ciii kerja mereka menjadi bertambah di atas rata-rata. Pihak pelaksana sudah berusaha mengajukan
usulan uang lembur namun menemui kesulitan dalam pengadministrasiannya. Yang menarik adalah pengakuan para guru SD yang telah mengikuti sertifikasi. Mereka
mengakui bahwa meskipun bekerja tanpa insentif, para pelaksana tidak melakukan pemungutan dana tidak resmi kepada para guru. Hal ini ditegaskan dari pernyataan salah seorang guru peserta
FGD, ”Tidak ada. Jelas untuk pemberian amplop tidak ada. Itu rawan sekali.” Pernyataan tersebut
diperkuat oleh pengakuan peserta yang lain, ”Untuk Kabupaten Semarang tidak ada yang berani melakukan pemungutan dana kami berani menjamin.” FGD tanggal 14 Juni 2008
Pernyataan ini juga dibenarkan oleh Ketua Lembaga Pengembangan Pendidik dan Profesi
Universitas Negeri Semarang Ketua Pelaksana Sertifikasi Rayon 12, Drs. Sugiyo, M.Si, ”Kalau saya pas ada acara ke Jakarta, mendapat cerita ada oknum yang meminta uang ke
guru yang mau disertifikasi, tapi di daerah ini, di Rayon 12 saya tahu ga ada, alhamdulillah. Tapi saya tidak tahu persis di daerah lain.” Wawancara tanggal 28 Juni
2008
d. Struktur Birokrasi
Pelaksanaan sertifikasi guru SD di Kabupaten Semarang ini didukung oleh efektifitas struktur organisasi yang baik. Pimpinan dan semua staf terlibat dan mempunyai andil yang
proporsional. Pembagian kerja berjalan baik sehingga mereka mampu menyelesaikan tanggungjawabnya sesuai yang dijadwalkan. Hal ini diakui oleh salah satu peserta FGD,
”Pelaksanaan tahun 2008 ini, bahkan Bu Dewi, Ibu Kepala Bidang Tenaga Kependidikan juga terlibat langsung.” FGD tanggal 14 Juni 2008
Keterlibatan semua komponen ini juga merupakan syarat keberhasilan implementasi
kebijakan pemerintah tentang sertifikasi guru. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ketua
civ Lembaga Pengembangan Pendidik dan Profesi Universitas Negeri Semarang Ketua Pelaksana
Sertifikasi Rayon 12, Drs. Sugiyo, M.Si, ”Menurut saya memang mestinya keterlibatan kepala dinas, kasi dan kabid ketenagaan.
Yang paling penting, merekalah yang paling tahu nasib guru-guru di derah dan kondisi di daerah. Saya kira pelaksanaannya sudah sesuai berjalan efektif.” Wawancara tanggal 28
Juni 2008
Koordinasi internal yaitu dalam kepanitiaan sertifikasi Kabupaten Semarang berjalan
baik. Hal ini ditegaskan oleh Bapak Acmadi Yusri, ”Koordinasi ke dalam atau antar panitia sertifikasi Kabupaten Semarang berjalan baik.
Bapak Kepala Dinas, juga sering memberikan arahan yang bermanfaat bagi pelaksaanan sertifikasi ini. ” Wawancara tanggal 12 Juni 2008
Begitu juga dengan koordinasi eksternal Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang dengan
LPTK, LPMP maupun dinas pendidikan propinsi. Kesatuan perintah berjalan sesuai yang diharapkan dengan mengacu pada struktur organisasi pelaksana sertifikasi guru tingkat
Kabupaten Semarang. Jika dalam pelaksanaan sertifikasi menemui masalah maka para pelaksana bisa mengacu pada buku pedoman atau konsultasi dengan lembaga terkait.
Dengan memenuhi standar prosedur operasional SPO dalam buku pedoman pelaksanaan sertifikasi guru SD, diharapkan keberhasilan sertifikasi guru SD mengalami peningkatan. Untuk
tahun 2007 prosentase kelulusan meningkat dibanding 2006. Tahun 2006 prosentase kelulusan hanya 45 sedangkan pada tahun 2007 menjadi 72. Namun tingkat kelulusan secara umum
untuk guru SD, SMP maupun SMA Kabupaten Semarang masih di bawah 50. Hal ini diakui oleh Kasi Mutendik Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang, Drs. Achmadi Yusri,
”Sudah sesuai, kami memenuhi jadwal yang ditetapkan oleh LPTK dalam pengumpulan berkas. Namun jumlah peserta yang lulus sertifikasi belum sesuai yang kami harapkan,
karena prosentase kelulusan tahun 2006, tahun 2007 masih kurang dari 75.” Wawancara tanggal 12 Juni 2008
cv Permasalahan lain terkait standar keberhasilan adalah pemenuhan kuota, seperti yang
dijelaskan oleh Ketua Lembaga Pengembangan Pendidik dan Profesi Universitas Negeri Semarang Ketua Pelaksana Sertifikasi Rayon 12, Drs. Sugiyo, M.Si,
”Kalau pengumpulannya memenuhi jadwal, hanya kuotanya yang tidak memenuhi. Yang menentukan kuotanya kan dari pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional.
Misalnya dalam daftar kami, Kabupaten Semarang kuotanya 919, nanti tinggal kami mencocokkan dengan berkas yang masuk. Nah, 2 periode kemaren Kabupaten Semarang
termasuk yang tidak bisa memenuhi kuota.Faktor yang menyebabkan kabupaten tidak bisa memenuhi kuota itu antara lain, dalam mengumpulkan protofolio guru batas waktu tidak
cukup, sehingga ditinggal. Kemudian yang kedua, pembatasan bagi guru yang swasta, minimal masa kerja 5 tahun sehingga jatahnya dikurangi menjadi 15 . Nah, kalau tidak
maka diganti dengan guru negeri. Selanjutnya, karena sosialisasi kepada guru yang mendadak maka tidak bisa memenuhi kuota.” Wawancara tanggal 28 Juni 2008
e. Lingkungan Sosial Ekonomi