Civic Engagement dalam Citizenship Education

3. Civic Engagement dalam Citizenship Education

Dalam pembahasan mengenai posisi civic engagament dalam citizenship education, kita bisa merujuk pada diskursus mengenai arti sempit civics education dan arti luas citizenship education di antara Stanley E. & Ruth B. Dimond dan Gross & Zeleny (Wahab & Sapriya, 2011, hal. 32). Di dalamnya disebutkan bahwa citizenship education dalam arti luas banyak berbicara mengenai keterlibatan dan partisipasi warga negara dalam permasalahan-permasalahan di tengah masyarakat. Hal tersebut dekat dengan istilah yang digunakan oleh Bryony Hoskins dan Massimiliano Mascherini (2009), yaitu active citizenship (Warga negara yang aktif), mereka mendefinisikannya sebagai:

“ participation in civil society, community and/or political life, characterized by mutual respec and non-violence and in

accorda nce with human rights and democracy” (Hoskins & Mascherini, 2009, hal. 462) Setidaknya ada empat aspek utama yang dilihat oleh Hoskins & Mascherini

(2009) pada warga negara yang aktif, yaitu pertama representative democracy, di sini kaitannya dengan aktivitas politik seperti memberikan suara pada pemilu, bergabung dengan partai politik, dsb. Kedua, community life, pada hal ini berkaitan dengan perannya sebagai bagian dari masyarakat, kegiatannya antara lain berpartisipasi dalam organisasi religi, budaya, bisnis, pendidikan, dll, menjadi relawan dan berdonasi. Ketiga, protest and social change , dalam aspek ini aktivitasnya meliputi protes, boykot, demonstrasi dll. Terakhir, aspek democratic values, pemberian nilai pada ketiga aspek sebelumnya, nilai tersebut termasuk (2009) pada warga negara yang aktif, yaitu pertama representative democracy, di sini kaitannya dengan aktivitas politik seperti memberikan suara pada pemilu, bergabung dengan partai politik, dsb. Kedua, community life, pada hal ini berkaitan dengan perannya sebagai bagian dari masyarakat, kegiatannya antara lain berpartisipasi dalam organisasi religi, budaya, bisnis, pendidikan, dll, menjadi relawan dan berdonasi. Ketiga, protest and social change , dalam aspek ini aktivitasnya meliputi protes, boykot, demonstrasi dll. Terakhir, aspek democratic values, pemberian nilai pada ketiga aspek sebelumnya, nilai tersebut termasuk

Menurut Pancer (2015), ada keterkaitan yang erat antara gagasan dari citizenship dan konsep civic engagement . Apalagi jika melihat definisi civic engagement dari Carpini: individual and collective actions designed to identify

and address issues of public concern” (Carpini & Keeter, 1996) . Dari keempat aspek yang disebutkan oleh Hoskins & Mascherini diatas, terlihat jelas bahwa

gagasan active citizenship cukup dekat dengan civic engagement dalam berkontribusi untuk menangani dan mengentaskan permasalahan publik. Selain kecocokan gagasan dan konsep tersebut, diperlukan sebuah ekosistem yang menunjang untuk fusi civic engagement dan citizenship education tersebut untuk menciptakan warga negara yang aktif.

Menciptakan lingkungan dan institusi yang memiliki atmosfer kondusif untuk pengembangan civic engagement bisa dilakukan dengan berbagai cara dan media. Pendidikan di arena civic engagament meliputi

democratic classroom, the use of publis spaces, the role of students in campus governance, policies that encourage student initiative and the overall approach to the role of student affairs professionals. (Jacoby, 2009, hal. 229)

Keikutsertaan mahasiswa dalam perannya untuk masyarakat menjadi prioritas dalam setiap program kampus agar bisa menyiapkan mahasiswa untuk paham akan identitasnya, berkomunikasi dengan mereka yang berbeda dengannya, membangun jembatan penghubung dalam perbedaan kultur untuk menyelesaikan tugas, dan berjuang dengan isu kekuasaan dan penindasan. Dengan misi utamanya yaitu berkontribusi dalam melakukan upaya perubahan sosial ( social change).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pancer, dkk (2015), Keterkaitan antara nilai yang berorientasi pada keadilan sosial dan kewarganegaraan adalah pengaruh yang paling penting dalam keterlibatan warganegara. Berangkat dari hal itu, maka pijakan yang sesuai untuk pengembangan civic engagagement di lingkungan dan institusi adalah seperti yang disebut oleh Ervin Straub (1991) dalam (Pancer, 2015, hal. 28) sebagai “ Pro- social value orientation”, yang

menurutnya, kunci utama dalam mendasari pertalian antar sesama dalam menurutnya, kunci utama dalam mendasari pertalian antar sesama dalam

others’ welfare. Dari ketiga hal tersebut, nilai utamanya yang bisa dipetik adalah Social Responsibility. Perubahan sosial beranjak dari nilai tersebut, maka segenap elemen dalam pendidikan, dimulai dari keluarga oleh orang tua untuk membangun prosocial value orientation di atas dengan menyediakan konteks kepedulian untuk keluarganya sendiri, setelah itu bisa beranjak pada level yang lebih tinggi dan meluas, yaitu sekolah, perguruan tinggi, pemerintah dan masyarakat.