Efisiensi atau Penghematan
C. Efisiensi atau Penghematan
Selain faktor internal pabrik gula, membaiknya kinerja pabrik gula juga dipengaruhi oleh pergantian pimpinan Mangkunegaran. Sejak tahun 1896 Mangkunegara V digantikan oleh Mangkunegara VI. Adipati ini dikenal sebagai adipati yang sangat hemat karena hematnya sering dipandang musuh-musuhnya sebagai kikir. Ia berusaha menekan sekecil mungkin pengeluaran Praja yang dipandang kurang mendesak. Akibat tindakan penghematan itu semua hutang Mangkunegaran dapat dilunasi. Sejak tahun 1899 atas permintaannya, pabrik gula
Mangkunegaran dikembalikan pengelolaannya kepada pihak Mangkunegaran. 10 Keadaan keuangan telah mulai pulih karena perusahaan-perusahaan gula memperoleh keuntungan yang besar tetapi penghematan pengeluaran Praja tetap dijalankan sehingga dengan keadaan keuangan yang baik dapat menjamin bertambahnya kemakmuran negara. Dalam periode 1896 – 1915 Praja Mangkunegaran dapat menabung uang sebanyak f 10.025.120,21 dengan melakukan berbagai penghematan termasuk pengeluaran untuk kepentingan rakyat.
Keuntungan perusahaan gula milik Mangkunegaran yang terus meningkat disimpan sebagai dana cadangan yang dari tahun ke tahun jumlahnya semakin
9 Wasino, op. cit., hlm 91. 10 R.S.S. Sidamukti, 1965, Sri Paduka K.G.P.A.A. Mangkunegara VI. (Surakarta : Reksopustaka), hlm 34-49.
commit to user
semula berjumlah f 300.000,00 meningkat menjadi f 7.725.648,75. 11
Mangkunegara VI menjaga dana cadangan dengan sangat hati-hati, ia beranggapan bahwa semakin banyak dana cadangan maka semakin sedikit kemungkinannya bagi Pemerintah Hindia Belanda dalam hal ini Residen Surakarta untuk mencampuri keuangan Praja Mangkunegaran seperti yang terjadi pada masa Mangkunegara V. Ia berusaha menekan sekecil mungkin pengeluaran Praja yang dipandang kurang mendesak, karena hematnya sering dipandang musuh-musuhnya sebagai kikir, sebenarnya merupakan sikap hati-hatinya seorang ahli negara agar keuangannya bebas merdeka dan itu hanya bisa dijamin oleh kepemilikan suatu dana cadangan yang besar.
Mangkunegara VI pada waktu itu mengungkapkan rencananya mengenai penggunaan uang dana cadangan, tetapi tidak disetujui oleh residen. Menurut rencananya itu, uang dana cadangan beserta bunganya, saldo-saldo untung dan uang yang disediakan untuk pengeluaran tak terduga harus diperbungakan agar penerimaannya sama seperti pada zaman Mangkunegara IV. Sisa anggaran Praja dan bunga modal digunakan untuk membangun investasi-investasi baru, hal ini berarti Mangkunegara VI menjalankan politik keuangan yang reaksioner dengan
mengenyampingkan perkembangan Praja. 12
Residen Surakarta menjelaskan walaupun Mangkunegaran memiliki dana cadangan yang cukup besar, tetapi dana cadangan tersebut diperoleh dengan merugikan rakyat. Kepentingan rakyat yang terabaikan dalam usaha menabung
11 Mansfeld, op. cit., hlm 177-178. 12 Ibid, hlm 179.
commit to user
yang penuh itu hanya sedikit yang dikeluarkan untuk memperbaiki fasilitas umum dan kesejahteraan rakyat. Maka residen berpendapat agar politik penghematan ditinggalkan.
Semenjak itu Mangkunegara VI dengan sangat hati-hati telah melakukan perbaikan-perbaikan di bidang sosial dan ekonomi, sehingga rakyatnya dapat mengambil keuntungan dari keadaan itu. Gaji para pegawai dan buruh pabrik gula dinaikkan sedikit dan lebih banyak menaruh perhatian kepada pendirian sekolah- sekolah, pemeliharaan jalan-jalan, pembangunan jembatan-jembatan dan sarana irigasi. Sedangkan untuk Mangkunegara VI dan kerabatnya di istana tetap melakukan penghematan dan menjadi contoh hidup hemat di Praja Mangkunegaran.
Di bidang personel ketentaraan Legiun Mangkunegaran dilakukan penciutan personel. Pesta-pesta perkawinan atau khitanan keluarga kalau perlu dilakukan bersama. Pertunjukan-pertunjukan kesenian dikurangi, klenengan hanya dilakukan sebulan sekali pa da hari Jum’at Kliwon dengan memakai gamelan Kiai Maduswara karya Mangkunegara IV. Wayang kulit hanya dipentaskan pada peristiwa-peristiwa besar dan wayang orang hanya dipentaskan dalam bentuk fragmen (pethilan) saja, karena biayanya besar. Perjudian dilarang keras. Para narapraja (pejabat negara) yang kurang cakap segera digantikan oleh yang lebih tepat. Seperti halnya pepatih dalem, R.T. Joyopranoto digantikan oleh R.M.T. Brotodipuro.
commit to user
hanya mau diterimanya sebesar f 3.000 sisanya dikembalikan ke kas Praja untuk kepentingan rakyat, suatu hal yang jauh dari mencukupi dilihat dari besarnya tanggung jawab yang dipikulnya. Demikian juga para sentana (bangsawan) mendapat pengurangan dalam hak keuangannya. Bahkan tanah lungguh (apanage) yang sewaktu Mangkunegara IV telah dihapus dan dihidupkan lagi pada masa Mangkunegara V dan diberikan kepada para sentana yang kurang cakap dalam mengelola perkebunan sehingga banyak tanaman yang rusak dimakan hama, sejak Mangkunegara VI tanah lungguh atau apanage dihapus kembali dan diganti dengan gaji tetap.
Tahun 1913 sudah ada f 8.000.000 uang setiap tahun yang dapat dimasukkan ke dalam penghasilan Praja Mangkunegaran, dan sejak itu berangsur- angsur pepanci (gaji bulanan) para bangsawan dan para narapraja (petugas negara) mulai dinaikkan. Di samping perbaikan peraturan pengupahan, juga disertai pengaturan tentang pensiun dengan pengadaan dana pensiun, yaitu melakukan pemotongan sebanyak 3% dari gaji, bagi mereka yang gajinya telah
mencapai di atas f 25 sebulan. 13
13 Riwayat K.G.P.A.A. Mangkunegara VI, Membangun Kemakmuran dari Puing Keruntuhan . No. MN. 1645. (Surakarta : Reksopustaka), hlm 4-5.
commit to user
Mangkunegara VI
Perbedaan masa pemerintahan Mangkunegara V dengan pemerintahan Mangkunegara VI adalah pada akhir abad XIX kinerja industri gula Mangkunegaran sudah mulai membaik. Membaiknya industri gula karena faktor perbaikan manajemen pabrik dan sikap hemat dari Mangkunegara VI yang berusaha menekan sekecil mungkin pengeluaran Praja yang dipandang kurang mendesak. Akibat tindakan penghematan itu semua hutang Mangkunegaran dapat dilunasi. Sejak tahun 1899 atas permintaannya, pabrik gula Mangkunegaran dikembalikan pengelolaannya kepada pihak Mangkunegaran. Penyerahan kembali ini secara teoretis memiliki konsekuensi wewenang otonom dalam bidang keuangan Praja oleh Pemerintahan Praja Mangkunegaran.
Dalam pengelolaan perusahaan-perusahaan Mangkunegaran pihak Praja Mangkunegaran masih diwajibkan untuk menggunakan seorang ahli berkebangsaan Belanda sebagai superintenden, intervensi pemerintah Belanda terhadap pengelolaan perusahaan-perusahaan Mangkunegaran telah berakhir. Residen Surakarta sebagai wakil pemerintah hanya membatasi diri campur tangannya dalam urusan-urusan pemerintahan saja. Ia tidak lagi mencampuri urusan keuangan seperti masa perusahaan-perusahaan Mangkunegara V.
Jika sebelumnya posisi superintenden kurang kuat masa Mangkunegara V maka pada masa Mangkunegara VI kekuasaan superintenden menjadi lebih kuat di dalam mengurus perusahaan-perusahaan Mangkunegaran. Hal itu dapat terjadi karena selain berkurangnya campur tangan residen juga tindakan Mangkunegara
commit to user
perusahaan. Pengelolaan perusahaan-perusahaan Mangkunegaran dalam praktik berada di bawah seorang superintenden. Dengan cara itu, problem keuangan yang terjadi di lingkungan istana tidak berimbas pada kinerja industri gula. Hal ini berpengaruh terhadap kesehatan perusahaan perkebunan yang ditandai dengan semakin meningkatnya luas lahan, produksi gula dan keuntungan yang diperoleh
dari proses produksi. 14
Keuntungan pabrik gula Mangkunegaran yang semakin besar masa Mangkunegara VI digunakan untuk beberapa keperluan. Keperluan pertama adalah peningkatan modal usaha, baik untuk pengembangan pabrik gula maupun usaha lain. Keperluan kedua adalah untuk tunjangan atau gaji para bangsawan dan aparat pemerintahan Mangkunegaran serta anggota kerabat adipati. Keperluan ketiga adalah untuk kepentingan rakyatnya dalam bentuk pembangunan sarana irigasi, fasilitas pendidikan, jalan raya dan sebagainya.
Perbedaan kepemilikan tanah di wilayah perkebunan tebu Mangkunegaran yang sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan di luar perkebunan tebu. Salah satu pengaruh yang paling kuat adalah kebijakan pertanahan dari pemerintahan Mangkunegara VI dan pemerintah Kolonial Belanda. Sejak tahun 1912, di wilayah Surakarta mulai dilakukan reorganisasi tanah, termasuk tanah-tanah yang digunakan sebagai lahan perkebunan tebu. Reorganisasi membawa perubahan tentang hak kepemilikan dan penguasaan tanah. Tanah yang semula menjadi hak milik Mangkunegara diberikan pada desa sebagai hak milik komunal desa.
14 Wasino, op. cit., hlm 76.
commit to user
kepada petani. 15 Reorganisasi mencakup empat kegiatan, yaitu : 1) penghapusan
sistem apanage, 2) pembentukan desa sebagai unit administratif, 3) pelimpahan
hak penggunaan tanah kepada petani dan 4) revisi atas aturan sewa tanah. 16
15 Ibid, hlm 158.
16 Soepomo, 1961, Reorganisasi Agraria di Surakarta, Terj. Husodo. (Surakarta : Reksopustaka), hlm 27.
commit to user
Tugas berat di awal pemerintahan Mangkunegara VI memaksanya melakukan penghematan, ia berusaha menekan sekecil mungkin pengeluaran Praja yang dipandang kurang mendesak. Akibat tindakan penghematan itu semua hutang Mangkunegaran dapat dilunasi. Sejak tahun 1899 atas permintaannya, pabrik gula Mangkunegaran dikembalikan pengelolaannya kepada pihak Mangkunegaran. Kekuasaan superintenden menjadi lebih kuat di dalam mengurus perusahaan-perusahaan Mangkunegaran. Hal itu terjadi karena selain berkurangnya campur tangan residen juga tindakan Mangkunegara VI pada awal abad XX yang memisahkan antara keuangan Praja dengan keuangan perusahaan. Akibatnya, pengelolaan perusahaan-perusahaan Mangkunegaran dalam praktik berada di bawah seorang superintenden.
Pemisahan yang tegas antara keuangan pabrik gula dan keuangan Praja Mangkunegaran menjadikan problem keuangan yang terjadi di lingkungan istana tidak berimbas pada kinerja industri gula. Hal ini berpengaruh terhadap kesehatan perusahaan perkebunan yang ditandai dengan semakin meningkatnya luas lahan, produksi gula dan keuntungan yang diperoleh dari proses produksi.
Meningkatkan produksi gula dengan melakukan perubahan manajemen atau pengelolaan perusahaan gula Tasikmadu dan Colomadu dengan memperbaiki dan memperbarui mesin-mesin pabrik yang didatangkan dari Eropa dan mesin pabrik dari pabrik gula Triagan. Dengan dioperasikannya mesin-mesin baru tersebut awalnya membuat kerepotan para pekerja karena tidak biasa menggiling
commit to user
Bagi Mangkunegara VI kemakmuran Praja adalah segala-galanya yang harus diusahakan, dan melunasi hutang yang banyak dianggap sebagai kewajibannya. Penghematan yang dilakukannya dan disertai dengan pengorbanan akhirnya membuahkan hasil ketika ia turun dari tahta setelah memerintah Praja Mangkunegaran selama 20 tahun. Tidak saja seluruh hutang Mangkunegaran telah dilunasi, tetapi praja memiliki kapital sebanyak f 9.536.731,61, sehingga selama masa pemerintahannya tahun 1897 – 1915 telah dapat dihemat sebanyak f 10.025.120,21.
Cita-citanya untuk membangun kembali keadaan jaya seperti pada zaman Mangkunegara IV telah berhasil dilakukannya dengan usahanya yang gigih
sehingga ia pantas diberi julukan “Sang Pembangun Kembali” (De Hersteller). Bagi
pabrik-pabrik gula,
pemerintahannya sangat bermanfaat. Pabrik-pabrik gula tersebut telah bekerja secara tidak teratur, eksploitasi PG. Tasikmadu dan PG. Colomadu hanya bisa bekerja kalau ada cukup uang yang diperoleh dari laba budidaya padi dan kopi, demikianlah dari tahun ke tahun. Tetapi pada zaman Mangkunegara VI keadaan tersebut telah berhenti, eksploitasi yang reguler dari pabrik-pabrik dengan melakukan perluasan dan perbaikan-perbaikan manajemen dan mesin-mesin pabrik yang dilakukannya bersama superintendent.
Keadaan keuangan telah membaik karena perusahaan-perusahaan bekerja dengan memperoleh laba yang banyak, penghematan tetap dilakukan sehingga keadaan keuangan lebih menjamin bertambahnya kemakmuran negara. Dalam
commit to user
cadangan telah banyak terkumpul semenjak itu Mangkunegara VI dengan pelan- pelan dan sangat hati-hati melakukan perbaikan-perbaikan di bidang sosial dan ekonomi, sehingga rakyatnya mengambil keuntungan dari keadaan itu. Gaji para pegawai diperbaiki walaupun hanya sedikit saja dan lebih banyak menaruh perhatian pada pendirian sekolah-sekolah, pemeliharaan jalan-jalan, pembangunan irigasi-irigasi, jembatan, dan lain-lain. Akan tetapi untuk Mangkunegara VI dan kerabat-kerabatnya di istana tetap melakukan penghematan dan menjadi contoh di Mangkunegaran.
Mangkunegara VI adalah salah seorang dari Adipati Mangkunegaran yang menarik perhatian karena begitu mengerti akan nilai uang dan telah berusaha sekuat tenaga agar hal itu dimiliki juga oleh keturunannya. Ia ingin menyesuaikan pengeluaran dengan apa yang diterimanya dan bagi rakyatnya merupakan contoh bagaimana hidup sederhana. Dengan melakukan penghematan dalam pengelolaan perusahaan-perusahaan milik Mangkunegaran, maka pada waktu turun tahta ia meninggalkan keuangan perusahaan-perusahaan dalam keadaan yang sangat baik dan menjadi dasar perkembangan dan kemajuan Praja. Ia sendiri yang tidak dapat atau tidak mau memetik hasilnya, karena di tahun-tahun terakhir persoalan B.R.M.H. Suyono puteranya itu yang tidak dapat menjadi penggantinya karena alasan dinasti sehingga membuatnya sedih dan tidak bisa memikirkan lagi atau menaruh perhatian pada perubahan dan perbaikan dalam negara dan rakyatnya.