Uji Kinerja Alat Pencetak Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Bahan Perekat Yang Berbeda
YANG BERBEDA
MARADONA TARIGAN 050308041
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010
(2)
UJI KINERJA ALAT PENCETAK KOMPOS BERBAGAI
BENTUK DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PEREKAT
YANG BERBEDA
SKRIPSI Oleh :
MARADONA TARIGAN 050308041
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010
(3)
UJI KINERJA ALAT PENCETAK KOMPOS BERBAGAI
BENTUK DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PEREKAT
YANG BERBEDA
SKRIPSI Oleh:
MARADONA TARIGAN 050308041/TEKNIK PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010
(4)
Judu l Skripsi : Uji Kinerja Alat Pencetak Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Bahan Perekat Yang Berbeda
Nama : Maradona Tarigan NIM : 050308041
Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknik Pertanian
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Mengetahui,
Tanggal Lulus:
Taufik Rizaldi, STP, MP Ketua
Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Anggota
Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen Teknik Pertanian
(5)
ABSTRAK
MARADONA TARIGAN: Uji Kinerja Alat Pencetak Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Bahan Perekat Yang Berbeda, dibimbing oleh TAUFIK RIZALDI dan SAIPUL B. DAULAY.
Penggunaan kompos saat ini masih mengalami kendala yaitu kebutuhan dosis yang sangat besar sering kali menyulitkan proses penebarannya, membutuhkan ruangan yang lebih luas untuk penyimpanan dan daya simpannya relatif lebih singkat, serta bentuknya kurang menarik. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk membuat bentuk kompos agar lebih menarik dengan variasi jenis dan dosis bahan perekat. Penelitian ini dilakukan pada Januari - Mei 2010 menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu jenis bahan perekat (tepung darah, tepung kanji, tepung tulang) dan dosis bahan perekat (20%, 25%, 30%). Parameter yang diamati adalah kapasitas efektif alat, persentase kerusakan hasil,lama kompos melebur, analisis ekonomi, break event point,
net present value, internal rate of return.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bahan perekat berpengaruh nyata terhadap kapasitas material, kapasitas hasil, lama kompos melebur dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kerusakan hasil cetakan. Dosis bahan perekat berpengaruh tidak nyata terhadap kapasitas material, kerusakan hasil cetakan, lama kompos melebur dan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kapasitas hasil. Interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kapasitas material, kapasitas hasil dan kerusakan hasil cetakan. Hasil yang terbaik diperoleh pada kombinasi bahan perekat dari tepung kanji dengan dosis bahan perekat sebesar 30%.
Kata Kunci: Kompos, Bahan Perekat, Alat Pencetak Kompos
ABSTRACT
MARADONA TARIGAN: Performance Tes the Compost Molder of Various Compost form Using Different Kind of adhesive material, supervised by TAUFIK RIZALDI and SAIPUL B. DAULAY.
Compost usage has still many problems such as ample doses. That makes dispersion difficult, needs wider space of storage, relatively low storageability and less attractive. The aim of this research was to make more attractive compost using several kind and doses of adhesive material. This research was conducted in Januaryy up toMay 2010 using the complete randomized design with 2 factors: i.e. the kind of adhesive material (blood flour, stracth, bone flour) and the doses of adhesive (20%, 25%, 30%). Parameters observed were the effective capacity of device, the percentage of broken result, the melting time of compost, economic analysis, a break event point, net present value and internal rate of return.
The results showed that the kind of adhesive material had significantly affected the capacity of material, the capacity of result, compost melting time and had not significantly affected the broken result. The doses of adhesive had not significantly affected the material capacity, the broken result, compost melting time, and gived a significant effect on the capacity of result.The interaction of treatment had not significantly affected the capacity of the material, the capacity of result,and the percentage of damage result. The best result are the combination of stracth with 30% adhesive.
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Muliarayat kecamatan Merek kabupaten Karo pada tanggal 13 Juli 1986 dari Ayah Matius Tarigan dan Ibu Lena Br Sembiring. Penulis merupakan putra kelima dari lima bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Kabanjahe dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Latexindo Toba Perkasa Binjai Sumatera Utara dari tanggal 16 Juli sampai 15 Agustus 2008.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Kinerja Alat Pencetak Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Bahan Perekat yang Berbeda”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Taufik Rizaldi, STP, MP dan Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknik Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
(8)
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT. ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 5
Kegunaan Penelitian ... 5
Hipotesa Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan... 7
Kompos dan Pengomposan ... 10
Kelebihan Kompos ... 14
Pupuk Organik yang Berasal dari Hasil Ikutan Hewan ... 15
Effective Microorganisme 4 (EM-4) ... 17
Dongkrak dan Prinsip Kerjanya ... 20
Tekanan ... ... 20
Pegas ... ... 21
Engkol ... ... 22
Analisis Ekonomi... 23
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 28
Bahan dan Alat ... 28
Metode Penelitian ... 28
Pelaksanaan Penelitian ... 30
Persiapan Alat ... 30
Persiapan Bahan ... 31
Pembuatan Kompos ... 31
Kompos Jerami ... 31
Persiapan Adonan Cetakan... 31
Prosedur Penelitian ... 32
Parameter yang Diamati ... 33
Analisis Perbandingan C/N dan unsur makro ... 33
Kapasitas Material ... 33
Kapasitas Hasil ... 34
Kerusakan Hasil Cetakan ... 34
(9)
Analisis Ekonomi ... 35
Break Event Point ... 35
Net Present Value... 35
Internal Rate of Return ... 36
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Bahan Perekat. ... 37
Pengaruh Dosis Bahan Perekat. ... 40
Analisis perbandingan C/N dan Unsur Makro ... 41
Kapasitas Material. ... 41
Pengaruh Jenis Bahan Perekat. ... 41
Pengaruh Dosis Bahan Perekat. ... 42
Pengaruh Interaksi jenis dan dosis bahan perekat ... 43
Kapasitas Hasil. ... 44
Pengaruh Jenis Bahan Perekat. ... 44
Pengaruh Dosis Bahan Perekat. ... 45
Pengaruh Interaksi jenis dan dosis bahan perekat. ... 47
Kerusakan Hasil Cetakan. ... 48
Pengaruh Jenis Bahan Perekat. ... 48
Pengaruh Dosis Bahan Perekat. ... 49
Pengaruh Interaksi jenis dan dosis bahan perekat. ... 50
Lama Kompos Melebur... 51
Pengaruh Jenis Bahan Perekat. ... 51
Pengaruh Dosis Bahan Perekat. ... 52
Pengaruh Interaksi jenis dan dosis bahan perekat. ... 54
Analisis Ekonomi. ... 56
Break Event Point. ... 56
Net Present Value. ... 57
Internal Rate of Return. ... 57
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 59
Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
(10)
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Kombinasi jenis perekat dan dosis perekat……… 29
2. Pengaruh bahan perekat terhadap parameter yang diamati……….... 37
3. Data hasil analisis jenis perekat………..……….. 38
4. Data hasil analisis dosis perekat……… 39
5. Pengaruh dosis bahan perekat terhadap parameter yang diamati……….. 40
6. Uji LSR Efek utama jenis perekat terhadap kapasitas material…..…….. 42
7. Uji LSR Efek utama dosis bahan perekat terhadap kapasitas material….. 42
8. Uji LSR Efek interaksi jenis dan dosis bahan perekat terhadap kapasitas material ..………..…..…… 44
9. Uji LSR pengaruh jenis bahan perekat terhadap kapasitas hasil………… 45
10. Uji LSR pengaruh dosis bahan perekat terhadap kapasitas hasil…... 45
11. Uji LSR Efek interaksi jenis dan dosis bahan perekat terhadap kapasitas hasil... 47
12. Uji LSR pengaruh bahan perekat terhadap kerusakan hasil cetakan……... 48
13. Uji LSR Efek utama jenis bahan perekat terhadap kerusakan hasil……... 49
14. Uji LSR Efek interaksi jenis bahan perekat terhadap kerusakan hasil.…. 51 15. Uji LSR Efek interaksi jenis dan dosis bahan perekat terhadap kerusakan hasil……….……….. 52
16. Uji LSR pengaruh jenis bahan perekat terhadap lama kompos melebur .. 52
17. Uji LSR Efek utama dosis bahan perekat terhadap lamanya kompos melebur………...……….. 54
(11)
DAFTAR GAMBAR
No. Hal. 1. Pengaruh dosis bahan perekat terhadap kapasitas material (kg/jam)…. 43
2. Pengaruh dosis bahan perekat terhadap kapasitas hasil (kg/jam)……... 46 3. Pengaruh dosis bahan perekat terhadap kerusakan hasil cetakan (%).... 50 4. Pengaruh dosis bahan perekat terhadap lama kompos melebur (hari).. 53
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Data pengamatan kapasitas material (Kg/jam) ... 63
2. Data pengamatan kapasitas hasil (Kg/jam). ... 64
3. Data pengamatan kerusakan hasil (%). ... 65
4. Data pengamatan lama kompos melebur (hari). ... 66
5. Data Hasil Analisis ... 67
6. Analisis ekonomi. ... 68
7. Break event point. ... 71
8. Net present value. ... 72
9. Internal rate of return. ... 75
10. Spesifikasi alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan. .... 76
11. Gambar alat pencetak kompos... 77
12. Hasil cetakan. ... 79
(13)
ABSTRAK
MARADONA TARIGAN: Uji Kinerja Alat Pencetak Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Bahan Perekat Yang Berbeda, dibimbing oleh TAUFIK RIZALDI dan SAIPUL B. DAULAY.
Penggunaan kompos saat ini masih mengalami kendala yaitu kebutuhan dosis yang sangat besar sering kali menyulitkan proses penebarannya, membutuhkan ruangan yang lebih luas untuk penyimpanan dan daya simpannya relatif lebih singkat, serta bentuknya kurang menarik. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk membuat bentuk kompos agar lebih menarik dengan variasi jenis dan dosis bahan perekat. Penelitian ini dilakukan pada Januari - Mei 2010 menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu jenis bahan perekat (tepung darah, tepung kanji, tepung tulang) dan dosis bahan perekat (20%, 25%, 30%). Parameter yang diamati adalah kapasitas efektif alat, persentase kerusakan hasil,lama kompos melebur, analisis ekonomi, break event point,
net present value, internal rate of return.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bahan perekat berpengaruh nyata terhadap kapasitas material, kapasitas hasil, lama kompos melebur dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kerusakan hasil cetakan. Dosis bahan perekat berpengaruh tidak nyata terhadap kapasitas material, kerusakan hasil cetakan, lama kompos melebur dan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kapasitas hasil. Interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kapasitas material, kapasitas hasil dan kerusakan hasil cetakan. Hasil yang terbaik diperoleh pada kombinasi bahan perekat dari tepung kanji dengan dosis bahan perekat sebesar 30%.
Kata Kunci: Kompos, Bahan Perekat, Alat Pencetak Kompos
ABSTRACT
MARADONA TARIGAN: Performance Tes the Compost Molder of Various Compost form Using Different Kind of adhesive material, supervised by TAUFIK RIZALDI and SAIPUL B. DAULAY.
Compost usage has still many problems such as ample doses. That makes dispersion difficult, needs wider space of storage, relatively low storageability and less attractive. The aim of this research was to make more attractive compost using several kind and doses of adhesive material. This research was conducted in Januaryy up toMay 2010 using the complete randomized design with 2 factors: i.e. the kind of adhesive material (blood flour, stracth, bone flour) and the doses of adhesive (20%, 25%, 30%). Parameters observed were the effective capacity of device, the percentage of broken result, the melting time of compost, economic analysis, a break event point, net present value and internal rate of return.
The results showed that the kind of adhesive material had significantly affected the capacity of material, the capacity of result, compost melting time and had not significantly affected the broken result. The doses of adhesive had not significantly affected the material capacity, the broken result, compost melting time, and gived a significant effect on the capacity of result.The interaction of treatment had not significantly affected the capacity of the material, the capacity of result,and the percentage of damage result. The best result are the combination of stracth with 30% adhesive.
(14)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah sangat penting artinya bagi usaha pertanian karena kehidupan dan segala makhluk hidup di dunia sangat memerlukan tanah. Akan tetapi arti yang penting ini kadang-kadang diabaikan oleh manusia, sehingga tanah tidak lagi berfungsi sebagai mana mestinya. Tanah menjadi gersang dan dapat menimbulkan berbagai bencana, tidak lagi menjadi sumber bagi segala kehidupan.
Di dalam tanah memang sudah tersedia makanan secara alamiah. Namun, karena alasan alamiah yang sama, tidak semua tanah menyediakan makanan yang cukup untuk tanaman. Oleh karena itu, tanah yang tidak menyediakan makanan perlu dibantu dengan menambah kadar makanan di dalam tanah. Makanan tambahan ini sering disebut pupuk, sedangkan penambahan makanan tersebut disebut pemupukan.
Sebelum menambah zat hara (memupuk) untuk tanaman, perlulah mengetahui unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Unsur hara yang diperlukan tanaman dapat dibagi tiga golongan berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Ketiga golongan tersebut sebagai berikut.
1) Unsur hara makro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, seperti nitrogen (N) , fosfor (P), dan potasium atau kalium.
2) Unsur hara sedang (sekunder) yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, seperti sulfur/belerang (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg).
(15)
3) Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, seperti besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), khlor (Cl), boron (B), mangan (Mn), dan molibdenum (Mo)
(Hadisumitro, 2009).
Berdasarkan pembuatannya pupuk terdiri dari pupuk alam dan pupuk buatan. Pupuk alam (pupuk organik), merupakan hasil-hasil akhir dari perubahan atas peruraian bagian-bagian tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan sebagainya. Pupuk ini dicirikan dengan kelarutan unsur haranya yang rendah di dalam tanah. Biasanya penggunaan pupuk ini ditujukan untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Meskipun unsur hara rendah, akan tetapi bila sifat fisik telah diperbaiki maka sifat kimianya pun bisa berubah. Pupuk buatan (pupuk anorganik) adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia (anorganik). Umumnya kandungan unsur hara dan kelarutannya tinggi. Berguna untuk memperbaiki sifat kimia tanah, misalnya : Urea, TSP, dan lain-lain.
Kompos diperoleh dari hasil pelapukan bahan-bahan tanaman atau limbah organik seperti jerami, sekam, daun-daunan, rumput-rumputan, limbah organik pengolahan pabrik, dan sampah organik yang terjadi karena perlakuan manusia. Perlakuan yang umum dilakukan berupa penciptaan lingkungan mikro yang dikondisikan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Ada dua cara untuk mempercepat terjadinya pelapukan bahan organik, yaitu pengaturan kondisi iklim mikro seperti suhu dan kelembapan sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme pengurai serta penambahan atau pemberian mikroorganisme pengurai sebagai starter atau aktivator. Contoh produk mikroorganisme starter
(16)
dalam pembuatan kompos yang sudah beredar di pasaran antara lain EM-4, starbio, dan Temban.
Keuntungan menggunakan kompos yaitu :
1) Memperbaiki struktur tanah, tanah-tanah yang berat menjadi lebih ringan, dan tanah-tanah yang ringan akan menjadi lebih baik strukturnya.
2) Memperbaiki tata air dan udara tanah.
3) Memperbaiki temperatur tanah, karena terkandungnya dengan cukup udara dan air di dalam tanah.
4) Memperbaiki sifat kimiawi tanah karena adanya daya absorpsi dan daya tukar kation yang besar.
5) Memperbaiki kehidupan mikroorganisme (jasad-jasad renik) di dalam tanah. 6) Meningkatkan pengaruh pemupukan dengan pupuk-pupuk buatan
(Sutedjo, 2008).
Proses pembuatan kompos dapat dilakukan secara konvensional atau modern. Secara konvensional, kompos yang dihasilkan berupa kompos siap pakai. Sementara secara modern, kompos yang dihasilkan untuk dikomersialkan atau dijual. Biasanya skala pembuatannya sudah tergolong skala industri karena menggunakan peralatan atau mesin modern. Melalui mesin-mesin modern ini dihasilkan kompos dalam berbagai bentuk, misalnya : bubuk, serbuk, pelet, dan lain-lain.
Seiring dengan perkembangan industri pupuk anorganik dan pestisida maka perkembangan hama dan penyakit tanaman juga berkembang, hal ini disebabkan karena sebagian hama tersebut menjadi kebal. Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus juga menyebabkan tanah jadi jenuh, keras, dan
(17)
lingkungan jadi tercemar (keseimbangannya terganggu). Oleh sebab itu akhir-akhir ini, petani banyak beralih ke pertanian organik dengan menggunakan pupuk organik, misalnya pupuk kompos yang lebih ramah lingkungan dan mudah didapat. Akan tetapi kompos ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu kebutuhan dosis pupuk organik yang sangat besar dalam proses penebarannya, biaya transportasi yang tinggi, dan membutuhkan ruangan yang lebih luas untuk penyimpanan. Oleh karena itu pupuk kompos dapat dibuat dengan bentuk padat untuk memudahkan konsumen dalam pemakaian.
Disamping itu kompos juga memiliki kelemahan-kelemahan yaitu dosis pemakaiannya relatif besar bila dibandingkan dengan pupuk anorganik, proses penebarannya yang sulit karena bentuknya tidak teratur, biaya pengangkutan yang tinggi, membutuhkan ruangan yang lebih luas untuk penyimpanan, daya simpannya relatif lebih singkat karena adanya pelepasan unsur-unsur hara, kurang praktis dan kurang cocok bila diaplikasikan pada tanaman yang ditanam di pot. Untuk mengatasi hal tersebut, kompos perlu diberi perlakuan tambahan,khususnya dalam bentuknya. Perlakuan yang diberikan pada kompos agar menjadi kompos bentuk yang bervariasi tidak sulit, hanya dengan mengubah bentuk kompos serbuk menjadi kompos yang bervariasi bentuk sesuai cetakan yang disediakan. Pupuk organik padat adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik dengan akhir pembentukan padat. Pupuk organik padat yang sering dibuat adalah pupuk organik dari kompos yang terdekomposisi secara alamiah berbentuk serbuk kasar atau gumpalan. Pembuatan pupuk organik padat akan dapat mengefisiensikan biaya pengangkutan, dan mempermudah penyimpanan.
(18)
Berdasarkan hal di atas, telah dirancang dan dibuat alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan oleh Hasibuan (2009), namun masih terdapat beberapa kelemahan yaitu banyaknya hasil cetakan yang rusak, dan kinerja alat yang belum optimal. Oleh karena itu penulis mencoba meminimalisai kelemahan tersebut dengan menguji kinerja alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan, serta melakukan variasi komposisi kompos dan jenis perekat yang berbeda.
Tujuan Penelitian
Menguji kinerja alat pencetak kompos dengan menggunakan bahan perekat yang berbeda.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan.
3.
Bagi masyarakat, sebagai alat bantu dan informasi untuk pencetak komposdengan variasi bentuk cetakan. Hipotesa Penelitian
Diduga ada perbedaan kualitas hasil cetakan akibat perbedaan jenis perekat dan dosis bahan perekat serta interaksi kedua faktor tersebut.
(19)
TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk dan Pemupukan
Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, atau kesuburan tanah. Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian pupuk atau bahan-bahan lain seperti bahan kapur, bahan organik, pasir ataupun tanah liat ke dalam tanah. Jadi pupuk adalah bahannya sedangkan pemupukan adalah cara pemberiannya. Pupuk banyak macam dan jenis-jenisnya serta berbeda pula sifat-sifatnya dan berbeda pula reaksi dan peranannya di dalam tanah dan tanaman. Karena hal-hal tersebut di atas agar diperoleh hasil pemupukan yang efisien dan tidak merusak akar tanaman maka perlulah diketahui sifat, macam dan jenis pupuk dan cara pemberian pupuk yang tepat (Hasibuan, 2006).
Pupuk dapat digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai, misalnya pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah tetapi kandungan bahan organik di dalamnya sangatlah tinggi. Sedangkan pupuk anorganik adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki kandungan persentase yang tinggi. Contoh pupuk anorganik adalah urea, TSP dan Gandasil (Novizan, 2007).
(20)
Di dalam tanah terdapat banyak organisme pengurai, baik makro maupun mikro. Pupuk organik terbentuk karena adanya kerja sama mikroorganisme pengurai dengan cuaca serta perlakuan manusia. Kegiatan organisme tanah dalam proses penguraian tersebut menjadi sangat penting dalam pembentukan pupuk organik. Sisa tumbuhan dihancurkan oleh organisme dan unsur-unsur yang sudah terurai diikat menjadi senyawa. Senyawa tersebut tentu saja harus larut dalam air sehingga mudah diabsorpsi atau diserap oleh akar tanaman. Bentuk senyawa tersebut antara lain amonium dan nitrat. Beberapa mikroorganisme penting antara lain : ganggang (mikroorganisme berklorofil), fungi (mikroorganisme tidak berklorofil yang memperoleh energi dan karbon dari bahan organik), actinomycetes (merupakan golongan mikroorganisme antara fungi dan bakteri), dan bakteri. Bakteri berperan penting dalam proses penguraian seperti proses nitrifikasi, oksidasi sulfur, dan fiksasi nitrogen (Musnamar, 2009).
Pupuk organik sangat penting terutama karena sebagai berikut. 1. Memperbaiki struktur tanah.
Pada waktu penguraian bahan organik oleh organisme di dalam tanah dibentuk produk yang mempunyai sifat sebagai perekat, yang lalu mengikat butir-butir pasir menjadi butiran yang lebih besar. Lagipula di dalam tanah tumbuh sistem tali-temali yang terdiri dari benang-benang jamur yang mengikat bagian tanah menjadi kesatuan.
2. Menaikkan daya serap tanah terhadap air
Bahan organik mempunyai daya absorpsi yang besar terhadap air tanah. Karena itu pupuk organik sering kali mempunyai pengaruh positif terhadap hasil tanaman, apalagi pada musim panas yang kering.
(21)
3. Menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah
Hal ini terutama disebabkan karena organisme di dalam tanah dapat memanfaatkan bahan organik sebagai makanan. Berbagai organisme di dalam tanah dapat memanfaatkan bahan organik sebagai makanan. Berbagai organisme itu di dalam tanah mempunyai fungsi penting yang beraneka ragam sifatnya.
4. Mengandung zat makanan tanaman
Berbagai zat makanan tanaman hanya sebagian dapat diserap oleh tanaman. Bagian yang penting daripadanya baru tersedia sesudah terurainya bahan organik itu. Pupuk organik biasanya menunjukkan pengaruh reaksi reaksi nitrogen yang jelas terlihat. Pengaruh dari fosfat dan kalium biasanya tidak begitu jelas
( Rinsema, 1993).
Pupuk kandang merupakan pupuk organik dari hasil fermentasi kotoran padat dan cair (urine) hewan ternak yang umumnya berupa mamalia dan unggas. Pupuk organik (pupuk kandang) mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya. Disamping mengandung unsur hara makro seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K), pupuk kandang pun mengandung unsur mikro seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). Unsur fosfor dalam pupuk kandang sebagian besar berasal dari kotoran padat, sedangkan nitrogen dan kalium bersal dari kotoran cair (Santoso, 2002).
Pupuk organik padat (konvensional) yang biasa dipakai petani adalah pupuk organik dari kompos atau pupuk kandang yang terdekomposisi secara alami berbentuk serbuk kasar atau gumpalan. Pupuk organik padat tersebut masih
(22)
tercampur dengan bahan-bahan lain seperti sekam, jerami, serbuk gergaji, dan lain-lain dengan bau yang masih menyengat dan dalam kondisi relatif basah. Dengan demikian, pupuk tersebut terkesan kotor. Bentuk pupuk organik padat saat ini semakin beragam disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Saat ini bentuk pupuk organik padat yang ditawarkan antara lain serbuk, butiran, pelet, dan tablet. Pupuk organik bentuk butiran, pelet, dan tablet merupakan bentuk pupuk organik konsentrat yang dibentuk dengan mesin pencetak bertekanan tinggi (Musnamar, 2005).
Kompos dan Pengomposan
Akhir-akhir ini kompos semakin populer di kalangan penggemar tanaman, khususnya di kota-kota besar. Dibanding pupuk kandang, kompos seakan akrab dengan masyarakat pertanian. Dugaan sementara orang memilh kompos karena mudah didapatkan, mudah dibuat, dan banyak diperjualbelikan di toko-toko saprotan (sarana produksi pertanian). Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan, jerami, alang-alng, rumput, kotoran hewan, sampah kota dan sebagainya. Proses pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia. Secara garis besar, membuat kompos berarti merangsang perkembangan bakteri (jasad-jasad renik) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan hingga terurai menjadi senyawa lain. Proses penguraian tersebut mengubah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik sukar larut menjadi senyawa organik larut sehingga berguna bagi tanaman (Marsono dan Lingga, 2004).
(23)
Pupuk organik yang sering digunakan adalah kompos. Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, sampah, rumput, dan bahan lain sejenisnya yang proses pelapukannya dipercepat oleh bantuan manusia. Pupuk ini berwarna coklat dengan tekstur sedikit lebih kasar daripada pupuk kandang. Kandungan unsur hara nya biasanya rendah, tetapi kompos yang diperjualbelikan di pasaran biasanya sudah ditambah dengan pupuk buatan yang mengandung N, P, dan K. Pupuk organik lainnya yang sifatnya mirip dengan kompos adalah humus. Bedanya hanya terletak pada proses palapukannya. Kalau kompos pelapukannya dibantu oleh manusia, pelapukan humus terjadi secara alami. Pupuk organik ini biasanya lebih mahal daripada kompos karena lebih sulit diperoleh (Najiyati dan Danarti, 1996).
Istilah kompos lazim digunakan untuk pupuk organik yang berasal dari daun atau bagian tanaman lainnya. Setelah dilapukkan, daun atau bagian tanaman lain akan menjadi bahan yang berbeda dengan asalnya dan sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman. Selain sisa tanaman, untuk membuat kompos dapat juga digunakan sampah kota atau sampah rumah tangga. Secara alamiah, bagian atas tanah yang disebut serasah merupakan kompos hasil pelapukan sisa tanaman. Kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan yang cukup dengan dicirikan warna sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan mempunyai suhu ruang (Sarwono, 2001).
Kandungan zat hara dalam kompos sangat bervariasi tergantung dari bahan yang dikomposkan, cara pengomposan, dan cara penyimpanannya. Secara umum kandungan zat hara dalam kompos terdiri dari : karbon 8,2%, nitrogen 0,09%, fosfor 0,36%, kalium 0,81%, komponen kompos terdiri dari cairan 41% dan
(24)
bahan kering 59%. Kadar C/N dalam kompos umumnya 23. C/N merupakan perbandingan karbon dan nitrogen. Pupuk dengan C/N yang tinggi kurang baik diberikan ke tanaman karena proses peruraian selanjutnya akan terjadi di dalam tanah. CO2 yang dihasilkan dari peruraian tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman. Seperti halnya pupuk kandang, pupuk kompos yang akan digunakan haruslah kompos yang baik. Secara fisik sulit dilihat kompos yang baik dengan kompos yang kurang baik. Namun, secara umum pupuk tersebut mempunyai butiran yang lebih halus dan berwarna coklat agak kehitaman. Dengan kompos maka kultur pertanian akan kembali ke bahan-bahan organik. Bahan organik akan memperbaiki struktur jaringan tanaman, artinya tanaman yang diberi kompos tidak lagi perlu disemprot dengan pestisida karena hama tidak tertarik untuk memangsanya (Prihmantoro, 2003).
Pembuatan kompos ada berbagai cara, tetapi semua cara tersebut mempunyai konsep dasar yang sama. Konsep dasar ini dapat juga disebut pembuatan kompos secara umum sehingga cara pembuatan ini perlu diketahui agar dalam memodifikasi cara pembuatan kompos tidak terjadi kesalahan. Dalam pembuatan kompos, waktu yang diperlukan umumnya sekitar 3-4 bulan. Namun, waktu ini dapat dipercepat menjadi 4-6 minggu dengan diberinya tambahan atau aktivator bagi bakteri pengurai. Tahapan pembuatan kompos dimulai dengan persiapan, baik bahan maupun tempatnya. Setelah itu penyusunan tumpukan kompos, pemantauan suhu dan kelembapan tumpukan, pembalikan dan penyiraman, pematangan, pengayakan kompos, pengemasan dan penyimpanan (Indriani, 2001).
(25)
Pembuatan kompos dapat dilakukan di dalam ruangan (beratap) walaupun tidak berdinding. Dalam pembuatan kompos ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar dihasilkan kompos yang baik, yaitu :
1. Campuran kompos harus homogen agar kadar N dan kecepatan fermentasi dapat merata dan tetap, oleh karena itu bahan-bahan mentah perlu dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
2. Temperatur awal harus tinggi untuk membunuh pathogen biji rumput-rumputan dan lalat atau telur-telur dan larva hama lainnya serta penyakit (cendawan) yang terbawa ke dalam tumpukan.
3. Pada awal pembuatan kompos itu diperlukan air yang cukup banyak untuk mengimbangi penguapan dan untuk mengaktifkan jasad renik.
Adapun ciri-ciri kompos yang baik : a. berwarna coklat
b. berstruktur remah c. berkonsistensi gembur d. berbau daun yang lapuk (Budhiwidiyastuti, 2001).
Pengomposan merupakan proses biologi oleh mikroorganisme secara terpisah atau bersama-sama dalam menguraikan bahan organik menjadi bahan semacam humus. Bahan yang terbentuk mempunyai berat volume yang lebih rendah daripada bahan dasarnya, bersifat stabil, kecepatan proses dekomposisi lambat dan sumber pupuk organik. Dengan demikian pengomposan menyiapkan makanan untuk untuk tanaman di luar petak pertanaman dan sekaligus menghilangkan senyawa yang mudah teroksidasi dan keberadaannya tidak
(26)
dikehendaki. Apabila residu ini diberikan langsung ke tanah tanpa proses pengomposan maka akan merugikan tanaman karena memanfaatkan hara nitrogen yang ada dalam tanah (Sutanto, 2002).
Apabila proses pengomposan telah selesai maka secara fisik terlihat antara lain; jika dipegang terasa dingin tidak lagi panas, jika diremas terasa rapuh, bau dan warnanya sudah tidak sebagaimana asalnya. Sebenarnya pupuk padat ini siap digunakan sebagai pupuk organik. Perbandingan C/N rasio bahan ini mendekati perbandingan C/N rasio tanah yaitu berkisar 12-15. Bahan organik hasil pengomposan ini biasanya berbentuk serbuk kasar atau sedikit bergumpal tergantung kadar air bahan. Pupuk ini sudah dapat digunakan untuk pemupukan tanaman. Untuk tujuan tertentu bahan-bahan organik yang sudah matang ini dapat diproses lebih lanjut menjadi pupuk padat dengan berbagai bentuk, misalnya berbentuk butiran pecah atau butiran seragam, serbuk kasar, pelet atau tablet tergantung alat pencetaknya. Proses pencetakannya secara umum didahului dengan penghancuran dan pencampuran bahan organik hasil pengomposan supaya homogen dan baru setelah itu di cetak sesuai kebutuhan dan bentuk yang diinginkan (Isnaini, 2006).
Kelebihan Kompos
Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut :
• Menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman. • Mengemburkan tanah.
• Memperbaiki struktur dan tekstur tanah.
(27)
• Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air. • Memudahkan pertumbuhan akar tanaman. • Menyimpan air tanah lebih lama.
• Mencegah lapisan kering pada tanah. • Mencegah beberapa penyakit akar.
• Menghemat pemakaian pupuk kimia dan atau pupuk buatan. • Meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia
• Menjadi salah satu alternatif pengganti (substitusi) pupuk kimia karena harganya lebih murah, berkualitas, dan akrab lingkungan.
• Bisa menjadi pupuk masa depan karena pemakaiannya yang lebih hemat. • Bersifat multiguna karena bisa dimanfaatkan untuk bahan dasar pupuk
organik yang diperkaya dengan mineral, inokulum bakteri pengikat N,dan inokulum bakteri pemfiksasi P; media tanam dalam bentuk pelet; biofilter pada sistem pengomposan tertutup; dan untuk briket bahan bakar
• Bersifat multilahan karena bisa digunakan di lahan pertanian, perkebunan, reklamasi lahan kritis, padang golf, dan lain-lain
(Hadisumitro, 2009).
Pupuk Organik Yang Berasal Dari Hasil Ikutan Hewan Pupuk organik yang berasal dari hasil ikutan hewan : 1. Pupuk Bubuk Tulang,
Mengandung 10% N, 2,1% P (5% P2O5) dan K 1%. Daerah penghasilnya Bagan Siapi-Api.
Dapat digunakan sebagai makanan ternak, sering pula di ekspor, seperti : hyponex untuk pemupukan tanaman anggrek.
(28)
2. Pupuk Bubuk Darah,
Didapat dari tempat-tempat pemotongan ternak, darah yang cair diletakkan dalam tempat pengumpulan yang diberi uap sehingga terjadi koagulasi, bagian yang cair kemudian dibuang.
Pupuk ini mengandung 10-12% N, 0,6% P (2% P2O5) dan 0,4-0.6% K. Dapat juga digunakan sebagai makanan ternak.
3. Pupuk Bubuk Tulang Ikan,
Banyak mengandung fosfor, merupakan campuran dari sepertiga pupuk organik dan dua per tiga anorganik
(Sutedjo, 2008).
Beberapa tahun belakangan ini, bahan pangan, terutama sayuran yang dibudidayakan secara organik mulai digandrungi masyarakat. Mereka memilih makanan ini karena lebih sehat dan lebih aman dari residu pestisida yang mengandung bahan kimia berbahaya. Bahan pangan organik dihasilkan dari budi daya yang dilakukan secara organik, yaitu hanya dipupuk menggunakan kompos dan pupuk organik lainnya. Kandungan hara kompos terbilang lengkap karena mengandung unsur hara makro sekaligus unsur hara mikro. Namun, jumlahnya relatif kecil sehingga untuk bisa memenuhi kebutuhan tanaman diperlukan kompos dalam jumlah banyak. Kadar unsur hara dalam kompos, terutama unsur hara makro bisa ditingkatkan dengan cara menambahkan tepung tulang, tepung darah, tepung kerabang, atau abu hasil dari pembakaran sekam padi. Agar kompos yang kita produksi memiliki kualitas bagus tidak ada salahnya kita melakukan inovasi dengan menambahkan bahan tepung tadi (Simamora dan Salundik, 2008).
(29)
Selama 2 pekan sampah-sampah organik biasanya telah menjadi kompos berwarna kecokelatan. Kemudian kompos itu dihancurkan dengan mesin penggiling. Hasil gilingan berupa serbuk kompos halus merupakan bahan baku blok pembenihan. Untuk membuat blok pembenihan, serbuk kompos sebanyak 7 kilogram dicampur dengan 200 ml perekat terbuat dari tepung kanji. Fungsi perekat agar kompos tetap utuh dan tak mudah berhamburan. Bahan yang tercampur sempurna itu lalu dimasukkan ke dalam cetakan dan ditekan dengan mesin penekan manual. Persis membuat briket. Tujuannya supaya padatan blok yang terbentuk menjadi lebih kuat. Kompos yang sudah dicetak menjadi blok itu kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1-2 pekan (Admin, 2009). Effective Microorganisme 4 (EM-4)
EM-4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian besar mengandung mikroorganisme bakteri penghasil asam laktat (Lactobacillus sp.), serta dalam jumlah sedikit bakteri fotosintetik (Streptomyces sp.) dan ragi (yeast). EM-4 mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen. EM-4 diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman secara berkelanjutan. EM-4 juga dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan, membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan ikan.
(30)
Keuntungan dan Manfaat Em-4
• Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
• Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen.
• Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi.
• Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan kompos. Kompos yang dibuat dengan teknologi EM disebut dengan BOKASHI
(Marsono dan Sigit, 2001).
Banyak para hobiis dan pencinta tanaman hias, bertanya tentang komposisi kandungan pupuk dan prosentase kandungan N, P dan K yang tepat untuk tanaman yang bibit, remaja atau dewasa/indukan. Berikut ini adalah fungsi-fungsi masing-masing unsur tersebut :
Nitrogen ( N )
-Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan -Merupakan bagian dari sel ( organ ) tanaman itu sendiri
-Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman -Merangsang pertumbuhan vegetatif ( warna hijau ) seperti daun
-Tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya : pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati.
(31)
Phospat ( P )
-Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman -Merangsang pembungaan dan pembuahan
-Merangsang pertumbuhan akar -Merangsang pembentukan biji
-Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel
-Tanaman yang kekurangan unsur P gejaalanya : pembentukan buah/dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan ( kurang sehat )
Kalium ( K )
-Berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air.
-Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit
-Tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya : batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun (Rioardi, 2009).
Rasio C/N adalah salah satu parameter penting untuk mengetahui kualitas kompos. Rasio ini digunakan untuk mengetahui apakah kompos sudah cukup ‘matang’ atau belum. Rasio C/N ini juga diatur di dalam SNI ataupun KepMenTan tentang kualitas kompos. Di dalam SNI rasio C/N kompos yang diijinkan adalah 10 – 20, sedangkan di dalam KepMenTan rasio C/N kompos yang diijinkan berkisar antara 20 (Isroi, 2008).
(32)
Dongkrak dan prinsip kerjanya
Prinsip kerja dongkrak hidrolik adalah dengan memanfaatkan hukum Pascal, "Tekanan yang diberikan pada suatu fluida dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah sama rata". Dongkrak hidrolik terdiri dari dua tabung yang berhubungan yang memiliki diameter yang berbeda ukurannya. Jika kita memberikan gaya yang kecil pada tabung yang berdiameter kecil maka tekanan akan disebarkan merata ke segala arah termasuk ke tabung besar (Admin, 2009).
Alat ini bekerja dengan memanfaatkan gaya tekanan yang diakibatkan oleh gerakan ujung dongkrak hidrolik yang terus memanjang. Semakin kecil luas permukaan bidang sentuhan antara ujung dongkrak hidrolik dengan luas permukaan maka tekanan yang dihasilkan semakin besar
(Permatasari, dkk, 2004). Tekanan
Tekanan diartikan sebagai gaya per satuan luas, dimana arah gaya tegak lurus dengan luas permukaan. Karena tekanan adalah gaya per satuan luas maka satuan tekanan adalah N/m2. Secara matematis, tekanan dapat dinyatakan dengan persamaan berikut ini :
= P
A F
………... (1)
Dimana:
P = tekanan (N/m2) F = gaya (kgm/s2) A = luas (m2)
(33)
Cara menghitung gaya tekan yang bekerja pada dongkrak adalah sebagai berikut : P1 = P2 ... (2)
Dimana:
P1 = tekanan pada alat
P2 = tekanan pada dongkrak hidrolik adalah tekanan pada tabung kecil Dari persamaan tekanan di atas, sehingga rumus di atas dapat dijabarkan menjadi sebagai berikut :
2 2 1
1
A F A
F
= ………. ( 3)
Dimana:
F1 = gaya yang diberikan pada penampang alat
F2 = gaya yang diberikan pada penampang dongkrak hidrolik A1 = luas penampang alat
A2 = luas penampang dongkrak hidrolik
Sehingga dengan mengetahui gaya berat yang diberikan pada alat maka dapat dihitung gaya minimal yang diberikan pada pompa hidrolik untuk menekan alat tersebut (Yohanes, 2009).
Pegas
Pegas diterapkan pada berbagai bentuk dan dalam banyak konstruksi. Pegas digunakan agar suatu konstruksi berfungsi dengan baik, sifat pegas ialah kemampuannya menerima kerja lewat perubahan bentuk elastik dan ketika mengendur, menyerahkan kembali kerja tersebut. Pegas yang dibebani gaya tarik atau gaya tekan jarang terjadi karena perpanjangan atau pemendekan elastik oleh gaya tarik atau gaya tekan pada bahan pegas yang biasa dipakai terlalu kecil untuk
(34)
dipergunakan secara praktis. Pegas dibuat dari berjenis-jenis bahan tapi baja dengan penampang lingkaran adalah yang paling banyak dipakai. Fungsi pegas adalah :
1. Menerima dan menyerahkan kembali kerja 2. Mengerjakan gaya
3. Memberikan gaya
4. Menampung tumbukan dan meredam getaran 5. Mengukur gaya dan perpindahan
(Sulaso dan Suga, 2004). Engkol
Engkol merupakan bahan yang dibuat dari besi dan sering disebut karter. Berbentuk dasar silinder, engkol memiliki pemutar terdiri dari dua bagian yang dipasang di kedua ujung poros pemutar. Ruang yang berada di dalam poros terdiri dari batang torak atau pluyer, poros engkol, dan pemegang batang pluyer. Untuk pergerakannya poros engkol memerlukan Pelumas (oil) yang derajat kekentalannya sama dengan oli mobil (SAE 30). Kaki engkol dapat ditautkan pada landasan atau kerangka penyangga dengan sistem ulir. Cara kerja engkol adalah :
1. Engkol digerakkan oleh tangan
2. Engkol dapat mengerakkan poros dan menaikkan tungku (Hardjosentoso, 2000).
(35)
Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan
Ada dua kelompok biaya pemakaian alat atau mesin (alsin) yang umum dibicarakan, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Jumlah biaya tetap tidak dipengaruhi oleh jam kerja alsin, sedangkan biaya tidak tetap sangat dipengaruhi oleh kegiatan alsin.
Pengukuran Biaya produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya pokok).
Biaya pokok BTT C...(4)
x BT
+ =
dimana :
BT = total biaya tetap (Rp/tahun) BTT = total biaya tidak tetap (Rp/jam) x = total jam kerja per tahun (jam/tahun) C = kapasitas alat (jam/satuan produksi)
1. Biaya Tetap
Dalam beberapa literature tidak banyak perbedaan dalam mengelompokkan biaya tetap. Lazimnya biaya tetap itu terdiri dari biaya penyusutan, biaya bunga modal, biaya asuransi, biaya pajak dan biaya gedung atau gudang. Masing-masing jenis biaya ini ada cara perhitungannya baik dengan rumus atau dengan pendekatanpenelitian (pengalaman).
(36)
Biaya tetap terdiri dari :
- Biaya penyusutan (metode garis lurus)
(
)
n S P D= −
………...………(5) dimana :
D = Biaya penyusutan (Rp/tahun)
P = Nilai awal (harga beli/pembuatan) alsin (Rp) S = Nilai akhir alsin (10% dari P) (Rp)
n = Umur ekonomi (tahun)
- Biaya bunga modal dan asuransi, perhitungannya digabungkan, besarnya:
( )( )
n n P i I 2 1 + = ...……….(6) dimana :i = Total persentase bunga modal dan asuransi (17% pertahun) - Biaya pajak
Di negara kita belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk mesin-mesin dan peralatan pertanian, namun beberapa literatur menganjurkan bahwa biaya pajak alsin pertanian diperkirakan sebesar 2% pertahun dari nilai awalnya.
- Biaya gudang/gedung
Biaya gudang atau gedung diperkirakan berkisar antara 0,5-1%, rata-rata diperhitungkan 1% nilai awal (P) pertahun.
(37)
2. Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap terdiri dari :
- Biaya perbaikan dapat dihitung dengan persamaan :
(
)
jam
S
P
reparasi
Biaya
1000
%
2
,
1
−
=
………..(7)- Biaya karyawan/operator yaitu biaya untuk gaji operator. Biaya ini tergantung kepada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya.
3. Break Event Point (Perhitungan Titik Impas)
Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan.
Untuk menentukan produksi titik impas (BEP) maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:
) 8 .( ... ... ... V R F N − = Dimana:
N : jumlah produksi minimal untuk mencapai titik impas (Kg) F : biaya tetap per tahun (rupiah)
R : penerimaan dari tiap unit produksi (harga jual) (rupiah)
V : biaya tidak tetap per unit produksi. VN = total biaya tidak tetap per tahun (rupiah/unit)
(38)
4. Net Present Value (NPV)
Identifikasi masalah kelayakan financial dianalisis dengan menggunakan metode analisis financial dengan kriteria investasi. Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Perhitungan net present value merupakan net benefit yang telah di diskon dengan discount factor. Secara singkat rumusnya :
………..(9) Dimana:
B = manfaat penerimaan tiap tahun
C = manfaat biaya yang dikeluarkan tiap tahun t = tahun kegiatan usaha (t = 1,2,...n)
i = tingkat discount yang berlaku Dengan Kriteria:
- NPV > 0, berarti usaha menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan dan dikembangkan;
- NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan dan dikembangkan;
- NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan (Darun, 2002)
2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) ini digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatau alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu. Internal rate of return (IRR) adalah suatu tingkatan discount rate, dimana
(39)
atau NPV= Y (positif) dan NPV = X (positif) atau NPV = Y (negatif), dihitunglah harga IRR dengan menggunakan rumus berikut:
………...(10) Dan
………..(11)
dimana :
p = suku bunga bank paling atraktif q = suku bunga coba-coba ( > dari p) X = NPV awal pada p
Y = NPV awal pada q (Purba, 1997).
(40)
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2010 di Laboratorium Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : jerami, tepung darah, tepung kanji, tepung tulang, air dan EM4.
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian : ember untuk mengangkut air yang diperlukan untuk pembuatan kompos, timbangan untuk mengukur berat bahan, goni sebagai wadah kompos, plastik hitam untuk menutupi bahan yang akan dijadikan kompos selama proses pengomposan berlangsung, cangkul untuk mempermudah pencampuran bahan baku kompos, sendok pengaduk untuk mempermudah pencampuran kompos yang telah jadi dengan bahan perekat. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian faktorial dengan model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor perlakuan, yaitu :
Faktor I : jenis perekat, dengan tiga taraf perlakuan P1 = tepung darah
P2 = tepung kanji P3 = tepung tulang
Faktor II : dosis perekat (perekat + air)
(41)
T2 = 25% dari total berat bahan kompos (kompos, perekat, dan air) T3 = 30% dari total berat bahan kompos (kompos, perekat, dan air) Penelitian dilakukan dengan kombinasi perlakuan sebagai berikut :
P1T1 P2T1 P3T1 P1T2 P2T2 P3T2 P1T3 P2T3 P3T3
Jumlah kombinasi perlakuan sebanyak Tc = 3 x 3 = 9, sehingga ulangan percobaan dapat dihitung :
Tc (n-1) ≥15 9(n-1) ≥ 15 (n-1) ≥ 1.67
n ≥ 2.67 dibulatkan menjadi 3
Untuk lebih jelasnya mengenai kombinasi jenis dan dosis perekat, dapat dilihat pada tabel 1 berikut
Tabel 1. Kombinasi Jenis Perekat dan Dosis Perekat
Perlakuan Kompos (gr) Perekat (gr) Air (gr) Total (gr)
P1
T1 400 80 20 500
T2 375 100 25 500
T3 350 120 30 500
P2
T1 400 80 20 500
T2 375 100 25 500
T3 350 120 30 500
P3
T1 400 80 20 500
T2 375 100 25 500
T3 350 120 30 500
Perekat : air = 4 : 1
Adapun model rancangan yang digunakan yaitu : Yijk= µ+αi+βj+(αβ)ij+Σijk
(42)
Dimana :
Yijk = pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan faktor jenis perekat pada taraf ke- i dan perlakuan dosis perekat pada taraf ke-j pada ulangan k
µ = nilai tengah sebenarnya
αi = efek perlakuan jenis perekat pada taraf ke-i
βj = efek perlakuan dosis perekat pada taraf ke-j
(αβ)ij = efek interaksi perlakuan jenis perekat pada taraf ke- i dengan perlakuan dosis perekat pada taraf ke-j
Σijk = pengaruh pengacakan Pelaksanaan Penelitian
A. Persiapan Alat
- Semua komponen alat diperiksa apakah semua komponen tersebut dapat beroperasi seperti semestinya
- Alat dibersihkan dari semua kotoran agar alat dapat bekerja secara optimal - Diberi minyak gemuk pada komponen alat yang rentan terhadap korosi - Dilakukan pengoperasian alat dengan bahan cetakan alternatif untuk
memastikan alat beroperasi secara baik atau tidak, bila tidak diperiksa lagi komponen alat yang kurang optimal kinerjanya, bila alat beroperasi secara baik maka dilanjutkan ke persiapan bahan.
B. Persiapan Bahan Pembuatan Kompos
(43)
a) Kompos Jerami
- Semua bahan dicacah hingga ukuran menjadi lebih kecil - Ditambahkan EM4 sebanyak 1,25 % berat bahan
- Diaduk campuran hingga merata, lalu ditambahkan air hingga mencapai kadar air sebesar 80 % atau secara visual air tidak menetes saat diperas
- Bahan tersebut ditumpukkan di atas lantai semen, kemudian ditutup dengan plastik hitam dan diberi atap sebagai naungan - Kemudian bahan dibiarkan selama 14 hari, setelah itu kompos
jerami tersebut sudah matang. b) Persiapan Adonan Cetakan
- Adonan cetakan pertama dibuat dari campuran kompos jerami, tepung darah, dan air dengan perbandingan:
kompos jerami : tepung darah : air = 20 : 4 : 1
dengan asumsi berat adonan adalah 500 gram, untuk dosis perekat 20% maka dicampurlah kompos jerami sebanyak 400 gram, tepung darah 80 gram, dan air 20 gram. Secara persentase komposisi adonan tersebut dapat dituliskan: kompos jerami 80%, tepung darah 16%, dan air 4%.
- Adonan cetakan kedua dibuat dari campuran kompos jerami, tepung darah, dan air dengan perbandingan:
kompos jerami : tepung darah : air = 15 : 4 : 1
dengan asumsi berat adonan adalah 500 gram, untuk dosis perekat 25% maka dicampurlah kompos jerami sebanyak 375
(44)
gram, tepung darah 100 gram, dan air 25 gram. Secara persentase komposisi adonan tersebut dapat dituliskan: kompos jerami 75%, tepung darah 20%, dan air 5%.
- Adonan cetakan ketiga dibuat dari campuran kompos jerami, tepung darah, dan air dengan perbandingan:
kompos jerami : tepung darah : air = 35 : 12 : 3
dengan asumsi berat adonan adalah 500 gram, untuk dosis perekat 30% maka dicampurlah kompos jerami sebanyak 350 gram, tepung darah 120 gram, dan air 30 gram. Secara persentase komposisi adonan tersebut dapat dituliskan: kompos jerami 70%, tepung darah 24%, dan air 6%.
- Dengan cara yang sama dilakukan pencampuran adonan dengan bahan perekat tepung kanji dan tepung tulang.
Prosedur Penelitian
a. Ditimbang adonan kompos sebanyak 500 gram untuk campuran kompos jerami dengan tepung darah; 500 gram untuk campuran kompos jerami dengan tepung kanji; dan 500 gram untuk campuran kompos jerami dengan tepung tulang.
b. Dimasukkan adonan kompos ke dalam cetakan yang tersedia
c. Diratakan permukaan kompos yang dimasukkan dengan plat yang telah disediakan
d. Dioperasikan dongkrak sampai ketinggian maksimal dimana dongkrak tidak dapat lagi bergerak
(45)
e. Dibuka pengaman dongkrak sehingga plat penekan kembali ke posisi semula
f. Ditekan keatas tuas pengungkit sehingga kompos hasil cetakan naik ke permukaan plat cetakan
g. Diambil hasil cetakan
h. Dimasukkan kompos yang baru ke dalam cetakan untuk pekerjaan selanjutnya
i. Dicatat waktu yang dibutuhkan untuk mencetak kompos dengan alat ini
j. Dihitung parameter yang akan diamati
k. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali terhadap masing-masing perlakuan
Parameter yang diamati
1. Analisis Perbandingan C/N dan Unsur Makro
Adapun metode analisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode Walkley and Black untuk pengukuran kadar C organik, sedangkan untuk pengukuran kadar N total digunakan metode Kjdall. Setelah itu dilanjutkan dengan pengukuran perbandingan unsur makro (Nitrogen, Phospat, dan Kalium) dari ketiga jenis perekat.
2. Kapasitas Material (Kg/jam)
Kapasitas material dilakukan dengan membagi berat kompos awal terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencetak kompos.
KM = ...(12) T
(46)
dimana :
KM : Kapasitas material (Kg/jam) BA : Berat awal (kg)
T : Waktu (jam) 3.Kapasitas Hasil (Kg/jam)
Kapasitas hasil dilakukan dengan membagi berat kompos yang dicetak terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencetak kompos.
KH = ...(13) T
BC
dimana :
KH : Kapasitas hasil (Kg/jam) BC : Berat hasil cetakan (Kg) T : Waktu (jam)
4. Kerusakan hasil cetakan (%)
Pengukuran persentase kerusakan hasil dapat ditentukan dengan membagi berat kompos yang rusak (tercetak tidak sempurna, pecah, patah) dengan berat isian kompos awal (sebelum dicetak) dikali dengan 100 %. Secara matematis dapat dituliskan dengan persamaan:
= hasil Kerusakan
% x 100 %
BA BR
………. …….(14) dimana: BR : Bahan rusak (kg)
BA : Berat hasil cetakan (kg)
5. Lama Kompos Melebur (hari)
(47)
ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama kompos dapat bertahan sehingga bisa diperhitungkan waktu pemupukan selanjutnya.
6. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi yang dilakukan adalah menghitung biaya pencetakan kompos dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (persamaan 5).
Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi, biaya pajak dan biaya gedung/gudang. Sementara biaya tidak tetap terdiri dari biaya perbaikan untuk dongkrak sebagai sumber tenaga penekan dan biaya karyawan/operator.
7. Break Event Point (BEP)
Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan, untuk menentukan produksi titik impas maka digunakan persamaan 9.
8. Net Present Value (NPV)
Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Perhitungannya dilakukan dengan persamaan. 9. Internal Rate of Return (IRR)
Internal rate of return digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat suku bunga tertentu. Nilai IRR menentukan berapa besar bunga pinjaman di bank paling tinggi sehingga suatu usaha layak dijalankan. Bila suku bunga pinjaman lebih kecil dari angka
(48)
IRR yang diperoleh (dihitung), berarti usaha tersebut masih layak dijalankan, tetapi jika ternyata suku bunga pinjaman di bank lebih tinggi dari nilai IRR yang diperoleh, maka usaha tersebut tidak layak lagi dijalankan. Nilai IRR dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 11.
(49)
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh bahan perekat
Perlakuan bahan perekat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kapasitas material, kapasitas hasil, kerusakan hasil, lama kompos melebur serta analisis C/N dan unsur makro. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Pengaruh bahan perekat terhadap parameter yang diamati Bahan perekat Kapasitas
material (kg/jam)
Kapasitas hasil (kg/jam)
Kerusakan hasil (%)
Lama kompos melebur (hari)
Tepung darah 7,16 6,79 11,45 21,22
Tepung kanji 7,59 7,30 3,40 41,78
Tepung tulang 7,35 7,03 2,80 30,00
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi terdapat pada bahan perekat yang terbuat dari tepung kanji, sedangkan yang terendah terdapat pada tepung darah. Kapasitas hasil tertinggi terdapat pada tepung kanji sedangkan yang terendah pada tepung darah. Kerusakan hasil tertingi terdapat pada bahan perekat yang terbuat dari tepung darah, sedangkan yang terendah terdapat pada bahan perekat dari tepung tulang. Lamanya kompos melebur tertinggi terdapat pada bahan perekat dari tepung kanji, sedangkan yang terendah terdapat pada bahan perekat dari tepung darah.
Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya kapasitas material dan kapasitas hasil di atas relatif lebih kecil, hal itu disebabkan karena pada penelitian ini ketebalan cetakan kompos lebih kecil dari penelitian sebelumnya sehingga berat awal kompos juga lebih kecil. Berat awal cetakan kompos mempengaruhi kapasitas hasil dan kapasitas material. Meskipun demikian lama kompos melebur pada penelititan ini lebih besar dari penelitian sebelumnya, yang berarti perlakuan bahan perekat ini memberikan hasil yang berbeda dari penelitian sebelumnya.
(50)
Perbedaan ini terjadi karena penelitian sebelumnnya menggunakan bahan perekat dari tepung tulang dan menggunakan tiga jenis kompos yang berbeda, yaitu kompos dari kotoran sapi, kompos dari jerami dan kompos dari sekam. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan kompos jerami dengan tiga perlakuan jenis perekat yang berbeda, yaitu bahan perekat dari tepung darah, tepung kanji dan tepung tulang. Dari hasil penelitian sebelumnnya lama kompos melebur terdapat pada kompos jerami, sehingga pada penelitian ini dengan perlakuan tiga jenis perekat menghasilkan cetakan kompos yang lebih lama melebur. Hal ini di dukung lagi oleh persentase kerusakan hasil yang lebih rendah dari penelitian sebelumnya. Semakin lama kompos melebur, maka kehilangan unsur hara akibat pencucian air semakin sedikit.
Pencetakan kompos dengan alat ini selain membuat volume kompos menjadi lebih kecil juga membuat tampilan kompos lebih menarik dan mempunyai bentuk tertentu, hal ini sesuai dengan pernyataan Musnamar (2005) yang menyatakan bahwa bentuk pupuk organik padat saat ini semakin beragam disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Saat ini bentuk pupuk organik padat yang ditawarkan antara lain serbuk, butiran, pelet, dan tablet. Pupuk organik bentuk butiran, pelet, dan tablet merupakan bentuk pupuk organik konsentrat yang dibentuk dengan mesin pencetak bertekanan tinggi.
Hasil analisis C/N dan unsur makro dapat dilihat pada tabel 3 berikut : Tabel 3. Data hasil analisis jenis perekat terhadap C/N dan unsur makro
Bahan perekat C-ORGANIK (%) N-total (%) C/N P205 (%) K2O (%)
Tepung darah 20.68 3.51 9.82 0.14 0.17
Tepung kanji 28.72 0.92 31.93 0.12 0.17
(51)
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa C/N tertinggi terdapat pada jenis bahan perekat dari tepung kanji yaitu sebesar 31,93 sedangkan yang terendah terdapat pada jenis bahan perekat dari tepung tulang yaitu sebesar 8,27. Kandungan P205 (Phosphat) tertinggi terdapat pada jenis bahan perekat dari tepung tulang, yaitu sebesar 0,67% sedangkan yang terendah terdapat pada jenis bahan perekat dari tepung kanji yaitu sebesar o,12%. Persentase K2O (Kalium) dari ketiga jenis perekat memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 0,17%. Dari ketiga jenis bahan perekat diatas, yang memiliki nilai tambah teringgi pada tanaman khususnya dalam hal perkembangan batang adalah jenis perekat dari tepung tulang, karena memiliki persentase P205 (Phosphat) yang paling tinggi dibandingkan dengan tepung kanji dan tepung darah. Perlakuan jenis bahan perekat tidak memberikan hasil yang berbeda pada kandungan K2O (Kalium).
Tabel 4. Data hasil analisis dosis perekat terhadap C/N dan unsur makro
Dosis C-ORGANIK (%) N-total (%) C/N P205 (%) K2O (%)
20% 18.08 1.97 15.95 0.31 0.17
25% 20.92 2.09 16.12 0.31 0.17
30% 21.63 2.42 17.94 0.30 0.17
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa C/N tertinggi terdapat pada dosis bahan perekat sebesar 30%, sedangkan yang terendah terdapat pada dosis bahan perekat 20%. Kandungan P205(Phosphat) tertinggi terdapat pada dosis bahan perekat 20% dan 25%, sedangkan yang terendah terdapat pada dosis bahan perekat 30%. Perlakuan dosis bahan perekat tidak memberikan hasil yang berbeda pada kandungan K2O (Kalium).
Dari Tabel 3 dan 4 di atas dapat dilihat bahwa secara umum kandungan unsur hara kompos hasil cetakan tersebut relatif rendah bila dibandingkan dengan pupuk kimia, akan tetapi kompos tersebut mengandung hampir semua dari zat
(52)
yang dibutuhkan tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataan Prihmantoro (2003) yang mengatakan bahwa kandungan zat hara dalam kompos sangat bervariasi tergantung dari bahan yang dikomposkan, cara pengomposan, dan cara penyimpanannya. Secara umum kandungan zat hara dalam kompos terdiri dari : karbon 8,2%, nitrogen 0,09%, fosfor 0,36%, kalium 0,81%, komponen kompos terdiri dari cairan 41% dan bahan kering 59%.
Pengaruh dosis bahan perekat
Dari hasil penelitian yang dilakukan, secara umum diperoleh bahwa dosis bahan perekat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kapasitas material, kapasitas hasil, kerusakan hasil, dan lama kompos hancur. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Pengaruh dosis bahan perekat terhadap parameter yang diamati Dosis
bahan perekat
Kapasitas material (kg/jam)
Kapasitas hasil (kg/jam)
Kerusakan hasil (%)
Lama kompos melebur (hari)
20% 7,25 6,86 6,54 29,00
25% 7,28 6,98 7,20 31,56
30% 7,57 7,28 3,70 32,44
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi terdapat pada dosis 25% sedangkan yang terendah terdapat pada dosis 20%, sementara kapasitas hasil tertinggi terdapat pada dosis 30% dan yang terendah terdapat pada dosis 20%. Untuk kerusakan hasil yang tertinggi terdapat pada dosis 25%, sedangkan yang terendah pada dosis 30%. Lama kompos melebur tertinggi terdapat pada dosis 30% dan yang terendah pada dosis 20%.
Analisis statistik yang dilakukan untuk perlakuan jenis bahan perekat dan dosis bahan perekat terhadap kapasitas kerja alat dan kerusakan hasil yang diamati dapat dilihat pada uraian berikut ini:
(53)
1. Analisis Perbandingan C/N dan Unsur Makro
Dari hasil analisis yang dilakukan di Labortorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (Lampiran 5), dapat dilihat bahwa perbandingan C/N tertinggi terdapat pada perlakuan P2T3 yaitu sebesar 39,00 sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P3T1. Dari data diatas tidak bisa dilihat analisis sidik ragamnya, karena penelitian data hanya dilakukan pada 9 sampel dan tidak memilki ulangan, sehingga tidak diperoleh nilai rata-ratanya.
Dari data hasil analisis laboratorium secara umum nilai perbandingan C/N tidaklah terlalu besar, dan masih berkisar di nilai perbandingan C/N secara umum. Artinya kompos ini layak digunakan, karena tidak member efek yang buruk kepada tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataan Prihmantoro (2003) yang menyatakan bahwa Kadar C/N dalam kompos umumnya 23. C/N merupakan perbandingan karbon dan nitrogen. Pupuk dengan C/N yang tinggi kurang baik diberikan ke tanaman karena proses peruraian selanjutnya akan terjadi di dalam tanah. CO2 yang dihasilkan dari peruraian tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman.
2. Kapasitas Material
Pengaruh jenis bahan perekat
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa perlakuan jenis bahan perekat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kapasitas material. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis bahan perekat terhadap kapasitas material untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.
(54)
Tabel 6. Uji LSR Efek utama Jenis perekat terhadap kapasitas material (kg/jam)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 7.16 a A
2 0.324 0.513 P2 7.35 ab A
3 0.340 0.463 P3 7.58 b A
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi terdapat di P3 yaitu 7,58 Kg/Jam dan yang terendah pada perlakuan P1 yaitu 7,16 Kg/Jam. Perlakuan P3 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua perlakuan.
Pengaruh dosis bahan perekat
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa perlakuan dosis bahan perekat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kapasitas material. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh dosis bahan perekat terhadap kapasitas material untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Uji LSR Efek utama dosis bahan perekat terhadap kapasitas material (kg/jam)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - T1 7.25 a A
2 0.324 0.513 T2 7.28 a A
3 0.340 0.463 T3 7.57 a A
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa T1 memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap T2 dan T3. Kapasitas material tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 yaitu 7,57 kg/jam dan yang terendah pada perlakuan T1 yaitu 7,25
(55)
kg/jam. Perlakuan T3 memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata untuk semua perlakuan.
Hubungan antara dosis bahan perekat dengan kapasitas material dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pengaruh dosis bahan perekat terhadap kapasitas material (Kg/jam) Dari Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin besar dosis bahan perekat yang diberikan maka semakin besar pula kapasitas materialnya. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan unsur padat berupa bahan perekat sehingga mengakibatkan bertambahnya volume dari kompos tersebut. Kapasitas material diperoleh dari membagi berat awal kompos dengan waktu yang diperlukan untuk mencetak kompos dengan penambahan dosis perekat maka berat awal kompos juga bertambah.
Pengaruh interaksi jenis dan dosis bahan perekat
Pada analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan jenis bahan perekat dengan dosis nya berpengaruh tidak nyata terhadap kapasitas material. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant
(56)
Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap dosis tepung tulang untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Uji LSR Efek interaksi jenis dan dosis bahan perekat terhadap kapasitas material (kg/ jam)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1T1 6.96 a A
2 0.561 0.889 P1T2 7.01 a A
3 0.588 0.801 P3T2 7.28 a A
4 0.606 0.823 P3T1 7.32 a A
5 0.618 0.839 P2T1 7.46 a A
6 0.627 0.851 P3T3 7.46 a A
7 0.633 0.860 P1T3 7.50 a A
8 0.638 0.868 P2T2 7.55 ab A
9 0.642 0.875 P2T3 7.75 b A
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi diperoleh pada perlakuan P2T3 yaitu sebesar 7,75 kg/jam dan yang terendah P1T1 yaitu sebesar 6,96 kg/jam. Interaksi jenis dan dosis bahan perekat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kapasitas material, sehingga analisanya tidak dilanjutkan.
3. Kapasitas Hasil
Pengaruh jenis bahan perekat
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan jenis bahan perekat memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kapasitas hasil. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas hasil untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.
(57)
Tabel 9. Uji LSR Efek utama Jenis bahan perekat terhadap kapasitas hasil (kg/jam)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 6.79 a A
2 0.310 0.491 P3 7.04 ab AB
3 0.325 0.443 P2 7.30 b B
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa P1 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap P3 dan berbeda sangat nyata terhadap P2. P3 meberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap P2 dan P1. Kapasitas hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 7,30 kg/jam dan yang terendah pada perlakuan P1 yaitu 6,79 kg/ jam.
Pengaruh dosis bahan perekat
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan dosis bahan perekat memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kapasitas hasill. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh dosis bahan perekat terhadap kapasitas hasil untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji LSR Efek utama Dosis bahan perekat terhadap kapasitas hasil (kg/jam)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - T1 6.86 a A
2 0.310 0.491 T2 6.98 ab A
3 0.325 0.443 T3 7.28 b A
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa T1 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap T2 dan T3. T2 memberikan pengaruh yang berbeda nyata
(58)
terhadap T3. Kapasitas hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 yaitu 7,28 kg/jam dan yang terendah pada perlakuan T1 yaitu 6,86 kg/jam. Perlakuan T1 memberikan pengaruh yang berbeda nyata untuk semua perlakuan.
Hubungan antara dosis bahan perekat dengan kapasitas hasil dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pengaruh dosis bahan perekat terhadap kapasitas hasil (Kg/jam)
Dari Gambar 2 mennjukkan bahwa semakin tinggi dosis bahan perekat yang diberikan, maka kapasitas hasilnya juga semakin besar. Hal ini sesuai dengan pengaruh dosis bahan perekat terhadap kapasitas material. Kapasitas hasil diperoleh dari membagi berat hasil cetakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencetak kompos. Dari gambar 2 menunjukkan bahwa kapasitas hasil tertinggi diperoleh pada dosis 30%.
Pengaruh interaksi jenis dan dosis bahan perekat
Pada analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan jenis bahan perekat dengan dosis nya berpengaruh tidak nyata terhadap kapasitas hasil. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant
(59)
Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis dan dosis bahan perekat untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Uji LSR Efek interaksi jenis dan dosis bahan perekat terhadap kapasitas hasil (kg/jam)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1T1 6.58 a A
2 0.537 0.851 P1T2 6.63 a A
3 0.563 0.767 P3T1 6.91 a A
4 0.580 0.788 P3T2 7.01 a A
5 0.591 0.803 P2T1 7.10 a A
6 0.600 0.815 P1T3 7.15 a A
7 0.606 0.824 P3T3 7.18 a A
8 0.611 0.831 P2T2 7.30 b AB
9 0.615 0.837 P2T3 7.50 b B
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa secara umum interaksi jenis dan dosis bahan perekat memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kapasitas hasil. Kapasitas hasil tertinggi terdapat pada perlakuan P2T3 yaitu 7,50 kg/jam, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P1T1 yaitu 6,58 kg/jam. Interaksi jenis dan dosis bahan perekat memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kapasitas hasil, sehingga analisanya tidak dilanjutkan.
Proses pencetakan yang dilakukan dengan menggunakan alat pencetak kompos ini dapat menurunkan kadar air yang berlebih dan keluar melalui celah yang terdapat pada tuas pengungkit sehingga akan mengurangi volume kompos. Kadar air yang rendah sangat baik untuk kompos, selain untuk menghemat ruang penyimpanan juga memperpanjang masa simpan kompos tersebut. Kadar air yang tinggi pada kompos dapat menjadi tempat bertumbuhnya jamur yang akan membuat kompos semakin cepat hancur, selain itu salah satu ciri-ciri kompos yang baik adalah meiliki kadar air rendah, hal ini sesuai dengan pernyataan
(60)
Sarwono (2001) yang mengatakan bahwa kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan yang cukup dengan dicirikan warna sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan mempunyai suhu ruang.
Kapasitas alat dapat ditingkatkan dengan cara menurunkan ketebalan kompos yang akan dibentuk karena dapat mempercepat waktu untuk mencetak kompos tersebut dan mendapatkan komposisi yang sesuai dalam membuat adonan kompos yang akan dibentuk.
4. Kerusakan hasil cetakan Pengaruh jenis bahan perekat
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa perlakuan jenis bahan perekat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kerusakan hasil. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas kerja alat untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Uji LSR Efek utama jenis bahan perekat terhadap kerusakan hasil cetakan (%)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P3 2.60 a A
2 8.699 13.790 P2 3.40 a A
3 9.126 12.432 P1 11.45 a A
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa kerusakan hasil cetakan tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 yaitu 11,45% dan yang terendah pada perlakuan P3 yaitu 2,60%. Perlakuan P1 memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap semua perlakuan, sehingga analisanya tidak dilanjutkan.
(61)
Pengaruh dosis bahan perekat
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa perlakuan dosis bahan perekat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kerusakan hasil. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh dosis bahan perekat terhadap kapasitas kerja alat untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Pengaruh dosis bahan perekat terhadap kerusakan hasil (%)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - T3 3.71 a A
2 8.699 13.790 T1 6.54 a A
3 9.126 12.432 T2 7.21 a A
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa kerusakan hasil cetakan tertinggi diperoleh pada perlakuan T2 yaitu 7,21% dan yang terendah pada perlakuan T3 yaitu 3,71%. Perlakuan dosis bahan perekat memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kerusakan hasil.
Hubungan antara dosis bahan perekat dengan kerusakan hasil cetakan dapat dilihat pada Gambar 3.
(62)
Gambar 3. Pengaruh dosis bahan perekat terhadap kerusakan hasil cetakan (%) Dari gambar 3 diketahui bahwa kerusakan hasil tertinggi terdapat pada perlakuan dosis 25%. Hal ini berarti perlakuan dosis bahan perekat tidak mempengaruhi persentase kerusakan hasil cetakan, tapi faktor lain lah yang mempengaruhi kerusakan hasil ini. Faktor lain itu dapat berupa jenis bahan perekat ataupun kesalahan operator.
Pengaruh interaksi jenis dan dosis bahan perekat
Pada analisa sidik ragam pada lampiran 3 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan jenis dan dosis bahan perekat berpengaruh berbeda tidak nyata terhadap kerusakan hasil. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh dan dosis bahan perekat terhadap kapasitas kerja alat untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 14.
(63)
Tabel 14. Uji LSR Efek interaksi jenis dan dosis bahan perekat terhadap kerusakan hasil (%)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P2T1 0.00 a A
2 15.067 23.886 P3T3 0.00 a A
3 15.807 21.532 P2T2 3.28 a A
4 16.279 22.116 P3T2 3.29 a A
5 16.603 22.542 P1T3 4.20 a A
6 16.837 22.866 P3T1 4.52 a A
7 17.019 23.120 P2T3 6.92 a A
8 17.156 23.333 P1T2 15.05 a A
9 17.263 23.505 P1T1 15.11 a A
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa kerusakan hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan P1T1 yaitu sebesar 15,11% dan yang terendah pada perlakuan P2T1 dan P3T3 dimana pada kedua perlakuan tersebut tidak ada hasil cetakan yang rusak.
5. Lama Kompos Melebur Pengaruh jenis bahan perekat
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa perlakuan jenis bahan perekat memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap lamanya kompos melebur. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis bahan perekat terhadap lamanya kompos melebur dapat dilihat pada Tabel 15.
(64)
Tabel 15. Pengaruh jenis bahan perekat terhadap lamanya kompos melebur (hari)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 21.22 a A
2 5.900 9.353 P2 30.00 b A
3 6.190 8.432 P3 41.78 c B
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa P1 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap P2 dan P3. P1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap P3 pada taraf 1%. Lamanya kompos melebur tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 yaitu 41,78 hari dan yang terendah pada perlakuan P1 yaitu 21,22 hari.
Pengujian uji kekuatan kompos dilakukan untuk mengetahui tingkat kekuatan kompos, sehingga dapat diketahui lama waktu yang dibutuhkan kompos untuk terurai. Pengujian dilakukan dengan mengaplikasikan kompos ke tanaman. Pengaruh dosis bahan perekat
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa perlakuan dosis bahan perekat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap lamanya kompos melebur. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap lama kompos melebur untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Uji LSR Efek utama dosis bahan perekat terhadap lamanya kompos melebur (hari)
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - T1 29.00 a A
2 5.900 9.353 T2 31.56 a A
3 6.190 8.432 T3 32.44 a A
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
(65)
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa T1 memberikan pegaruh yang berbeda tidak nyata terhadap perlakuan T2 dan T3. Lamanya kompos melebur tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 yaitu 32,44 hari dan yang terendah pada perlakuan T1 yaitu 29 hari. Perlakuan dosis bahan perekat memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap lamanya kompos melebur.
Hubungan antara dosis bahan perekat dengan lama nya kompos melebur dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Pengaruh dosis bahan perekat terhadap lama kompos melebur (hari) Dari Gambar 4 menunjukkan bahwa lama waktu yang diperlukan untuk kompos melebur tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis bahan perekat 30%. Hal ini disebabakan karena daya rekat pada dosis ini lebih baik dari dosis lainnya, sehingga penguraian kompos membutuhkan waktu yang lebih lama. Pemberian dosis bahan perekat dalam jumlah sedikit mengurangi daya rekat kompos, sedangkan pemberian dalam jumlah besar akan menyebabkan daya rekat semakin kuat. Daya rekat yang semakin kuat akan menyebabkan penguraian kompos juga semakin lama.
(1)
Lampiran 10. Spesifikasi alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan
Dimensi
Panjang : 30,4 cm
Lebar : 23,4 cm
Tinggi : 63 cm
Plat penekan
Panjang : 30 cm
Lebar : 23 cm
Tinggi : 1 cm
Luas penampang : 690 cm2 Plat pencetak
Panjang : 30 cm
Lebar : 23 cm
Tinggi : 1 cm
Luas penampang : 690 cm2
Berat : 47,2 kg
Kapasitas efektif : 10,69 kg/jam Kerusakan hasil : 15,06 % Tebal plat siku : 0,2 cm Lebar plat siku : 2,8 cm
(2)
Lampiran 11. Gambar Alat Pencetak Kompos 1.Plat cetakan
(3)
(4)
Lampiran 12. Hasil Cetakan
1. Hasil cetakan kompos dengan bahan perekat tepung darah
2. Hasil cetakan kompos dengan bahan perekat tepung kanji
(5)
(6)
Lampiran 13: Diagram Alir Penelitian tidak ya tidak ya Mulai Pembuatan Kompos Pengujian parameter
1. Analisis C/N dan unsur makro 2. Kapasitas material
3. Kapasitas hasil
4. Kerusakan hasil cetakan 5. Lama kompos melebur
Pencampuran Kompos dengan Bahan Perekat Layak Pencetakan Kompos Layak