kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; 2 respon petani terhadap dinamika pasar, lingkungan, dan daya saing usahatani meningkat.
2.2 Landasan Teori
Dorongan-dorongan bagi terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian tidak sepenuhnya bersifat alamiah, tetapi ada juga yang secara langsung atau tidak langsung
dihasilkan oleh proses kebijaksanaan pemerintah. Dalam proses alih fungsi lahan, telah terjadi asimetris informasi harga tanah, sehingga sistem harga tidak mengandung semua
informasi yang diperlukan untuk mendasari suatu keputusan transaksi. Kegagalan mekanisme pasar dalam mengalokasikan lahan secara optimal disebabkan faktor-faktor
lainnya dari keberadaan lahan sawah terabaikan, seperti fungsi sosial, fungsi kenyamanan, fungsi konservasi tanah dan air, dan fungsi penyediaan pangan bagi generasi selanjutnya
Rahmanto dkk, 2008. Hasil temuan Rusastra 1997, di Kalimantan Selatan, alasan utama petani melakukan
konversi lahan adalah karena kebutuhan dan harga lahan yang tinggi, skala usaha yang kurang efisien untuk diusahakan. Pada tahun yang sama penelitian.
Syafa’at 1995, di Jawa menemukan bahwa alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalam kawasan industri, serta harga
lahan. Pajak lahan yang tinggi cenderung mendorong petani untuk melakukan konversi dan rasio pendapatan non pertanian terhadap pendapatan total yang tinggi cenderung
menghambat petani untuk melakukan konversi.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Jamal 2001, di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, harga jual lahan yang diterima petani dalam proses alih fungsi lahan secara signifikan dipengaruhi oleh status
lahan, jumlah tenaga kerja yang terserap di lahan tersebut, jarak dari saluran tersier, jarak dari jalan, dan jarak dari kawasan industri atau pemukiman. Sementara itu produktivitas
lahan, jenis irigasi, dan peubah lain tidak berpengaruh signifikan. Rahmanto dkk, 2008, menyatakan karakteristik rumahtangga memiliki hubungan kuat
terhadap keragaman persepsi multi fungsi lahan sawah di antaranya mencakup peubah- peubah berikut: 1 usia responden; 2 tingkat pendidikan; 3 jumlah anggota keluarga
tertanggung; 4 luas garapan sawah; 5 proporsi pendapatan rumahtangga dari lahan sawah. Peubah-peubah tersebut diasumsikan memiliki keterkaitan yang nyata terhadap
kemampuan berfikir, tingkat pengetahuan serta wawasan petani terhadap multifungsi lahan, dan kepeduliannya terhadap kelestarian lahan sawah.
Menurut Nasoetion dan Winoto 1996 proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu: 1 sistem kelembagaan yang dikembangkan
oleh masyarakat dan pemerintah, dan 2 sistem non-kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh
masyarakat dan pemerintah antara lain direpresentasikan dalam bentuk terbitnya beberapa peraturan mengenai konversi lahan.
Pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian
disebabkan oleh beberapa faktor. Supriyadi 2004 menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan fisik maupun spasial, demografi maupun ekonomi.
2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial- ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan Dari beberapa penelitian sebelumnya dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan petani dalam mengkonversi atau mengalihfungsikan lahan pertaniannya. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan untuk penelitian berdasarkan peneliti-peneliti
sebelumnya adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan, dan status lahan. Sedangkan faktor
eksternal yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya yaitu kebijakan pemerintah pajak tanah, kebijakan tata ruang dan harga lahan.
Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik menggunakan model logit yang digunakan untuk menjawab apakah faktor tingkat pendapatan rumah
tangga petani, produktivitas lahan, status lahan, tingkat pendapatan rumah tangga petani, produktivitas lahan, kebijakan pemerintah pajak tanah dan harga lahan mempunyai
pengaruh terhadap probabilitas keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya secara signifikan.
Pengukuran terhadap probabilitas keputusan petani untuk mengkonversi lahan menggunakan metode logit karena dalam penelitian ini variable terikatnya adalah dummy,
yaitu probabilitas keputusan petani mengkonversi lahan pertaniannya atau tidak mengkonversi lahan pertaniannya. Model logit adalah teknik regresi mengikuti fungsi
Universitas Sumatera Utara
distribusi logistik model logit dengan variabel terikatnya adalah dummy.. Peluang atau probabilitas merupakan bahasan penting dalam metode logit. Berdasarkan definisi
dijelaskan bahwa Pi merupakan probabilitas terjadinya suatu peristiwa dan 1-Pi adalah probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa. Perbandingan antara Pi dan 1-Pi disebut odd
atau sering disebut resiko yaitu perbandingan antara probabilitas terjadinya suatu peristiwa dengan probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa Nachrowi dkk, 2008.
2.3 Kerangka Pemikiran