Penelitian Terdahulu yang Relevan terkait Crowdfunding, Civic

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan terkait Crowdfunding, Civic

Engagement dan Social Responsibility

1. Penelitian yang relevan dengan kajian atau penelitian saya ialah yang dilaksanakan oleh Rodrigo Davies (2014) berjudul Civic Crowdfunding: Participatory Communities, Entrepreneurs and the Political Economy of Place. Dengan menggunakan metode penelitian analisis kuantitatif, dia mengajukan beberapa pertanyaan penelitian, yang antara lain; 1) Seberapa besarkah civic crowdfunding? . 2) Jenis apakah yang yang umum digunakan pada setiap proyek civic crowdfunding ?. 3) Bagaimana penyebaran crowdfunding sebagai fenomena secara geografis?. 4) Apakah dinamika yang ada dalam kampanye akbar civic crowdfunding ? 5) Bagaimana cara partisipan civic crowdfunding memahami kerja mereka?. 6) Bagaimana kemungkinan atas pengaruh civic crowdfunding terhadap institusi yang ada?. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa civic crowdfunding ini masih kecil tapi termasuk sub-genre yang berkembang cukup cepat di dalam wilayah donation-based crowdfunding . Saat ini memang rata- 1. Penelitian yang relevan dengan kajian atau penelitian saya ialah yang dilaksanakan oleh Rodrigo Davies (2014) berjudul Civic Crowdfunding: Participatory Communities, Entrepreneurs and the Political Economy of Place. Dengan menggunakan metode penelitian analisis kuantitatif, dia mengajukan beberapa pertanyaan penelitian, yang antara lain; 1) Seberapa besarkah civic crowdfunding? . 2) Jenis apakah yang yang umum digunakan pada setiap proyek civic crowdfunding ?. 3) Bagaimana penyebaran crowdfunding sebagai fenomena secara geografis?. 4) Apakah dinamika yang ada dalam kampanye akbar civic crowdfunding ? 5) Bagaimana cara partisipan civic crowdfunding memahami kerja mereka?. 6) Bagaimana kemungkinan atas pengaruh civic crowdfunding terhadap institusi yang ada?. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa civic crowdfunding ini masih kecil tapi termasuk sub-genre yang berkembang cukup cepat di dalam wilayah donation-based crowdfunding . Saat ini memang rata-

2. Penelitian lain oleh Harms dari Vrije Universiteit Amsterdam (2007) dengan judul What Drives Motivation to Participate Financially in a Crowdfunding Community?. Penelitian ini menjadikan donatur sebagai objek penelitiannya, karena Harms mau melihat motivasi dari para donatur untuk berpartisipasi menyumbang terhadap proyek-proyek melalui pendanaan crowdfunding . Penelitian Harms dilakukan secara kuantitatif berdasarkan kerangka teori nilai konsumsi dan identifikasi

10 pendorong motivasi yang dikategorisasikan dalam 5 dimensi nilai. Dan fokus dari penelitiannya adalah lebih kepada proyek crowdfunding yang bertujuan untuk mendanai suatu kreasi/penemuan baru. Hasil dari penelitian ini adalah mendapatkan 5 nilai yang mendorong motivasi untuk berpartisipasi dalam crowdfunding , yaitu:

a ) financial value; b) functional utility; c) social value; d) epistemic value; dan e) emotional value.

3. Wibrich Willems (2013) menulis tesis berjudul What Characteristics of crowdfunding platforms influence the success rate?. Dimana penelitian ini mencari faktor yang menentukan tingkat keberhasilan project crowdfunding . Dengan rumusan masalah “Apa karakteristik

dari platform crowdfunding yang mempengaruhi tingkat keberhasilannya? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan beberapa faktor keberhasilan yang signifikan dari platform crowdfunding yang akan menyebabkan tingkat keberhasilan tertentu. Dengan menggunakan metode penelitian analisis kuantitatif. Penelitian berkesimpulan Satu-satunya variabel yang diuji keluar secara signifikan adalah jenis sistem reward yang digunakan oleh platform crowdfunding . Ada ada sekitar tujuh jenis sistem reward yang dapat

dibagi atas tiga kategori utama yang berbeda: Donation, Equity, Credit . Untuk penelitian ini kategori pinjaman yang tersisa benar-benar untuk itu melibatkan jenis yang sangat berbeda dari crowdfunding yang memiliki lebih banyak kesamaan dengan perbankan dibandingkan dengan budaya kewirausahaan. Donasi kategori sistem reward terdiri juga " Reward " sistem reward yang memberikan penyandang dana barang berwujud seperti sampel produk atau jasa yang sedang terkumpul. Hasil menunjukkan bahwa platform menggunakan sistem donasi / reward-reward telah lebih tinggi berarti tingkat keberhasilan: 54%. Platform menggunakan sistem reward ekuitas memiliki lebih rendah berarti tingkat keberhasilan 38%. Hal ini mungkin karena tipologi proyek yang umumnya dapat ditemukan pada platform tersebut. Sulit untuk mempersempit ini ke disiplin tertentu tetapi platform ekuitas berbasis sering melibatkan start-up dan produk berbasis perangkat lunak seperti game dan mobile aplikasi, yang cenderung membutuhkan jumlah yang lebih tinggi dari dana.

4. Selanjutnya, adalah penelitian yang ditulis oleh Valeriya Paykacheva (2014) yang berjudul Crowdfunding as a Costumer Engagement Channel . Den gan rumusan masalah “Bagaimanakah penerapan dan efek dari costumer engagement techniques pada wilayah online seperti crowdfunding? Dan bagaimana cara untuk meningkatkan potensi kampanye crowdfunding agar bisa sukses?”. Penelitian ini menggunakan studi quantitative dengan melalui survey online pada konsument pelayanan crowdfunding (siapapun yang mempunyai pengalaman mendukung kampanye penggalangan dana online). Survey tersebut berdasarkan pengalaman pengguna dan minatnya, dengan berfokus pada komunikasi antara pengembang proyek sebelum, saat dan setelah membuat kontribusi. Hasilnya menunjukkan bahwa kampanye crowdfunding bisa menjadi pemasaran yang efisien dan menjadi engagement platform untuk perusahaan yang baru memulai. Hasil survei pelanggan yang dilakukan telah menunjukkan bahwa 4. Selanjutnya, adalah penelitian yang ditulis oleh Valeriya Paykacheva (2014) yang berjudul Crowdfunding as a Costumer Engagement Channel . Den gan rumusan masalah “Bagaimanakah penerapan dan efek dari costumer engagement techniques pada wilayah online seperti crowdfunding? Dan bagaimana cara untuk meningkatkan potensi kampanye crowdfunding agar bisa sukses?”. Penelitian ini menggunakan studi quantitative dengan melalui survey online pada konsument pelayanan crowdfunding (siapapun yang mempunyai pengalaman mendukung kampanye penggalangan dana online). Survey tersebut berdasarkan pengalaman pengguna dan minatnya, dengan berfokus pada komunikasi antara pengembang proyek sebelum, saat dan setelah membuat kontribusi. Hasilnya menunjukkan bahwa kampanye crowdfunding bisa menjadi pemasaran yang efisien dan menjadi engagement platform untuk perusahaan yang baru memulai. Hasil survei pelanggan yang dilakukan telah menunjukkan bahwa

mereka mendukung untuk penyandang dana potensial lainnya. Pada kondisi bahwa ide produk menarik dan kampanye dilakukan dengan tepat, sebuah perusahaan baru dapat memperoleh tentu basis pelanggan dan pendanaan.

5. Penelitian mengenai Crowdfunding selanjutnya adalah dari Sebastian Dehling (2013). Fokus penelitian pada penelitian ini adalah “Apa

konsep dasar crowdfunding dan bagaimana dampak konsep ini pemilihan baik equity- atau crowdfunding berbasis imbalan?”. Metode penelitian yang digunakan adalah Kualitatif dengan metode fenomenologi. Penelitian ini berkesimpulan bahwa komposisi kompleks utilitas tambahan yang crowdfunder dapat memperoleh dan motivasi pengusaha yang mempengaruhi model rasional berdasarkan efisiensi. Panggilan sukses untuk pendekatan yang lebih intuitif diberikan juga. Contoh EINFACH, ketika tujuan utama adalah untuk tidak menaikkan sebanyak mungkin modal namun untuk mendapatkan informasi tentang pelanggan dan pasar mengarah ke perspektif baru ketika membayangkan crowdfunding sebagai konsep besar dari dana menaikkan murni tapi mungkin dari co-creation dan pertukaran diperpanjang nilai.

6. Penelitian berjudul The Evolution of Social Capital and Civic Engagement

Networks and County Representatives: A Social Constructivist Approach . Ditulis oleh Kalu N. Kalu dan Brett W. Remkus (2009). Dengan rumusan masalah “Bagaimana relevansi antara civic engagement dan jaringan berdasarkan informasi, komunikasi dan teknologi (ICT) dalam pengembangan social capital diantara komisioner pemerintah daerah dan pemimpin nirlaba di negara bagian Alabama?”. Penelitian ini

Between

Nonprofit

menggunakan Pendekatan kuantitatif metode survey. Hasil penelitian yang didapatkan melalui beberapa analisis menunjukkan bahwa komisioner negara setempat cenderung mengandalkan jaringan antar pribadi untuk menyelesaikan sesuatu, yang berlawanan dengan mengandalkan jaringan ICT, yang merupakan karakteristik pemimpin organisasi nonprofit. Walaupun temuan lain juga menunjukkan bahwa kedua komisaris daerah dan pemimpin nirlaba memiliki preferensi yang sama mengenai indikator kunci dari modal sosial, mekanisme yang berkembang berbeda di kedua kerangka institusional. Dari perspektif kebijakan, proposisi yang ditawarkan di sini juga menyediakan model yang berguna yang dapat direplikasi di negara bagian dan lokal skenario pemerintah lainnya.

7. Penelitian selanjutnya yaitu yang ditulis oleh Jo Anne Schneider (2007) yang berjudul Connections and Disconnections Between Civic Engagement and Social Capital in Community-Based Nonprofits.

Dengan rumusan masalah “Bagaimanakah hubungan civic engagement dan social capital dalam kegiatan nirlaba berbasis komunitas?”.

Penelitian ini menggunakan metode penelitin mixed-method . Dalam artikel ini mengidentifikasi tiga macam organisasi dimana Civic engagement dan social capital berfungsi berbeda: organisasi citywide civic-engagement, community-based civic institutions , dan social- capital organizations . Penemuan menyarankan bahwa partisipasi dalam agensi pelayanan sosial melalui volunteering or donations tidak selalu memberi petunjuk pada Civic Engagement yang lebih baik. Semua tiga jenis organisasi menunjukkan bahwa meskipun modal sosial dan Civic Engagement dapat terjadi bersama-sama, hubungan antara keduanya memerlukan pemeriksaan lebih dekat sebelum menganggap bahwa modal sosial menimbulkan Civic Engagement . Kehadiran modal sosial dan Civic Engagement dalam organisasi ini tidak berarti bahwa salah satu penyebab yang lain. Ini akan menunjukkan bahwa kelompok-kelompok terpinggirkan lebih kecil, Penelitian ini menggunakan metode penelitin mixed-method . Dalam artikel ini mengidentifikasi tiga macam organisasi dimana Civic engagement dan social capital berfungsi berbeda: organisasi citywide civic-engagement, community-based civic institutions , dan social- capital organizations . Penemuan menyarankan bahwa partisipasi dalam agensi pelayanan sosial melalui volunteering or donations tidak selalu memberi petunjuk pada Civic Engagement yang lebih baik. Semua tiga jenis organisasi menunjukkan bahwa meskipun modal sosial dan Civic Engagement dapat terjadi bersama-sama, hubungan antara keduanya memerlukan pemeriksaan lebih dekat sebelum menganggap bahwa modal sosial menimbulkan Civic Engagement . Kehadiran modal sosial dan Civic Engagement dalam organisasi ini tidak berarti bahwa salah satu penyebab yang lain. Ini akan menunjukkan bahwa kelompok-kelompok terpinggirkan lebih kecil,

8. Penelitian dari Richard P. Adler and Judy Goggin (2005) yang berjudul What Do We Mean By ''Civic Engagement''?. Dengan menggunakan pendekatan penelitian mixed-methods merumuskan masalah dengan dua pertanyaan, yaitu: Apakah definisi dari Civic Engagement ? Dan Seberapa besar civic engagement dilakukan di Amerika Serikat?. Penelitian ini memiliki tujuan agar civic engagement tidak hanya ditujukan untuk anak muda, tetapi juga untuk orang tua/dewasa pula. Mereka harus bisa juga membantu untuk mengganti norma dan ekspektasi mengenai hidup setelah pensiun. Merubahnya dari bertambahnya periode waktu bersantai menjadi berlanjutnya perkembangan dan berkontribusi. Semua inisiatif harus membantu dalam meningkatkan kesadaran nilai potensial untuk meningkatkan civic engagement oleh orang dewasa yang lebih tua. Mereka juga harus membantu dalam mengubah norma-norma dan harapan tentang kehidupan setelah pensiun. Mereka dapat membantu mengubah citra pensiun dari waktu untuk bersantai diperpanjang. Namun jantung pergerakan menuju keterlibatan yang lebih besar dari orang dewasa yang lebih tua akan tindakan dari jutaan orang Amerika yang mencapai akhir usia pertengahan dan membuat keputusan tentang bagaimana mereka ingin menghabiskan waktu mereka di fase berikutnya dalam hidup mereka. Antara lain, mereka akan memutuskan apakah mereka ingin mengabdikan setidaknya beberapa waktu mereka untuk membantu orang lain dan bekerja untuk meningkatkan komunitas mereka. Apa masyarakat kita semua akan hidup dalam akan tergantung tidak ada tingkat kecil pada apa yang mereka memutuskan.

9. Susan A. Ostrander (2004) melakukan penelitian dengan judul Democracy, Civic Participation, and the University: A Comparative Study of Civic Engagement on Five Campuses. Dengan pendekatan kualitatif deskriptif, memfokuskan masalah menjadi beberapa pertanyaan, yaitu; 1) Bagaimana upaya Civic Engagement menetapkan prioritas?. 2) Bagaimana kedua universitas dan masyarakat keprihatinan ditangani?. 3) Apa peluang untuk mengembangkan pengetahuan baru? Bagaimana dosen dapat terlibat?. 4) Apa infrastruktur dan sumber daya berbagi perlu ditetapkan dalam hubungan dengan anggota masyarakat?. Penemuan yang mengemuka antara lain: a) pergeseran dan bermacam-macam penekanan pada komponen utama dari keterlibatan. b) faktor domestik yang memfasilitasi menghadirkan penghalang terhadap keterlibatan. c) rasionalitas intelektual dan proyek untuk memandu pengetahuan baru, melibatkan fakultas dan institusi dan keterlibatan berkelanjutan. dan d) struktur baru organisasi untuk menghubungkan kampus dan komunitas membagi power dan sumber daya. Kesimpulannya dengan memetakan perubahan permulaan hubungan antara faktor domestik dan penekanan program civic engagement dan mengartikulasikan tiga teori engagement yang di mana akan mempertimbangkan pengembangan kerangka tersebut

10. Penelitian selanjutnya yaitu berjudul Youth civic engagement- A sociological inquiry into programs and participants in NYC . Disertasi ini ditulis oleh Rachel Swaner (2011). Rumusan masalah yang diangkat antara lain; a) Apa pekerjaan Youth Civic Engagement terlihat seperti dan siapa yang melakukannya?. b) Apakah Civic Engagement muda sebenarnya lapangan sendiri?. c) Apa bidang ini terlihat seperti di NYC?. Dengan metode penelitian mixed-methods disertasi ini berpendapat bahwa youth civic engagement telah bekerja dan mengalami isomorfisma organisasi yang telah memberikan kontribusi untuk menjadi medan homogenisasi. Karena ini terjadi, telah terjadi

perpindahan tujuan dimana organisasi telah melakukan pekerjaan menjadi kurang fokus pada peningkatan dan mendukung dialog sipil di kalangan pemuda karena lebih banyak perhatian yang harus dibayar untuk melaporkan kepada penyandang dana mengenai hasil yang tidak terkait. Dengan mengungkap strategi advokasi, kunci yang telah dibuat oleh beberapa kelompok pemuda berhasil dalam mempengaruhi kebijakan, penelitian berharap untuk mendorong kembali pada perpindahan tujuan. Hal ini juga menunjukkan bagaimana remaja "keterlibatan dalam perilaku nakal bukan berarti mereka tidak memiliki keinginan untuk secara aktif memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, dan sinisme mereka terhadap berbagai lembaga kontrol sosial tidak berarti mereka tidak ingin bekerja dengan mereka untuk membuat perubahan positif. Kesimpulan yang dibuat berbicara kepada keprihatinan bagi kelangsungan masa depan lapangan, serta arah potensi untuk bergerak.

11. Penelitian lainnya berjudul Promoting Participation in a diverse democracy: A Meta-analysis of College Diversity Experiences and Civic Engagement. Ditulis oleh Nicholas A. Bowmans (2011). Adapun adalah tiga pertanyaan penelitian yang dituju oleh penelitian ini: a). Apakah hubungan keseluruhan antara adanya keberagaman pengalaman di perguruan tinggi dan civic engagement?. b) Adakah signifikansi variasi dalam hubungan lintas studi?. c) Sampai sejauh manakah karakteristik (dengan kata lain tipe civic outcome , jenis pengalaman yang beragam, dan desain belajar) yang berhubungan dengan besarnya dalam hubungan tersebut. Dengan metode penelitian kuantitatif meta-analisis, penelitian ini menghasilkan sesuatu yaitu menunjukkan bahwa keberagaman pengalaman berhubungan dengan peningkatan perilaku kewargaan, niat perilaku dan perilaku, dan besarnya efeknya lebih besar untuk interaksi interpersonal dengan keragaman ras daripada untuk kurikuler dan ko-kurikuler keberagaman pengalaman. Hal yang kuat dalam hubungan keberagaman dan civic 11. Penelitian lainnya berjudul Promoting Participation in a diverse democracy: A Meta-analysis of College Diversity Experiences and Civic Engagement. Ditulis oleh Nicholas A. Bowmans (2011). Adapun adalah tiga pertanyaan penelitian yang dituju oleh penelitian ini: a). Apakah hubungan keseluruhan antara adanya keberagaman pengalaman di perguruan tinggi dan civic engagement?. b) Adakah signifikansi variasi dalam hubungan lintas studi?. c) Sampai sejauh manakah karakteristik (dengan kata lain tipe civic outcome , jenis pengalaman yang beragam, dan desain belajar) yang berhubungan dengan besarnya dalam hubungan tersebut. Dengan metode penelitian kuantitatif meta-analisis, penelitian ini menghasilkan sesuatu yaitu menunjukkan bahwa keberagaman pengalaman berhubungan dengan peningkatan perilaku kewargaan, niat perilaku dan perilaku, dan besarnya efeknya lebih besar untuk interaksi interpersonal dengan keragaman ras daripada untuk kurikuler dan ko-kurikuler keberagaman pengalaman. Hal yang kuat dalam hubungan keberagaman dan civic

keragaman ras berhubungan dengan keuntungan sipil yang lebih besar dari yang bekerja keragaman saja, keragaman cocurricular, dan dialog antar kelompok. Artinya, pengalaman keragaman terstruktur terkait dengan peningkatan Civic Engagement , namun interaksi interpersonal dengan beragam ras rekan-rekan yang terkait dengan pertumbuhan sipil yang lebih besar. Seperti orang lain berpendapat kehadiran beragam ras rekan-rekan di kampus adalah kondisi yang cukup diperlukan tetapi tidak untuk menyadari manfaat pendidikan keanekaragaman perguruan tinggi. Studi saat ini lebih lanjut menunjukkan bahwa manfaat sipil keanekaragaman ras tidak dapat digantikan dengan mengajarkan tentang keragaman abstrak dalam kursus atau workshop . Perguruan tinggi dan universitas harus bekerja tidak hanya untuk menjaga tubuh siswa beragam ras tetapi juga untuk memfasilitasi interaksi yang bermakna antara siswa dari latar belakang ras yang berbeda.

12. Penelitian selanjutnya berjudul Creating Effective Civic Engagement Policy for Adolescents: Quantitative and Qualitative Evaluations of Compulsory Community Service. Penelitian ini dilakukan oleh Ailsa Henderson, S. Mark Pancer and Steven D. Brown (2013). Penelitian ini menggunakan survey terhadap 1293 responden dan 100 wawancara semistruktur. Dengan rumusan masalah Bagaimana dan mengapa siswa menghasilkan evaluasi positif persyaratan pelayanan masyarakat?. Hasil penelitian ini adalah orang-orang muda mengejar berbagai kegiatan saat bekerja sukarela. Seperti bagi luasnya pengalaman dan signifikan, tampaknya mempengaruhi penilaian mahasiswa terhadap prestasi bekerja sukarela mereka. Mereka yang memiliki waktu yang sulit mengamankan penempatan mereka, yang merasa ditipu oleh program administrasi yang longgar, atau merasa 12. Penelitian selanjutnya berjudul Creating Effective Civic Engagement Policy for Adolescents: Quantitative and Qualitative Evaluations of Compulsory Community Service. Penelitian ini dilakukan oleh Ailsa Henderson, S. Mark Pancer and Steven D. Brown (2013). Penelitian ini menggunakan survey terhadap 1293 responden dan 100 wawancara semistruktur. Dengan rumusan masalah Bagaimana dan mengapa siswa menghasilkan evaluasi positif persyaratan pelayanan masyarakat?. Hasil penelitian ini adalah orang-orang muda mengejar berbagai kegiatan saat bekerja sukarela. Seperti bagi luasnya pengalaman dan signifikan, tampaknya mempengaruhi penilaian mahasiswa terhadap prestasi bekerja sukarela mereka. Mereka yang memiliki waktu yang sulit mengamankan penempatan mereka, yang merasa ditipu oleh program administrasi yang longgar, atau merasa

13. Penelitian lainnya yaitu berjudul Youth Civic Engagement in India: A Case in Point. Ditulis oleh Rachana Bhangaokar dan Dulari Mehta

(2011). Dengan rumusan masalah “Bagaimana meningkatkan kompetensi dan pergeseran persepsi diri, disertai dengan perubahan

pemikiran sosial-moral yang muncul karena Civic Engagement -nya dalam kegia tan. (perlindungan dan penyelamatan hewan) ?” dan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil yang didapat dari analisis kasus menjelaskan berbagai aspek civic engagement dan dampaknya terhadap pembangunan pemuda. Bentuk civic engagement informal dan dihasilkan dari kepentingan pribadi. Peristiwa memicu dalam lingkungan tidak hanya meningkat kepekaannya sudah hadir untuk hewan tetapi juga diaduk tanggung jawab pribadi dalam dirinya untuk melakukan sesuatu untuk kesejahteraan mereka. Keputusan untuk relawan dengan organisasi berbentuk keinginan intrinsik nya untuk hewan menjadi usaha pribadi yang bermakna dan kontributif secara sosial. Dalam kasus Aakash, lembaga-lembaga formal belajar (seperti sekolah dan perguruan tinggi) bisa tidak merespon atau menghargai minat ini.

14. Penelitian yang berjudul Pembinaan Tanggung Jawab Warga Negara dalam Memecahkan Masalah-masalah Sosial Melalui Pendidikan Kewarganegaraan Kemasyarakatan ( Community Civic ). (Studi Kasus dalam memecahkan masalah pencermaran Sungai Kapuas Kota Pontianak, Kalimantan Barat melalui LSM WALHI) yang ditulis oleh Rohani (2013) sebagai tesisnya di Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Dengan menggunakan metode penelitian studi kasus, Rohani

merumuskan masalah menjadi “Rendahnya tanggung jawab warga negara dalam melestarikan lingkungan, selain itu diperlukan pembinaan tanggung jawab melalui pendidikan kewarganegaraan. Lalu pertanyaannya adalah : “Bagaimanakah pembinaan tanggung jawab warga dalam memecahkan masalah-masalah sosial melalui pendidikan kewarganegaraan kemasyarakatan ( Community Civics ?”. Dalam penelitian ini melaporkan bahwa, fenomena nyata tentang tanggung jawab warga negara dalam community civics bagi pemecahan masalah sosial melalui LSM yang ada di kota Pontianak untuk masyarakat umumnya sebelum diberikan pembinaan masih bersifat rendah, tetapi setelah mendapatkan pembinaan maka timbul rasa tanggung jawab pada diri mereka, sedangkan untuk masyarakat yang ikut dalam LSM peduli lingkungan tanggung jawabnya sudah tergolong tinggi.

15. Di segmen kurikuler, penelitian yang berhubungan dengan social responsibility adalah tesis dari Puspa Dianti (2014) yang berjudul Penguatan Pendidikan Karakter pada pembelajaran PKn dalam mengembangkan sikap tanggung jawab siswa (Studi kasus di kelas X SMAN 4 kabupaten Lahat Sumatera Selatan). Dengan menggunakan metode studi kasus, peneliti ini mengangkat rumusan masalah

“Bagaimana penguatan pendidikan karakter pada pembelajaran PKn dalam mengembangkan sikap tanggung jawab siswa?”. Penelitian menghasilkan bahwa pendidikan yang diberikan hanya berorientasi pada pengembangan aspek kognitif saja, afektif/sikap cenderung diabaikan. Materi yang mengajarkan nilai-nilai karakter bertanggung jawab sudah ada dalam PKn, tetapi penyampaian masih bersifat hapalan (kognitif saja). Perlu adanya penguatan lebihlanjut dari materi maupun dari penerapan metode, pemilihan media dan sumber belajar, dan terbukti mampu mendukung pengembangan karakter siswa.

16. Selain di wilayah sosio-kultural seperti penelitian diatas, ranah social responsibility juga dipupuk di intrakurikuler, penelitian yang diangkat oleh Dinar Sugiana (2013) dengan judul Peran Pendidikan

Kewarganegaraan dalam mengembangkan karakter tanggung jawab Peserta didik di Era Globalisasi. (Studi Deskriptif Analitis di SMA Negeri 1 Baleendah). Dengan metode penelitian kualitatif deskriptif merumuskan masalah “Bagaimana peran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan karakter peserta didik di era globalisasi?”. Dan didapat hasil penelitian yang menunjukkan

menunjukkan 1) Perencanaan pembelajaran PKn dilakukan dengan memasukkan nilai-nilai karakter dan mengintegrasikan nilai-nilai karakter tersebut dalam silabus dan RPP yang merupakan salah satu syarat sebelum melakukan proses pembelajaran. 2) dalam proses pembelajaran, nilai-nilai tanggung jawab diintegrasikan kedalam tiga tahap pembelajaran, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti pembelajaran dan penutup. 3) Karakter tanggung jawab yang dimiliki peserta didik di era globalisasi ini sangat baik, peserta didik yang ada di SMA Negeri 1 Baleendah pada mulanya sedikit banyak terpengaruh oleh dampak-dampak negatif yang dibawa oleh arus globalisasi akan tetapi setelah proses pengembangan karakter tanggung jawab peserta didik diintegrasikan kedalam pembelajaran khususnya Pendidikan Kewarganegaraan terdapat perubahan yang sangat signifikan. 4) Solusi yang dikembangkan dalam upaya pengembangan karakter tanggung jawab peserta didik terfokus pada pengembangan media, metode, dan model pembelajaran yang lebih inovatif. 5) Faktor pendukung dalam upaya pengembangan karakter tanggung jawab di era globalisasi, karena kemajuan dalam segala bidang misalnya teknologi, informasi dan komunikasi dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran di kelas.

17. Penelitian lainnya adalah karya dari Muhammad Anwar Rube’i (2014) dengan judul “Integrasi nilai-nilai kewirausahaan dalam pendidikan kewarganegaraan sebagai upaya membentuk Economic Civic.”.

Menggunakan Studi kasus dengan pendekatan kualitatif, yang bersangkutan

mengangkat

rumusan

masalah “Bagaimana masalah “Bagaimana

menghasilkan kesimpulan bahwa: 1) Nilai-nilai kewirausahaan terdapat di silabus dan RPP secara implisit. 2) Ada kesulitan bagi guru saat implementasi, terkait merumuskan nilai kewirausahaan dalam pembelajaran. Walau seperti itu, masih ditemukan bahwa metodenya masih belum bervariasi.

Dari 17 penelitian terdahulu ini, maka peneliti melihat bahwa penelitian mengenai crowdfunding masih terbatas pada area ekonomi, enterpreneurship, dan teknologi. Belum ada kaitan yang begitu spesifik dengan pendidikan. Sedangkan untuk Civic Engagement, penelitiannya masih terbatas pada wilayah konvensional seperti kampus, antar lembaga dan masyarakat, sementara itu kaitannya dengan dunia digital masih kurang. Apalagi jika dikaitkan dengan unsur social responsibility. Maka dengan mantap, penelitian ini akan diarahkan serta fokus mengkaji untuk pengembangan civic engagement untuk memupuk social responsibility dari teknologi atau platform yang dekat dengan aktivitas dunia online oleh generasi digital, yaitu crowdfunding .