Wilayah Praja Mangkunegaran Masa Mangkunegara VI

A. Wilayah Praja Mangkunegaran Masa Mangkunegara VI

Wilayah Praja Mangkunegaran berdasarkan perjanjian Salatiga tahun 1757 memperoleh tanah lungguh milik pribadi Susuhunan sejumlah 4.000 cacah. 1 Pada

awalnya tanah lungguh milik Mangkunegaran tidak dapat diwariskan secara turun-temurun, baru pada tahun 1792 tanah lungguh tersebut menjadi hak turun- temurun. Mangkunegara I hingga V posisi Mangkunegara sebagai Pangeran Miji (seorang pangeran yang langsung di bawah Susuhunan), baru pada tahun 1896 saat pengangkatan Mangkunegara VI posisinya telah berubah menjadi Pangeran Merdeka terlepas dari Kraton Kasunanan Surakarta, hal ini berhubungan dengan yang disebutkan dalam Piagam Pengangkatan sebagai kolonel dan komandan dari Legiun Mangkunegaran berada langsung di bawah pemerintahan Hindia Belanda.

Mangkunegaran menempati wilayah di bagian timur dan utara Residensi Surakarta, 2 namun daerahnya terpencar di beberapa tempat termasuk di wilayah

Kasunanan dan Kasultanan. Separuh dari tanah tersebut terletak di wilayah Mancanegara dan Gunung Kidul. Dengan demikian tanah ini sebagian di Surakarta bagian tenggara dan sebagian lagi terletak di Yogyakarta sebelah timur. Tanah seluas itu sering disebut Desa Bobok yang diartikan sebagai Desa

1 Mohammad Dalyono, Ketataprajaan Mangkunegaran, Terj. Sarwana Wiryasaputra, (Surakarta : Reksapustaka), 1977, hlm. 89.

2 Metz., Mangkunegaran Analisis Sebuah Kerajaan Jawa, terj. (Surakarta : Reksapustaka), 1939), hlm. 12.

commit to user

jung , dengan perincian sebagai berikut : Daerah Kedawung 141 jung, Laroh 115,25 jung, Matesih 218 jung, Wiraka 60,50 jung, Haribaya 82,50 jung, Hanggabayan 25 jung, Sembuyan 133 jung. Gunung Kidul 71,50 jung, Pajang (sebelah selatan jalan besar Surakarta sampai Kartasura) 58,50 jung, Pajang (sebelah utara jalan besar Surakarta sampai Kartasura) 64,75 jung, Mataram (pertengahan Yogyakarta) 1 jung, Kedu 8,50 jung. Jadi jumlah seluruhnya

menjadi 979,50 jung. 4

Luas wilayah Mangkunegaran mengalami perubahan dua kali pada masa pemerintahan Mangkunegara II (1796 – 1835). Perubahan pertama terjadi pada tahun 1813, yakni sejumlah 1000 karya. Penambahan ini sebagai imbalan atas jasa Mangkunegaran dalam membantu Inggris melawan Sultan Sepuh di Yogyakarta. Tanah sejumlah 1000 karya atau 240 jung terletak di Kedawung 72 jung, Sembuyan 12 jung, Mataram 2,5 jung, Sukowati bagian timur 95,5 jung, Sukowati bagian barat 28,5 jung, dan daerah di lereng Gunung Merapi bagian

timur 29,5 jung. 5 Penambahan kedua terjadi pada tahun 1830, sebagai imbalan atas jasa dari pihak Mangkunegaran dalam membantu Belanda menumpas pemberontakan

3 G.P. Rouffaer, Swapraja, Terj. Muhammad Husodo Pringgokusumo (Surakarta : Reksapustaka), 1983, hlm. 6.

4 Ibid. Lihat juga Mansfeld, Sejarah Milik Praja Mangkunegaran terj. (Surakarta : Rekso Pustoko, 1986), hlm. 6.

Satuan ukuran tanah di Jawa adalah 1 jung = 4 cacah = 4 karya = 4 bahu = 2,8 ha. Jumlah wilayah Mangkunegaran seluruhnya 979,5 jung, padahal 4000 karya cacah adalah 960 jung. Luas wilayah dan batas-batas Mangkunegaran yang didasarkan pada perjanjian Salatiga 1757 itu memang kurang jelas. Hal ini disebabkan surat perjanjiannya sendiri hilang dan tidak dapat diketemukan. Dengan demikian data yang dikemukakan Rouffaer dan Mansfeld itu hanyalah perkiraan saja.

5 G.P. Rouffaer, op. cit., hlm. 9.

commit to user

Gunung Kidul sebanyak 500 karya. Secara politis administratif daerah ini berada di bawah kekuasaan Mangkunegaran tetapi secara hukum yakni mengenai pengawasannya di bawah Kasultanan Yogyakarta. Hingga awal abad XX luas wilayah Mangkunegaran masih tetap seperti pada tahun 1830. Hanya saja penentuan batas-batas antara daerah Mangkunegaran dengan daerah swapraja lainnya semakin dipertegas, terutama dengan menghilangkan daerah enclave (daerah kantong).

Untuk memudahkan dalam mengatur tata administrasi, pada masa pemerintahan Mangkunegara III tepatnya tahun 1847 wilayah Mangkunegaran dibagi ke dalam tiga Kabupaten Anom atau Onderdistrict regentschap, ketiga kabupaten tersebut antara lain, Kabupaten Karanganyar meliputi Sukowati, Matesih, dan Haribaya. Wonogiri meliputi Nglaroh, Honggobayan dan Kedawung, dan Malangjiwan. Selanjutnya sejak tahun 1830-an wilayah Mangkunegaran dibagi ke dalam dua kabupaten, sembilan Kawedanan dan 41

Kapanewonan atau onderdistrik. 6

Pada tahun 1875 onderregentschap Malangjiwan dihapus dan diganti dengan onderregentschap Baturetno yang wilayahnya meliputi Wiraka dan Sembuyan. Dengan demikian pada masa pemerintah Mangkunegara IV, daerah Mangkunegaran terbagi menjadi tiga daerah onderregentschap yaitu, Karanganyar, Wonogiri, dan Baturetno. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1891,

6 Rijksblad Mangkunegaran, tahun 1929 No. 9.

commit to user

dengan onderregentschap Wonogiri. Pada masa Mangkunegara VI (1896-1916) wilayah Mangkunegaran tidak mengalami perubahan. Wilayah Mangkunegaran pada tahun 1903 dibentuk onderregentschap Kota Mangkunegaran, sehingga Mangkunegaran terbagi dalam tiga Kabupaten Anom yang meliputi Mangkunegaran, Karanganyar dan Wonogiri

dengan ditambah enclave Ngawen. 7

Sampai tahun 1930-an, wilayah Mangkunegaran dibagi menjadi dua kabupaten dan enclave Ngawen. Adapun luas dari tiap-tiap wilayah kabupaten dan daerah enclave Ngawen, yaitu Kabupaten Kota Mangkunegaran seluas 888,75

km 2 yang meliputi kawedanan kota Mangkunegaran, Karanganyar dan Karangpandan, dan Jumapolo. Kabupaten Wonogiri luasnya 1.922,65 km 2

meliputi kawedanan Wonogiri, Wuryantoro, Baturetno, Jatisrono dan Purwantoro.

Selanjutnya ditambah daerah Ngawen seluas 33,74 km 2 yang terletak di daerah

Gunung Kidul. 8 Secara keseluruhan daerah Mangkunegaran dibatasi oleh Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, bagian timur dibatasi oleh Gunung Lawu. Bagian selatan berbatasan dengan wilayah Yogyakarta dan sebagian oleh Samudra Hindia. Untuk sebelah utara dibatasi oleh pegunungan gamping yang membujur ke timur dari residensi Semarang sampai Rembang. Dari lereng Gunung Merapi mengalir Kali Opak ke selatan, sekaligus menjadi pembatas antara Keresidenan Surakarta dan

7 Lihat Rijksblad Van Mangkunegaran tahun 1917 No. 331.

8 Th. M. Metz, op. cit., hlm. 15.

commit to user

dan Jenes yang mengalir ke dataran rendah Karanganyar kemudian membentuk persawahan, lereng Gunung Lawu sendiri sangat cocok untuk perkebunan kopi. Dataran rendah yang kurang subur terbentang dari kota Solo ke arah utara dan berakhir di lereng pegunungan Kendeng.

Daerah-daerah Mangkunegaran umumnya beriklim tropis, akibatnya dalam satu tahun mengalami dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Perbedaan curah hujan antara musim kemarau dan musim hujan sangat mencolok. Pada musim hujan, curah hujan sangat tinggi, sedangkan pada musim kemarau sangat rendah. Namun demikian masih ada daerah-daerah tertentu yang masih mempunyai curah hujan di atas minimum pada musim kemarau, misalnya di daerah lereng Gunung Lawu.

Wilayah Mangkunegaran sebagian besar terletak di daerah Wonogiri. Daerah ini merupakan daerah perbukitan kapur yang sebagian besar tanahnya tidak subur dan lahan pertaniannya pun sangat tergantung pada curah hujan. Sebagian kecil daerah ini adalah daerah yang berada di sebelah timur, antara lain Kedawung meliputi daerah Jatisrono, Ngadirojo, dan Girimarto, daerah Honggobayan meliputi Jatipura dan Jumapolo.

Untuk tanah-tanah yang terletak di Sembuyan (daerah Baturetno), Ngawen, Semanu, Wiraka (daerah Tirtomoyo) dan daerah sekitarnya, merupakan tanah yang kurang subur. Daerah-daerah ini sangat cocok untuk tanaman keras

9 Suhartono, Apanase dan Bekel : Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830 – 1920 (Yogyakarta : Tiara Wacana), 1991, hlm. 25.

commit to user

merupakan daerah yang cocok untuk pertanian meskipun tanahnya berbukit-bukit. Daerah kota Mangkunegaran, yang meliputi sebagian daerah Pajang, Pedan, Haribaya (sekarang Kepuh) dan Gunung Kulon adalah pertemuan antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu yang sangat subur tanahnya. Di dataran ini banyak ditemukan sumber mata air yang cocok untuk perkebunan tebu.