Buruh / Tenaga Kerja

3. Buruh / Tenaga Kerja

Sejak tahun 1870-an hingga awal abad XX pekerjaan di kebun tebu dieksploitasi melalui kerja wajib tanam (cultuurdiensten). Kerja wajib tanam itu dikenakan kepada para nara karya. Proses eksploitasi sesungguhnya tidak langsung dari pabrik kepada kuli kenceng, tetapi melalui bekel. Bekel ini seseungguhnya berfungsi sebagai perantara (broker) yang menghubungkan antara petani penggarap dan pihak perusahaan gula. Sebagai imbalannya, mereka mendapat pituwas tanah jabatan sebanyak 1/5 bahu dalam penguasaan setiap nara karya. Nara karya dalam wilayah perkebunan tebu tidak memiliki tanah tetap, mereka hanya kuli dari seorang bekel yang harus mengerjakan wajib tanam di kebun tebu mulai dari pembibitan, pemeliharaan, sampai tebu itu dapat dirembang . Sebagai imbalannya, mereka mendapatkan tanah 400 – 600 ru untuk

commit to user

dikerjakan secara bergantian dengan pabrik gula. Tanah yang demikian dikenal sebagai tanah glebagan (wissel gronden). 7

Proses pergantian (glebag) antara wilayah perkebunan Colomadu dan Tasikmadu berbeda. Oleh karena tanah-tanah di lingkungan perkebunan Colomadu umumnya lebih subur jika dibandingkan dengan tanah di wilayah Tasikmadu maka proses pergantiannya lebih cepat, yakni dua kali (glebag dua), sedangkan di Tasikmadu tiga kali, glebag tiga atau moro telu. Stelsel ini menuntut cara pengerjaan lahan yang berbeda, yakni di Tasikmadu dalam satu bahu lahan tebu dikerjakan oleh tiga orang, sementara di Colomadu dikerjakan oleh dua

orang. 8 Pengerjaan lahan tebu dari kedua pabrik gula Mangkunegaran pada awal abad XX sudah menggunakan sistem Reynoso. Penggarapan lahan tebu biasanya sudah dimulai sejak bulan Maret. Pertama-tama berbagai got atau parit untuk pengairan digali dan kemudian dilanjutkan dengan pembuatan lubang tanaman. Untuk kepentingan penanaman, parit dibuat sepanjang 24 dm, sebelah kiri kanannya dibersihkan dalam jarak 2 dm yang disebut gombengan. Ukuran lubang tanaman panjang 20 ru dan lebar 20 dm dengan kedalaman minimal 20 dm

dengan jarak masing-masing 4 kaki. 9

7 Satu ru persegi sama dengan 4 m 2 , lihat almanak Tani 1930-1931, (Surakarta : Reksopustaka).

8 Arsip P 1760, (Surakarta : Reksopustaka).

9 Surat Residen Surakarta tanggal 17 Juni 1909 no 8611/44T dalam Arsip YN 992, (Surakarta : Reksopustaka).

commit to user

digenangi dengan air melalui parit-parit itu dan pada waktunya dilakukan penyiangan (dangir). Pemupukan dilakukan dua kali, yakni sekitar 20 hari pascatanam dan pada bulan Desember umumnya dilakukan pemupukan terakhir. Setelah itu terus dilakukan peninggian tanah serta pemagaran kebun bagian luar

dengan pelepah bambu ori. 10

Selain kepada nara karya, kerja jaga juga dikenakan kepada para bekel. Semula hanya terdapat 2 orang bekel untuk ronda malam khusus di kompleks pabrik gula mulai pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00, kemudian bertambah

jumlahnya 5 orang bekel. 11 Kerja wajib menjaga kebun tebu melibatkan sejumlah

orang. Di Colomadu, pekerjaan ini dilakukan oleh sekitar 25 nara karya selama rata-rata 5 – 6 bulan dalam satu tahun dan berjalan secara berbeda-beda menurut kondisi tanaman dan musim gilingnya. Penjagaan tebu dilakukan oleh orang yang sama dan tidak dapat dilakukan secara bergilir. Kerja ini hanya dilakukan atas kesepakatan antara para rangga dan administrator.

Selain nara karya, jaga kebun tebu juga melibatkan setiap malamnya 12 bekel . Kerja interan adalah kerja yang wajib dilakukan nara karya di sekitar pabrik gula yang dilakukan sekali dalam sepuluh hari pada siang hari setelah malam harinya mereka mendapat giliran jaga malam. Di Tasikmadu pekerja interan ini memperoleh ganti rugi uang sebesar 10 sen per bulan. Sementara itu, di

10 Ibid.

11 Ibid.

commit to user

sen per bulan. Beban berat penduduk dalam mengerjakan lahan glebagan di wilayah perkebunan tebu tidak serta merta menjadi ringan dengan pemberian uang tambahan. Dalam sistem kerja wajib seperti itu penduduk menjadi kurang memiliki waktu untuk mengerjakan lahan sawahnya sendiri. Pihak pabrik juga tidak memerintahkan penduduk untuk mengerjakan sawah garapannya sendiri ketika waktu senggang yang panjang, ketika lahan tidak digunakan untuk tanaman tebu.

Usaha-usaha untuk meringankan beban penduduk terus dilakukan pada masa selanjutnya. Pada tahun 1894, Residen Surakarta dalam sebuah suratnya kepada Asisten Residen Surakarta dan Superintenden Urusan Perusahaan Mangkunegaran memerintahkan agar dilakukan pengurangan lebih lanjut beban penduduk di lingkungan pabrik gula Malangjiwan/Colomadu dan Tasikmadu. Pengurangan terutama ditujukan kepada mereka yang bekerja sebagai penjaga

pabrik dan anggotanya, pekerja pembuat parit dan rambanan. 12 Tetapi

pengurangan beban diikuti dengan pengurangan uang tambahan, yakni ditekan hingga f 18 per bahu. Alasannya, uang tambahan itu sering tidak dinikmati para nara karya karena digunakan untuk membayar kuli bebas di lahan garapannya.

Pada tanggal 4 Maret tahun 1895 Residen Surakarta memerintahkan kepada Superintenden agar dalam mengolah kebun tebu, sesuai dengan aturan wajib tanam dan kerja wajib, juga dalam penjagaan tanaman sawah glebagan

12 Surat Residen Surakarta kepada Asisten Residen Surakarta dan Superintenden Urusan Mangkunegaran tanggal 28 Desember 1894 no. 6901/38 dalam Arsip P 1760 , (Surakarta :

Reksopustaka).

commit to user

pengawasan administrator dan aparat perkebunan sehingga dapat dihindari kekacaubalauan dalam ritme kerja dari para pekerja wajib. Para administrator dalam hal ini harus bertanggung jawab secara pribadi kepada residen untuk menunjuk secara tepat bagian kuli di kebun tebu dan sawah garapan sendiri. Di luar yang telah ditentukan itu, penduduk tidak boleh diperkerjakan lebih lama dan terus-menerus, termasuk oleh para kepala pribumi karena hal itu selalu terjadi,

tetapi harus di bawah pengawasan ketat para administrator bangsa Eropa. 13 Pada

tahun 1895 juga diusulkan agar interan diensten atau kerja wajib yang dilakukan petani penggarap untuk kepentingan pabrik gula di sekitar pabrik gula Tasikmadu yang dipandang memberatkan itu diganti karena menyebabkan orang mengalami

kelelahan setelah melaksanakan jaga malam. 14

Sejalan dengan makin membaiknya kinerja pabrik gula Mangkunegaran maka luas lahan yang harus ditanami tebu semakin meningkat. Peningkatan ini tidak sepadan dengan jumlah nara karya yang tersedia. Di Colomadu pada tahun 1895 terdapat 350 bahu lahan tebu, untuk dapat mengerjakan 3 orang per bahu jumlah tenaga kerja yang tersedia masih kurang. Untuk itu, dianjurkan agar membagikan lahan kepada 16 bekel yang selama itu dibebaskan dari kerja wajib di kebun dengan diberikan imbalan upah andil sawah glebagan seperti halnya

13 Surat Residen Surakarta kepada Superintenden Urusan Mangkunegaran tanggal 4 Maret 1895 dalam Arsip P 1760 , (Surakarta : Reksopustaka).

14 A.K. Pringgodigdo, Sejarah Perusahaan-perusahaan Kerajaan Mangkunegaran, Terjemahan, (Surakarta : Reksopustaka Mangkunegaran), hlm 71.

commit to user

tempat tinggalnya. 15

Jika usul itu dilaksanakan maka di Colomadu akan terdapat 906 nara karya dan 18 bekel yang melaksanakan wajib kerja di kebun tebu atau 1.024 pekerja wajib kebun. Mereka menggarap 350 bahu tanaman tebu. Oleh karena 1 bahu menampung 750 lubang tanaman maka jumlah lubang tanaman mencapai 262.500 buah. Dengan pertimbangan beban setiap orang sama maka setiap orang dikenakan beban membuat 257 lubang tanaman atau lebih dari 1/3 bahu. Pekerja wajib itu masih memperoleh uang tambahan dari pabrik gula sebesar f 18 per

bahu atau f 6 per orang yang diberikan pada bulan Desember setiap tahunnya. 16 Usul itu ternyata dilaksanakan dalam tahun itu juga. Pelaksanaannya tidak hanya di Colomadu, tetapi juga di Tasikmadu. Dengan mengacu pada aturan dan luas lahan yang tersedia maka jumlah nara karya yang terkena wajib tanam sebanyak 906 orang untuk Colomadu, dan 1.002 orang untuk Tasikmadu. Sementara itu, jumlah bekel yang terlibat adalah 118 orang untuk Colomadu dan

126 orang untuk Tasikmadu. 17

Secara umum, ada persamaan aturan kerja bagi nara karya dan bekel di Colomadu dan Tasikmadu, meskipun ada beberapa perbedaan. Persamaan tersebut meliputi penyerahan rumput dan rambanan, kerja interan dan kerja desa sedangkan perbedaannya adalah : 1) Di Colomadu masih berlangsung kerja

15 Surat Superintenden kepada Residen Surakarta tanggal 25 Januari 1895 no. 738 dalam Arsip P 1760 , (Surakarta : Reksopustaka).

16 Ibid.

17 A.K. Pringgodigdo, op. cit., hlm 73.

commit to user

Di Tasikmadu kerja ayeran telah dihapuskan. 3) Kerja jaga di Colomadu masih berlangsung, meskipun oleh orang tertentu yang ditunjuk selama 5 sampai 6

bulan, siang dan malam sedangkan di Tasikmadu telah dihapus. 18 Pengurangan beban wajib tanam dan kerja wajib bagi kuli di perkebunan tebu terus berlanjut hingga awal abad XX, yakni pengenalan buruh bebas. Residen van Wijk dalam sebuah suratnya yang ditujukan kepada Mangkunegara VI mengemukakan bahwa pada tahun 1911 telah dilakukan ujicoba pengenalan buruh bebas sebagai pengganti kerja wajib di perkebunan yang dikenakan kepada penduduk di kedua pabrik gula Mangkunegaran.

Hasil ujicoba itu menurut penilaian residen dianggap berhasil, meskipun di beberapa onderneming yang diamati masih berlangsung tradisi hubungan perburuhan lama. Hasil pengamatan itu adalah : 1) masih berlangsungnya kerja paksa di sebagian besar kebun tebu, 2) pembayaran upah kerja oleh rangga, bekel, atau petinggi bertempat di tempat tinggal pengawas perkebunan, 3) ikut campur tangannya para pegawai Eropa dalam urusan pemerintahan dan penyerahan personil ini kepada pejabat Mangkunegaran, 4) adanya dinas pengaduan dari kalangan orang Eropa dalam hal pengantaran rumput, pengangkutan dan sebagainya oleh penduduk, 5) para bekel masih selalu mewajibkan pengangkutan tebu untuk kepentingan pabrik. Untuk merealisasikan pengenalan buruh bebas itu maka dibentuklah komisi yang anggotanya : 1. Untuk pabrik gula Tasikmadu : Asisten Residen Sragen, Wedana Gunung Karanganyar dan Administrator pabrik

18 Surat Superintenden kepada Residen Surakarta tanggal 25 Januari 1895 no. 738 dalam Arsip P 1760 , (Surakarta : Reksopustaka).

commit to user

di Solo, Wedana Gunung Surakarta dan Administrator pabrik gula Colomadu. 19 Pada tahun 1904, penananam tebu masih dilakukan dengan sistem kerja wajib bagi para nara karya yang menggarap sawah itu. Cara pengerjaannya dengan sistem glebagan. Tanah seluas lima bahu dibagi menjadi tiga, 2/3 untuk ditanami tebu, 2/3 ditanami padi dan sisanya sebagai gaji para bekel. Setelah muncul buruh bayaran pada perempat kedua abad XX, tanaman tebu tidak dikerjakan secara wajib, tetapi melalui buruh bayaran. Petani penggarap sawah dikenakan pajak tanah dan pajak kepala. Para pekerja perkebunan sejak itu tidak selalu berasal dari petani penggarap tanah, tetapi bisa berasal dari luar daerah

Colomadu dan Tasikmadu yang bekerja secara musiman. 20

Tuntutan penggunaan buruh bebas semakin mencuat sejak tahun 1911, tetapi sampai dengan tahun 1915 penggunaan buruh bebas di pabrik gula Mangkunegaran belum dijalankan sepenuhnya. Residen sebagai wakil pemerintah Kolonial di Surakarta dan sekaligus sebagai anggota commissie van Beheer dari Dana Milik Mangkunegaran mendapat banyak peringatan dan kecaman. Missive rahasia tanggal 25 Februari 1915 no. 11 sebagaimana dikutip oleh Skretaris Gubernur Jenderal dalam surat dinasnya nomor 548 tertanggal 13 April 1915 yang ditujukan kepada Residen Surakarta berisi kecaman pada residen bahwa buruh bebas yang ada di pabrik gula Tasikmadu dan Colomadu ternyata hanya nama

19 Ibid.

20 Wasino, op. cit., hlm 88.

commit to user

wajib yang dibayar. Kerja bebas yang secara teoretis menguntungkan penduduk di lingkungan perkebunan tebu Mangkunegaran ternyata tidak selalu ditanggapi secara positif oleh penduduk. Pada tanggal 18 Februari tahun 1914 sebanyak 93 penduduk pabrik gula Colomadu menghadap Wedana Gunung Kota Mangkunegaran menyampaikan keluhannya. Mereka menghendaki kembali model hubungan kerja lama, yakni dalam sistem glebagan lama. Dalam sistem itu, mereka tidak membayar pajak tanah dan setiap tahunnya menerima premi f 6 per nara karya. Dengan sistem upah, semua pekerja kebun dibayar dengan uang dan ini berarti

para nara karya kenceng akan kehilangan preminya. 21

Keluhan penduduk Colomadu itu tidak memengaruhi rencana perubahan hubungan kerja baru. Penduduk tidak lagi dikenakan kerja wajib tanam karena pekerjaan itu akan dilakukan oleh manajemen pabrik dengan menggunakan pekerja bebas yang bisa berasal dari penduduk setempat maupun penduduk lain yang mencari pekerjaan di perkebunan tebu. Penduduk pengguna tanah glebagan bisa lebih berkonsentrasi mengerjakan lahan glebagannya untuk ditanami tanaman pangan. Jika mereka ingin terlibat dalam tanaman tebu maka mereka pun akan dibayar sesuai aturan pabrik.