PEMBAHASAN PENELITIAN

C. PEMBAHASAN PENELITIAN

1. Eksistensi Crowdfunding, Civic Engagement dan Social Responsibility pada kalangan mahasiswa

1.1.Eksistensi Crowdfunding pada kalangan mahasiswa

Sebagai pembahasan pertama, pertanyaan mengenai eksistensi ini terkait erat dengan keberlanjutan kajian atas topik yang dikaji pada penelitian kali ini. Tentu asumsi-asumsi muncul di awal penelitian ini dicetuskan. Tetapi sekedar asumsi saja tidak cukup untuk menunjang tingkat presisi yang tinggi. Maka peneliti merasa bahwa perihal eksistensi ini pun harus dikaji secara serius untuk menemukan bukti empirik yang bisa dipertanggung jawabkan dan Sebagai pembahasan pertama, pertanyaan mengenai eksistensi ini terkait erat dengan keberlanjutan kajian atas topik yang dikaji pada penelitian kali ini. Tentu asumsi-asumsi muncul di awal penelitian ini dicetuskan. Tetapi sekedar asumsi saja tidak cukup untuk menunjang tingkat presisi yang tinggi. Maka peneliti merasa bahwa perihal eksistensi ini pun harus dikaji secara serius untuk menemukan bukti empirik yang bisa dipertanggung jawabkan dan

Dari temuan penelitian, membuktikan bahwa crowdfunding eksis di kalangan mahasiswa. Hasil ini sesuai dengan ekspektasi sebelumnya, bahwa memang crowdfunding telah dikenal dan ada (eksis) di kalangan mahasiswa. Sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Paykacheva (2014), ia meneliti mengenai apakah customer engagement principal bisa digunakan untuk menambah potensi kesuksesan untuk kampanye crowdfunding . Ia mendapatkan sample populasinya dari mahasiswa game development di

Kaajani University of Applied Science, menurutnya “ not only as it is convenient to reach, but also as the sample would include hardcore gamers, who rather probably have experience in crowdfunding campaigns

participation ”. (Paykacheva , 2014, hal. 21). Ia melibatkan mereka yang mempunyai pengalaman berkampanye crowdfunding.

Paykacheva saja yang mengidentifikasikan eksistensi dan keterlibatan mahasiswa pada proyek crowdfunding , tetapi keterangan mengenai mahasiswa yang terlibat dalam proyek crowdfunding juga telah disinggung pada penelitiannya Rahayu (2013), pada bagian temuan penelitiannya tersebut, mahasiswa disebutkan aktif membantu kampanye crowdfunding, ataupun sebagai donatur.

Tidak hanya

pada

penelitian

Jika melihat kembali definisi dari crowdfunding yang merupakan proses meminta masyarakat umum untuk menyediakan atau memberi sumbangan untuk modal awal sebuah usaha baru . (Steinberg & DeMaria, 2012). Penyebutan masyarakat umum membawa pemahaman bahwa mahasiswa pun masuk pada kategori ini, tidak ada eksklusivitas pada proyek- proyek crowdfunding. Hal tersebut diperkuat juga oleh laporan World Bank (2013) yang berjudul Crowdfunding’s Potential for the D eveloping World , yang mendefinisikan crowdfunding sebagai fenomena yang dimediasi secara sosial dan mengandalkan sebagian besar pada kepercayaan intrinsik orang menempatkan pada sambungan bersama di jaringan sosial, afinitas Jika melihat kembali definisi dari crowdfunding yang merupakan proses meminta masyarakat umum untuk menyediakan atau memberi sumbangan untuk modal awal sebuah usaha baru . (Steinberg & DeMaria, 2012). Penyebutan masyarakat umum membawa pemahaman bahwa mahasiswa pun masuk pada kategori ini, tidak ada eksklusivitas pada proyek- proyek crowdfunding. Hal tersebut diperkuat juga oleh laporan World Bank (2013) yang berjudul Crowdfunding’s Potential for the D eveloping World , yang mendefinisikan crowdfunding sebagai fenomena yang dimediasi secara sosial dan mengandalkan sebagian besar pada kepercayaan intrinsik orang menempatkan pada sambungan bersama di jaringan sosial, afinitas

Dunia volunteer yang dekat dengan istilah dan peran donasi membawa crowdfunding donation-based menjadi lumbung dana alternatif serta potensial untuk kegiatan kerelawanan mereka. Mahasiswa ini biasanya mengisi kegiatannya dengan bervolunteer di luar aktivitas akademik. Belum lagi, tipe crowdfunding donation-based

merupakan salah satu bidang terbesar dalam menggalang dana pada proyek crowdfunding, walau begitu ia tetap kategori yang paling lambat pertumbuhannya . (Crowdsourcing.org, 2012)

Sisi organisasi volunteer dibahas lebih jauh oleh Schneider (2007) yang mempelajari hubungan civic engagement dan social capital dalam kegiatan nirlaba berbasis komunitas. Dalam artikel ini mengidentifikasi tiga macam organisasi dimana Civic engagement dan social capital berfungsi berbeda: organisasi citywide civic-engagement, community-based civic institutions , dan social-capital organizations . Ia menyarankan bahwa partisipasi dalam agensi pelayanan sosial melalui volunteering or donations memang tidak selalu memberi petunjuk pada Civic Engagement yang menjadi lebih baik. Semua tiga jenis organisasi menunjukkan bahwa meskipun social capital atau modal sosial dan Civic Engagement dapat terjadi beriringan. Dari studi ini kita bisa melihat relasi yang lebih komprehensif pada volunteer, donasi dan mahasiswa. Satu sama lain berjalan seiringan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

Pada hasil observasi serta kalkulasi dengan data yang berasal dari website kitabisa.com, telah didapatkan data bahwa mahasiswa mempunyai keterlibatan sekitar 37%, dan itu merupakan keterlibatan paling tinggi, sedangkan jenis proyek yang paling banyak dilaksanakan di kitabisa.com ialah

yang berjenis sosial dengan capaian 71%. Selaras dengan hasil penelitian lainnya, yang menunjukkan bahwa platform yang menggunakan sistem donasi / reward-based dengan tingkat keberhasilan yang lebih daripada yang lain dengan tingkat keberhasilan 54%. (Willems, 2013)

Jika bisa menyimpulkan bahwa crowdfunding telah eksis pada kalangan mahasiswa, maka diharapakan adanya penelitian yang mengkaji apakah itu relasi crowdfunding dengan mahasiswa, ataupun bagaimana cara mahasiswa berkampanye crowdfunding yang efektif, ataupun melihat crowdfunding sebagai sarana untuk menyupply para enterpreneur muda dari kalangan akademisi. Hal ini sangat penting, jika melihat bahwa Indonesia memerlukan lebih banyak enterpreneur, entah itu social enterpreneur ataupun usaha mandiri lainnya. Karena negeri yang demokratis, diisi oleh komponen warga yang siap untuk bersaing.

1.2.Eksistensi Civic Engagement pada kalangan mahasiswa

Seperti halnya pembahasan mengenai eksistensi crowdfunding, kali ini pembahasan mengenai civic engagement juga bertujuan agar studi ini bisa berlanjut, karena secara empirik, civic engagement eksis di kalangan mahasiswa. Maka jika dilihat dari hasil temuan penelitian di atas menunjukkan, bahwa setiap individu yang tergabung pada organisasi Isbanban, melakukan kontribusinya dengan kemampuan yang berbeda tiap individu, pengetahuan yang dimanfaatkan juga berbeda tiap individu, dari motivasi dan nilai-nilai yang dibawa juga berbeda. Hal itu selaras dengan penelitian dari Swaner (2011), ia meneliti bahwa youth civic engagement yang ada di New York City telah bekerja dan mengalami isomorfisma organisasi yang telah memberikan kontribusi untuk menjadi medan homogenisasi. Karena hal ini, telah terjadi perpindahan tujuan dimana organisasi telah melakukan pekerjaan menjadi kurang fokus pada peningkatan dan dukungan dialog sipil di kalangan pemuda, tentu karena lebih banyak perhatian yang harus dibayarkan untuk melaporkan kepada penyandang dana mengenai hasil yang tidak terkait. Dengan mengungkap strategi advokasi, kunci yang telah dibuat oleh beberapa kelompok pemuda berhasil dalam mempengaruhi kebijakan, penelitian berharap untuk mendorong kembali pada perpindahan tujuan. Adanya kemiripan dan keselarasan dengan temuan penelitian ini, bahwa para volunteer di Isbanban mengisi perannya sesuai dengan Seperti halnya pembahasan mengenai eksistensi crowdfunding, kali ini pembahasan mengenai civic engagement juga bertujuan agar studi ini bisa berlanjut, karena secara empirik, civic engagement eksis di kalangan mahasiswa. Maka jika dilihat dari hasil temuan penelitian di atas menunjukkan, bahwa setiap individu yang tergabung pada organisasi Isbanban, melakukan kontribusinya dengan kemampuan yang berbeda tiap individu, pengetahuan yang dimanfaatkan juga berbeda tiap individu, dari motivasi dan nilai-nilai yang dibawa juga berbeda. Hal itu selaras dengan penelitian dari Swaner (2011), ia meneliti bahwa youth civic engagement yang ada di New York City telah bekerja dan mengalami isomorfisma organisasi yang telah memberikan kontribusi untuk menjadi medan homogenisasi. Karena hal ini, telah terjadi perpindahan tujuan dimana organisasi telah melakukan pekerjaan menjadi kurang fokus pada peningkatan dan dukungan dialog sipil di kalangan pemuda, tentu karena lebih banyak perhatian yang harus dibayarkan untuk melaporkan kepada penyandang dana mengenai hasil yang tidak terkait. Dengan mengungkap strategi advokasi, kunci yang telah dibuat oleh beberapa kelompok pemuda berhasil dalam mempengaruhi kebijakan, penelitian berharap untuk mendorong kembali pada perpindahan tujuan. Adanya kemiripan dan keselarasan dengan temuan penelitian ini, bahwa para volunteer di Isbanban mengisi perannya sesuai dengan

Masih terkait dengan keragaman pengalaman, partisipasi dan civic engagement pada sebuah organisasi. Bowmans (2011) juga meneliti tentang partisipasi dalam demokrasi dan civic engagement. Ia mencari mengenai hubungan secara keseluruhan antara adanya keberagaman pengalaman di perguruan tinggi dan civic engagement . Selain itu ia juga mengkaji mengenai signifikansi variasi dalam hubungan lintas studi. Hasil penelitian ini yaitu menunjukkan bahwa keberagaman pengalaman berhubungan dengan peningkatan perilaku kewargaan, niat perilaku dan perilaku, dan besarnya efeknya lebih besar untuk interaksi interpersonal dengan keragaman ras daripada untuk kurikuler dan ko-kurikuler keberagaman pengalaman.

Keragaman pengalaman, kemampuan, dan motivasi tersebut menjadi warna dalam civic engagement. Melihat kembali definisinya,

Civic engagement means working to make a difference in the civic life of our communities and developing the combination of knowledge, skills, values and motivation to make that difference. It means promoting the quality of life in a community, through both political and nonpolitical processes. (Ehrlich, 2000) Maka kondisi yang terdapat pada temuan penelitian cukup memberikan bukti empirik bahwa komponen-komponen dalam civic engagement terpenuhi, khususnya komponen “ the combinatio n of knowledge, skills..”.

Adapun sektor lainnya dari Civic Engagement, yaitu social change, juga ditemukan dari temuan di lapangan. Isbanban yang bergerak pada sektor pendidikan melakukan gerakan membuat taman baca di beberapa pelosok daerah Banten. Hal tersebut terjadi karena, akses pendidikan sangat sulit untuk beberapa wilayah, maka Isbanban membawa perubahan sekaligus memecahkan masalah yang ada, yaitu dengan mendirikan taman baca di sana.

Adapun definisi yang selaras dengan bukti empirik ini seperti “ individual and collective actions designed to identify and address issues of public concern” (Carpini & Keeter, 1996) . Definisi ini secara tegas menukik pada aktivitas Adapun definisi yang selaras dengan bukti empirik ini seperti “ individual and collective actions designed to identify and address issues of public concern” (Carpini & Keeter, 1996) . Definisi ini secara tegas menukik pada aktivitas

Lebih luas lagi, Maraley membagi sektor Civic Engagement tersebut menjadi empat bagian (Adler & Goggin, 2005), yaitu: Civic engagement as community service, yaitu civic engagement diartikan sebagai tugas dan kewajiban individu untuk merangkul dengan tanggung jawab kewarganegaraan untuk secara aktif berpartisipasi, secara individu atau bersama dengan orang lain, dalam kegiatan pelayanan sukarela yang memperkuat masyarakat setempat. Bagian ini memberi nafas untuk partisipan penelitian dari Isbanban untuk memperkuat kembali identitasnya sebagai pelayan masyarakat. Civic engagement as collective action, yaitu civic engagement diartikan sebagai kegiatan di mana orang-orang datang bersama- sama dalam peran mereka sebagai warga negara. Disini seorang individu, melalui tindakan kolektif, mempengaruhi masyarakat sipil yang lebih besar. Untuk hal ini, Isbanban mengkoordinir pemuda dari seluruh penjuru Banten untuk bersama-sama berkontribusi untuk wilayah pendidikan di wilayah

pesolok. Selanjutnya , Civic engagement as political involvement, yaitu civic engagement diartikan sebagai upaya individu dengan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah melalui proses dan jalan politik dimana melibatkan partisipasi aktif dan kepemimpinan dalam kehidupan publik. Untuk hal ini, belum ditemukan gerakan politik yang dilakukan oleh Isbanban pada wilayah lokal ataupun nasional. Mungkin hanya tingkat pemerintahan kecil seperti RT/RW dan desa. Terakhir, Civic engagement as social change yaitu civic engagement diartikan sebagai partisipasi dalam kehidupan masyarakat dalam rangka untuk membantu membentuk masa depan dengan perubahan sosial. Seperti dibahas sebelumnya, bahwa Isbanban mendirikan taman baca di pelosok Banten untuk melakukan perubahan sosial, yaitu dengan membangun gerakan literasi dan memberi pendidikan untuk anak-anak di kawasan yang kesulitan akses untuk mendapatkan sarana pendidikan yang memadai.

1.3.Eksistensi Social Responsibility pada kalangan mahasiswa

Social Responsibility merupakan komponen yang bersifat psikologis dalam penelitian ini. Sesuai dengan pendapat Wray-Lake (2010), yang

menyebutkan social responsibility bisa dioperasionalkan sebagai nilai, kepercayaan dan kebiasaan. Indikasi-indikasinya pun bisa dideteksi melalui wawancara dan aktivitas yang dapat dianalisis dan direfleksikan. Pembahasan ini masih ada pada tahap mencari tahu, memahami dan menganalisis mengenai eksistensi, dalam hal ini eksistensi Social Responsibility pada kalangan mahasiswa yang tergabung pada proyek crowdfunding Bantu Baca oleh Isbanban.

Ada sedikit kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rohani (2013), ia meneliti mengenai LSM yang menjaga lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab warga negara dalam community civics bagi pemecahan masalah sosial melalui LSM yang ada di kota Pontianak untuk masyarakat umumnya sebelum diberikan pembinaan masih bersifat rendah, tetapi setelah mendapatkan pembinaan maka timbul rasa tanggung jawab pada diri mereka, sedangkan untuk masyarakat yang ikut dalam LSM peduli lingkungan tanggung jawabnya sudah tergolong tinggi. Mengenai pengidentifikasian social responsibility terdapat kesamaan. Ada pula penelitian yang membahas mengenai pembelajaran PKn dan karakter tanggung jawab ( social responsibility ) di lingkungan sekolah (Dianti, 2014; Fitriyadi, 2014). Walau ada kesamaan mengenai indikasi-indikasi pra ataupun pasca kegiatan, kajian Dianti dan Fitriyadi tersebut masih terbatas pada kajian civic responsibility, The Eco Foundation (2012) menyebutkan bahwa tanggung jawab warga negara dapat mencakup partisipasi dalam pemerintahan, rumah ibadah, relawan dan keanggotaan asosiasi sukarela. Tindakan tanggung jawab sipil dapat ditampilkan dalam advokasi untuk berbagai penyebab, seperti politik, ekonomi, sipil, lingkungan atau masalah mutu hidup.

Temuan penelitian menyebutkan adanya dua sisi dalam social responsibility yang diidentifikasikan pada mahasiswa, yaitu social responsibility sebagai motivasi, dan social responsibility sebagai efek.

Mengutip kembali Borba (2008) yang menyebutkan karakteristik mereka yang memiliki social responsibility, antara lain: a) Mereka dikendalikan pedoman moral dalam diri mereka yang mengarahkan mereka berbuat baik terhadap orang lain. b) Dalam melakukan apa pun mereka tidak mengharapkan balasan.

c) Mereka takut mendapat hukuman jika tidak berbuat baik atau tidak diterima lingkungan. d) Mereka simpatik bersikap baik karena mereka peduli dengan perasaan dan kebutuhan orang lain. Karakter tersebutlah yang menjadi indikator dalam melihat aspek ini untuk keperluan menganalisis dan menyebutkan kondisi nyata tentang eksistensi kondisi psikologis ini

2. Model-Model Keterlibatan pada Proyek Crowdfunding

a. Bentuk Keterlibatan dan Dukungan Pada Proyek Crowdfunding Dalam Latar Civic Engagement

Pembahasan kali ini berangkat dari asumsi bahwa rekognisi dan dukungan dari berbagai pihak dalam civic engagement benar diperlukan adanya. Mempersiapkan iklim yang kondusif dan masyarakat yang supportive menjadi keharusan jika kita ingin adanya kesinambungan proyek-proyek sosial seperti ini, khususnya yang terkait dengan crowdfunding ini.

Dalam dimensi pendidikan, untuk arena civic engagament rekognisi tersebut bisa ditopang dengan melalui kelas yang demokratis ( democratic classroom), memanfaatkan ruang publik (the use of publis spaces), peran mahasiswa pada kepemimpinan kampus (the role of students in campus governance), peraturan yang mendorong inisiatif siswa (policies that encourage student initiative) dan semua pendekatan dalam perannya yang berhubungan dengan mahasiswa (the overall approach to the role of student affairs professionals.) (Jacoby, 2009, hal. 229) . Seperti dibahas pada bab II, bahwa keikutsertaan mahasiswa dalam perannya untuk masyarakat haruslah menjadi prioritas dalam setiap program kampus agar bisa menyiapkan mahasiswa untuk paham akan identitasnya, berkomunikasi dengan mereka yang berbeda dengannya, membangun jembatan penghubung dalam perbedaan kultur untuk menyelesaikan tugas, dan berjuang dengan isu kekuasaan dan penindasan. Dengan misi utamanya yaitu berkontribusi Dalam dimensi pendidikan, untuk arena civic engagament rekognisi tersebut bisa ditopang dengan melalui kelas yang demokratis ( democratic classroom), memanfaatkan ruang publik (the use of publis spaces), peran mahasiswa pada kepemimpinan kampus (the role of students in campus governance), peraturan yang mendorong inisiatif siswa (policies that encourage student initiative) dan semua pendekatan dalam perannya yang berhubungan dengan mahasiswa (the overall approach to the role of student affairs professionals.) (Jacoby, 2009, hal. 229) . Seperti dibahas pada bab II, bahwa keikutsertaan mahasiswa dalam perannya untuk masyarakat haruslah menjadi prioritas dalam setiap program kampus agar bisa menyiapkan mahasiswa untuk paham akan identitasnya, berkomunikasi dengan mereka yang berbeda dengannya, membangun jembatan penghubung dalam perbedaan kultur untuk menyelesaikan tugas, dan berjuang dengan isu kekuasaan dan penindasan. Dengan misi utamanya yaitu berkontribusi

Mengingat beberapa penelitian membahas pula mengenai peran lingkungan masyarakat dan pemerintahan dalam kaitannya dengan gerakan berbasis pelayanan masyarakat dan civic engagement (Bhangaokar & Mehta, 2012; Swaner, 2011; Bowman, 2011; Kalu & Remkus, 2009; Ostrander, 2004) . Tetapi tidak dari mereka membahas mengenai dukungan dari pihak-pihak tersebut terhadap aksi yang dilakukan. Hanya saja pola interaksi dan perspektif dalam setiap kegiatan berbeda, maka respon dari berbagai pihak pun menjadi beragam. Tetapi penelitian ini memperlihatkan bahwa, semakin nampak dukungan tersebut, maka motivasi mereka (volunteer) untuk terus berkontribusi akan terjaga bahkan semakin besar.

b. Model Keterlibatan Mahasiswa Pada proyek Crowdfunding

Kajian ini bertujuan untuk menentukan seperti apakah peran dan model keterlibatan mahasiswa dalam berkontribusi pada setiap proyek crowdfunding. Temuan menyebutkan bahwa model keterlibatan tersebut terdiri atas: 1) Pemilik proyek, 2) Donatur, 3) Penggalang Dana, dan 4) Pelaku kampanye. Membahas mengenai model keterlibatan mahasiswa pada proyek crowdfunding , yaitu sebagai pemilik proyek atau project leader ialah dia yang melakukan atau memimpin sekaligus bertanggung jawab dalam crowdfunding dengan melakukan penawaran terbuka melalui internet untuk penyediaan sumber daya keuangan baik dalam bentuk sumbangan atau pertukaran untuk aset (pembelian inden) atau bentuk penghargaan tertentu dan/atau hak jajak suara (Belleflamme, Lambert, & Schwienbacher, 2012). Pada hal ini, pemilik project tentu perlu memikirkan bagaimana agar ia bisa berhasil dalam berkampanye. Terkait hal ini, Panji melakukan kreasi terhadap bahan kampanye, dengan menambahkan video yang menyentuh, narasi yang Kajian ini bertujuan untuk menentukan seperti apakah peran dan model keterlibatan mahasiswa dalam berkontribusi pada setiap proyek crowdfunding. Temuan menyebutkan bahwa model keterlibatan tersebut terdiri atas: 1) Pemilik proyek, 2) Donatur, 3) Penggalang Dana, dan 4) Pelaku kampanye. Membahas mengenai model keterlibatan mahasiswa pada proyek crowdfunding , yaitu sebagai pemilik proyek atau project leader ialah dia yang melakukan atau memimpin sekaligus bertanggung jawab dalam crowdfunding dengan melakukan penawaran terbuka melalui internet untuk penyediaan sumber daya keuangan baik dalam bentuk sumbangan atau pertukaran untuk aset (pembelian inden) atau bentuk penghargaan tertentu dan/atau hak jajak suara (Belleflamme, Lambert, & Schwienbacher, 2012). Pada hal ini, pemilik project tentu perlu memikirkan bagaimana agar ia bisa berhasil dalam berkampanye. Terkait hal ini, Panji melakukan kreasi terhadap bahan kampanye, dengan menambahkan video yang menyentuh, narasi yang

Terkait hal itu, ada kesamaan yang cukup erat dengan hasil penelitian dari Willems (2013), dalam penelitiannya ia mencari faktor yang menentukan

tingkat keberhasilan dari tiap project crowdfunding, dalam penelitiannya ini ia menunjukkan bahwa platform yang menggunakan sistem donasi / reward- based ternyata lebih tinggi tingkat keberhasilannya sebanyak 54% daripada yang lain. Panji juga memberi hadiah untuk para donatur, mulai dari sumbangan berjumlah Rp. 10.000 sampai Rp. 1.000.000.000. Sedangkan penelitian dari sisi proses kampanye, Paykacheva (2014) dalam penelitiannya meneliti mengenai cara untuk meningkatkan kesuksesan kampanye crowdfunding Penelitian ini menggunakan studi quantitative dengan melalui survey online pada konsumen pelayanan crowdfunding (siapapun yang mempunyai pengalaman mendukung kampanye penggalangan dana online ). Survey tersebut berdasarkan pengalaman pengguna dan minatnya, dengan berfokus pada komunikasi antara pengembang proyek sebelum, saat dan setelah berkontribusi. Hasilnya menunjukkan bahwa kampanye crowdfunding bisa menjadi media pemasaran yang efisien dan dapat menjadi engagement platform untuk perusahaan yang baru memulai. Tidak hanya penyandang dana yang bersedia mendukung proyek-proyek merek asing, mereka juga, dalam banyak kasus, bersedia untuk mempromosikan proyek-proyek mereka untuk mendukung penyandang dana potensial lainnya. Pada kondisi bahwa ide produk menarik dan kampanye dilakukan dengan tepat, sebuah perusahaan baru dapat memperoleh kepastian basis pelanggan dan pendanaan. Cukup relevan dengan pengakuan dari PAP dan AFT bahwa proyek crowdfunding pada media online tidak begitu banyak membantu dalam pendanaan, tetapi crowdfunding lebih banyak membantu dalam pemasaran dan sounding gerakan pada netizen. Dan terbukti pula, melalui proyek Bantu Baca, banyak orang yang ingin terlibat sebagai volunteer di Isbanban yang pada awalnya hanya mengetahui dari kampanye Bantu Baca di sosial media.

Sementara itu, untuk model keterlibatan sebagai donatur, terdapat penelitian sebelumnya yang membahas mengenai hal tersebut. Harms (2007) ingin melihat motivasi dari para donatur untuk berpartisipasi dengan menyumbang terhadap proyek-proyek melalui pendanaan crowdfunding . Penelitian Harms dilakukan secara kuantitatif berdasarkan kerangka teori nilai konsumsi dan identifikasi 10 pendorong motivasi yang dikategorisasikan dalam

5 dimensi nilai. Dan fokus dari penelitiannya adalah lebih tertuju kepada proyek crowdfunding yang bertujuan untuk mendanai suatu kreasi/penemuan baru. Hasil dari penelitian ini menghasilkan 5 nilai yang mendorong motivasi untuk berpartisipasi dalam crowdfunding , yaitu: a ) financial value; b) functional utility; c) social value; d) epistemic value; dan e) emotional value. Tentu terdapat kesamaan dan perbedaan penelitian kali ini dengan penelitian milik Harms ini. Misalnya, khusus dalam proyek Bantu Baca, motivasi financial value sulit untuk ditemukan, karena corak proyek sosial yang memang non-profit bertujuan hanya untuk sumbangan. Jikapun mendapatkan reward, itupun tidak sebanding jika kita bandingkan dengan besaran sumbangannya. Reward dalam proyek Bantu Baca hanya dalam tataran sebagai bentuk penghargaan untuk mereka yang sudah ingin membantu dan menjadi donatur. Untuk nilai social, epistemic, dan emotional value , kurang lebih sama.

3. Relasi Civic Engagement dan Social Responsibility dalam proyek Crowdfunding

Relasi resiprokal yang ditemukan pada penelitian ini antara Civic Engagement dan Social Responsibility dalam proyek Crowdfunding telah menjadi temuan tersendiri untuk wilayah online movement pada era digital. Bentuk relasi tersebut bisa menjadi ciri khas dari proyek crowdfunding Bantu Baca dari Isbanban.

Kaitan erat antara Civic Engagement dan Social Responsibility sedikit disingguh pula juga oleh Ervin Straub (1991) dalam (Pancer, 2015, hal. 28) sebagai “ Pro- social value orientation”, yang menurutnya, kunci utama dalam

mendasari pertalian antar sesama dalam masyarakat dan dunia ( Civic

Engagement ), ialah: a positive evaluation of human beings, a concern about other people’s well - being, and a feeling of personal responsibility for others’

welfare. Mengenai rasa social responsibility sebagai mesin utama untuk peduli pada dan bekerja untuk orang lain. Di mana termasuk pula pada salah satu indicator CIRCLE, yaitu Civic activities, di mana termasuk aktivitas menolong orang, tujuannya untuk meningkatkan komunitas lokal. Terdiri dari kegiatan seperti bekerja sebagai volunteer atau bekerja dengan kelompok lokal untuk memecahkan masalah di masyarakat. (Pancer, 2015) Dan social responsibility dapat menjadi dasar perkembangan bagi pandangan politik dan tindakan (Flanagan & Tucker, 1999). Atau bisa kita simak hasil penelitian dari Bhangaokar dan Mehta (2011), dimana hasil yang didapat dari analisis kasus menjelaskan bahwa berbagai aspek dalam civic engagement dan dampaknya terhadap pembangunan kepemudaaan. Bentuk civic engagement informal dihasilkan dari kepentingan pribadi awalnya. Keputusan untuk relawan dengan organisasi berbentuk keinginan intrinsik nya untuk keberlangsungan peduli hewan menjadi usahanya pribadi yang bermakna dan kontributif secara sosial.

Terkait enterpreneuship , ada sedikit kesesuaian dengan penelitian dari Rube’i (2014), yang meneliti tentang Integrasi nilai-nilai kewirausahaan dalam

pendidikan kewarganegaraan sebagai upaya membentuk Economic Civic.

Dengan menggunakan studi kasus dengan pendekatan kualitatif, yang bers angkutan mengangkat rumusan masalah “Bagaimana terintegrasinya nilai- nilai kewirausahaan dalam Pendidikan Kewarganegaraan sebagai upaya membentuk Economic Civic di SMA. Walau penelitian ini banyak berbicara dalam konteks sekolah, tetapi enterpreneuship dalam hal ini masih dalam tataran untuk melakukan aksi sosial. Misalkan seperti yang diteliti oleh Rahayu (2013), ia meneropong crowdfunding dari sisi kesejahteraan sosial yang bisa berkontribusi dalam penciptaan iklim enterpreneur di Indonesia secara luasnya. Hemer (2011) mengelaborasi luasnya perspektif enterprenuship dalam crowdfunding, ia menyebutkan proyek yang dimaksudkan adalah nirlaba dengan tujuan kepentingan masyarakat dalam lingkup area kepedulian terhadap kesehatan masyarakat, infrastruktur umum, pembangunan dari hibah asing, Dengan menggunakan studi kasus dengan pendekatan kualitatif, yang bers angkutan mengangkat rumusan masalah “Bagaimana terintegrasinya nilai- nilai kewirausahaan dalam Pendidikan Kewarganegaraan sebagai upaya membentuk Economic Civic di SMA. Walau penelitian ini banyak berbicara dalam konteks sekolah, tetapi enterpreneuship dalam hal ini masih dalam tataran untuk melakukan aksi sosial. Misalkan seperti yang diteliti oleh Rahayu (2013), ia meneropong crowdfunding dari sisi kesejahteraan sosial yang bisa berkontribusi dalam penciptaan iklim enterpreneur di Indonesia secara luasnya. Hemer (2011) mengelaborasi luasnya perspektif enterprenuship dalam crowdfunding, ia menyebutkan proyek yang dimaksudkan adalah nirlaba dengan tujuan kepentingan masyarakat dalam lingkup area kepedulian terhadap kesehatan masyarakat, infrastruktur umum, pembangunan dari hibah asing,

engagement as social change (Adler & Goggin, 2005) yaitu civic engagement

diartikan sebagai partisipasi dalam kehidupan masyarakat dalam rangka untuk membantu membentuk masa depan dengan perubahan sosial.

4. Dampak Proyek Crowdfunding Pada Mahasiswa Yang Menjadi Partisipan Dalam Aspek Social Responsilibity

Temuan untuk pembahasan ini bisa dilihat secara singkat pada Gambar

10. Hasil yang didapatkan tersebut sesuai dengan asumsi di awal, misalnya dengan banyak aspek social responsibility yang terpengaruhi selama proyek crowdfunding dilaksanakan. Terdeskripsikan bahwa aspek kompetensi, psikologis dan kontribusi yang terangkum dalam tema social responsibility terkena dampaknya, yaitu perubahan ke arah positif, kemajuan dan peningkatan. Walau ada pengakuan dari beberapa volunteer bahwa perubahan tersebut berlangsung gradual semenjak mereka mulai berkontribusi di Isbanban, bukan karena mengikuti proyek crowdfunding semata. Tapi justru ini membuktikan bahwa esensi dari crowdfunding ialah proses konversi dari sosial kapital jadi finansial kapital. (Green, 2014). Bagian-bagian yang terasah semakin baik dari sosial kapital tersebut berkontribusi dalam konversi ke finansial kapital. Walau relasinya hampir mirip dengan civic engagement dan social responsibility yang resiprokal, tapi instrumen sosial lebih banyak bermain daripada finansial, khususnya dalam proyek crowdfunding Bantu Baca.

Terdapat pula kesamaan dengan penelitian The Evolution of Social Capital and Civic Engagement Between Nonprofit Networks and County Representatives: A Social Constructivist Approach . Ditulis oleh Kalu N. Kalu dan Brett W. Remkus (2009) pada pengembangan sosial kapital, dalam penelitiannya tersebut mengatakan bahwa penyelenggara pemerintahan Terdapat pula kesamaan dengan penelitian The Evolution of Social Capital and Civic Engagement Between Nonprofit Networks and County Representatives: A Social Constructivist Approach . Ditulis oleh Kalu N. Kalu dan Brett W. Remkus (2009) pada pengembangan sosial kapital, dalam penelitiannya tersebut mengatakan bahwa penyelenggara pemerintahan

Evaluasi positif dari temuan penelitian selaras juga dengan penelitian terdahulu, memperlihatkan mereka ( volunteer ) yang memiliki penilaian positif dari pengalamannya tersebut menyebutkan beberapa kemampuan dalam membuat sebuah perubahan, tetapi bermanfaat juga secara pribadi, baik emosional dan lebih nyatanya kemampuan. (Henderson, Pancer, & Brown, 2013)

Dari hasil tersebut, menyimpulkan bahwa proyek crowdfunding yang melibatkan proses dari volunteerism organisasi Isbanban, membuat para anggotanya ter- upgrade secara pasti dari tiga macam hal yang saya singgung sebelumnya. Mungkin saja hal yang meningkat lebih dari itu jika penelitiannya dilanjutkan atau lebih spesifik. Tentunya penelitian lebih lanjut mengenai hal ini, bisa lebih meyakinkan publik, bahwa banyak manfaat dari beberapa segi yang terdapat pada proyek-proyek crowdfunding berbasis sosial seperti Bantu Baca ini.

5. Pengembangan Keterlibatan Warga Negara melalui proyek Crowdfunding

a. Mekanisme Pengembangan

Skema yang terlihat pada gambar 12 menunjukkan bahwa temuan penelitian mengenai mekanisme pengembangan civic engagement dalam proyek crowdfunding untuk memupuk social responsibility cukup terjawab secara paradigmatik. Walau penemuan tersebut dalam beberapa sisi tidak sesuai dengan asumsi semula. Misalkan dalam hubungan resiprokal antara civic engagement dan social responsibility yang tadinya diasumsikan mempunyai hubungan liniear.

Temuan diatas juga memperkuat penemuan pada penelitian sebelumnya mengenai pelaksanaan proyek crowdfunding pada dimensi kesejahteraan sosial, Temuan diatas juga memperkuat penemuan pada penelitian sebelumnya mengenai pelaksanaan proyek crowdfunding pada dimensi kesejahteraan sosial,

Kalu & Remkus, 2009; Schneider, 2007; Rube'i, 2014). Walau terdapat perbedaan locus , tetapi kategori-kategori yang muncul pada penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya mengenai civic engagement, partisipasi dan remaja. (Swaner, 2011; Bowman, 2011; Bhangaokar & Mehta, 2012). Pemupukan social responsibility, mulai dari inisiatif dan motivasi pada data yang ditemukan juga hampir identik dan seiringan dengan penelitian pada dimensi kurikuler (Dianti, 2014; Rohani, 2013; Fitriyadi, 2014), walau crowdfunding tanpa kurikulum dan panduan materi, pengalaman lapangan dalam melayani masyarakat dan ber volunteer memiliki hasil yang kurang lebih sama.

Pembahasan civic engagement yang didefinisikan sebagai individual and collective actions designed to identify and address issues of public

concern” (Carpini & Keeter, 1996). Definisi ini secara tegas menukik pada aktivitas untuk menangani permasalahan publik. Dengan bekal pengetahuan,

kemampuan, dan komitmen, membuat aktivitas tersebut justru bisa memperlihatkan unsur-unsur civic engagement. Dimana Civic Engagement mempunyai unsur yang antara lain bekerja untuk membuat perbedaan pada kehidupan masyarakat sipil dan mengembangkannya dengan kombinasi pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan motivasi untuk membuat perbedaan itu. Segala aktivitas yang berkaitan dengan peningkatan kualitas kehidupan di masyarakat, baik melalui proses politik ataupun proses non-politik. (Jacoby, 2009)

Dan tentu, mengenai consequences yang terdiri dari beberapa macam, tanggung jawab menjadi sebuah keistimewaan sendiri pada penelitian kali ini. Karena bagian yang esensial dari civic engagement adalah rasa tanggung jawab Dan tentu, mengenai consequences yang terdiri dari beberapa macam, tanggung jawab menjadi sebuah keistimewaan sendiri pada penelitian kali ini. Karena bagian yang esensial dari civic engagement adalah rasa tanggung jawab

Maka, dari strategi diatas, berdasarkan temuan kita bisa berkesimpulan bahwa aktivitas penggalangan dana online melalui crowdfunding juga bisa digunakan sebagai media atau instrumen dalam pengembangan civic engagement. Sementara itu hasil yang diharapkan bisa muncul atau menguat yaitu social responsibility juga terdorong begitu kuat melalui berbagai proses dari awal sampai akhir pada proyek crowdfunding. Berbagai benefit mulai dari psikologis sampai finansial bisa didapatkan melalui crowdfunding. Maka sinergisitas service-learning dan crowdfunding bisa diupayakan untuk memperkuat dan mensosialisasikan civic engagement di kalangan mahasiswa.

b. Hasil Pengembangan Keterlibatan Warga Negara melalui Crowdfunding

Seperti dibahas dalam temuan, bahwa tujuan pengembangan konsep dan norma keterlibatan warga negara dalam PKn di masyarakat untuk menemukan sebuah sarana adalah untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh, ke dalam kehidupan yang tentu dapat mewarnai kombinasi ilmu pengetahuan, kemampuan, nilai dan motivasi untuk melakukan perubahan sosial. Sesuai dengan pengakuan dari para partisipan, yang hampir semuanya setuju dengan pendapat bahwa dengan melakukan aksi relawan yang didukung pula dengan penggalangan dana online, mereka lebih bsa mengaktualisasikan diri mereka, mengimplementasikan diri mereka dan membuat hidupnya lebih bermakna. Hal tersebut senada dengan atmosfer pendidikan di arena civic engagement meliputi yang disinggung oleh Jacoby, yaitu,

“ democratic classroom, the use of publis spaces, the role of students in campus governance, policies that encourage student “ democratic classroom, the use of publis spaces, the role of students in campus governance, policies that encourage student

Keikutsertaan mahasiswa dalam perannya untuk masyarakat menjadi prioritas dalam setiap program kampus agar bisa menyiapkan mahasiswa untuk paham akan identitasnya, berkomunikasi dengan mereka yang berbeda dengannya, membangun jembatan penghubung dalam perbedaan kultur untuk menyelesaikan tugas, dan berjuang dengan isu kekuasaan dan penindasan. Dengan misi utamanya yaitu berkontribusi dalam melakukan upaya perubahan sosial ( social change).

Beberapa pijakan yang sesuai untuk pengembangan civic engagagement di lingkungan dan institusi adalah seperti yang disebut

oleh Ervin Straub (1991) dalam (Pancer, 2015, hal. 28) sebagai “ Pro- social value orientation”, yang menurutnya, kunci utama dalam mendasari pertalian antar sesama dalam masyarakat dan dunia, ialah: a positive evaluation of human beings, a concern about other people’s well- being, and a feeling of personal responsibility for others’ welfare. Pijakan tersebut sangatlah identik dengan temuan di lapangan sebelumnya, bahwa obyek dari gerakan Bantu Baca ini memang ditujukan bagi manusia, karena manusia akan lebih erat dengan manusia. Para donatur pun mengaku bahwa motif mereka menjadi donatur tidak lepas dari kepedulian mereka akan nasib manusia lainnya. Rasa tanggung jawab sosial ini teridentifikasi dalam setiap gerakan ini. Mereka menginginkan akses untuk belajar tercukupi sehingga berkurangnya kendala yang berarti dalam dunia pendidikan dan masyarakat untuk anak pelosok Banten ini. Dengan proyek crowdfunding , setiap partisipan proyek merasa bahwa mereka telah menghubungkan trend aktivisme internet dengan permasalahan sosial yang aktual dan mencoba untuk berkontribusi untuk mengentaskan permasalahn tersebut dengan pola yang netizen sendiri miliki.

Dapat disimpulkan bahwa output dari penggalangan dana online ini secara pragmatis ialah terdanainya program aksi sosial yang mereka laksanakan, terbangunnya taman baca dengan fasilitas yang lebih baik, bertambahnya relawan dan teraktualisasikannya peran masing-masing relawan dalam kegiatan crowdfunding ini sesuai dengan potensi serta kapabilitas masing-masing.

Disamping itu, ada pun outcome yang didapat dari berhasilnya serta terlaksananya proyek crowdfunding ini ialah didapatkannya integritas sekaligus social trust dari masyarakat terhadap kegiatan dan proyek crowdfunding yang dilaksanakan Isbanban, yang membuktikan bahwa aksi sosial yang mereka lakukan adalah nyata dan eksis di lapangan, relawan-relawan Isbanban semakin besar tanggung jawab sosialnya, karena mereka menyadari masih banyak permasalahan di masyarakat khususnya Banten yang harus mereka hadapi dan pecahkan bersama belum semuanya tertangani. Maka tanggung jawab sosial ini ialah elemen perekat sekaligus pengingat untuk melaksanakan aksi sosial mereka sebagai lanjutan dari aksi sosial mereka terdahulu. Dimana aksi tersebut saling menunjang dan berhubungan.

Sementara itu, kendala dalam melaksanakan pembelajaran berbasis teknologi dan internet ini masih ada pada wilayah klasik, khususnya pada konteks Indonesia, yang diantaranya: 1) Ekosistem yang ada belum kondusif, misalkan ketidakmerataan pembangunan yang berdampak pada terbatasnya akses sarana dan prasarana yang dibutuhkan; 2) Walau perkembangan teknologi sangat cepat, tetapi masih banyak ditemukan pendidik atau siswa yang masih gagap teknologi, khususnya di wilayah terluar Indonesia; 3) Materi PKn yang ada masih belum akomodatif, karena masih berkutat pada teori dan pembelajaran kelas; 4) Terjadinya pemalsuan atau manipulasi data sampai penggelapan uang hasil penggalangan dana. Oleh karena itu, selanjutnya kendala ini harus dapat dipecahkan pada studi pada tema terkait.