Uji Diagnostik Proteinuria Menggunakan Asam Sulfosalisilat 20% Dibandingkan Dengan Spektrofotometer

(1)

UJI DIAGNOSTIK PROTEINURIA MENGGUNAKAN ASAM SULFOSALISILAT 20% DIBANDINGKAN DENGAN

SPEKTROFOTOMETER

TESIS

JEANIDA MAULIDDINA 067103005/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

UJI DIAGNOSTIK PROTEINURIA MENGGUNAKAN ASAM SULFOSALISILAT 20% DIBANDINGKAN DENGAN

SPEKTROFOTOMETER

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik(Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

JEANIDA MAULIDDINA 067103005/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

Judul Tesis : Uji Diagnostik Proteinuria Menggunakan

Asam Sulfosalisilat 20% Dibandingkan Dengan Spektrofotometer

Nama : Jeanida Mauliddina

Nomor Induk Mahasiswa : 067103005

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. dr. H. Rusdidjas, SpA(K)

Anggota

Prof. dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K)

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS

Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)


(4)

PERNYATAAN

UJI DIAGNOSTIK PROTEINURIA MENGGUNAKAN ASAM SULFOSALISILAT 20% DIBANDINGKAN DENGAN

SPEKTROFOTOMETER

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Juni 2010


(5)

Telah diuji pada Tanggal:

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. H. Rusdidjas, SpA(K) ...

Anggota : 1. Prof. dr. Rafita Ramayati, SpA(K) ... 2. Prof. dr. H. Burhanuddin Nasution,SpPK(K) , ... 3. dr. Hj Melda Deliana, SpA(K) ……… 3. dr. Lily Irsa, SpA(K) ...


(6)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. Dr. H. Rusdidjas, SpA(K), Prof. Dr. Hj.Rafita

Ramayati, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.


(7)

2. Dr. Oke Rina Ramayani, SpA, Dr. Rosmayanti Siregar, SpA yang telah

sangat banyak membimbing serta membantu saya dalam menyelesaikan penelitian serta tesis ini

3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan

Dokter Spesialis Anak FK- USU dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K), sebagai sekretaris program yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Kepala BIKA

Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2006 dan Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2006-2010, yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP

H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini

6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis,

DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU

7. Anna Triana, Astri Nurhayati, Yulia Lukita Dewanti, Fellycia Tobing,


(8)

yang selama empat tahun bersama-sama dalam suka dan duka serta teman sejawat PPDS DIKA.

Teristimewa untuk suami tercinta Lettu Tek Jaya Shadiqin, orangtua tercinta, Dr.H. Dayeng Sukanto, SpOG dan Hj. Jeanette Siregar (Almh), Kedua mertua saya Misran Musito (Alm) dan Fatmawati, SPd serta kakak dan adik saya dr. Adek Novita Dayeng, SpOG dan Siti Inayah Mauliddita yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Terima kasih atas doa, pengertian, dan dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini, semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 7 Juni 2010


(9)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan iii

Lembar Pernyataan iv

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Singkatan dan Lambang xiii

Abstrak xv

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Hipotesis 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan 4

2.2 Anatomi Ginjal 4

2.3 Fungsi Ginjal 5

2.4 Fisiologi ginjal 5

2.5 Mekanisme Terjadinya Proteinuria 6

2.6 Etiologi Proteinuria 7

2.7 Persiapan Pemeriksaan Proteinuria 9

2.8 Metode Pemeriksaan Proteinuria 10 2.9 Kerangka Konseptual 14 BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian 15

3.2. Tempat dan Waktu penelitian 15

3.3. Populasi penelitian dan sampel 15

3.4. Besar Sampel 15

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 16

3.6. Persetujuan/Informed consent 16

3.7. Etika Penelitian 17

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 17

3.9. Identifikasi Variabel 19

3.10. Pengolahan dan Analisis Data 19

3.11. Definisi Operasional 19


(10)

BAB 5. PEMBAHASAN 26

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 34

6.2 Saran 34

Ringkasan 35

Daftar Pustaka 37 Lampiran 1. Surat Penjelasan 42

2. Lembar Persetujuan 45

3. Lembar Persetujuan Komite Etik 46


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Ekskresi protein normal pada bayi dan anak 6

Tabel 4.1. Karakteristik sampel 22

Tabel 4.2. Gambaran hasil pemeriksaan proteinuria 23

dengan menggunakan spektrofotometer dan asam sulfosalisilat 20%

Tabel 4.3. Nilai konversi 24

Tabel 4.4 Perbedaan proteinuria pada 5 diagnosis 24

penyakit tersering yang dijumpai pada peelitian

Tabel 4.5. Hasil uji diagnostik dan hubungan pemeriksaan asam 25 sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitan 14 Gambar 3.1. Alur Penelitian 18 Gambar 4.1. Profil Penelitian 21


(13)

DAFTAR SINGKATAN

C : celcius

dkk : dan kawan-kawan

dl : desi liter

dll : dan lain-lain

gr : gram

m : meter

mg : milli gram

ml : milli liter

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

TCA : Trichor Acitic Acid

ul : mikro liter

USU : Universitas Sumatra Utara

SLE : Systemic Lupus Erythematous

CHF : Congestive Heart Failure


(14)

DAFTAR LAMBANG

 : Kesalahan tipe I

D : Presisi ( tingkat ketepatan )

n : Jumlah subjek / sampel

p : Tingkat kemaknaan

P : Proporsi

Sen : sensitivitas

X2 : Kai kuadrat

z : Deviat baku normal untuk 

> : Lebih besar dari

< : Lebih kecil dari

≥ : Lebih besar dari

≤ : Lebih kecil dari


(15)

ABSTRAK

Latar belakang. Proteinuria adalah keadaan dimana dijumpai protein dalam urin dan merupakan gejala yang sering dijumpai pada anak dengan penyakit ginjal. Proteiuria juga dapat dijumpai pada penyakit nonrenal dan pada anak normal. Pemeriksaan proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi sangat

diperlukan. Spektrofotometer merupakan gold standard, tetapi harganya

mahal dan sering tidak dijumpai pada unit pelayanan tingkat dasar oleh karena itu diperlukan cara untuk mendeteksi proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi, cepat, murah dan dapat dikerjakan dimanapun. Asam sufosalisilat 20% diharapkan mempuyai kepekaan yang tinggi selain harga murah dan mudah dilakukan.

Tujuan. Membandingkan pemeriksaan proteinuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer.

Bahan dan cara kerja. Suatu penelitian uji diagnostik yang dilakukan sejak bulan September 2009 sampai Desember 2009, di RSUP H.Adam Malik di Medan, propinsi Sumatera Utara, dilakukan pada anak yang berusia 3 sampai 18 tahun, subjek terdiri dari 55 orang anak yang dikumpulkan secara

consecutive sampling, urin dikumpulkan selama 24 jam untuk diperiksakan menggunakan asam sulfosalisilat 20%, sisanya diperiksa menggunakan spektrofotometer.

Hasil. Dari total 55 anak yang dilakukan pemeriksaan urin diperoleh sensitifitas dan spesifisitas asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer adalah 88,1% dan 69,2% dengan nilai prediksi positif dan nilai prediksi negative (90,2% dan 64,3%.

Kesimpulan. asam sulfosalisilat 20% memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi proteinuria namun memiliki keuntungan yaitu lebih praktis dan murah dalam mendeteksi proteinuria dibandingkan spektrofotometer.


(16)

ABSTRACT

Background Proteinuria is a condition when protein is found in urine and is also a common symptom we found in children with renal disorder. Proteinuria can also be found in non renal disorders and in normal children. A high sensitivity examination is needed to detect proteinuria. Spectrophotometer is a gold standard examination, however it is expensive and not avaible in primary health care. We need to find another examination which is sensitive, economic, rapid and can be done in any health service. 20% sulfosalicylic acid is expected to full fill these criterias.

Objective To compare 20% sulfosalicylic acid to spectrophotometer as a diagnostic of proteinuria.

Methods A diagnostic test was held in H. Adam Malik Hospital since September 2009 until December 2009. 55 children aged 3 to 18 year old was recuired using consecutive sampling. The urine was collected for 24 hours and tested for proteinuria using 20% sulfosalicylic acid and spectrophotometer.

Results A total of 55 cases were studied. Sensitivity and specificity of sulfosalicylic acid 20% and spectrophotometer were found 88,1% and 69,2%, With a positive predictive value and a negative predictive value 90,2% and 64,3%.

Conclusion A 20% sulfosalisilyc acid has a low sensitivity and spesificity to detect proteinuria, but it has an advantage that 20% sulfosalisilyc acid is more practical and low cost in detecting proteinuria compare to sphectophotometry.

Keywords: 20% Sulfosalicylic acid, spectrophotometer, proteinuria.


(17)

ABSTRAK

Latar belakang. Proteinuria adalah keadaan dimana dijumpai protein dalam urin dan merupakan gejala yang sering dijumpai pada anak dengan penyakit ginjal. Proteiuria juga dapat dijumpai pada penyakit nonrenal dan pada anak normal. Pemeriksaan proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi sangat

diperlukan. Spektrofotometer merupakan gold standard, tetapi harganya

mahal dan sering tidak dijumpai pada unit pelayanan tingkat dasar oleh karena itu diperlukan cara untuk mendeteksi proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi, cepat, murah dan dapat dikerjakan dimanapun. Asam sufosalisilat 20% diharapkan mempuyai kepekaan yang tinggi selain harga murah dan mudah dilakukan.

Tujuan. Membandingkan pemeriksaan proteinuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer.

Bahan dan cara kerja. Suatu penelitian uji diagnostik yang dilakukan sejak bulan September 2009 sampai Desember 2009, di RSUP H.Adam Malik di Medan, propinsi Sumatera Utara, dilakukan pada anak yang berusia 3 sampai 18 tahun, subjek terdiri dari 55 orang anak yang dikumpulkan secara

consecutive sampling, urin dikumpulkan selama 24 jam untuk diperiksakan menggunakan asam sulfosalisilat 20%, sisanya diperiksa menggunakan spektrofotometer.

Hasil. Dari total 55 anak yang dilakukan pemeriksaan urin diperoleh sensitifitas dan spesifisitas asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer adalah 88,1% dan 69,2% dengan nilai prediksi positif dan nilai prediksi negative (90,2% dan 64,3%.

Kesimpulan. asam sulfosalisilat 20% memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi proteinuria namun memiliki keuntungan yaitu lebih praktis dan murah dalam mendeteksi proteinuria dibandingkan spektrofotometer.


(18)

ABSTRACT

Background Proteinuria is a condition when protein is found in urine and is also a common symptom we found in children with renal disorder. Proteinuria can also be found in non renal disorders and in normal children. A high sensitivity examination is needed to detect proteinuria. Spectrophotometer is a gold standard examination, however it is expensive and not avaible in primary health care. We need to find another examination which is sensitive, economic, rapid and can be done in any health service. 20% sulfosalicylic acid is expected to full fill these criterias.

Objective To compare 20% sulfosalicylic acid to spectrophotometer as a diagnostic of proteinuria.

Methods A diagnostic test was held in H. Adam Malik Hospital since September 2009 until December 2009. 55 children aged 3 to 18 year old was recuired using consecutive sampling. The urine was collected for 24 hours and tested for proteinuria using 20% sulfosalicylic acid and spectrophotometer.

Results A total of 55 cases were studied. Sensitivity and specificity of sulfosalicylic acid 20% and spectrophotometer were found 88,1% and 69,2%, With a positive predictive value and a negative predictive value 90,2% and 64,3%.

Conclusion A 20% sulfosalisilyc acid has a low sensitivity and spesificity to detect proteinuria, but it has an advantage that 20% sulfosalisilyc acid is more practical and low cost in detecting proteinuria compare to sphectophotometry.

Keywords: 20% Sulfosalicylic acid, spectrophotometer, proteinuria.


(19)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Proteinuria telah dikenal sejak lebih dari 150 tahun yang lalu dimana mempunyai hubungan dengan penyakit ginjal dan dapat juga disebabkan oleh berbagai penyakit nonrenal seperti kejang demam, gagal jantung kongestif, perubahan postur, stress emosional, dll.1

Insiden proteinuria pada anak 1% sampai 10% dari penyakit-penyakit

yang dijumpai.2-7 Urin normal mengandung 40% albumin, 40% tamm-horsfall

protein, 15% imunoglobulin dan 5% adalah jenis protein plasma lainnya.8-11 Urin anak normal dapat mengandung protein dan hampir 60% protein dalam urin berasal dari protein plasma, sedangkan sisanya 40% berasal dari sekresi saluran kemih.9

Sebagian besar proteinuria berasal dari faktor kelainan ginjal.12

Proteinuria yang berlebihan dapat terjadi akibat konsentrasi protein dengan berat molekul yang jumlahnya berlebihan dalam plasma dan melewati batas reabsorbsi dari tubulus sewaktu memfiltrasi protein.13-15

Pemeriksaan asam sulfosalisilat dan spektrofotometer merupakan beberapa cara pemeriksaan proteinuria.16-18 Pemeriksaan proteinuria dengan spektrofotometer merupakan metode kuantitatif yang lebih baik dibandingkan pemeriksaan proteinuria lainnya hanya saja metode ini kurang praktis karena harus mengumpulkan urin 24 jam.12,19,20


(20)

Pemeriksaan spektrofotometer merupakan gold standard untuk mendeteksi proteinuria. Alat ini mempunyai kepekaan yang tinggi dan pemeriksaannya menggunakan spektrum cahaya, akan tetapi sering tidak tersedia pada unit pelayanan pada tingkat dasar karena sangat mahal.6,10,21

Asam sulfosalisilat 20% dianggap sensitif dalam mendeteksi proteinuria disamping harganya lebih murah dan dapat dilakukan dengan cepat. Metode ini dapat menggunakan urin sewaktu dan hanya memerlukan 3 ml urin serta 8 tetes asam sulfosalisilat 20% kemudian dinilai berdasarkan kekeruhan urin dan dicatat berdasarkan inspeksi manual. Tes ini juga lebih akurat dibandingkan dengan metode dipstick.15,20

Berdasarkan hal tersebut diatas maka diperlukan pemeriksaan proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi, murah dan mudah dilakukan dimanapun. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pemeriksaan proteinuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer pada anak yang disangkakan mengalami penyakit ginjal ( mengalami abnormalitas urinalisis pada pusat pelayanan primer ) sewaktu pertama kali datang untuk berobat kerumah sakit.

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, apakah ada perbedaan sensitivitas dan spesifisitas asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer dalam mendeteksi proteinuria?


(21)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas asam sulfosalisilat 20% dibandingkan dengan spektrofotometer dalam mendeteksi proteinuria.

1.4.Hipotesis

Tidak ada perbedaan sensitivitas dan spesifisitas antara uji diagnostik proteinuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer.

1.5.Manfaat penelitian

Asam sulfosalisilat 20% diharapkan bermanfaat sebagai alat diagnostik alternatif dalam mendeteksi proteinuria secara cepat dengan metoda sederhana.


(22)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Secara fisiologis urin yang normal adalah bebas dari protein dimana urin dihasilkan oleh nefron ginjal.13 Selama 24 jam komposisi dan konsentrasi urin dapat berubah secara terus menerus dimana variasi konsentrasi urin dapat ditentukan oleh waktu pengambilan dan aktivitas sebelum pengambilan urin.10

Pemeriksaan proteinuria yang akurat dan cepat sangat diperlukan untuk diagnosis maupun untuk mengetahui prognosis penyakit. Selain itu juga diperlukan dalam tatalaksana penyakit ginjal dan penyakit lainnya.13

2.2. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan suatu organ yang berbentuk seperti kacang yang letaknya retroperitoneal di sebelah kiri dan kanan kolumna vertebralis. Penampang longitudinal dari ginjal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian luar yang disebut

korteks dan bagian dalam yang disebut medulla, bagian tengah terdapat

pelvis yang merupakan ujung atas dari ureter.2 Nefron berfungsi menghasilkan urin dimana pembetukan urin merupakan suatu tanda dari fungsi ginjal yang baik, sebuah ginjal terdiri dari 1 juta sampai 1.5 juta nefron dimana nefron juga mempunyai peran penting pada proses filtrasi dan


(23)

tubulus kontortus proksimalis, saluran henle dan tubulus kontortus distalis.2

2.3. Fungsi Ginjal

Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang sangat vital yang mempunyai fungsi antara lain pembentukan urin, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, asam basa, pembuangan hasil metabolisme protein yang tidak terpakai, pengeluaran bahan obat maupun toksin dan mensekresi hormon renin, eritropoetin 1.25 dihidroksi, vitamin D dan prostaglandin.1,2

Fungsi ginjal yang sangat penting adalah mengeluarkan bahan yang tidak diperlukan tubuh agar jumlahnya tidak berlebihan dalam tubuh. Fungsi homeostasis dilakukan dengan pengaturan cairan tubuh, elektrolit, keadaan asam basa dan keikutsertaan fungsi hormon yang dihasilkannya.2

2.4. Fisiologi Ginjal

Darah dalam kapiler glomerulus, akan disaring melalui dinding kapiler. Hasil ultrafiltrasi tersebut, mengandung semua substansi plasma kecuali protein protein yang berat molekul lebih dari 68.000. Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke tubulus kemudian diubah komposisinya sesuai dengan kebutuhan tubuh sebelum meninggalkan ginjal berupa urin. Setelah terjadi filtrasi maka ultrafiltrat akan mengalami sekresi, reabsorpsi atau keduanya dan hasilnya merupakan eksresi zat zat. Tubulus dapat mensekresi zat-zat dari ruang ekstrasel ke lumen tubulus. Cara sekresi seperti pada


(24)

reabsorpsi yaitu secara aktif dan pasif.1,2

2.5. Mekanisme Terjadinya Proteinuria

Dinding pembuluh darah dan struktur jaringan yang ada disekitarnya berperan penting sebagai barier terhadap melintasnya makromolekuler seperti globulin dan albumin. Hal ini terjadi karena peran dari sel endotel pada kapiler, membran basal dari glomerlus dan epitel viseral. 2,15 Eksresi proteinuria normal pada bayi dan anak terlihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1. Ekskresi protein normal pada bayi dan anak.9,15

Umur Total Protein

(mg per 24 jam)

Total protein (mg per m2 per

24 jam)

Persentil 95 (mg per m2 per 24

jam) 5-30hari

(prematur)

29 182 88 – 377

7-30 hari (aterm) 32 145 68 – 309

2-12 bulan (bayi) 38 109 48 – 244

2-4 tahun (anak) 49 91 37 – 223

4-10 tahun 71 85 31 – 234

10-16 tahun 83 63 22 – 181

Makromolekular yang melintasi dinding kapiler berbanding terbalik dengan ukurannya. Hal ini akibat heparan sulfat proteoglikans yang terdapat pada dinding kapiler glomerulus menyebabkan pengaruh hambatan negatif pada makromolekuler seperti albumin. Adanya proses peradangan pada glomerulus berakibat perubahan ukuran barrier dan hilangnya hambatan anionik sehingga terjadilah proteinuria.14,6 Protein berat molekul rendah (β2


(25)

mikroglobulin, α mikroglobulin, vasopresin, insulin dan hormon paratiroid) secara bebas melalui filter glomerulus dan selanjutnya diabsorbsi serta dikatabolisme pada tubulus kontortus proksimalis.14,15

Kerusakan pada epitel tubulus proksimalis menyebabkan kegagalan untuk mereabsorbsi protein dengan berat molekul rendah yang selanjutnya keluar melalui urin. Pada gagal ginjal kronis terjadi perubahan hemodinamik dari aliran darah glomerulus dan berkurangnya jumlah nefron yang berfungsi. Hal ini menyebabkan peningkatan filtrasi protein dari nefron dan terjadi proteinuria.14

Pada kelainan tubulointerstisial, refluks nefropati, obstuktif nefropati

terjadi peningkatan proteinuria Tamm horsfall. Normalnya protein Tamm

horsfall ini dapat dicegah oleh sel tubulus. 15

2.6. Etiologi Proteinuria

Berikut ini etiologi dari proteinuria :15 2.6.1 Proteinuria sementara

Demam

Latihan berat

Extremic cold exposure

Penggunaan epinephrin

Stress emosional


(26)

Abdominal surgery seizures

2.6.2 Isolated asymmptomatic proteinuria

Proteinuria ortostatik

Proteinuria persisten

2.6.3 Proteinuria secondary to renal disease

Sindrom nefrotik kelainan minimal

Acute post infection glomerulonephritis

Glomerulonefritis fokal segmental Glomerulo nefropati membranosa

Proliferatif membranosa

Glomerulonefritis

Glomerulonefritis lupus

Nefritis purpura henoch schonlein

HIV assosiated nephropathy

Nefritis interstisial kronik

2.6.4 Kelainan saluran kemih kongenital dan didapat Hidronefrosis

Penyakit ginjal polikistik

Nefropati refluks


(27)

2.7. Persiapan Pemeriksaan Proteinuria.

Beberapa yang perlu diperhatikan pada saat pengumpulan urin yaitu :

a. Kerusakan sampel urin harus dihindarkan, karena itu pengumpulan urin harus ditempatkan pada wadah kering, bersih dan sebaiknya secepat mungkin dilakukan pemeriksaan. Apabila pemeriksaan urin terlambat maka akan terjadi dekomposisi urin sehingga dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.3

b. Pengumpulan urin berdasarkan kegunaannya.

1. Pengumpulan urin untuk urinalisis pemeriksaan kimiawi dan mikroskopis. 3,16

2. Pengumpulan urin secara kuantitatif.

Sebaiknya urin dikumpulkan 24 jam. Urin dikumpulkan, dicatat jumlahnya kemudian dilakukan pemeriksaan, dikurangi pemberian cairan, alkohol, obat obatan dan makanan tertentu.17

Beberapa teknik pengumpulan urin yaitu: 1. Pengumpulan urin 24 jam.

Ditentukan saat mulainya hingga waktu yang sama pada hari berikutnya.20-22

2. Pengumpulan urin secara clean catch midstream.

Pada laki-laki dilakukan dengan membersihkan glans penis sedangkan untuk wanita dilakukan dengan membersihkan vulva dengan cara membuka labia kiri dan kanan. 3,20,23


(28)

3. Beberapa teknik khusus untuk keadaan tertentu :

a. Untuk penderita yang tidak dapat mengeluarkan urin dilakukan pengambilan dengan menggunakan kateter.

b. Suprapubik aspirasi yaitu dengan cara menusukkan jarum diatas simpisis pubis.

c. Kateterisasi ureteral, yaitu dengan menggunakan cytoscopi. 3

2.8. Metode Pemeriksaan Proteinuria.

Pemeriksaan protein dalam urin dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu:1,3,21

2.8.1. Motode kualitatif

 Metode kalorimetrik

Metode ini dilakukan dengan reagen strip tetrabromofenol biru yaitu albustik, dengan melihat perubahan yang terjadi akibat pH urin.

 Metode turbidimetri

Cara ini menggunakan asam sulfosalisilat 20%. Urin yang dicentrifuge lebih dahulu kemudian urin diambil sebanyak 3 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan larutan asam sulfosalisilat 20% sebanyak 3 tetes.

2.8.2. Metode semi kuantitatif.


(29)

reaksi kecil masing – masing di isi 3 ml urin yang akan diperiksa. Urin pada tabung pertama adalah sebagai kontrol sedangkan urin pada tabung kedua adalah yang akan diuji. Tabung kedua ditetesi 8 tetes asam sulfosalisilat 20%, ditunggu selama 5 menit kemudian dikocok perlahan dan dibandingkan kedua tabung dengan latar belakang hitam. Bila tidak terlihat perbedaan kekeruhan antara kedua tabung, maka hasil tes proteinuria dikatakan negatif ( kadar protein < 0.050 g/dl ). Bila tabung kedua lebih keruh dibandingkan

dengan tabung pertama maka dikatakan trace jika tampak jelas adanya

kekeruhan ( kadar protein 0.020 g/dl ), 1+ jika jelas adanya kekeruhan tetapi tidak dijumpai granulasi ( kadar protein 0.050 g/dl ), 2+ jika kekeruhan dengan disertai granulasi tetapi tidak dijumpai gumpalan ( kadar protein 0.20 g/dl ), 3+ jika kekeruhan dengan granulasi dan disertai gumpalan ( kadar protein 0.5 g/dl ), 4+ jika penggumpalan dari protein yang ada atau penggumpalan yang solid ( kadar protein 1.0 g/dl ).3,21,22 Hasil dari penilaian diatas dapat dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya bila kadar deterjen yang ada dalam tabung tinggi maka akan mempengaruhi hasil demikian juga bila dijumpai bahan radiografik maka penggumpalan yang terjadi akan lebih nyata dan bahan dapat mengkristal.18

2.8.3. Metode kuantitatif.

 Metode automatik


(30)

benzethonium klorida yang dilarutkan dalam medium alkalis.6

 Metode spektrofotometer

Metode ini menggunakan asam sulfosalisilat dimana penggumpalan yang terjadi diperiksa menggunakan spektrofotometer. Pemeriksaan ini dapat dijadikan sebagai gold standard dalam mendeteksi proteinuria hanya saja harganya mahal. Cara kerja metode ini adalah :23

a. Urin di tampung di dalam jerigen dengan memakai pengawet thymol sebanyak 2-3 butir.

b. Urin dikumpulkan selama 24 jam yaitu urin yang keluar mulai pukul 08.00 wib pagi sampai 08.00 wib pagi keesokan harinya. Sewaktu mulai pengumpulan urin anak miksi terlebih dahulu.

c. Ukur volume urin dan di catat.

d. Masukkan urin kedalam tabung reaksi sebanyak 2 ml sampai 4 ml kemudian panaskan dengan suhu 1000 C didalam waterbath selama 5 sampai 10 menit.

e. Apabila positif tambahkan asam asetat 6% sebanyak 2 tetes sampai 3 tetes dan panaskan kembali.

f. Tentukan derajat proteinuria.

g. Apabila urin negatif tidak dilakukan pengenceran.

h. Apabila urin positif, lakukan pengenceran dengan cara :


(31)

 Positif +2, pengenceran 10X (1 ml urin ditambahkan 9 ml aquades)

 Positif +3 dan +4, pengenceran 40X (1 ml urin ditambahkan 39 ml

aquades)

i. Ambil urin yang telah diencerkan sebanyak 4 ml +1 ml TCA

(Trichlor Acitic Acid 12.5 M), kemudian campurkan dan inkubasi 5-10 menit temperatur kamar.

j. Untuk standar diambil 20 ul serum normal + 5 ml aquades, kemudian dicampurkan dengan urin yang telah diencerkan sebanyak 4 ml + TCA 1 ml dan di inkubasi selama 5-10 menit dalam temperatur kamar. k. Baca pada spektrofotometer

Hasil = OD sampel X 25 (F) X pengenceran

OD standar ( apabila positif ) = ....mg%

= volume urin 24 jam X hasil mg% 100


(32)

2.9. Kerangka Konseptual

Metode Kuantitatif

Metode. Kalorimetrik

Metode turbidimetrik

Asam sulfosalisilat

Metode automatik

 

Spektro- fotometer Penyakit Nonrenal

Penyakit Renal

Metode Kualitatif Metode Semikuantitatif

Proteinuria

Sensitivitas Spesifisitas

Kadar / derajat proteinuria

: yang diamati dalam penelitian Gambar 2.1. Kerangka konsep penelitian


(33)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Metode yang digunakan adalah uji diagnostik dengan cara tersamar ganda untuk menilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai prediktif dalam mendeteksi proteinuria.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2009 sampai Desember 2009.

3.3. Populasi Penelitian dan Sampel

Populasi target adalah semua anak usia 3 sampai 18 tahun. Populasi terjangkau semua anak usia 3 sampai 18 tahun yang datang ke poli rawat jalan dan rawat inap yang kemudian dikonsulkan kedivisi nefrologi RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Besar Sampel

Besar sampel dihitung berdasarkan rumus : n = (Zα)2 Sen (1- Sen )


(34)

Sen = Diharapkan sensitivitas pemeriksaan asam sulfosalisilat 20% untuk mendeteksi proteinuria 85%

D = Presisi ( tingkat ketepatan ) = 10%=0.1

Z = Nilai baku normal dari label z yang besarnya tergantung dari nilai α yang ditentukan nilai α = 0.05 Zα =1.96

P = Proporsi proteinuria = 0.3312

Dari rumus di atas, didapat besar sampel yang diharapkan sebesar 51 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria inklusi:

1. Anak yang berusia 3 sampai 18 tahun yang disangkakan mengalami penyakit ginjal ( mengalami abnormalitas urinalisis pada pusat pelayanan primer ) sewaktu pertama kali datang untuk berobat ke rumah sakit. 2. Orang tua bersedia mengisi informed consent

3.5.2. Kriteria Eksklusi:

Tidak bersedia dilakukan pemeriksaan

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang dialami,


(35)

pemeriksaan yang akan dilakukan. Formulir surat pernyataan kesediaan terlampir dalam tesis ini (Lampiran 2).

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, seperti yang terlampir pada tesis ini (Lampiran 3).

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian Cara Kerja

Setelah mendapat izin dari Komite Etik Penelitian FK USU, subjek anak umur 3 tahun sampai dengan 18 tahun, subjek dikumpulkan secara

consecutive sampling dengan menilai kriteria inklusi dan eksklusi dan yang memenuhi kriteria dilakukan pemeriksaan

1. Orang tua/wali pasien diminta persetujuannya agar anaknya dapat diikutkan dalam penelitian ini.

2. Semua peserta dicatat identitasnya yaitu nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi, dan nama orangtua/wali.

3. Jerigen untuk tempat urin yang sudah berisi tymol diserahkan kepada orangtua/wali/pengasuh yang menjaga anak, dan diterangkan cara menampung urin dalam jerigen tersebut.


(36)

4. Penampungan urin dilakukan selama 24 jam yaitu mulai pukul 08.00 wib pagi sampai pukul 08.00 wib pagi keesokan harinya. Urin yang pertama kali keluar dibuang dan urin selanjutnya ditampung. Tiga ml urin diambil untuk pemeriksaan secara semikuantitatif dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% sedangkan sisanya dibawa ke laboratorium untuk diperiksa dengan alat spektrofotometer.

Alur Penelitian

Pengumpulan urin

Metode Semikuantitatif asam sulfosalisilat 20 %

Metode Kuantitatif spektrofotometer

Proteinuria

Diteliti adanya perbedaan antara pemeriksaan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer :

1.sensitivitas 2.spesifisitas

Sampel


(37)

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel Skala

1. Variabel tergantung : Skala ordinal

kadar protein dalam urin

2. Variabel bebas : Skala nominal dikotom

alat diagnostik

- asam sulfosalisilat 20% - spektrofotometer

3.10. Pengolahan dan Analisis Data

Untuk menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif dengan uji diagnostik. Untuk mengetahui hubungan pemeriksaan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer pada pemeriksaan proteinuria digunakan uji dengan Chi – Square dan dinyatakan bermakna jika P <0.05.

3.11. Definisi Operasional

Proteinuria adalah apabila dijumpai protein dalam urin.2-5

Metode semikuantitatif yaitu dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dimana pada metode ini urin diambil sebanyak 3 ml kemudian dicampur dengan asam sulfosalisilat 20% sebanyak 8 tetes dan ditunggu selama 5 menit kemudian dinilai berdasarkan kekeruhan dengan latar belakang hitam.22


(38)

Metode kuantitatif yaitu pemeriksaan spektrofotometer dimana pada metode ini urin ditampung dalam jerigen selama 24 jam kemudian urin diperiksakan dengan alat spektrofotometer.23


(39)

BAB IV. HASIL

Hasil Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah 55 orang anak yang disangkakan menderita penyakit ginjal pada waktu pertama kali datang ke rumah sakit. Semua sampel dilakukan penampungan urin 24 jam yang kemudian diperiksakan dengan menggunakan spektrofotometer dan asam sulfosalisilat 20%.

Gambar 4.1. Profil Penelitian

Pada penelitian ini didapati anak laki laki lebih banyak dibandingkan anak perempuan dimana anak laki laki terdiri dari 32 orang (58.2%) dan anak perempuan 23 orang (41.8%). Berdasarkan umur yang paling banyak adalah 3 sampai 7 tahun sebanyak 29 orang (52.7%), 8 sampai 12 tahun sebanyak

55 orang anak

Penampungan urin 24 jam

Pemeriksaan proteinuria menggunakan asam sulfosalisilat 20%


(40)

22 orang ( 40.0%) dan > 12 tahun sebanyak 4 orang (7.3%)Tingkat pendidikan yang terbanyak adalah Sekolah Dasar yaitu 32 orang (58.2%), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 12 orang (21.8%), sedangkan yang belum sekolah terdiri dari 11 orang (20%). (table 4.1)

Tabel 4.1. Karakteristik Sampel

Karakteristik N %

Jenis Kelamin

Laki-laki 32 58.2

Perempuan 23 41.8

Umur

3-7 Tahun 29 52.7

8-12 Tahun 22 40.0

>12 Tahun 4 7.3

Tingkat Pendidikan

Belum sekolah 11 20.0

SD 32 58.2

SLTP 12 21.8

Terlihat dari 55 orang anak diagnosa yang terbanyak dijumpai proteinuria adalah sindrom nefrotik sebanyak 37 orang (67.3%) sedangkan yang diperiksakan dengan spektrofotometer dengan hasil positif sebanyak 42 orang (76.4%) dan hasil yang negatif sebanyak 13 orang (23.6%). Hasil


(41)

positif dengan pemeriksaan asam sulfosalisilat 20% sebanyak 41 orang (74.5%) dan hasil negatif sebanyak 14 orang (25.5%). (Tabel 4.2)

Tabel 4.2. Gambaran hasil pemeriksaan proteinuria dengan menggunakan spektrofotometer dan asam sulfosalisilat 20%

Spektrofotometer Asam sulfosalisilat 20

% Total

Positif Negatif Positif Negatif Diagnosis

n % n % N % n % N %

Sindrom Nefrotik 37 67.3 27 49.1 10 18.2 27 49.1 10 18.2

Hidronefrosis 2 3.6 1 1.8 1 1.8 1 1.8 1 1.8

CHF 9 16.4 8 14.5 1 1.8 7 12.7 2 3.6

SLE 2 3.6 2 3.6 0 0 2 3.6 0 0

Meningitis 3 5.5 3 5.5 0 0 3 5.5 0 0

Glomerulonefritis 2 3.6 1 1.8 1 1.8 1 1.8 1 1.8


(42)

Tabel 4.3. Nilai konversi.3

Spektrofotometer Asam

sulfosalisilat 20%

< 0.050 g/dl -

0.020 g/dl Trace

0.050 g/dl +

0.20 g/dl ++

0.5 g/dl +++

1.0 g/dl ++++

Tabel 4.4. Perbedaan proteinuria pada 5 diagnosis penyakit tersering yang dijumpai pada penelitian ini

Proteinuria ringan

Trace - +1

Proteinuria berat +2 - +4 Sindroma nefrotik CHF SLE Meningitis Glomerulonefritis - 9 - 3 - 37 - 2 - 2

Pada penelitian ini setelah diuji statistik didapatkan nilai sensitivitas 88.1%, spesifisitas 69.2%, nilai prediksi positif 90.2% dan nilai prediksi negatif 64.3% dimana nilai P 0.0001. (Tabel 4.5)


(43)

Tabel 4.5. Hasil uji diagnostik dan hubungan pemeriksaan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer

Kadar proteinuria dengan spektrofotometer

Positif Negatif Jumlah Kadar proteinuria

dengan asam

sulfosalisilat 20 % n % N % N %

Positif 37 67.3 4 7.3 41 74.5

Negatif 5 9.1 9 16.4 14 25.5

Jumlah 42 76.4 13 23.6 55 100

Sensitivitas : a/(a+c) = 37/42 =88.1%

Spesifisitas : d/(b+d) = 4/9 = 69.2%

Nilai prediktif positif : a/(a+b) = 37/41 = 90.2%


(44)

BAB V. PEMBAHASAN

Pemeriksaan proteinuria yang akurat dan cepat sangat diperlukan untuk diagnosis penyakit ginjal ataupun penyakit lainnya dan juga

mengetahui prognosis dari berbagai kelainan ginjal. Pada orang dewasa

eksresi protein < 150 mg/24 jam dianggap normal sedangkan pada anak

proteinuria fisiologis bervariasi sesuai dengan umur dan ukuran tubuh.15

Pada anak eksresi protein dalam urin dikatakan abnormal jika lebih dari 4

mg/m2 perjam. Eksresi proteinuria lebih dari 40 mg/m2 per jam dikatakan

nefrotik proteinuria.19 Pada bayi baru lahir, eksresi protein didalam urin relatif tinggi yang merupakan protein tubular dimana mencerminkan ketidakmatangan fungsi ginjal yang asimptomatik.24

Prevalensi proteinuria asimptomatik pada anak diperkirakan antara

0.6% sampai 6.3%.17,26-29 Suatu penelitian di Iran dijumpai prevalensi

proteinuria asimptomatik pada 56 orang anak adalah 3.6%, anak laki-laki dan

perempuan masing-masing berjumlah 22 dan 34 orang.30

Proteinuria dapat terjadi secara transien atau persisten dan dapat

menunjukkan kondisi ringan atau serius dari suatu penyakit.15 Proteinuria

yang terus menerus dapat menyebabkan cedera ginjal progresif dan telah ditemukan data bahwa abnormalitas struktur ginjal berhubungan dengan proteinuria.5,17,19 Proteinuria juga dapat menjadi petunjuk untuk mendasari


(45)

penyakit ginjal danjuga merupakan faktor penting untuk melihat trauma ginjal dan prognosisnya.19,25

Kebanyakan anak mengalami proteinuria asimptomatik pada evaluasi

inisial dan hanya 10% anak yang masih mempunyai proteinuria persisten

setelah 6-12 bulan pada kedua jenis kelamin. 17 Dodge dkk melakukan tiga

kali berturut-turut pemeriksaan urin pada anak 6 sampai 12 tahun dengan interval waktu 3 sampai 6 minggu ditemukan proteinuria 0.94% pada anak perempuan dan 0.33% pada anak laki laki.26

Protein analisis adalah metode yang paling baik untuk evaluasi proteinuria yang dikumpulkan dalam urin 24 jam. Pengumpulan sampel urin 24 jam pada anak membutuhkan kemampuan kontrol kandung kemih secara penuh, tidak ada enuresis dan membutuhkan kehati-hatian serta kecermatan dalam pengumpulan urin..19

Penelitian kami ini dilakukan pada 55 orang anak. Anak laki-laki lebih banyak menderita proteinuria dibandingkan anak perempuan yaitu masing-masing 32 orang (58.2%) dan 23 orang (41.8%).

Urinalisis rutin selalu dilakukan pada anak SD dan SLTP.25 Penelitian di Iran pada 1520 orang anak sehat berusia 4 sampai 6 tahun ditemukan prevalensi proteinuria 1.57% dan pevalensi proteinuria dan hematuria

0.06%.31 Tahun 2005 insiden proteinuria di Tokyo pada anak SD berusia 6


(46)

Suatu skrining proteinuria di Indonesia pada anak SD dengan usia 7-14 tahun didapati proteinuria pada 28 orang anak setelah 3 kali pemeriksaan terdiri dari 10 orang anak laki laki dan 18 orang anak perempuan.33 Suatu skirining urin di China dan di Korea didapati persentasi proteinuria pada anak

sekolah masing-masing 0.58% dan 0.2%34,35 Suatu penelitian di India

dijumpai proteinuria lebih banyak pada anak laki laki (65%) dibandingkan anak perempuan (35%) dan usia terbanyak dijumpai pada usia 6 sampai 12 tahun (39%), usia 3 sampai 5 tahun (32%), usia 0 sampai 3 tahun (26%). Lima puluh orang anak didapati proteinuria diatas 40 mg/24 jam sebanyak 10 orang (20%), 4-40 mg/24 jam sebanyak 5 orang (10%) dan dibawah 4 mg/24 jam sebanyak 35 orang anak.(70%).12

Pada penelitian kami ini, berdasarkan tingkat pendidikan yang terbanyak adalah Sekolah Dasar yaitu 32 orang (58.2%), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 12 orang (21.8%), sedangkan yang belum sekolah terdiri dari 11 orang (20%). Berdasarkan usia yang terbanyak adalah 3 sampai 7 tahun sebanyak 29 orang (52.7%), 8 sampai 12 tahun sebanyak 22 orang (40.0%) dan diatas usia 12 tahun sebanyak 4 orang (7.3%).

Suatu penelitian di Korea mendapatkan prevalensi proteinuria persisten tanpa hematuri sebesar 21.7% pada anak anak yang dirujuk karena abnormalitas urin.37 Studi di Malaysia, sebanyak 1.9% anak yang diskrining menunjukkan hasil yang positif, tetapi pada pemeriksaan lanjutan hanya


(47)

abnormalitas urin persisten, 74 orang diantaranya mengalami hematuria dan proteinuria.39

Pada penelitian kami ini terlihat dari 55 orang anak yang terbanyak dijumpai proteinuria adalah penderita sindrom nefrotik yaitu sebanyak 27 orang (49.1%), dengan cara spektrofotometer maupun asam sulfosalisilat 20%. Penderita penyakit glomerulonefritis akut (3.6%) dan didapati 1 orang yang positif proteinuria dan 1 orang yang negatif proteinuria dan ini dijumpai pada kedua pemeriksaan. Penderita penyakit hidronefrosis dijumpai pada 2 orang anak ( 3.6% ) dan yang positif proteinuria adalah 1 orang (1.8%) dan 1 orang yang negatif (1.8%) dan ini juga dijumpai pada kedua pemeriksaan. Sembilan orang anak yang menderita penyakit jantung (16.4%) dan pemeriksaan dengan spektrofotometer dijumpai 8 orang yang proteinuria positif (14.5 %) dan yang negatif 1 orang (1.8%) sedangkan dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% hanya 7 orang (12.7%) yang positif proteinuria dan yang negatif sebanyak 2 orang (3.6%). Penderita SLE dijumpai 2 orang dimana dijumpai keduanya positif baik dengan menggunakan spektrofotometer maupun asam sulfosalisilat 20%.

Prevalensi proteinuria ringan yaitu 30mg/dL sampai 100mg/dL sebanyak 4.9%, dimana 60,7% diantaranya terbukti sebagai glomerulopati yang signifikan.36 Pada penelitian kami ini dari 55 orang anak dijumpai 41 orang anak dengan proteinuria yang berat dan 12 orang anak dengan


(48)

proteinuria ringan. Tiga puluh tujuh dari 41 orang anak dengan proteinuria yang berat terbukti diagnosis akhirnya adalah sindrom nefrotik.

Pada penelitian ini menggunakan spektrofotometer sebagai gold

standart, dimana harga sekali pemeriksaan mencapai Rp.95.000, Pemeriksaan ini merupakan metode paling akurat untuk memantau proteinuria selama pengobatan dan telah dikenal dan digunakan di seluruh

dunia, namun kurang praktis karena membutuhkan urin 24 jam untuk

mendeteksi proteinuria.40 Suatu penelitian di Bangladesh pada 100 orang

anak yang nefrotik proteinuria dimana dilakukan pemeriksaan urin 24 jam

dengan menggunakan spektrofotometer sebagai gold standart didapati 50

orang positif proteinuria.41 Penelitian di China didapati bahwa pemeriksaan urin 24 jam dengan menggunakan spektrofotometer memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dipstik.42

Suatu penelitian dalam mendeteksi mikroalbuminuria pada spot urine

sampel dengan menggunakan spektrofotometer didapati nilai sensitivitas 87.8%, spesifisitas 89.3%, nilai prediksi positif 29.3% dan nilai prediksi negatif 96.2% sedangkan untuk rasio protein kreatinin didapati nilai sensitivitas 87.8%, spesifisitas 89.3%, nilai prediksi positif 29.3% dan nilai prediksi negatif 96.2%.14

Asam sulfosalisilat sensitif pada konsentrasi protein 20mg/L-100mg/L dan juga memiliki nilai prediktif yang sangat tinggi yaitu 95% sehingga hasil negatif pada tes ini dapat menyingkirkan kasus mikroalbuminuria. Pada


(49)

penelitian ini harga asam sulfosalisilat 20% sebanyak 100 ml adalah Rp.100.000, berarti dengan 100 ml asam sulfosalisilat bisa mendeteksi 250 orang pasien (harga sekali pemeriksaan dengan asam sulfosalisilat 20% adalah Rp.400). waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi proteinuria dengan asam sulfosalisilat 20% hanya lebih kurang 8 menit yang artinya jauh lebih praktis dan lebih murah dibandingkan spektrofotometer. Metode asam sulfosalisilat memiliki akurasi dan spesifisitas terhadap beberapa jenis protein dibandingkan dipstiks tetapi terjadinya kekeruhan pada uji ini dapat dihambat oleh deterjen konsentrasi tinggi.43

Suatu penelitian di Jepang mengemukakan tentang penggunaan asam sulfosalisilat untuk skrining proteinuria pada anak sekolah dasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asam sulfosalisilat dapat dipakai untuk

skrining proteinuria pada anak sekolah dasar.32 Penelitian di Inggris dan

Amerika Serikat lainnya yang menggunakan asam sulfosalisilat sebagai gold

standart yang dibandingkan dengan pemeriksaan dipstiks urin dalam uji diagnostik.44,45

Tes sensitivitas yang ideal untuk proteinuria belum ditentukan. Hal ini melibatkan banyak faktor kompleks yang menentukan evaluasi yang baik. Suatu tes yang sensitif akan menunjukkan banyak spesimen positif dengan klinis minimal yang signifikan, oleh karena itu banyak dokter merasakan bahwa error suatu tes umum terjadi pada sisi sensitivitas.45


(50)

Penelitian di Amarika Serikat didapati asam sulfosalisilat lebih baik mendeteksi urin yang lebih pekat dibandingkan dipstiks tetapi asam sulfosalisilat kurang baik memperkirakan konsentrasi protein secara

semikuantitatif.46 Suatu penelitian cross sectional di Amerika Serikat

mengenai skrining mikroalbuminuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% pada 221 orang anak dimana di dapati nilai sensitivitas 76.7%, spesifisitas 75.4%, nilai prediksi positif 32.9% dan nilai prediksi negatif

95.4%.22 Penelitian di Amerika Serikat (2010) yang membandingkan empat

metode untuk mendeteksi albumin pada urin anjing dan kucing didapatkan nilai spesifisitas asam sulfosalisilat sebesar 94.2%, nilai prediksi positif 65.2% dan sensitivitas 28.7%.47

Penelitian di Australia mendapatkan metode asam sulfosalisilat secara

konsisten performa yang sangat buruk (Australasian Urine Quality Assurance

Programme). Peneliti tersebut menyatakan metode ini tidak baik digunakan untuk pemeriksaan rutin dan merekomendasikan agar laboratorium yang menggunakan metode ini untuk mencari metode baru pemeriksaan kuantitatif

untuk proteinuria.48 Pada penelitian tahun 1983 yang juga dilakukan di

Australia dimana membandingkan enam metode pemeriksaan proteinuria menyimpulkan bahwa asam sulfosalisilat mudah dilakukan tetapi membutuhkan jumlah urin yang banyak dan memiliki presisi yang buruk oleh karena overestimasi mendeteksi konsentrasi albuminuria bila tidak ada kontrolhanya saja metode ini lebih praktis dan lebih sedikit timbul bias .49


(51)

Penelitian kami ini menemukan bahwa pemeriksaan asam sulfosalisilat 20% memiliki nilai sensitivitas 88.1%, spesifisitas 69.2%, nilai prediksi positif 90.2% dan nilai prediksi negatif 64.3% sehingga dapat disimpulkan bahwa asam sulfosalisilat 20% memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi proteinuria namun memiliki keuntungan yaitu lebih praktis dan murah dalam mendeteksi proteinuria dibandingkan spektrofotometer.


(52)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Asam sulfosalisilat 20% memiliki nilai sensitivitas 88.1%, spesifisitas 69.2%, nilai prediksi positif 90.2% dan nilai prediksi negatif 64.3% sehingga dapat disimpulkan bahwa asam sulfosalisilat 20% memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi proteinuria namun memiliki keuntungan yaitu lebih praktis dan murah dalam mendeteksi proteinuria dibandingkan spektrofotometer.

6.2. Saran

Perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar untuk menilai kembali asam sulfosalisilat 20% dan diperlukan metode lain yang dapat menjadi metode alternatif pengganti spektrofotometer dalam mendeteksi proteinuria mengingat pentingnya alat uji diagnostik alternatif yang praktis dan ekonomis yang dapat digunakan didaerah terpencil sekalipun.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wila Wirya IGN. Proteinuria. Dalam : Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi Ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2006. h. 127-41

2. Delaney MP, Price CP, Lamb E. Kidney disease. Dalam: Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE, penyunting. Tietz textbook of clinical chemistry and molecular diagnostics. Edisi ke-4. New Delhi: Elsevier; 2006. h.1671-89

3. Schumann GB, Schweitzer SC. Examination of urine. Dalam: Hendry JB, penyunting. Clinical diagnosis and management by laboratory methods. Edisi ke-18. New York: WB Saunders; 1991.h.387-90

4. Lamb E, Price CP, penyunting. Kidney function tests. Dalam : Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE, editor. Tietz textbook of clinical chemistry and molecular diagnostics. Edisi ke-4. New Delhi: Elsevier;2006. h.797-826

5. Keane WF. Proteinuria: its clinical importance and role in progressive renal disease. Am J Kidney Dis. 2000; 35: s97-s105

6. zhao s, Ezra JB, Mcpherson RA. Basic examination of urine. Dalam : Henry's clinical diagnosis and management by laboratory methods. New York: Elsevier; Edisi ke-21.2007.h393-425

7. Milford DV, Robson AM. The child with abnormal urinalysis, haematuria and/or proteinuria. Dalam: Webb NJ, Postlethewaite RJ, penyunting. Clinical Paediatric Nephrology. Edisi Ke-3. New York: Oxford University Press; 2003.h.1-27

8. Gauthier B, Edelmann CM, Barnett HL. Isolated (Asymptomatic) Proteinuria. Dalam : Nephrology and Urology for the Pediatrician. Edisi Ke-1. Boston,1982.h.103-22


(54)

9. Makker SP. Proteoinuria. Dalam: Kher KK, Makker SP, editor. Clinical pediatric nephrology. Singapore: Mc Graw Hill; 1992.h.117-36

10. Fischbach FT, Dunning MB, Urine Studies. A manual of laboratory and diagnostic test. Edisi Ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 1996.h. 164-263

11. Baron DN. Ginjal. Kapita selekta patologi klinik. Edisi ke-4.Jakarta: EGC; 1995.h.232-56

12. Agarwal I, Kirubakaran C, Markandeyulu, Selvakumar. Quantitation of proteinuria by spot urine sampling. Indian J.Clin.Biochem. 2004; 19(2):45-7

13. Oni MO, Oguntibeju O. Clinical and diagnostic importance of

proteinuria: a review. Afr.J. Biotechnol.2008; 7(18):3166-72

14. Kashif W, Siddiqi N, Dincer HE, Dincer AP, HIrsch S. Proteinuria: how to evaluate an important finding. Cleveland Clin.J.Med. 2003; 70(6):535-47

15. Adham ML. Evaluation proteinuria in children. Diunduh dari:http//www. Diakses 7 Oktober 2009.

16. Milford DV. Investigating haematuria and proteiuria. Paediatrics and Child Health.2008; 18(8):349-353

17. Narchi H. Assessment and management of non-nephrotic range

proteiuria in children. Sri Langka.J.Child.Health.2009; 37:85-92

18. Christian MT, Watson AR. The investigation of proteinuria. Curr.

Paediatrics.2004; 14:547-55

19. Serdaroglu E, Mir S. Protein-osmolality ratio for quantification of

proteinuria in children. Clin Exp Nephrol.2008; 12:354-7

20. Wilde HM, Banks D, Larsen CL, Connor G, wallace D, Lyon ME. Evaluation of the bayer microalbumin/creatinine urinalysis dipstick. Cin.Chimica Acta.2008; 393:110-13


(55)

screening for microalbuminuria. Ann,Intern. Med.1997; 127:817-19

22. Priyana A, editor. Urinalisa. Patologi klinik. Jakarta: Penerbit

Universitas Trisakti;2007.h.47-58

23. Price CP, Newall RG, Boyd JC. Use of protein: creatinine ratio

measurements on random urine samples for prediction of significant proteinuria: a systematic review. Clin.Chem.2005; 51(9): 1577-86

24. Aran BS. Developmental patterns of renal functional maturation

compared in the human neonate. J Pediatr.1978;92:705-12

25. Brown SA. Proteinuria: Diagnosis & management. American Animal Hospital Association. 461-3

26. Dodge WF, West EF, Smith EH, Harvey B. Proteinuria and hematuria in schoolchildren: epidemiology and early natural history. J Pediatr. 1976;88:327-47

27. Vehaskari VM, Rapola J. Isolated proteinuria: analysis of a school-age population. J Pediatr.1982;101:661-8.

28. Randolph MF, Greenfield M. Proteinuria: a six-year study of normal infants, pre-school, and school-age populations previously screened for urinary tract disease. Am J Dis Child 1967;114:631-8.

29. Wagner MG, Smith FG Jr, Tinglof BO Jr, Cornberg E. Epidemiology of proteinuria. A study of 4,807 schoolchildren. J Pediatr 1968;73:825-32. 30. Murakami M, Yamamoto H, Ueda Y, Murakami K, Yamauchi K. Urinary screening of elementary and junior high-school children over a13 year period in Tokyo. Pediatr Nephrol.1991 Jan; 5(1):50-53

31. Badeli H, Heidarzadeh A, Ahmadian M. Prevalence of hematuria and proteinuria in healthy 4 to 6 year old childrenin daycare centers of rasht (Northern Iran). J Pediart. 2009; 19(2):169-72

32. Murakami M, Hayakawa M, Yanaghira T, Hukunaga Y. Proteinuria screening for children. Kidney International. 2005;67:s23-7


(56)

urinalysis for proteinuria in schoolchildren. Paediatr Indones.2004; 41:231-233

34. Zhai YH, Xu H, Zhu GH. Efficacy of urine screening at school:

experience in Shanghai. China Pediart Nephrol. 2007; 22(12):2073-9 35. Cho BS, Kim SD. School urinalysis screening in Korea. Nephrology

(Carlton). 2007;12(3):S3-7

36. Lin CY, Hsieh CC, Chen WP, Yang LY, Wang HH. The underlying diseases and follow-up in Taiwanese children screened by urinalysis. Pediart Nephrol. 2001;16:232-7

37. Cho BS, Kim SD, Choi YM, Kang HH. School urinalysis screening in korea prevalence of chronic renal disease. Pediart Nephrol. 2001;16:1126-8

38. Zainal D, Baba A, Mustaffa BE. Screening proteinuria and haematuria in Malasian children. Southeast Asian. J Trop Med Public Health. 1995;26:785-8

39. Hisano S, Ueda K. Asymptomatic haematuria and proteinuria: renal pathology and clinicaloutcome in 54 children. Pediatr Nephrol. 1989;3:229-34

40. Fogazzi GB, Verdesca S, Garigali G. Urinalysis: core curriculum 2008. Amarican Journal of Kidney Diseases. 2008;51(6):1052-67.

41. Jahan S, Islam MS, Hossain MM. Spot urinary protein/osmolality ratio as a predictor for proteinuria of nephritic range. Bangladesh Med Res Counc Bull. 2007;33:65-8

42. Zhai YH, Xu H, Zhu GH, Wei MJ, Hua BC, Shen Q, dkk. Efficacy of urine screening at school: experience in shanghai, China. Pediatr Nephrol. 2007;22:2073-9

43. Gyure WL. Comparison of several methods for semiquantitative

determination of urinary protein. Clin. Chem. 1977;23(5):876-9


(57)

clinitek 200/multistix 9 urinalysis method compared with manual and microscopic methods. Clin.Chem. 1987;33(9):1660-2

45. Lane MK, Pearce RH. Test proteinuria a comparison of two new

commercial products with standart tests. Canad.M.A.J.1958;15(79):843-5

46. Aitman KA, Stellate. Variation of protein content of urine in a 24 hour period. Clinical Chemistry. 1963;9(1):63-9

47. Lyon SD, Sanderson MW, Vaden SL,Lappin MR, Jensen WA, Grauer GF. Comparison of urine dipstick, sulfosalicylic acid, urine protein-to-creatinine ratio, and species-specific ELISA methods for detection of albumin in urine samples of cats and dogs. J Am Vet Med Assoc. 2010;236(8):874-9

48. Shephard MD, Panberthy LA. Performance of quantitative urine

analysis in Australasia critically assessed. Clin Chen.1987;33(6):792-5 49. Dilena BA, Panberthy LA, Fraser CG. Six methods for determining


(58)

Lampiran 1

Divisi Nefrologi Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA CALON SUBJEK PENELITIAN

Yth. Bapak / Ibu ……….

Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri. Nama saya dokter jeanida mauliddina saat ini sedang menjalani program pendidikan dokter spesialis ilmu kesehatan anak dan saya saat ini saya sedang melakukan penelitian di divisi Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam

Malik Medan dengan judul penelitian saya : “uji diagnostik proteinuria

dengan asam sulfosalisilat 20% dibandingkan dengan spektrofotometer”

Pada penelitian ini mengenai ditemukannya protein dalam air seni yang disebut dengan proteinuria dan sering dijumpai pada anak anak dengan keluhan bengkak pada tubuh yang biasanya berhubungan dengan penyakit ginjal. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan air seni pada anak Bapak/Ibu untuk mendeteksi adanya protein dalam air seni anak bapak/ibu sehingga jika ditemukan adanya proteinuria anak bapak/ibu dapat segera diobati. Pemeriksaan proteinuria ini dengan dengan menggunakan sulfosalisilat 20% dan alat spektrofotometer dimana penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sensitivitas, spesifisitas kedua alat btersebut. Setiap anak akan diberikan jerigen untuk menampung air seni selama 24 jam kemudian air seni sebagian akan diperiksa dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan dan sisa nya


(59)

diperiksakan dengan menggunakan alat spektrofotometer yang akan dilakukan dilaboratorium prodia dan pada penelitian ini bapak/ibu tdak dikenakan biaya apapun dan hasil akan diberikan langsung kepada Bapak/ Ibu.

Bapak/Ibu Yth,

Pemeriksaan ini tidak mempunyai efek samping apapun karena hanya memeriksa air seni anak bapak/ibu dan pemeriksaan ini sudah umum dilakukan.

Bapak/Ibu Yth,

Penelitian ini sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosa penyakit yang di derita anak Bapak/ Ibu sehingga lebih cepat untuk dilakukan pengobatan

Bapak/Ibu Yth,

Partisipasi bapak/ibu bersifat sukarela, semua biaya penelitian ini tidak dibebankan kepada Bapak/Ibu. Tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dari dokter, apabila bapak/ibu tidak bersedia mengikuti penelitian ini. Bapak/Ibu akan tetap mendapat pelayanan kesehatan standar rutin sesuai dengan standar prosedur pelayanan. Bila bapak/Ibu masih belum jelas menyangkut tentang penelitian ini maka setiap saat dapat ditanyakan langsung kepada saya (HP 08196015766) departemen Ilmu Kesehtan Anak RSUP H. Adam Malik Medan jam 08.00 s/d 14.30 wib (hari Senin sampai sabtu) setiap saat bapak/ibu dapat menghubungi HP saya untuk mendapatkan pertolongan.Saya akan bertanggung jawab untuk memberikan biaya pelayanan/pengobatan/membantu.


(60)

Bapak/Ibu Yth,

Pada penelitian ini identitas bapak/ibu akan disamarkan, hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komite etik yang bisa melihat data bapak/ibu. Kerahasiaan data bapak/ibu sepenuhnya akan dijamin bila data dipublikasikan kerahasiaan akan tetap dijaga.

Setelah bapak/ibu memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan bapak/ibu yang telah terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan menandatangani lembar persetujuan penelitian.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak / Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Medan,………..2009 Peneliti


(61)

Lampiran 2

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P Alamat: ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pemeriksaan proteinuria terhadap anak saya : Nama : ... Umur ... tahun

Alamat Rumah :

...

Alamat Sekolah :

...

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

... , ... 2009

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan

persetujuan

dr. ... ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ... 2. ... ...


(62)

Lampiran 3


(63)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Jeanida Mauliddina

Tanggal lahir : 30 Desember 1979

Tempat lahir : Medan

NIM : 067103005

Alamat : Jl. Dr. Mansur Baru II No 19 Medan

Nama suami : Lettu Tek Jaya Shadiqin

Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Langsa, Aceh Timur, tamat tahun 1991

2. Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 1 Langsa, Aceh Timur, tamat tahun 1994

3. Sekolah Menegah Umum di SMU Swasta Harapan Medan, tamat tahun 1997

4. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara Medan, tamat tahun 2005


(1)

Lampiran 1

Divisi Nefrologi Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA CALON SUBJEK PENELITIAN

Yth. Bapak / Ibu ……….

Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri. Nama saya dokter jeanida mauliddina saat ini sedang menjalani program pendidikan dokter spesialis ilmu kesehatan anak dan saya saat ini saya sedang melakukan penelitian di divisi Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan dengan judul penelitian saya : “uji diagnostik proteinuria dengan asam sulfosalisilat 20% dibandingkan dengan spektrofotometer”

Pada penelitian ini mengenai ditemukannya protein dalam air seni yang disebut dengan proteinuria dan sering dijumpai pada anak anak dengan keluhan bengkak pada tubuh yang biasanya berhubungan dengan penyakit ginjal. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan air seni pada anak Bapak/Ibu untuk mendeteksi adanya protein dalam air seni anak bapak/ibu sehingga jika ditemukan adanya proteinuria anak bapak/ibu dapat segera diobati. Pemeriksaan proteinuria ini dengan dengan menggunakan sulfosalisilat 20% dan alat spektrofotometer dimana penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sensitivitas, spesifisitas kedua alat btersebut. Setiap anak akan diberikan jerigen untuk menampung air seni selama 24 jam kemudian


(2)

diperiksakan dengan menggunakan alat spektrofotometer yang akan dilakukan dilaboratorium prodia dan pada penelitian ini bapak/ibu tdak dikenakan biaya apapun dan hasil akan diberikan langsung kepada Bapak/ Ibu.

Bapak/Ibu Yth,

Pemeriksaan ini tidak mempunyai efek samping apapun karena hanya memeriksa air seni anak bapak/ibu dan pemeriksaan ini sudah umum dilakukan.

Bapak/Ibu Yth,

Penelitian ini sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosa penyakit yang di derita anak Bapak/ Ibu sehingga lebih cepat untuk dilakukan pengobatan

Bapak/Ibu Yth,

Partisipasi bapak/ibu bersifat sukarela, semua biaya penelitian ini tidak dibebankan kepada Bapak/Ibu. Tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dari dokter, apabila bapak/ibu tidak bersedia mengikuti penelitian ini. Bapak/Ibu akan tetap mendapat pelayanan kesehatan standar rutin sesuai dengan standar prosedur pelayanan. Bila bapak/Ibu masih belum jelas menyangkut tentang penelitian ini maka setiap saat dapat ditanyakan langsung kepada saya (HP 08196015766) departemen Ilmu Kesehtan Anak RSUP H. Adam Malik Medan jam 08.00 s/d 14.30 wib (hari Senin sampai sabtu) setiap saat bapak/ibu dapat menghubungi HP saya untuk mendapatkan pertolongan.Saya akan bertanggung jawab untuk memberikan biaya pelayanan/pengobatan/membantu.


(3)

Bapak/Ibu Yth,

Pada penelitian ini identitas bapak/ibu akan disamarkan, hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komite etik yang bisa melihat data bapak/ibu. Kerahasiaan data bapak/ibu sepenuhnya akan dijamin bila data dipublikasikan kerahasiaan akan tetap dijaga.

Setelah bapak/ibu memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan bapak/ibu yang telah terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan menandatangani lembar persetujuan penelitian.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak / Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Medan,………..2009 Peneliti


(4)

Lampiran 2

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P Alamat: ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pemeriksaan proteinuria terhadap anak saya : Nama : ... Umur ... tahun Alamat Rumah :

... Alamat Sekolah :

...

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

... , ... 2009 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. ... ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ... 2. ... ...


(5)

Lampiran 3


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Jeanida Mauliddina Tanggal lahir : 30 Desember 1979

Tempat lahir : Medan

NIM : 067103005

Alamat : Jl. Dr. Mansur Baru II No 19 Medan Nama suami : Lettu Tek Jaya Shadiqin

Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Langsa, Aceh Timur, tamat tahun 1991

2. Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 1 Langsa, Aceh Timur, tamat tahun 1994

3. Sekolah Menegah Umum di SMU Swasta Harapan Medan, tamat tahun 1997

4. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara Medan, tamat tahun 2005