Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)

C. Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)

1. Pengertian Social Responsibility

Social responsibility adalah sebuah konsep yang digunakan oleh para ahli di berbagai domain. Misalnya, istilah ini telah disebut dalam bisnis untuk referensi

Corporate Social Responsibility (Sen & Bhattacharya, 2001), yang digunakan dalam ilmu ekonomi dan ilmu politik dalam membahas sumber generalnya (Ostrom, 1990), dan katalog dalam psikologi positif sebagai kekuatan karakter dasar (Peterson & Seligman, 2006). Definisi bersama seluruh disiplin ilmu adalah bahwa social responsibility mencerminkan kekhawatiran yang melampaui diri sendiri (Gallay, 2006; Rossi, 2005). Dalam perkembangan secara literatur, social responsibility tumpang tindih dengan konstruksi altruisme (Batson, Ahmad, & Stocks, 2004) dan berada di bawah payung luas perkembangan prososial dan moral (Eisenberg & Morris, 2004). Social responsibility adalah orientasi prososial yang berakar pada moralitas dan pertimbangan etika (Kohlberg & Candee, 1984), dan meskipun konsep ini tidak secara eksplisit politis, social responsibility dapat menjadi dasar perkembangan bagi pandangan politik dan tindakan (Flanagan & Tucker, 1999).

Borba (2008) menggunakan istilah kebaikan hati untuk hal ini, artinya menunjukkan kepedulian terhadap orang lain. Dalam melakukan apapun mereka tidak mengharapkan balasan. Dan menurutnya pula, anak simpatik bersikap baik karena mereka peduli dengan perasaan dan kebutuhan orang lain. Dengan begitu, seseorang akan merasa bertanggung jawab atas kebutuhan orang lain. Dalam Borba (2008) menggunakan istilah kebaikan hati untuk hal ini, artinya menunjukkan kepedulian terhadap orang lain. Dalam melakukan apapun mereka tidak mengharapkan balasan. Dan menurutnya pula, anak simpatik bersikap baik karena mereka peduli dengan perasaan dan kebutuhan orang lain. Dengan begitu, seseorang akan merasa bertanggung jawab atas kebutuhan orang lain. Dalam

2. Karakteristik Social Responsibility

Dalam gagasan psikologis, social responsibility bisa dioperasionalkan sebagai nilai, kepercayaan dan kebiasaan. (Wray-Lake, 2010). Dalam operasionalisasi social responsibility sebagai nilai tersebut lebih berorientasi kognitif dari ekspresi emosi, contohnya empati, kontrol diri, rasa hormat, toleransi, dst. Nilai-nilai tersebut mencerminkan aspek utama dari jati diri, menyatukan dan memberikan koherensi identitas pribadi atau individu. Nilai juga menempati tingkat paling atas dalam urutan motivasi di mana bisa memandu keyakinan dan sikap dari pribadi tersebut.

Adapun karakteristik yang sama untuk orang yang mempunyai social responsibility (Borba, 2008, hal. 189-190) , antara lain:

1. Mereka dikendalikan pedoman moral dalam diri mereka yang mengarahkan mereka berbuat baik terhadap orang lain

2. Dalam melakukan apa pun mereka tidak mengharapkan balasan.

3. Mereka takut mendapat hukuman jika tidak berbuat baik atau tidak diterima lingkungan

4. Mereka simpatik bersikap baik karena mereka peduli dengan perasaan dan kebutuhan orang lain

3. Pembinaan Social Responsibility melalui Civic Engagement

Frasa utama dalam civic engagement ialah fokus institusi perguruan tinggi terhadap kepentingan publik. (Musil, 2009). Beberapa dimensi dalam civic engagement , antara lain ber- volunteer, melaksanakan service-learning, Frasa utama dalam civic engagement ialah fokus institusi perguruan tinggi terhadap kepentingan publik. (Musil, 2009). Beberapa dimensi dalam civic engagement , antara lain ber- volunteer, melaksanakan service-learning,

 Knowledge of human cultures and the physical and natural world Through study in the sciences and mathematics, social sciences, humanities, histories, languages, and the arts  Intellectual and practical skills Inquiry and analysis

Critical and creative thinking Written and oral communication Quantitative literacy Information literacy Teamwork and problem solving

 Personal and social responsibility Civic knowledge and engagement-local and global

Intercultural knowledge and competence Ethical reasoning and action Foundations and skills for lifelong learning

 Integrative and applied learning Synthesis and advanced accomplishment across general and

specialized education (hal.12)

Melihat konsensus di atas, tentu kita bisa mengartikan bahwa ada tantangan untuk mengalihbahasakannya pada kehidupan akademik dan ko-kurikuler siswa dan pada praktek sehari-hari dan peraturan-peraturan institusi. Pembinaan yang bisa dilakukan untuk menjewantahkan gagasan tersebut telah dikembangkan oleh model yang bernama Civic Learning Spiral . Dipengaruhi oleh prinsip interaktif dan integratif, spiral tersebut mempunyai enam elemen, antara lain: self, communities and cultures, knowledge, skills, values, dan public action. (Musil, 2009)

Civic Learning Spiral dapat membantu membawa koherensi dan integrasi pada siswa/mahasiswa sehingga dapat menghasilkan lulusan yang Civic Learning Spiral dapat membantu membawa koherensi dan integrasi pada siswa/mahasiswa sehingga dapat menghasilkan lulusan yang

 Outcomes for civic learning about the self  Outcomes for civic learning about communities and cultures  Outcomes for civic learning about knowledge  Outcomes for civic learning about skills  Outcomes for civic learning about values  Outcomes for civic learning about public action

Dari enam capaian tersebutlah kita bisa lebih jauh untuk mengelaborasi bagaimana gagasan normatif tersebut bisa menjadi acuan untuk pembinaan social responsibility. Peran kampus dan masyarakat sangat besar dalam pembinaan ini, karena integrasi dari keberagaman yang menjadi modal sosial dapat dijadikan ‘bahan bakar’ untuk memberikan pengalaman-pengalaman selama masa studi dan memberikan kesempatan setelah lulus dari dunia akademis untuk ikut melakukan perubahan di masyarakat dengan civic engagement dan social responsibility.