ANALISIS KERENYAHAN TEKSTUR KACANG SALUT

D. ANALISIS KERENYAHAN TEKSTUR KACANG SALUT

Pengukuran kerenyahan secara objektif dilakukan dengan alat Stable Micro System TAXT2 Texture Analyzer. Kerenyahan dinyatakan dengan besarnya gaya pada puncak pertama saat sampel mulai mengalami perubahan bentuk (deformasi), dengan satuan gram force (gf). Berdasarkan hasil Pengukuran kerenyahan secara objektif dilakukan dengan alat Stable Micro System TAXT2 Texture Analyzer. Kerenyahan dinyatakan dengan besarnya gaya pada puncak pertama saat sampel mulai mengalami perubahan bentuk (deformasi), dengan satuan gram force (gf). Berdasarkan hasil

Tabel 18. Hasil pengukuran gaya (gf) dan jarak (mm), serta skor

kerenyahan sampel penyalut pada produk kacang salut

Skor No. Penyalut

Gaya (gf) Jarak (mm)

kerenyahan

a 1. Tapioka a A 4064.04 0.496 4.043

b 2. Tapioka b B 6089.26 0.637 3.435

a 3. Tapioka a C 3587.02 0.448 4.587

b 4. Tapioka b D 5793.90 0.781 3.391

5. a Tapioka E 5449.04 b 0.775 4.087

6. Tapioka F

c 1162.58 c 0.407 5.391

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama

menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Berdasarkan uji lanjutan Duncan, gaya (gf) yang dibutuhkan untuk mendeformasi penyalut tidak berbeda nyata antara penyalut yang dibuat dengan tapioka A dan C, begitu pula antara gaya (gf) yang dibutuhkan untuk mendeformasi penyalut tidak berbeda nyata antara penyalut yang dibuat dari tapioka B, D, dan E, maupun MOCAL (P>0.05). Oleh karena itu, untuk membandingkan kerenyahan penyalut yang dihasilkan dari sampel lainnya dilakukan uji organoleptik terhadap kerenyahan penyalut pada produk kacang salut. Anonim (2005) menyatakan, dalam membandingkan kerenyahan antara dua sampel yang memiliki gaya (force) dan jarak (distance) yang berbeda dapat dilakukan dengan uji organoleptik untuk mengetahui sampel yang memiliki kerenyahan lebih tinggi. Skor kerenyahan yang dihasilkan dari uji organoleptik dapat dilihat juga pada Tabel 18 di atas.

Berdasarkan uji Duncan disimpulkan bahwa skor kerenyahan penyalut pada produk kacang salut berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (P<0.05). Selanjutnya, hasil uji lanjutan Duncan menunjukan bahwa kerenyahan tertinggi penyalut pada produk kacang salut tetap dimiliki oleh penyalut yang dibuat dari tapioka F, sedangkan penyalut yang memiliki Berdasarkan uji Duncan disimpulkan bahwa skor kerenyahan penyalut pada produk kacang salut berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (P<0.05). Selanjutnya, hasil uji lanjutan Duncan menunjukan bahwa kerenyahan tertinggi penyalut pada produk kacang salut tetap dimiliki oleh penyalut yang dibuat dari tapioka F, sedangkan penyalut yang memiliki

Korelasi antara skor kerenyahan dengan rasio amilosa dan amilopektin menunjukan hubungan yang erat antar keduanya dan signifikan (P<0.05). Hal ini ditunjukan dengan tingginya koefisien korelasi (r) antara kerenyahan dengan rasio amilosa dan amilopektin yaitu -0.827 (Lampiran 7g)). Hal ini sesuai dengan pernyataan Matz (1992) yaitu tingkat pengembangan dan tekstur dari makanan ringan (snack) dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin. Pati yang memiliki kandungan amilopektin tinggi cenderung memberikan karakter produk yang fragile (mudah pecah), sedangkan amilosa akan memberikan tekstur yang lebih tahan terhadap kemudahan untuk pecah. Sehingga berdasarkan hasil analisis korelasi dapat disimpulkan bahwa semakin rendah rasio amilosa dan amilopektin pada tepung tapioka maka kerenyahan penyalut yang dihasilkan akan semakin tinggi (Gambar 15).

r2 = 0.6847

n 5 aha 4

ereny 3 k

or 2 Sk

Rasio amilosa: amilopektin

Gambar 15. Korelasi antara skor kerenyahan dengan rasio amilosa dan amilopektin

Korelasi antara kerenyahan dengan swelling power dan kelarutan, pH serta sifat amilografi juga menunjukan hubungan yang sangat lemah. Koefisien korelasi antara skor kerenyahan dengan swelling power dan kelarutan yaitu -0.061 dan 0.449, kemudian koefisien korelasinya dengan pH yaitu -0.547. Korelasi antara skor kerenyahan dengan sifat amilografi yaitu dengan viskositas puncak (r=-0.640), dan setback (r=-0.650) breakdown (r=- 0.789) dan stabilitas pasta fase pendinginan (r=-0.552), menunjukan korelasi yang negatif. Korelasinya cukup erat tetapi tidak signifikan (P>0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa skor kerenyahan tidak secara langsung dipengaruhi oleh swelling power dan kelarutan, pH, maupun sifat amilografi sampel tepung tapioka (Lampiran 7h, 7i, dan 7j).

Korelasi antara kerenyahan dan tingkat pengembangan papatan juga menunjukan hubungan yang sangat erat. Hal ini ditunjukan dengan besarnya koefisien korelasi (r) antar keduanya pada taraf signifikansi 0.05 yaitu sebesar 0.748. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengembangan papatan, penyalut yang dihasilkan akan semakin renyah (Lampiran 7k).

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik tepung tapioka yang secara nyata berpengaruh terhadap tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut adalah rasio amilosa dan amilopektin, karena korelasinya berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (P<0.05). Karakteristik tepung tapioka dan MOCAL yang lainnya, seperti pH, swelling power dan kelarutan, sifat amilografi (viskositas puncak, setback, stabilitas pasta panas (breakdown), dan stabilitas pasta dingin) masih memiliki korelasi dengan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut produk kacang salut, tetapi tidak berpengaruh secara langsung kepada produk karena tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (P>0.05).