Hak dan Kewajiban Panti Asuhan terhadap Anak Asuh

Pada awal penetapan perwalian, maka diperlukan upaya inventarisasi semua asset harta dari anak yatim tersebut, dan wali wajib mendokumentasikan semua perubahan terhadap asset harta tersebut. Begitu juga harta tersebut harus di audit secara annual tahunan untuk mengetahui nilai asset dari anak yang di perwalikan itu, dan untuk memastikan bahwa hartanya tetap terjaga. 10 Selain itu, wali dilarang menjual, mengalihkan atau menggadaikan aset anak perwalian, kecuali dalam keadaan yang darurat memaksa. Wali juga dilarang mengikat, membebani atau membagi asset harta tersebut kecuali tindakan tersebut akan meningkatkan menambah nilai asset. Kemudian, jika dalam hal wali terpaksa menjual harta tanah milik anak perwalian tersebut, maka seorang wali wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Pengadilan Agama. 11 Sementara proses pengalihan asset harta dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 111, bahwa seorang wali diharuskan untuk mengalihkan semua asset harta kepada anak di bawah perwalian ketika ia telah berusia 21 tahun, atau telah menikah. 12 Namun, jika ditemukan adanya asset harta yang hilang atau disalahgunakan oleh wali, maka Pengadilan Agama dapat 10 Undang-undang No. 1 Tahun1974 tentang Perkawinan, pasal 51 ayat 4 tentang Daftar Harta Benda Anak Asuh . 11 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Jakarta: Kencana, 2008, h. 151-152. 12 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 2007, h. 140. memutuskan perkara tersebut, didasarkan para proses verifikasi dan inventarisir harta yang dikelola oleh wali. Jika ditemukan adanya penyalahgunaan, maka wali harus mengganti rugi terhadap kerugian tersebut. 13 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa Balai Harta Peninggalan Public Trustee atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan serupa dapat bertindak sebagai wali pengawas untuk memastikan bahwa kepentingan anak di bawah perwalian adalah di lindungi dan di pelihara secara baik. 14 Dari penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa, jika wali tidak memenuhi kewajiban mereka, maka pihak keluarga si anak tersebut atau Baitul Mal dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk dapat mencabut hak perwalian terhadap wali tersebut. Maka Pengadilan Agama akan mencabut kekuasaan wali dan mengalihkan kekuasaan tersebut kepada orang lain atau badan hukum jika terbukti bahwa wali: 15 1 Telah mengabaikan kewajibannya sebagai wali. 2 Telah bertindak secara tidak tepat atau menyalahgunakan kekuasaan. 3 Mengkonsumsi alkohol, berjudi atau boros. 13 Ibid., Pasal 110 ayat 3 wali bertangung jawab terhadap harta oang yang berada di bawah peralkianya, dan menganti kerugian yang timbul sebagai akibat kesalahan dan kelalainya, h. 140. 14 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 15 Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan Anak dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2008, h. 7. 4 Mengalami cacat mental. 5 Telah meninggal atau tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Undang-undang ditetapkan sebagai peraturan atau hukum tertulis yang di kodifikasikan apabila telah melalui proses politik pada badan kekuasaan negara yaitu legislatif dan eksekutif, serta memenuhi persyaratan dan rancangan perundang-undangan yang layak. 16 Menurut Jawad Mughniyah, pengasuhan anak sama sekali tidak berhubungan dengan perwalian terhadap anak, baik yang menyangkut dengan perkawinan maupun yang menyangkut dengan hartanya. Pengasuhan semata- mata tentang perkara anak dalam arti mendidik dan memelihara. 17 Kendati demikian, bukan berarti tidaka ada kaitan antara pengasuhan anak dan perwalian. Dalam kasus seorang anak yang tidak lagi memiliki orang tua, atau memiliki orang tua amun dipandang tidak cakap untuk merawat anak, maka keberadaan perwalian menjadi sebuah keniscayaan atau keharusan. 18 Oleh sebab itu, di dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas 16 Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: PT Fikahati, 2002, h. 20. 17 Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, Jakarta: Basrie Perss, 1994, h. 133. 18 Ibid., h. 134. nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua atau orang tuanya masih hidup tetapi tidak cakap melakukan perbuatan hukum. 19 Sebelumnya, perwalian ini juga telah diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mulai dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 54, dan di dalam Kompilasi Hukum Islam masalah perwalian diatur dalam Pasal 107 sampai dengan Pasal 112. 20 Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam sama-sama mengatur batas usia anak yang berada di dalam perwalianya walaupun berbeda dalam angka. Undang-undang Perkawinan mensyaratkan sebelum berumur 18 tahun, sedangkan Kompilasi Hukum Islam membatasinya pada umur 21 tahun. Yang jelas pembatasan tersebut ditentukan berdasarkan pertimbangan dan kemaslahatan serta kemandirian anak. 21 Di samping ketentuan yang telah disebut, bagi seorang wali berlaku ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 48 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu seorang wali dilarang memindahkan hak atau mengadaikan barang-barang tetap dari anak yang berada di bawah perwalianya, kecuali apabila kepentingan anak mengehendakinya. 22 19 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, h. 304 20 Ibid., h. 304. 21 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers,1998, h. 265. 22 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kekuasaan seorang wali dapat dicabut bila melalaikan kewajibanya atau ia berkelakuan buruk, selain itu seorang wali wajib mengganti kerugian terhadap harta benda anak yang berada di bawah perwalianya bila ternyata timbulnya kerugian terhadap harta bedan si anak. 23 Seorang wali haruslah seorang yang jujur, adil dan berkelakukan baik yang mempunyai kewajiban untuk memelihara si anak dan harta anak yang berada di bawah perwalianya. 24 Berdasarkan penjelasan di atas sangat jelas tugas dan fungsi serta wewenang Panti Asuhan sebagai Badan Sosial dalam perwalian, namun ketentuan di atas tersebut masih ada yang belum dilaksanakan oleh panti Asuhan Islamic Village Karawaci Tangerang, yaitu tentang pencatatan daftar harta benda anak asuh. Selama Panti Asuhan ini didirikan dalam hal mendidik dan merawat sudah sangat bagus, namun dalam pendaftaran harta benda anak asuh tidak berjalan sebagimana mestinya yang telah di atar di dalam Islam, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Secara sederhana, kewajiban wali tersebut adalah wajib mengurus anak di bawah penguasaanya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak tersebut, wajib membuat daftar harta bendanya yang 23 Bahder Johan Nasution dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam, Bandung: Mandar Maju, 1977, h. 43-46. 24 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, h. 307 berada di bawah penguasaanya pada waktu memulai jabatanya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak-anak di bawah asuhanya, serta wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berda di bawah perwalianya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalainya. 25 Apabila wali melalaikan kewajibanya, tidak tertutup kemungkinan untuk dicabut kekeuasaan perwaliannya dan memindahkanya kepada orang lain. Lebih jelasnya pencabutan kekuasaan wali dilakukan oleh Pengadilan Agama atas permohonan kerabat dari anak yang berda di bawah perwalian tersebut apabila terjadi hal-hal sebagi berikut: 1 Wali tidak melakukan pemeliharaan terhadap si anak dengan sungguh- sungguh. 2 Wali menelantarkan pendidikan si anak atau tidak memberika bimbingan agama terhadap si anak. 3 Wali memindahtangankan harta benda si anak yang berda di bawah perwalianya. 4 Wali mempunyai kelaukan yang sangat buruk dan tidak pantas diteladani. 5 Lain-lain perbuatan atau keadaan yang dapat merugikan kepentingan si anak. 26 25 Ibid., h. 307. 26 Bahder Johan Nasution dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam, Bandung: Mandar Maju, 1977, h. 44. Undang-undang yang telah disebutkan di atas secara jelas mengatur bahwasannya wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan si anak, wali wajib membuat daftar harta benda yang berada di bawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan- perubahan harta benda anak atau anak-anak itu dan wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah perwaliannya serta kerugian yang di timbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya. 27 Namun, pada prakteknya hal tersebut di atas tidak di jalankan dengan semestinya, pihak panti asuhan tidak mendaftarkan harta benda anak asuh yang mereka asuh dengan alasan hal tersebut tidak penting, padahal sudah ada Undang-undang yang mengatur dan ada sanksinya pula. Allah SWT berfirman dalam al- Qur‟an surat al-An‟am 6: 152:                                         ا  ماعن 6 : 152 Artinya: Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat mu, dan penuhilah 27 Martiman Pradjojhamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2002, h. 70-71. janji Allah SWT. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. Q.S. al- An‟am 6: 152 Ayat di atas secara jelas menerangkan bahwa tidak boleh memakan harta anak yatim sedikitpun kecuali bila dibutuhkan, dan harus berlaku adil serta harta tersebut harus di kembalikan kepada anak tersebut jika ia sudah dewasa. Hal seperti ini kadang di anggap kecil bagi sebagian orang, tetapi dampak yang di akibatkan sangat besar. Di harapkan kepada Panti Asuhan Village karawaci tangerang agar lebih hati-hati dan teliti lagi dalam hal mendaftarkan harta benda anak asuhnya, karena hal tersebut dabap berakibat fatal dengan di cabutnya kekuasana perwalian dan di pindah tangan kan perwalian anak tersebut kepada orang lain, terlebih lagi Panti Asuhan Islamic Village Karawaci Tangerang dapat ditutup dan tidak boleh bertugas lagi sebagai Badan Sosial.

C. Analisis Penulis

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan regulasi aturan yang berlaku di Indonesia dalam hal mengenai hukum keluarga bagi kalangan umat muslim. Lahirnya Undang-undang ini pada hakekatnya telah melewati suatu proses panjang dari rentetan perjuangan kaum perempuan di Indonesia menuntut keadilan dan pengakuan atas hak-hak asasinya serta dibantu juga dengan adanya Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Perlindungan Anka dan KUHperdata. Sejak perjuangan R.A. Kartini melalui surat-suratnya yang menceritakan kegelisahan beliau terhadap kondisi kaumnya maupun melalui pengalamannya sendiri dalam keluarganya. Sepanjang hidupnya beliau menentang kungkungan tradisi yang ditanamkan lewat institusi keluarga dan perkawinan, termasuk ketika beliau pada akhirnya tidak berdaya menolak poligami, bentuk kekerasan yang paling nyata atas harkat dan martabatnya sebagai manusia. Undang-undang ini merupakan pedoman hukum yang dapat dipakai oleh kalangan umat muslim, ada empat belas XIV bab yang terdapat di Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan salah satu babnya membahas mengenai perwakilan yang biasanya juga disebut dengan perwalian. Dari data-data hasil penelitian dari Panti Asuhan Islamic Village Karawaci Tangerang, dalam hal pembahasan mengenai kajian Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 51 ayat 4 bahwa setiap wali wajib untuk membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu. Hal ini dikarenakan untuk memberi pertanggung jawaban sesuai dengan aturan hukum yang ada di Indonesia, bahwa setiap wali memiliki hak dan kewajibanya, begitu juga anak asuh memiliki hak dan kewajiban, salah satunya yaitu ia harus mengetahui harta benda yang ia miliki dan digunakan untuk apa. Dalam prakteknya di Panti Asuhan Islamic Village Karawaci Tangerang, hal tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Hal ini terlihat dari segi rekrutmen anak asuh yang tidak didata setiap apa-apa yang dibawa ketika anak asuh tersebut masuk dalam pengasuhan Panti Asuhan, tidak adanya biaya untuk mendaftarkan harta benda anak asuh ke Balai Pencatatan Harta Peninggalan, dan proses yang begitu rumit dan berbelit-belit yang mengakibatkan Panti Asuhan ini enggan mendaftarkan harta benda anak asuh ke Balai Harta Peninggalan. Jelas, bahwa pasal 51 ayat 4 yang tercantum dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang tentang Perlindungan anak, serta KHUPerdata belum efektif berjalan di Panti Asuhan Islamic Village Karawaci Tangerang. Hal ini akan menjadi suatu permasalahan yang besar nantinya di Panti Asuhan tersebut, karena sangat bertentangan dengan sistem yang di terapkan oleh Panti Asuhan Islamic Village Karawaci Tangerang, bahwasanya setiap wali bertanggung jawab atas apa yang telah menjadi kewajiban dan hak anak yang diampunnya. Artinya, ada kewajiban wali yang tidak dipenuhi oleh wali asuh tersebut sehingga hak dari anak asuh itu akan hilang dan tidak dapat diperoleh oleh anak asuh itu, dan akibat yang didapat oleh Panti Asuhan ini akan dicabut hak perwaliannya dan kemungkinan akan ditutup Panti Asuhan ini. Di harapkan kepada pihak panti asuhan untuk lebih teliti lagi serta sadar hukum demi menciptakan rasa keadilan dan kesejahteraan anak asuhnya, jika hal ini dapat dijalankan dengan baik maka akan menjadi negara Indonesia yang maju materil dan spritual serta taat hukum. 59

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Panti Asuhan Isslamic Village Karawaci Tangerang bahwa: 1 Pada dasarnya penyelenggaraan Pnti Asuhan Islamic Village Karawaci Tangerangsudah dilakukan dengan baik. Hak dan kewajiban anak asuh di Panti Asuhan ini secara umum telah berjalan dan terpenuhi dengan baik, khususnya dalam bidang pendidikan atau belajar anak asuh harus serius dalam menuntut ilmu serta menaati segala peraturan yang telah diatur oleh Panti. Panti Asuhan Islamic Village Karawaci Tangerang telah memberikan pengasuhan yang baik, pihak Panti Asuhan juga telah memberikan hak-hak para anak asuh sepeti hak pendidikan dan kesehatan. 2 Panti Asuhan Islamic Village Karawaci Tangerang, dalam kinerjanya belum memberikan hak-hak yang menjadi hak bagi anak asuh di Panti Asuhan tersebut dengan sebaik-baiknya sesuai dengan Undang-undang yang ada seperti dalam mendaftarkan harta benda anak asuh. Panti Asuhan Islamic Village Karawaci Tangerang merupakan tempat kedua bagi para yatimpiatu yang di asuhnya tersebut, dengan harapan mereka dapat melanjutkan cita-cita mereka.