KARAKTERISTIK TAPIOKA F YANG MENGHASILKAN KERENYAHAN PENYALUT TERTINGGI

E. KARAKTERISTIK TAPIOKA F YANG MENGHASILKAN KERENYAHAN PENYALUT TERTINGGI

Berdasarkan hasil analisis tekstur (kerenyahan), baik secara objektif menggunakan alat Stable Micro System TAXT2 Texture Analyzer, maupun secara subjektif dengan uji organoleptik, disimpulkan bahwa penyalut pada produk kacang salut yang memiliki kerenyahan tertinggi adalah penyalut yang menggunakan tapioka F.

Tapioka F adalah tepung tapioka yang memiliki mutu awal yang baik. Kadar air, kadar abu, dan derajat keputihan tepungnya telah memenuhi SNI 01-3451-94 tentang syarat mutu tepung tapioka. Kehalusan sampel tepung tapioka tidak dipersyaratkan dalam SNI, tetapi bila mengacu pada standar kehalusan yang ditetapkan oleh TIA (The Tapioca Institute of America), maka kehalusan tepung tapioka F. Karakteristik kimia dan fisik tapioka F disajikan dalam Tabel 19.

Nilai pH tapioka F sangat rendah yaitu 4.19. Menurut Fleche (1985), pati yang memiliki pH lebih rendah adalah pati yang lebih cepat untuk terhidrolisis pada ikatan α (1,4). Taggart (2004) melaporkan bahwa asam

dapat mengganggu ikatan hidrogen yang terdapat dalam pati, sehingga menyebabkan granula pati lebih mudah untuk mengembang. Hasil analisis tingkat pengembangan papatan menunjukan tingkat pengembangan papatan tapioka F lebih besar dibandingkan sampel lainnya yaitu 596.93%. Namun demikian, korelasi antara pH semua sampel dengan tingkat pengembangan papatan sampel sangat rendah.

Tapioka F yang memiliki rasio amilosa dan amilopektin terendah yaitu sebesar 17.39 % dan 82.53%, memberikan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan tertinggi pada produk kacang salut. Hal ini juga ditunjukan dengan tingginya koefisien korelasi antara rasio amilosa dan amilopektin dengan tingkat pengembangan papatan maupun kerenyahan.

Swelling power dan kelarutan tapioka F cenderung lebih besar dibandingkan dengan tepung tapioka lainnya, tetapi korelasinya lemah terhadap tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan.

Tabel 19. Rekapitulasi data karakteristik kimia dan fisik tapioka F

1. Kadar air (%)

2. Kadar abu (%)

4. Kadar pati (%)

5. Kadar amilosa (%)

6. Kadar amilopektin (%)

7. Ukuran granula (µ m) 3-40

8. Kehalusan (%) - No.50

99.63 - No.100

95.69 - No.140

9. Derajat putih (%)

10. Swelling power (g/g) - 60ºC

9.38 - 70ºC

24.41 - 80ºC

26.84 - 90ºC

29.61 - 95ºC

11. Kelarutan (%) - 60ºC

9.13 - 70ºC

19.21 - 80ºC

34.25 - 90ºC

37.91 - 95ºC

12. Sifat amilografi - Suhu gelatinisasi (°C)

63.75 - Suhu viskositas maksimum (°C)

73.50 - Viskositas maksimum (BU)

950 - Breakdown (BU)

650 - Setback (BU)

40 - stabilitas fase pendinginan (BU)

Berdasarkan sifat amilografi, tapioka F memiliki viskositas puncak yang paling rendah (950 BU), tetapi tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut yang dibuat dari sampel F paling tinggi. Hal ini dapat dijelaskan dengan hasil uji korelasi, yaitu terdapat korelasi yang negatif antara viskositas maksimum dengan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut, tetapi tidak berbeda nyata (P<0.05). Stabilitas pasta panas (breakdown) tapioka F lebih stabil Berdasarkan sifat amilografi, tapioka F memiliki viskositas puncak yang paling rendah (950 BU), tetapi tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut yang dibuat dari sampel F paling tinggi. Hal ini dapat dijelaskan dengan hasil uji korelasi, yaitu terdapat korelasi yang negatif antara viskositas maksimum dengan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut, tetapi tidak berbeda nyata (P<0.05). Stabilitas pasta panas (breakdown) tapioka F lebih stabil

Sifat kimia dan fisik MOCAL berbeda jika dibandingkan dengan tepung tapioka. Data lengkap sifat kimia dan fisik MOCAL disajikan dalam Tabel 20.

Kadar air MOCAL sebesar 10.91%. Kadar air MOCAL telah memenuhi SNI 01-2997-1992 dan CODEX STAN 176-1989 (Rev.1–1995). Kadar abu MOCAL lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung tapioka, yaitu sebesar 0.05%. Hal ini dapat terjadi karena pada proses pembuatan MOCAL ada proses penggaraman, sehingga kadar abu yang terukur lebih tinggi. Kadar abu MOCAL telah memenuhi SNI 01-2997-1992 tentang syarat mutu tepung singkong, dengan kadar abu maksimal 1.5% serta CODEX STAN 176-1989 (Rev.1–1995) tentang Syarat Mutu Edible Cassava Flour, dengan kadar abu maksimal 3%.

Nilai pH MOCAL cenderung rendah yaitu 4.33. Hal ini dapat dipahami bahwa pada proses pembuatan MOCAL proses fermentasi memang sengaja dilakukan. Subagio (2006) melaporkan bahwa mikroba yang tumbuh pada singkong selama proses fermentasi akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel umbi singkong sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati yang Nilai pH MOCAL cenderung rendah yaitu 4.33. Hal ini dapat dipahami bahwa pada proses pembuatan MOCAL proses fermentasi memang sengaja dilakukan. Subagio (2006) melaporkan bahwa mikroba yang tumbuh pada singkong selama proses fermentasi akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel umbi singkong sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati yang

Tabel 20. Sifat kimia dan fisik MOCAL

1. Kadar air (%)

2. Kadar abu (%)

4. Kadar pati (%)

5. Kadar amilosa (%)

6. Kadar amilopektin (%)

7. Ukuran granula (µ m) 3-30

8. Kehalusan (%) - No.50

74.84 - No.100

12.21 - No.140

9. Derajat putih (%)

10. Swelling power (g/g) - 60ºC

7.71 - 70ºC

12.13 - 80ºC

14.10 - 90ºC

21.05 - 95ºC

11. Kelarutan (%) - 60ºC

3.22 - 70ºC

5.41 - 80ºC

9.72 - 90ºC

19.63 - 95ºC

12. Sifat amilografi - Suhu gelatinisasi (°C)

65.25 - Suhu viskositas maksimum (°C)

81.75 - Viskositas maksimum (BU)

1030 - Breakdown (BU)

570 - Setback (BU)

60 - Stabilitas fase pendinginan (BU)

Kadar pati pada MOCAL yaitu sebesar 73.29%. Nilai ini lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan dalam SNI 01-2997-1992, yaitu minimal 75%. Sementara itu, di dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev.1–1995), tidak Kadar pati pada MOCAL yaitu sebesar 73.29%. Nilai ini lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan dalam SNI 01-2997-1992, yaitu minimal 75%. Sementara itu, di dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev.1–1995), tidak

Kadar amilosa pada MOCAL menunjukan nilai yang paling rendah yaitu 11.07%. Kadar amilosa yang rendah ini dapat terjadi karena adanya proses fermentasi. Selama fermentasi, granula pati singkong yang digunakan dalam pembuatan MOCAL akan mengalami hidrolisis oleh mikroba yang menghasilkan monosakarida yang kemudian digunakan oleh mikroba untuk menghasilkan asam-asam organik. Subagio (2007) melaporkan bahwa terdapat aktivitas enzim amilase selama proses fermentasi MOCAL. Hal ini menunjukkan bahwa mikroba yang tumbuh pada singkong dapat menghasilkan enzim amilase yang dapat mendegradasi amilosa pada singkong, sehingga kadar amilosanya lebih rendah dibandingkan tepung tapioka. Masih adanya komponen lain pada MOCAL juga menyebabkan kandungan amilosa yang terukur menjadi lebih kecil.

Bentuk dan ukuran granula MOCAL tidak berbeda dengan tepung tapioka. Ukuran granula MOCAL berada dikisaran 3-30 µm dengan bentuk bulat dan oval (Gambar 16).

100 µm

Gambar 16. Granula MOCAL

Kehalusan MOCAL mengacu pada SNI 01-2997-1992 yang mensyaratkan persentase lolos ayak tepung singkong pada ayakan no.80 yaitu minimal 90%. Kehalusan MOCAL tidak memenuhi SNI, persentase Kehalusan MOCAL mengacu pada SNI 01-2997-1992 yang mensyaratkan persentase lolos ayak tepung singkong pada ayakan no.80 yaitu minimal 90%. Kehalusan MOCAL tidak memenuhi SNI, persentase

Nilai swelling power MOCAL menunjukan nilai yang paling rendah bila dibandingkan dengan tepung tapioka. Hal ini dapat terjadi karena masih adanya komponen lain pada MOCAL yang dapat menghambat terjadinya swelling. Komponen lipida dapat membentuk kompleks dengan amilosa sehingga menghambat terjadinya hidrasi air (pengembangan). Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran kadar lipida sampel, tetapi berdasarkan data spesifikasi produk MOCAL yang diproduksi oleh Koperasi Loh Jinawi Trenggalek, dilaporkan bahwa kadar lipida MOCAL yaitu sekitar 0.4-0.8%. Kadar lipida MOCAL yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lipida tepung tapioka dapat menyebabkan swelling power pada MOCAL menjadi lebih rendah daripada tepung tapioka.

Pola amilografi MOCAL menunjukan nilai yang berbeda pula dengan tepung tapioka. Hal ini dapat terjadi karena rendahnya kadar amilosa MOCAL bila dibandingkan dengan tepung tapioka. Suhu gelatinisasi MOCAL yaitu 65ºC dengan viskositas maksimum sebesar 1030 BU dan suhu viskositas maksimum 81.75ºC. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan MOCAL dalam mengikat air selama pemanasan sangat rendah, sehingga jumlah air yang dapat dihidrasi sedikit dan suhu untuk mencapainya lebih tinggi. Stabilitas pasta panas MOCAL cukup stabil karena memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan viskositasnya selama pemanasan. Hal ini ditunjukan dengan rendahnya viskositas breakdown MOCAL yaitu 570 BU. Kemampuan MOCAL dalam beretrogradasi juga rendah, hal ini ditunjukan dengan rendahnya viskositas setback MOCAl yaitu

60 BU. Stabilitas pasta MOCAL selama pengadukan pun cukup stabil. Hal ini ditandai dengan rendahnya viskositas selama fase pendinginan dengan pengadukan yaitu 40 BU.

Tingkat pengembangan papatan dan uji kerenyahan penyalut yang dihasilkan oleh MOCAL menunjukan nilai yang paling rendah bila dibandingkan dengan tepung tapioka (Tabel 21).

Tabel 21.Tingkat pengembangan papatan, hasil pengukuran gaya (gf)

dan skor kerenyahan MOCAL

1. Tingkat pengembangan papatan (%) 153.41

2. Kerenyahan (gf) 6283.22

3. Skor kerenyahan 2.609

Tingkat pengembangan papatan MOCAL yaitu sebesar 153.41%. Hal ini menunjukan bahwa papatan yang dihasilkan oleh MOCAL cenderung tidak mengembang dan keras. Gaya yang dibutuhkan untuk mendeformasi penyalut dari MOCAL pun sangat tinggi yaitu 6283.22 gf, hal ini menunjukan bahwa penyalut dari MOCAL sangat keras bila dibandingkan dengan penyalut yang dihasilkan. Skor kerenyahan secara organoleptik juga menunjukan nilai yang sangat rendah. Hal ini mungkin dapat terjadi karena rendahnya rasio amilosa dan amilopektin MOCAL serta adanya komponen lain pada MOCAL yang menyebabkan MOCAL sulit untuk mengembang dan menghasilkan tekstur yang cenderung lebih keras. Berdasarkan hasil tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan, maka dapat disimpulkan bahwa MOCAL tidak dapat digunakan sebagai penyalut pada produk kacang salut karena sifat yang dihasilkan tidak sesuai dengan karakter utama yang diinginkan dari suatu produk kacang salut yaitu mengembang dan renyah.