatan maka probabilitas pemilik lahan untuk menjual lahan pertaniannya 0,929 kali dibanding mempertahankan lahan pertaniannya yaitu sebesar 0,071 kali.

• Variabel produktivitas (X4) secara signifikan mempengaruhi probabilitas pemilik lahan untuk menjual lahan atau tidak lahan pertaniannya. Koefisien variabel produktivitas sebesar -0,001, ini berarti jika variabel lain konstan dan produktivitas meningkat 1 kg/Ha maka secara rata-rata estimasi logit turun sebesar 0,001. Untuk nilai odds ratio diperoleh sebesar 0,999 artinya jika produktivitas turun 1 kg/Ha maka kecendrungan pemilik lahan untuk menjual lahan pertaniannya 0,999 kali dibanding mempertahankan lahan pertaniannya yaitu sebesar 0,001 kali.


(51)

2. Data diolah seluruhnya tanpa data yang out layer

Table 13 Koefisien, odds ratio dan signifikansi Variabel Logit

Koefisien Odds Ratio Sign Konstanta

X2 X4

10,964 -0,070 -0,002

0,932 0,998

0,000 0,017 0,009 Negelkerke R Square 0,735

Sumber: Data diolah dari lampiran 3

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode logit (binnary logistic) diperoleh nilai konstanta dan parameter untuk tiap-tiap variabel bebas, sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut:

Ŷ= 10,964 - 0,070 X2 -0,002 X4 + ε

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa dari lima variabel yang diamati, terdapat dua variabel yang signifikan dan tigavariable yang tidak signifikan pada derajat kepercayaan 5%. Variabel yang signifikan adalah X2 (proporsi pendapatan) dan X4 (produktivitas) dengan derajat kepercayaan 5%, Sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah X1(harga lahan), X3 (luas lahan) dan X4 (status lahan) . Adapun untuk penjelasannya adalah sebagai berikut:

Uji keseluruhan model (analisis secara serempak)

Uji keseluruhan model digunakan untuk melihat apakah secara keseluruhan model dapat digunakan sebagai alat prediksi. Uji keseluruhan model dengan menggunakan Chi square pada Omnibus Test menunjukkan angka siginifikansi model sebesar 0.000. Dari hasil


(52)

pengamatan angka signifikansi tersebut menunjukan nilai yang lebih kecil dari 0,05, berarti dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas (X) secara bersama-sama dapat menerangkan variabel terikat (Y).

Uji Nagelkerke R Square

Uji ini digunakan untuk melihat seberapa besar model mampu menjelaskankan variabel terikat. Dari hasil pengujian diperoleh nilai Nagelkerke R Square model ini sebesar 74,1 %, maka dapat di artikan bahwa model dengan variabel bebas mampu menjelaskan 74,1% variabel terikat dan 25,9% merupakan variable lain yang tidak dimasukan ke dalam model.

Uji model secara parsial

Dari uji secara parsial dari lima variable bebas yang digunakan terdapat dua variabel yang signifikan yaitu variabel produktivitas (X2) dan variabel proporsi pendapatan (X5), dengan penjelasan sebagai berikut:

• Variabel proporsi pendapatan (X2) secara signifikan mempengaruhi probabilitas pemilik lahan untuk menjual lahan atau tidak lahan pertaniannya. Koefisien variabel proporsi pendapatan sebesar -0,070, ini berarti jika variabel lain konstan dan proporsi pendapatan dari pertanian meningkat 1% dari total pendapatan maka secara rata-rata estimasi logit turun sebesar 0,070. Untuk nilai odds ratio diperoleh sebesar 0,932 artinya jika proporsi pendapatan pertanian naik1% dari total pendapatan dan proporsi pendapatan dari luar pertaniaan turun 1% dari total pendapatan maka probabilitas pemilik lahan untuk mempertahankan lahannya sebesar 0,932 kali dibanding menjual lahan pertaniannya.


(53)

• Variabel produktivitas (X4) secara signifikan mempengaruhi probabilitas pemilik lahan untuk menjual lahan atau tidak lahan pertaniannya. Koefisien variable produktivitas sebesar -0,002, ini berarti jika variabel lain konstan dan produktivitas meningkat 1 kg/Ha maka secara rata-rata estimasi logit turun sebesar 0,002. Untuk nilai odds ratio diperoleh sebesar 0,998 artinya jika produktivitas naik1 kg/Ha maka kecendrungan pemilik lahan adalah mempertahankan lahan 0,998 kali dari pada menjual lahan pertaniannya.

Dari hasil pengolahan dan analisi diatas ternyata setelah data yang diduga outlayer tidak disertakan dalam pengolahan terjadi peningkatan nilai Negelkerke R Square yaitu dari 71,4% menjadi 74,1%. Dari hasil kedua pengolahan data di atas juga terdapat kesamaan variabel yang tidak signifikan yaitu variabel harga jual lahan (X1), luas lahan (X3) dan status lahan (X5). Adapun pengamatan-pengamatan dilapangan yang dapat menjelaskan variabel yang tidak signifikan adalah sebagai berikut.

• Untuk luas lahan dari penelitian-penelitian sebelumya terdapat hubungan antara luas lahan dan keputusan petani dalam menjual lahannya dimana petani yang memiliki luas lahan kecil memungkinkan pemilik lahan untuk menjual lahan disebabkan karena skala usaha yang kecil untuk dapat memenuhi kebutuhan ekonomi . Sementara dari hasil pengamatan peneliti sendiri kondisi petani di Kota Medan rata-rata memiliki lahan yang relative kecil yaitu dibawah 0,5 Ha denagan persentase sebesar 93,3%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukan bahwa keputusan petani menjual atau tidak lahan pertaniannya tidak dipengaruhi oleh luas lahan . Sedangkan untuk variabel harga jual lahan mengingat sampel merupakan petani yang telah menjual lahannya dan petani yang belum menjual lahannya maka,


(54)

dalam hal ini terdapat dua jenis harga yang berbeda. Harga jual untuk petani yang telah menjual lahan merupakan harga yang diterima saat melakukan jual beli lahan tersebut, sedangkan harga untuk petani yang belum menjual lahan adalah harga pasaran lahan di daerah lahan milik petani, dimana pada saat posisi harga tesebut petani juga tidak ingin menjual lahan mereka. Kemudian karena harga lahan tiap tahunnya mengalami kenaikan, jadi sebenarnya menurut peneliti penentuan harga untuk petani yang belum menjual lahan sulit ditetapkan sehingga tidak signifikansi dalam analisis model logit yang digunakan dalam penelitian ini.

• Status lahan tidak signifikan mempengaruhi keputusan pemilik lahan untuk menjual atau tidak lahan pertaniannya, karena dari responden ditemukan bahwa pemilik lahan dengan status lahan beli atau warisan pemilik lahan tetap menjual lahannya.

b. Pengolahan data dengan membagi dua data berdasarkan luas lahan yaitu dengan luas lahan 0,09 ha dan luas luas >0,09 ha tanpa out layer.

Dalam pengolahan data berikut di pisahkan menurut luas lahan yaitu data dengan luas lahan ≤0,09 ha dan data luas lahan >0,09 ha. Pengolahan data dengan luas lahan ≤0,09 ha hasil pengolahan datanya adalah sebagai berikut:

Table 14 Koefisien, odds ratio dan signifikansi data ≤0,09 tanpa out layer

variabel Logit

koefisien

Odds ratio Sign Konstanta X1 X2 X3 X4 X5 96,524 -0,032 -1,232 0,00012 -0,026 24,202 0,968 0,292 0 0,975 3,242 E10 0,002 1,000 0,998 0,999 0,998 0,999 Negelkerke R Square 1,000


(55)

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode logit (binnary logistic) diperoleh nilai konstanta dan parameter untuk tiap-tiap variabel bebas, sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut:

Ŷ= 96,524 -0,032X1 -1,232X2 +0,00012X3 -0,026X4 +24,202X5 + ε

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa dari lima variabel yang diamati ternyata semua variabel bebas secara parsial tidak nyata mempengaruhi variabel terikat dengan tingkat kepercayaan 5%. Meskipun secara serempak variabel memiliki signifikansi yang nyata yaitu sebesar 0,002 dan Uji Negelkerke R Square yang tinggi sebesar 1,000. Untuk data dengan luas lahan >0,09 ha, hasil pengolahan datanya adlah sebagai berikut:

Table 15 Koefisien, odds ratio dan signifikansi data luas lahan >0,09 ha

variabel Logit

koefisien

Odds ratio Sign Konstanta

X1 X2 X3 X4 X5

263,762 -0,807 -1,003 383,575 -0,084 18,893

0,446 0,367 3,843E166 0,953 1,604E114

0,012 1,000 0,998 0,999 0,997 1,000 Negelkerke R Square 1,000

Sumber: Data diolah dari lampiran 5

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode logit (binnary logistic) diperoleh nilai konstanta dan parameter untuk tiap-tiap variabel bebas, sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut:


(56)

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa dari lima variabel yang diamati ternyata semua variabel bebas secara parsial tidak nyata mempengaruhi variabel terikat dengan tingkat kepercayaan 5%. Meskipun secara serempak variabel memiliki signifikansi yang nyata yaitu sebesar 0,012 dan Uji Negelkerke R Square yang tinggi sebesar 1,000.

Pengamatan faktor-faktor lain di lapangan.

Untuk variabel pajak dan variabel kebijakan tataruang akan dibahas secara deskriptif. Alasan mengapa kedua variabel ini dianalisis secara deskriptif karena dari hasil di lapangan kedua variabel ini jika dikaitkan dengan alasan petani menjual lahan atau tidak menjual lahan tidak ada pengaruhnya, jadi tidak ditemukan pemilik lahan melakukan penjualan lahannya karena dipengaruhi oleh pajak dan kebijakan pemerintah.

Pajak

Dalam hal pajak rata-rata petani di daerah penelitian jarang dikutip pajak dan bahkan beberapa petani tidak pernah dikutip pajak untuk lahan pertanian mereka. Berdasarkan hasil diskusi dengan beberapa pagawai pemerintahan pemungut pajak, petani selalu mengeluhkan pengutipan pajak karena masalah ekonomi. Di lapangan juga dapat dilihat sebagian besar petani padi sawah adalah petani penyewa. Petani penyewa sendiri terbagi atas petani yang menyewa lahan karena lahan mereka sendiri terlalu sempit sehingga untuk memperbesar usahanya mereka menyewa lahan yang tidak digunakan oleh pemiliknya. Kemudian ada petani yang memang tidak memiliki lahan sama sekali sehingga mereka menyewa lahan untuk melakukan kegiatan usaha taninya.


(57)

Kebijakan tata ruang

Pembahasan tentang kebijakan tata ruang dan alasan petani menjual lahan atau tidak lahan pertanian mereka jika dikaitkan secara langsung tidak ditemukan. Seperti misalnya banyak petani yang menjual lahan karena instruksi kebijakan tata ruang, hal ini tidak ditemukan di lapangan, tetapi petani melakukan penjualan lahan pertaniannya kebanyakan karena kebutuhan ekonomi. Meskipun begitu di lapangan juga ditemukan petani yang mengeluhkan pemerintah yang tidak memperhatikan pembangunan pemukiman yang kuarang teratur misalnya membangaun rumah bertepatan ada di depan lahan-lahan milik petani sehingga jalan alternatif masuk ke areal pertanian tertutup. Hal ini dapat memicu petani menjual lahan mereka dengan terpaksa.

Berikut adalah informasi yang diperolah dari lapangan tentang tata ruang menurut para petani:

a. Dari pihak petani sendiri sebenarnya sebagian besar tidak mengetahui kebijakan tataruang yang berlaku saat ini di arela lahan mereka.

b. Jika aturan tata ruang memang menetapkan lahan petani saat ini untuk pemukiman maka petani berharap memperoleh lahan untuk tetap bertani.


(58)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dapat dilihat bahwa pengurangan luas lahan pertanian di Kota Medan dari tahun 2001 sampai 2008 sebesar 4.088 Ha atau 36,5% dari luas lahan pertanian tahun 2001, dimana tercatat pada tahun 2001 luas lahan pertanian di kota medan sebesar 11.200 Ha dan padan tahun 2008 sebesar 7.112 Ha, dengan rata-rata jumlah bangunan dibangun tiap tahunnya sebesar 1.079 bangunan di Kota Medan.

2. Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menjual lahan mereka adalah produktivitas dan proporsi pendapatan dengan derajat kepercayaan 5% yaitu pada pengolahan data seluruhnya baik dengan data out layer ataupun tidak. Sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah harga jual lahan luas lahan. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor yang dominan mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan adalah produktivitas dan proporsi pendapatan dari pertaniannya.


(59)

Saran

Adapun saran untuk petani adalah:

1. Berusaha terus mempertahankan lahan mereka dengan pertanian yang lebih efisien mengingat lusa lahan kecil seperti memilih komodi yang sesuai dengan skala usaha. 2. Mengaktifkan kelompok tani agar kegiatan pertanian lebih maksimal dengan

kerjasama baik dalam satu kelompok tani ataupun antar kelompok tani dalam banyak hal untuk kemajuan bersama.

3. Berperan aktif dalam kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas pentuluh lapangan.

Adapaun saran untuk pemerintah adalah:

1. Memberi sanksi kepada pihak-pihak yang menyalahi aturan terkait kebijakan tataruang.

2. Memberikan perhatian lebih untuk petani guna mencegah penjualan lahan pertanian sehingga beralih fungsi menjadi perumahan.

3. Menyiapkan lahan-lahan pertanian untuk petani yang menggantungkan sepenuhnya hidup dari bertani.

Saran untuk peneliti selanjutnya adalah:

a. Lebih spesifik dalam menetapkan variabel yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya.

b. Membahas lebih lanjut tentang kebijakan tataruang dan kondisi pertanian saat ini di perkotaan.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2004. Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Tinjauan dari Aspek Pemanfatan dan

pengendalian E: umber.homepage. makalah dirtunas_140604.doc.

Aroef, M, 1991. Ekonometrika Terapan. Penerbit Tarsito Bandung. Bandung.

Ghozali, I (2001) Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gujarati, D, 1995. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Ilham, dkk, 2003. Perkembangan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan

Sawah Serta Dampak Ekonominya. IPB Press.

Jamal, E, 1999. Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten

Karawang, Jawa Barat. Thesis Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Jamal, E. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga Lahan Sawah

pada Proses Alih Fungsi Lahan ke Penggunaan Non Pertanian. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor

Lestari, T, 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani. IPB. Bogor Manan, H, 2006. Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Untuk Mewujudkan

Lahan Pertanian Abadi Dalam Rangka Revitalisasi Pertanian. Direktur Jenderal Pengelolaan

Lahan dan Air Departemen Pertanian. Makasar.

Murniningtyas, E, 2007. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Direktorat

Pangan dan Pertanian Kementrian Perncanaan Pembangunan nasional. Jakarta.

Nachrowi, N, D, dan Usman, H, 2008. Penggunaan Teknik Ekonometrika. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Nasoetion, L,I, dan Winoto, J. 1996. Masalah alih fungsi lahan pertanian dan dampaknya

terhadap keberlangsungan swasembada pangan. dalam: Hermanto, dkk (eds). Prosiding

Lokakarya: Persaingan Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dan Ford Fondation.

Rahmanto, dkk, 2008. Persepsi Mengenai Multifungsi Lahan Sawah dan Implikasinya Terhadap

Alih Fungsi Ke Pengguna Non Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan


(61)

Rusastra, I W. dan G.S. Budhi. 1997. Konversi Lahan Pertanian dan Strategi Antisipatif

dalam Penanggulangannya. Julnal Penelitian dan Pengembangan Pertaanian. Volume XVI,

Nomor 4 : 107 – 113. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Simatupang, P, dan Irawan, B, 2007. Pengendalian Konversi Lahan Pertanian: Tinjauan Ulang

Kebijakan Lahan Pertanian Abadi. Pusat Penelitian dan pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian. Bogor.

Soelistyo, 2001. Dasar-Dasar ekonometrika. BPFE- Yogyakarta. Yogyakarta.

Sudaryanto, E, 2002. Konversi Lahan dan Produksi Pangan Nasional. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Jakarta.

Supranto,J, 2004. Ekonometrika.Ghalia Indonesia. Jakarta.

Supriyadi, Anton. 2004. Kebijakan Alih Fungsi Lahan dan Proses Konversi Lahan Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Syafa’at, N., H.P. Saliem dan Saktyanu, K.D. 1995. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Konversi Sawah di Tingkat Petani.. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Widjanarko et al, 2006. Aspek Pertahanan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertnian

(Sawah). Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah : 22-23. Pusat Penelitian dan


(62)

Lampiran 1 faktor-faktor yang mempenggaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya.

Keterangan :

Konversi lahan: 1= jika menjual lahan pertaniannya. 0= jika tidak menjual lahan pertaniannya. Status lahan: 1= jika lahan diperoleh dari membeli sendiri

0= jika lahan diperoleh dari warisan. KONVERSI

LAHAN

HARGA LAHAN PROPORSI

PENDAPATAN (%) LUAS LAHAN (Ha)

PRODUKTIVITAS

(Kg/Ha) STATUS LAHAN ( 000.000/400m)

0 40 10 0.02 5000 1

1 60 90 0.04 1500 0

1 80 20 0.04 3000 0

0 50 65 0.04 5000 0

1 50 20 0.04 5000 0

1 100 20 0.04 4200 0

1 80 20 0.053 4500 0

1 80 40 0.053 4500 0

1 80 20 0.053 4500 0

0 80 95 0.08 5400 1

0 60 90 0.08 7000 1

0 20 80 0.08 5625 0

1 100 50 0.08 4500 1

0 100 65 0.08 6250 0

1 80 30 0.12 4500 0

0 80 60 0.12 7000 0

0 80 40 0.12 5000 0

0 80 99 0.16 3750 1

0 60 80 0.16 7500 1

0 60 10 0.2 6250 1

0 80 70 0.2 6000 0

0 60 80 0.2 6500 1

0 40 90 0.2 5000 1

0 60 90 0.24 6250 1

0 80 80 0.28 5350 1

0 100 60 0.32 6250 0

1 60 5 0.4 7500 0

0 240 60 0.40 6250 1

1 80 90 0.50 1500 0


(1)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dapat dilihat bahwa pengurangan luas lahan pertanian di Kota Medan dari tahun 2001 sampai 2008 sebesar 4.088 Ha atau 36,5% dari luas lahan pertanian tahun 2001, dimana tercatat pada tahun 2001 luas lahan pertanian di kota medan sebesar 11.200 Ha dan padan tahun 2008 sebesar 7.112 Ha, dengan rata-rata jumlah bangunan dibangun tiap tahunnya sebesar 1.079 bangunan di Kota Medan.

2. Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menjual lahan mereka adalah produktivitas dan proporsi pendapatan dengan derajat kepercayaan 5% yaitu pada pengolahan data seluruhnya baik dengan data out layer ataupun tidak. Sedangkan untuk variabel yang tidak signifikan adalah harga jual lahan luas lahan. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor yang dominan mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan adalah produktivitas dan proporsi pendapatan dari pertaniannya.


(2)

Saran

Adapun saran untuk petani adalah:

1. Berusaha terus mempertahankan lahan mereka dengan pertanian yang lebih efisien mengingat lusa lahan kecil seperti memilih komodi yang sesuai dengan skala usaha. 2. Mengaktifkan kelompok tani agar kegiatan pertanian lebih maksimal dengan

kerjasama baik dalam satu kelompok tani ataupun antar kelompok tani dalam banyak hal untuk kemajuan bersama.

3. Berperan aktif dalam kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas pentuluh lapangan.

Adapaun saran untuk pemerintah adalah:

1. Memberi sanksi kepada pihak-pihak yang menyalahi aturan terkait kebijakan tataruang.

2. Memberikan perhatian lebih untuk petani guna mencegah penjualan lahan pertanian sehingga beralih fungsi menjadi perumahan.

3. Menyiapkan lahan-lahan pertanian untuk petani yang menggantungkan sepenuhnya hidup dari bertani.

Saran untuk peneliti selanjutnya adalah:

a. Lebih spesifik dalam menetapkan variabel yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya.

b. Membahas lebih lanjut tentang kebijakan tataruang dan kondisi pertanian saat ini di perkotaan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2004. Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Tinjauan dari Aspek Pemanfatan dan pengendalian E: umber.homepage. makalah dirtunas_140604.doc.

Aroef, M, 1991. Ekonometrika Terapan. Penerbit Tarsito Bandung. Bandung.

Ghozali, I (2001) Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gujarati, D, 1995. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Ilham, dkk, 2003. Perkembangan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Serta Dampak Ekonominya. IPB Press.

Jamal, E, 1999. Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Thesis Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Jamal, E. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga Lahan Sawah

pada Proses Alih Fungsi Lahan ke Penggunaan Non Pertanian. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor

Lestari, T, 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani. IPB. Bogor Manan, H, 2006. Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Untuk Mewujudkan Lahan Pertanian Abadi Dalam Rangka Revitalisasi Pertanian. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Departemen Pertanian. Makasar.

Murniningtyas, E, 2007. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Direktorat Pangan dan Pertanian Kementrian Perncanaan Pembangunan nasional. Jakarta.

Nachrowi, N, D, dan Usman, H, 2008. Penggunaan Teknik Ekonometrika. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Nasoetion, L,I, dan Winoto, J. 1996. Masalah alih fungsi lahan pertanian dan dampaknya terhadap keberlangsungan swasembada pangan. dalam: Hermanto, dkk (eds). Prosiding Lokakarya: Persaingan Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dan Ford Fondation.

Rahmanto, dkk, 2008. Persepsi Mengenai Multifungsi Lahan Sawah dan Implikasinya Terhadap Alih Fungsi Ke Pengguna Non Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Litbang Pertnaian. Bogor.


(4)

Rusastra, I W. dan G.S. Budhi. 1997. Konversi Lahan Pertanian dan Strategi Antisipatif

dalam Penanggulangannya. Julnal Penelitian dan Pengembangan Pertaanian. Volume XVI,

Nomor 4 : 107 – 113. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Simatupang, P, dan Irawan, B, 2007. Pengendalian Konversi Lahan Pertanian: Tinjauan Ulang Kebijakan Lahan Pertanian Abadi. Pusat Penelitian dan pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Soelistyo, 2001. Dasar-Dasar ekonometrika. BPFE- Yogyakarta. Yogyakarta.

Sudaryanto, E, 2002. Konversi Lahan dan Produksi Pangan Nasional. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Jakarta.

Supranto,J, 2004. Ekonometrika.Ghalia Indonesia. Jakarta.

Supriyadi, Anton. 2004. Kebijakan Alih Fungsi Lahan dan Proses Konversi Lahan Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Syafa’at, N., H.P. Saliem dan Saktyanu, K.D. 1995. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Konversi Sawah di Tingkat Petani.. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Widjanarko et al, 2006. Aspek Pertahanan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertnian (Sawah). Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah : 22-23. Pusat Penelitian dan Pengembangan BPN. Jakarta.


(5)

Lampiran 1 faktor-faktor yang mempenggaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya.

Keterangan :

Konversi lahan: 1= jika menjual lahan pertaniannya. 0= jika tidak menjual lahan pertaniannya. Status lahan: 1= jika lahan diperoleh dari membeli sendiri

0= jika lahan diperoleh dari warisan.

KONVERSI LAHAN

HARGA LAHAN PROPORSI

PENDAPATAN (%) LUAS LAHAN (Ha)

PRODUKTIVITAS

(Kg/Ha) STATUS LAHAN ( 000.000/400m)

0 40 10 0.02 5000 1

1 60 90 0.04 1500 0

1 80 20 0.04 3000 0

0 50 65 0.04 5000 0

1 50 20 0.04 5000 0

1 100 20 0.04 4200 0

1 80 20 0.053 4500 0

1 80 40 0.053 4500 0

1 80 20 0.053 4500 0

0 80 95 0.08 5400 1

0 60 90 0.08 7000 1

0 20 80 0.08 5625 0

1 100 50 0.08 4500 1

0 100 65 0.08 6250 0

1 80 30 0.12 4500 0

0 80 60 0.12 7000 0

0 80 40 0.12 5000 0

0 80 99 0.16 3750 1

0 60 80 0.16 7500 1

0 60 10 0.2 6250 1

0 80 70 0.2 6000 0

0 60 80 0.2 6500 1

0 40 90 0.2 5000 1

0 60 90 0.24 6250 1

0 80 80 0.28 5350 1

0 100 60 0.32 6250 0

1 60 5 0.4 7500 0

0 240 60 0.40 6250 1

1 80 90 0.50 1500 0


(6)

Lanjutan lampiran 1

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 11.472 1 .001

Block 11.472 1 .001

Model 11.472 1 .001

Step 2 Step 11.318 1 .001

Block 22.790 2 .000

Model 22.790 2 .000

Model Summary Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 27.024a .327 .445

2 15.706b .544 .741

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.

b. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.

Variables in the Equation

B S.E. df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a X4 -.001 .001 5.678 1 .017 .999 .998 1.000

Constan

t 5.990 2.739 4.782 1 .029 399.215

Step 2b X2 -.070 .029 5.745 1 .017 .932 .880 .987

X4 -.002 .001 6.862 1 .009 .998 .997 1.000

Constan

t 10.964 3.922 7.814 1 .005 5.773E4

a. Variable(s) entered on step 1: X4. b. Variable(s) entered on step 2: X2.