Implementasi Ketentuan Ruang Terbuka Hijau oleh Pemerintah Kota Surakarta

B. Implementasi Ketentuan Ruang Terbuka Hijau oleh Pemerintah Kota Surakarta

Salah satu misi Tata Ruang Kota Surakarta adalah mengembalikan dan memanfaatkan kawasan lindung secara benar serta menciptakan penghijauan sebagai paru-paru kota. Pasal 29 Undang-Undang Penataan Ruang mengharuskan setiap wilayah memiliki ruang terbuka hijau sejumlah 30 % dari luas wilayah masing-masing daerah. Presentase 30% disini 10% merupakan RTH privat dan 20% merupakan RTH publik. Keberadaan ruang terbuka hijau menjadi penting sebagai penangkal dampak buruk pemanasan global. Selain sebagai ruang publik, juga dapat dimanfaatkan untuk daerah resapan air dan konservasi lingkungan.

Sesuai dengan ketentuan pasal 29 Undang-Undang Penataan ruang tersebut Kota Solo berupaya menambah luasan ruang terbuka hijau, salah satu diantaranya dengan taman kota. Proses menambah luasan ruang terbuka hijau ini dilakukan secara bertahap. Pada tahun 2011 ini, ruang terbuka hijau di Solo baru mencapai sekitar 18,8%. Masih terkesan jauh dari angka ideal sebesar 30 %. Namun angka

sebesar 18,8 % untuk ukuran kota Surakarta dengan luas 44,06 km 2 sudah cukup banyak. Untuk meningkatkan luasan Ruang Terbuka Hijau, Pemerintah kota Surakarta memanfaatkan lahan-lahan kosong untuk dijadikan taman kota. Dalam kaitannya dengan penataan ruang terbuka hijau juga diungkapkan oleh Hiroshi sebesar 18,8 % untuk ukuran kota Surakarta dengan luas 44,06 km 2 sudah cukup banyak. Untuk meningkatkan luasan Ruang Terbuka Hijau, Pemerintah kota Surakarta memanfaatkan lahan-lahan kosong untuk dijadikan taman kota. Dalam kaitannya dengan penataan ruang terbuka hijau juga diungkapkan oleh Hiroshi

Alasan dipilihnya bantaran sungai sebagai lahan yang digunakan menjadi taman kota dikarenakan bantaran sungai seharusnya bukan sebagai tempat hunian, melainkan untuk lokasi penghijauan mengingat luas wilayah Kota Surakarta tidak terlalu luas. Hunian-hunian liar yang sebelumnya berada di bantaran sungai telah direlokasi sebelumnya guna pembuatan taman kota sebagai wujud memperluas ruang terbuka hijau. Dalam lima tahun mendatang, pembangunan kota Solo akan dirancang dengan menyatukan nilai budaya dengan lingkungan yang diistilahkan dengan konsep Eco-Cultural (Eco-Budaya) sebagai salah satu contoh riilnya adalah hutan kota di sepanjang sungai yang ada.

No Jenis

Luas (Ha)

Presentase

1 Taman Kota

3 Turus jalan

5 Sempadan Sungai

77,61

1,76

6 Kebun Binatang

9 Tanah kosong

Sumber : Buku Surakarta dalam Angka Tahun 2010

dasar pijakan untuk pembangunan taman-taman di Kota Solo. Presentase 30% disini 10% merupakan RTH privat dan 20% merupakan RTH publik. Yang dimaksud RTH Privat adalah RTH berupa ruang terbuka (halaman) yang harus dibuat/ disediakan oleh masyarakat yang membuat bangunan. Persyaratan luasnya harus disesuaikan dengan ukuran luas bangunan yang akan didirikan ini sudah ada ketentuan pengaturannya. Ketentuan ini harus dipenuhi untuk memperoleh Ijin Mendirikan Bangunan (Samsudi, 2010: 9). Adapun untuk mencapai target 30 % RTH pemerintah kota mengupayakannya dengan melindungi kelestarian RTH yang telah ada agar tidak beralih fungsi dan melakukan konservasi terhadap kawasan yang berpotensi untuk RTH yang disalahgunakan seperti halnya bantaran sungai. Upaya itu dilakukan untuk perlindungan dan pemulihan lahan agar sesuai dengan peruntukannya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 14 ayat (1), Pemerintah daerah memiliki kewenangan pula dalam menjalankan fungsi pemerintahan khususnya untuk pelaksanaan kebijakan pembangunan kota. Wewenang pemerintah daerah kabupaten atau kota dalam

penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

1. Pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/ kota dan kawasan strategis kabupaten atau kota:

2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten atau kota;

3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten atau kota;

4. Kerjasama penataan ruang antara kabupaten atau kota. Dinas Tata Ruang Kota Surakarta sesuai tugas pokok dan fungsinya sebagai perencana, pengawas dan pengendali dalam pembangunan kota, sebagai kepanjangan tangan kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dalam penataan kota. Dalam tugasnya sebagai pengawas, Dinas Tata Kota mengawasi bangunan- bangunan yang tidak ber IMB serta mengalami perubahan fungsi lahan.

Dinas Tata Kota Surakarta disebutkan Dinas Tata Kota mempunyai tugas:

1. Menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Tata Kota

2. Mengendalikan segala bentuk pertumbuhan dan perkembangan bangunan di Surakarta.

3. Mengendalikan segala pemanfaatan Tata Ruang Kota sesuai RUTRK Surakarta

4. Mewujudkan Kota Surakarta yang nyaman Terdapat beberapa pihak yang bertanggungjawab terhadap penataan kota yaitu:

a. Badan Lingkungan Hidup yang lebih menitikberatkan pada penataan

kawasan lindung termasuk didalamnya bantaran sungai

b. Dinas Pekerjaan Umum yang lebih menitikberatkan pada infrastruktur jalan dan drainase

c. Dinas Tata Ruang Kota sebagaimana telah dijelaskan penulis diatas sebagai pengembangan fungsi Badan Lingkungan Hidup

d. Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang lebih menitikberatkan pada tekhnis pelaksanaan dan pemeliharaan taman-taman kota

Menurut hasil wawancara dengan Bp Dandy Yoga E, S.T.,M.T. staf Tata Guna Lahan bid pemanfaatan ruang DTRK menyatakan bahwa “implementasi serta penambahan luasan ruang terbuka hijau pada hakikatnya bertujuan mengembalikan citra kota Solo sebagai Kota Berseri dengan cara:

1. mengembalikan kawasan-kawasan strategis kota (beautifikasi kota) dengan cara tamanisasi, city walk atau ruang publik;

2. mengembalikan fungsi kawasan yang selama ini dijadikan hunian tanpa izin sebagaimana fungsi semula (sempadan sungai, status hak atas tanah dan sempadan rel kereta api).

3. penataan ruang kota yang berkarakter Surakarta (City Branded)”

Rencana Strategis Dinas Tata Ruang Kota Tahun 2011-2015 merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah, memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh Rencana Strategis Dinas Tata Ruang Kota Tahun 2011-2015 merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah, memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh

Pasal 5 Undang Undang RI Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyatakan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran visi, misi dan program kepala daerah yang berpedoman kepada RPJP Daerah dengan memperhatikan RPJM nasional. RPJMD tersebut, antara lain memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Batasan mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun. RPJMD juga sering disebut sebagai agenda pembangunan karena menyatu dengan agenda pemerintah yang akan dilaksanakan oleh Kepala Daerah selama menjadi pimpinan pemerintahan. Visi pembangunan jangka panjang menjadi koridor pemberi arah dan batasan pembangunan daerah jangka panjang yang dapat dijabarkan dalam periode pembangunan yang lebih pendek.

Hanya saja disampaikan olah Bp Dandy Yoga E, S.T.,M.T. bahwa ketika forum seperti MUSRENBANG, masyarakat belum mampu untuk memberikan partisipasinya secara maksimal. Seperti halnya perencanaan yang diusulkan masyarakat hanya ditujukan untuk wilayah sektoral (kampung, kalurahan) saja semisal usulan taman kecil dikampung atau kelurahan tertentu. Itupun untuk memenuhi kebutuhan warga ditingkatan RT/RW/Kelurahan saja. Adapun untuk wilayah kota masyarakat kecenderungan yang ada belum dapat untuk menyampaikan aspirasinya, dikarenakan keterbatasan pemahaman dan pengetahuan warga masyarakat mengenai haknya untuk berperan serta

RT/RW/kelurahan saja. Pemerintah

Kota sendiri diawal perencanaan pembangunan taman kota belum memiliki konsep mengenai bentuk peran serta masyarakat dalam rangka penjagaan dan pelestarian taman kota dan ini masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah Kota Surakarta untuk merumuskan konsep pelibatan maupun peran serta masyarakat menjaga sarana taman kota sebagai aset masyarakat. Sehingga masyarakat merasa memiliki dan peduli untuk menjaga dan melestarikan.

Pembangunan wilayah Kota tentunya harus mendasarkan kepada Undang- Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang didalamnya mengatur mengenai ketentuan pelaksanaan Tata Ruang Wilayah Kota. Demikian pula Kota Solo dalam pembangunan bebarapa ruang publik selama ini tentu wajib mengacu kepada regulasi tersebut. Salah satu acuan penting dalam regulasi penataan ruang tersebut mensyaratkan bahwa pembangunan kota haruslah mengikutsertakan peran masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan “pembangunan yang partisipatif”. UU Penataan ruang menyebutkan bahwa dalam hal perencanaan sampai dengan evaluasi penataan ruang harus melibatkan peran serta masyarakat. Sebagaimana jelas termaktub dalam Pasal 55

ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) UU Penataan Ruang. Pasal ini menekankan pentingnya pengawasan penataan ruang disetiap wilayah di Indonesia, termasuk didalamnya dikawasan Kota seperti halnya Kota Surakarta. Namun partisipasi dalam pelaksanaan harus tetap dikawal oleh Pemkot Surakarta selaku pemerintah daerah yang berwenang. Beberapa peran yang diharapkan dimiliki oleh masyarakat diantaranya:

1. Membuka diri terhadap pembelajaran dari pihak luar, terutama yang terkait dengan rencana tata ruang wilayah, pengawasan dan pemanfaatan ruang: 1. Membuka diri terhadap pembelajaran dari pihak luar, terutama yang terkait dengan rencana tata ruang wilayah, pengawasan dan pemanfaatan ruang:

3. Mampu mengorganisasi diri dan mendukung pengembangan wadah lokal atau forum masyarakat sebagai tempat masyarakat mengambil sikap atau keputusan.

4. Berperan aktif dalam kegiatan yang melibatkan masyarakat baik berupa pemberian masukan, pengajuan keberatan, penyelenggaraan konsultasi, penyusunan program bersama pemerintah atau berpartisipasi dalam proses mediasi.

Maksud perencanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta adalah mewujudkan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat kota dan lingkungan hidup perkotaan. Aspek Penataan Ruang Kota salah satunya meliputi pengendalian pemanfaatan ruang, banyak tanah yang seharusnya digunakan ruang terbuka hijau berubah fungsi menjadi permukiman kumuh. Pemerintah Kota Surakarta melalui perangkat pemerintahannya dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2031 mengatur beberapa ketentuan untuk mengendalikan adanya penyalahgunaan fungsi ruang tersebut yaitu:

1. Ketentuan umum Peraturan Zonasi Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang.

2. Ketentuan Insentif dan Disinsentif Rencana Tata Ruang Wilayah harus dapat ditaati oleh semua pihak. Untuk itu, dalam implementasinya pemerintah kota Surakarta harus menerapkannya dengan bijaksana. Pemerintah memiliki tindakan yaitu insentif dan disinsentif. Misalnya, apabila ada pihak mendirikan kawasan industri pada zona industri yang artinya memanfaatkan ruang sesuai peruntukannya akan diberikan insentif misalnya keringanan pajak namun apabila pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencananya, maka pemerintah akan membebankan

Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam Pasal 28 disebutkan mengenai arahan insentif dan disinsentif yaitu:

a. Arahan insentif berupa :

1) Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang;

2) Pembangunan serta pengadaan infrastruktur;

3) Kemudahan prosedur perizinan;

4) Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta atau pemerintah daerah.

b. Arahan disinsentif berupa:

1) Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang;

2) Pembatasan penyediaan infrastruktur;

3) pengenaan kompensasi;

4) penalti.

3. Arahan sanksi

a. Jenis Pelanggaran :

1) Tidak sesuai rencana tata ruang yang telah ditetapkan

2) Tidak memanfaatkan ruang sesuai dengan ijin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang

3) Tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan

ijin pemanfaatan ruang

4) Tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum

b. Jenis Sanksi

1) peringatan tertulis

2) penghentian sementara kegiatan

3) penghentian sementara pelayanan umum

5) pencabutan ijin, pembatalan ijin

6) pembongkaran bangunan

7) pemulihan fungsi ruang

8) denda administratif Hasil dari implementasi ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau sesuai Pasal 29 Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah :

1. Taman Balekambang

Merupakan taman terbesar di tengah kota yang terletak di belakang Stadion Manahan yang dalam kurun waktu beberapa tahun lalu merupakan tanah milik Mangkunegaran kemudian diserahkan kepada Pemkot untuk dikelola dan ditetapkan dengan hak pakai. Keberadaan taman Balekambang dulunya kurang mendapatkan perhatian Pemerintah setempat. Tahun 2007 Walikota Solo Joko Widodo melalui Dinas Tata Ruang Kota mulai menata kawasan tersebut selaku Dinas yang berwenang sebagai perencana, pengawas dan pengendali dalam pembangunan kota.

Sebelumnya taman Balekambang dijadikan hunian liar para pemain ketoprak (paguyuban wayang orang), oleh karena itu langkah awalnya adalah merelokasi hunian liar ke daerah Bayan, Kadipiro. Tentunya dengan memberikan sejumlah kompensasi semacam biaya transportasi. Setelah beberapa kali dilakukan negosiasi yang sifatnya win-win solution akhirnya proses relokasi dapat berjalan lancar. Taman Balekambang yang dulunya kumuh berganti dengan gedung kesenian, panggung terbuka dan lokasi outbound. Saat ini taman Balekambang menjadi ikon baru kota Solo sebagai ruang terbuka hijau. Taman Balekambang menjadi contoh riil bahwa taman ini diminati banyak pengunjung. Inilah wujud nyata kesuksesan Pemerintah Kota Surakarta dalam menambah luasan ruang terbuka hijau.

2. Taman Banjarsari 2. Taman Banjarsari

Beberapa tahun yang lalu monumen yang dikelilingi taman ini berubah menjadi kawasan perdagangan PKL yang lebih dikenal dengan Pasar Klitikan , sehingga manfaat ruang publik menjadi tereliminasi. Keberadaan PKL di Taman Banjarsari membuat taman tersebut kehilangan fungsinya sebagai ruang terbuka hijau. Proses relokasi yang cukup menemui banyak kendala dan alot, pada akhirnya para PKL berhasil dipindahkan ke lokasi baru yaitu Pasar Notoharjo setelah Walikota Solo Joko Widodo melakukan pendekatan yang telaten dengan jamuan makan hingga 54 kali. Dengan berbagai pendekatan persuasif, Pemkot Surakarta mampu menghadirkan kembali ruang terbuka hijau tanpa penggusuran paksa. Kira-kira pada tahun 2005-2006 relokasi se ju mla h 989 PKL menjadi solusi pemerintah daerah untuk mengembalikan fungsi monumen 45 sebagai ruang terbuka hijau sekaligus kawasan bersejarah.

3. Taman Tirtonadi

Taman yang terletak di depan terminal tirtonadi ini direvitalisasi Pemerintah Kota sekitar tahun 2008, dikembalikan fungsinya sebagai taman kota. Sebelum dilakukan penataan kawasan Taman Tirtonadi banyak digunakan sebagai sarana yang kurang positif. Prostitusi di pinggir Kali Anyar, aksi premanisme, ruwetnya keadaan terminal Tirtonadi, banyaknya pedagang liar, membuat fungsi Taman Partinah buatan Mangkunegoro VII itu terhapus.

dimanfaatkan sebagai ruang publik menambah estetika kota Surakarta. Terdapat beberapa tanaman langka seperti lerak dan adem ayem ati, sebagai wujud melestarikan flora.

4. Taman Sekartaji

Taman berhias aneka topeng yang terletak dipinggiran Kali Anyar, Jebres, atau perempatan Rumah Sakit dr. Oen Kandang sapi ini merupakan wujud nyata komitmen Pemerintah Kota Surakarta mengembalikan kawasan bantaran sebagai lahan hijau terbuka. Taman yang pada mulanya tidak terawat dan mengandung resiko bencana yang tinggi pada akhirnya disulap menjadi sebuah tempat multifungsi yang tentunya memiliki manfaat bagi warga Surakarta. Namun di taman ini belum tersedia fasilitas bagi difabel, mengingat letaknya berdekatan dengan kantor YPAC sehingga sering dimanfaatkan para binaan YPAC. Diperlukan fasilitas khusus untuk warga masyarakat different ability (diffabel). Bahkan persoalan fasilitas untuk diffabel juga belum terdapat di taman kota yang lain.

5. City Walk (Srawung Warga)

City walk terletak di koridor sebelah kanan sepanjang jalan Slamet Riyadi. Sebuah Pedestrian yang tentu hanya boleh dilewati bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda. Jalur ini menjadi public space yang dilengkapi tempat duduk cantik yang berfungsi sebagai tempat singgah untuk beristirahat, menikmati kesejukan dan keindahan bunga, jogging atau berolahraga. Bagi yang punya laptop bisa juga merasakan koneksi internet melalui titik-titik hotspot sepanjang City Walk.

Dasar hukum keberadaan city walk adalah Pasal 5 Peraturan Daerah Kota Surakarta nomor 8 Tahun 1993 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Tahun 1993-2013 dijelaskan bahwa : ”RUTRK Surakarta dimaksudkan untuk memberikan arahan bagi penataan Dasar hukum keberadaan city walk adalah Pasal 5 Peraturan Daerah Kota Surakarta nomor 8 Tahun 1993 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Tahun 1993-2013 dijelaskan bahwa : ”RUTRK Surakarta dimaksudkan untuk memberikan arahan bagi penataan

6. Monumen Patung Mayor Ahmadi

Monumen Patung Mayor Ahmadi yang terletak di Proliman Banjarsari diresmikan tanggal 7 Agustus 2010. Pemilihan tanggal disesuaikan dengan nilai filosofis, yakni pada tanggal itu pernah terjadi serangan umum. Sebelumnya di kawasan ini dipadati para Pedagang Kaki Lima, sekitar 20 PKL berhasil direlokasi dengan kesepakatan Pemkot telah memberikan sejumlah uang

kepindahan mereka. (http://harianjoglosemar.com).Pendirian monumen ini sebagai wujud keseriusan Pemkot Surakarta meningkatkan luasan ruang terbuka hijau.

7. Kawasan Ngarsopuro

Jalan sepanjang 500 meter. tepatnya di Jalan Diponegoro, menjadi ikon ruang publik baru di Surakarta. Kawasan itu juga menjadi salah satu lokasi pementasan seni budaya, seperti wayang, ketoprak, juga musik. Ngarsopuro sebagai kawasan cagar budaya merupakan contoh kawasan yang dirombak menjadi ruang terbuka publik yang nyaman. Toko-toko di kanan-kiri jalan berganti menjadi trotoar untuk pejalan kaki. Untuk itu, penghuni semula dipindah ke gedung baru yang dibangun di ujung jalan. Kawasan ini ramai dikunjungi saat sabtu malam dikarenakan adanya night market.

Taman kota harapannya dapat dimanfaatkan dengan berbagai kegiatan yang positif oleh masyarakat, baik untuk sarana olah raga, rekreasi maupun sekedar untuk tempat nongkrong dan ngobrol masyarakat. Manfaat sosial keberadaan taman kota disamping manfaat

idealita yang diharapkan hanya saja saat ini realitasnya berbeda. Taman Kota kalau dimanfaatkan dengan baik tentunya hal tersebut sesuai dengan harapan dari pemerintah namun kalau sebaliknya justru menjadi masalah baru bagi pemerintah. Tidak dipungkiri bahwa pemanfaatan taman kota selama ini barangkali tidak sesuai dengan tujuan semula, seperti halnya taman kota yang dijadikan tempat mangkal PSK, tempat mesum, tempat mabuk maupun tempat berjudi. Dalam pengamatan penulis beberapa hal menjadi catatan adalah taman kota belum dimanfaatkan secara maksimal baik oleh pemerintah kota maupun masyarakat. Belum ada data yang mencatat aktifitas apa saja yang dilakukan warga termasuk dalam memanfaatkan fasilitas yang tersedia. Sehingga catatan rigit mengenai pemanfaatan taman kota belum tersedia.

Berikut ini penulis paparkan hasil pengamatan dan wawancara penulis terhadap pemanfaatan ruang terbuka hijau

Tabel II

Pemanfaatan Taman Kota oleh Masyarakat

Taman

Fasilitas

Aktifitas Masyarakat Taman Balekambang Tempat duduk, Parkir, Arena

Ketoprak (Pagelaran), Danau, Mushola, Hotspot, Kolam air besar, Kolam air, Berbagai macam tumbuh-tumbuhan

rindang,

peliharaan rusa, angsa

Olah Raga, Berdiskusi,

Bersepeda, Jalan- jalan, Out Bond, Event-event masyarakat/Pemerintah Kota

Jalan, Beristirahat, Memancing, Refresing, Refresing teman2 dari YPAC

Tirtonadi

Air mancur, Parkir, Hotspot, Lampu

Penerangan

Tempat pangkalan ojek, pangkalan becak, refreshing keluarga

Taman Monumen 45 Pagar besi yang mengelilingi

taman. Tempat duduk, permainan anak-anak.

Olah raga, bermain anak- anak, jalan-jalan, berjualan, event peringatan hari bersejarah, refreshing keluarga

Tepat Untuk Mewujudkan Ruang Terbuka hijau di Kota Surakarta

Tentunya dalam pembangunan ruang terbuka hijau tidak terlepas dari beberapa faktor penghambat atau permasalahan. Tidak selamanya dalam pelaksanaan ruang terbuka hijau dapat selalu berjalan dengan lancar.

Berdasarkan wawancara penulis dengan Dra.Fini Taviyanti Seksi Tata Guna Tanah dan Ruang Hijau Dinas Tata Ruang Kota Surakarta tanggal 10 Mei 2012, “dalam pelaksanaan ruang terbuka hijau berdasar Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, mengalami sedikit hambatan. Hambatan tersebut sifatnya teknis dan non teknis. Hambatan teknis antara lain kurangnya anggaran untuk biaya perawatan maintenance, mengingat banyaknya ruang terbuka hijau di Surakarta, sedangkan hambatan nontekhnis misalnya banyaknya hunian liar di atas tanah Negara dan penyalahgunaan taman kota oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab”.

1. Banyaknya hunian liar, pemukiman kumuh yang berada di tanah milik Negara, misalnya di bantaran sungai yang seharusnya kawasan tersebut merupakan kawasan lindung, sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 ayat (2) “Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya ”. Dimana bantaran sungai termasuk dalam kawasan lindung. Permasalahan mencuat ketika masyarakat di hunian liar tersebut menentang untuk direlokasi dan meminta biaya kompensasi dengan nominal yang cukup tinggi. Oleh karena itu proses relokasi memakan waktu yang cukup lama dan Pemerintah Kota Surakarta harus melakukan pendekatan terlebih dahulu. Seperti halnya dalam penataan kawasan Monumen 45 Banjarsari, Walikota Surakarta Joko Widodo harus mengundang puluhan kali para pedagang kaki 1. Banyaknya hunian liar, pemukiman kumuh yang berada di tanah milik Negara, misalnya di bantaran sungai yang seharusnya kawasan tersebut merupakan kawasan lindung, sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 ayat (2) “Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya ”. Dimana bantaran sungai termasuk dalam kawasan lindung. Permasalahan mencuat ketika masyarakat di hunian liar tersebut menentang untuk direlokasi dan meminta biaya kompensasi dengan nominal yang cukup tinggi. Oleh karena itu proses relokasi memakan waktu yang cukup lama dan Pemerintah Kota Surakarta harus melakukan pendekatan terlebih dahulu. Seperti halnya dalam penataan kawasan Monumen 45 Banjarsari, Walikota Surakarta Joko Widodo harus mengundang puluhan kali para pedagang kaki

2. Jumlah taman yang semakin bertambah setiap tahunnya tidak diimbangi dengan pendanaan dari APBD untuk pengelolaan dan pelestariannya. Maintenance menjadi kata kunci dalam upaya pelestarian guna mempertahankan taman kota yang indah dan bersih . Dalam pelaksanaannya taman kota yang kelihatan dan popular diutamakan untuk dikelola sedangkan taman-taman kelas dua atau tiga kurang diperhatikan. Anggaran untuk pemeliharaan taman yang tercantum di Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) untuk pemeliharaan taman senilai Rp 1,2 miliar. Namun hal itu dinilai minim. DKP memiliki bidang yang membawahi khusus mengelola pertamanan yaitu bidang pertamanan. Tugas yang dilaksanakan bidang ini meliputi pengawasan, pengelolaan, pemeliharaan dan perbaikan terhadap taman yang berada di Kota Solo.

3. Masyarakat yang tidak bertanggungjawab menyalahgunakan ruang terbuka hijau sebagai tempat mesum dan mabuk- mabukan, dikarenakan kurangnya penerangan di malam hari. Seperti halnya yang terjadi di taman Sekartaji di malam hari. Bahkan belum lama ini papan nama “TAMAN SEKARTAJI” hilang dicuri oleh orang tak bertanggungjawab. Sejak diresmikan tiga tahun lalu, satu per satu huruf penyusun nama Taman Sekartaji berukuran sedang dengan warna cerah gemerlap itu hilang. Pola hilangnya tidak tentu. Orang tidak ingat lagi huruf apa yang kali pertama hilang dan huruf apa berikutnya lagi. Huruf-huruf tersebut mempunyai nilai jual

4. Di kawasan City Walk yang sebenarnya untuk pejalan kaki digunakan oleh pedagang kaki lima liar sehingga menimbulkan ketidaknyamanan para pejalan kaki, kondisi parkir yang semrawut yang memanfaatkan badan jalan maupun jalur lambat sehingga mengakibatkan crosing antara pengguna jalan, serta sering hilangnya antena pemancar titik-titik hotspot dicuri oleh “tangan-tangan nakal”. Sehingga di beberapa titik tertentu fasilitas hotspot tidak dapat digunakan,dikarenakan off.

5. Surakarta belum mempunyai peraturan daerah yang digunakan sebagai acuan dalam penataan ruang terbuka hijau untuk Kota Surakarta dan masih mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Meskipun Undang- Undang ini sudah dapat digunakan sebagai acuan dalam implementasi ruang terbuka hijau, karena dalam UUPR sudah mengakomodasi ketentuan mengenai RTH.

6. Pemberitaan di media massa yang terkesan memojokkan salah satu pihak, misalnya kebijakan pemerintah. Padahal pemerintah lah yang telah menjalankan tugasnya sebagai penanggungjawab pembangunan di Surakarta ini. Pajak yang telah dibayarkan rakyat, dikembalikan hasilnya dalam bentuk fasilitas publik yang semestinya dapat dimanfaatkan masyarakat umum lagi.

Berikut penulis paparkan beberapa kerusakan taman kota di Surakarta berdasarkan pengamatan penulis.

Taman Kota

Nama Taman

Kerusakan

Keterangan Taman Tirtonadi

- Bangunan taman retak-

bawah mati - Tempat sampah rusak dan hilang - Corat-coretan didinding tembok taman - Sampah dan genangan

air dilantai taman

Bagunan retak meliputi:

tangga batu dan dinding batu kemudian dinding batu yang copot. Tempat sampah seharusnya ada tutup dari besi namun ada yang hilang bahkan ada tempat sampah yang hilang dari tempatnya

Taman Sekartaji

- Sampah berserakan

- Corat-coretan

di

beberapa tempat - Kurangnya penerangan di

malam hari selain itu didukung suasana lalu lintas yang sepi justru disalahgunakan sebagai tempat mesum

Sampah berserakan di

sekitar taman khususnya di belakang topeng dan tulisan taman sekar taji Coret-coretan

ada di berbagai sisi seperti halnya di batu peresmian taman, di

balik tugu tulisan sekartaji

dan di dinding sungai. Tempat sampah jumlahnya minim

Sumber data : hasil pengamatan penulis di lokasi penelitian pada 30 April 2012 pukul 15.00

Menurut hasil wawancara dengan Dra.Fini Taviyanti, solusi untuk mengatasi hambatan tersebut antara lain:

a) Pendekatan persuasif misalnya komunikasi langsung secara rutin dan terbuka yang dilakukan Pemerintah kota Surakarta berhasil merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari serta a) Pendekatan persuasif misalnya komunikasi langsung secara rutin dan terbuka yang dilakukan Pemerintah kota Surakarta berhasil merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari serta

b) Memilih tanaman yang memiliki daya hidup kuat dan tidak membutuhkan biaya besar merupakan salah satu solusi untuk mengatasi minimnya anggaran biaya maintenance beberapa taman di kota Surakarta serta pengajuan permohonan bantuan dana ke Pemerintah Pusat melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP).

c) Menindak tegas setiap pelaku pelanggaran misalnya pencurian papan nama “Taman Sekartaji”, hilangnya antenna pemancar hot spot di kawasan ruang terbuka hijau di Surakarta.