Penelitian Utama

4.2.2 Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu persyaratan mutu karaginan yang ditetapkan oleh FCC, FAO dan EEC. Kadar air suatu produk berkaitan dengan daya simpan produk tersebut. Kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 4,91 - 15,52% seperti yang disajikan pada Gambar 8. Kadar air tertinggi diperoleh dari Kadar air merupakan salah satu persyaratan mutu karaginan yang ditetapkan oleh FCC, FAO dan EEC. Kadar air suatu produk berkaitan dengan daya simpan produk tersebut. Kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 4,91 - 15,52% seperti yang disajikan pada Gambar 8. Kadar air tertinggi diperoleh dari

arag k 10 r

NaOH 4% NaOH 6% NaOH 8%

Perlakuan

Gambar 8 Nilai rata-rata kadar air karaginan.

Gambar 8 menunjukan bahwa peningkatan konsentrasi KOH menyebabkan peningkatan kadar air dan peningkatan konsentrasi NaOH menyebabkan penurunan kadar air karaginan. Penggunaan KCl sebagai pengendap dengan konsentrasi 5% menyebabkan kadar air meningkat, sedangkan pada konsentrasi KCl 10% kadar air menjadi menurun. Tinggi rendahnya kadar air diduga dipengaruhi oleh sifat hidrofilik rumput laut, dimana tingginya kadar air rumput laut menyebabkan kadar air yang dikandung karaginan meningkat juga.

Standar mutu karaginan (kadar air) berdasarkan FCC maksimal 12%. Berdasarkan standar mutu tersebut maka 77,78% dari keseluruhan perlakuan yang diujikan telah memenuhi standar mutu. Kadar air yang rendah dari penelitian ini diduga karena pengeringan menggunakan oven, sehingga pengeringan yang terjadi sempurna dan menyebabkan kadar air dalam produk yang dikeringkan di dalam oven menjadi sedikit/rendah.

Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil tidak berbeda nyata interaksi antara jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil tidak berbeda nyata interaksi antara jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi

Peningkatan konsentrasi KCl mengakibatkan menurunnya kadar air. KCl merupakan garam klorida dimana garam memiliki sifat hidroskopsis, sehingga mampu mengikat air. Dea (1979) diacu dalam Pebrianata (2005) menyatakan bahwa pada konsentrasi garam yang rendah, inti kapiler elektrik dapat mengecil, sedangkan pada konsentrasi garam yang lebih tinggi koloid akan melepaskan air sehingga terjadi pengendapan, sehingga pengeringan akan berlangsung secara optimum. NaOH sebagai pelarut saat ekstraksi menyebabkan pH ketika ekstraksi meningkat sehingga kemampuan NaOH dalam mengekstrak rumput laut semakin baik dan kadar air menjadi menurun. Yasita dan Rachmawati (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi karaginan dari rumput laut varietas Eucheuma cottonii maka semakin tinggi rendemen dan kadar abu, dan semakin kecil kadar air. Rendahnya kadar air karaginan yang diperoleh diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dari karaginan.

4.2.3 Kadar Abu

Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 38,88 –79,88% dengan kadar abu tertinggi pada perlakuan KOH 6% dan konsentrasi KCl 10% (A2C3) sebesar 79,88% dan kadar abu terendah pada perlakuan KOH 4% dengan konsentrasi KCl 1% (A1C1) sebesar 38,88%. Kadar abu yang dihasilkan dari penelitian ini seperti yang disajikan pada Gambar 9. Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini hanya satu perlakuan yang memenuhi standar mutu karaginan (kadar abu) yang sudah ditetapkan FAO, FCC dan EEC yakni maksimal 40%, yaitu perlakuan KOH 4% dan KCl 1% (A1C1) sebesar 38,88%. Basmal et al . (2008) menyatakan kandungan abu karaginan sangat dipengaruhi oleh teknik Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 38,88 –79,88% dengan kadar abu tertinggi pada perlakuan KOH 6% dan konsentrasi KCl 10% (A2C3) sebesar 79,88% dan kadar abu terendah pada perlakuan KOH 4% dengan konsentrasi KCl 1% (A1C1) sebesar 38,88%. Kadar abu yang dihasilkan dari penelitian ini seperti yang disajikan pada Gambar 9. Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini hanya satu perlakuan yang memenuhi standar mutu karaginan (kadar abu) yang sudah ditetapkan FAO, FCC dan EEC yakni maksimal 40%, yaitu perlakuan KOH 4% dan KCl 1% (A1C1) sebesar 38,88%. Basmal et al . (2008) menyatakan kandungan abu karaginan sangat dipengaruhi oleh teknik

KOH 4% KOH 6% KOH 8% NaOH 4% NaOH 6% NaOH 8%

Perlakuan

Gambar 9 Nilai rata-rata kadar abu karaginan. Huruf superscript yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Gambar 9 menunjukan kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini cukup tinggi. Tingginya kadar abu diduga disebabkan penggunaan KCl, teknik penyaringan dan pencucian. Basmal dan Sedayu (2011) menyatakan bahwa semakin kecil penambahan KCl maka kadar abu yang dihasilkan akan semakin rendah. Penyaringan yang kurang rapat menyebabkan terbawanya pengotor. Proses pencucian yang kurang bersih juga dapat menyumbang peningkatan kadar

abu akibat kelebihan ion K + pada karaginan. Ion kalium merupakan unsur mineral yang tidak terbakar (abu). Perlu dilakukan penelitian terkait pencucian karaginan

setelah diendapkan oleh garam KCl sehingga akan mengurangi ion kalium. Pada penelitian ini penggunaan Natrium (Na) dan Kalium (K) diduga melekat pada rumput laut selama ekstraksi berlangsung sehingga meningkatkan kadar mineral yang ada pada bahan. Hal ini menurut Winarno (1990) dikarenakan rumput laut merupakan bahan yang kaya akan mineral seperti Na, K, Ca, dan Mg. Besarnya kadar abu dalam suatu bahan pangan juga menunjukkan tingginya kandungan mineral dalam bahan pangan tersebut namun kadar abu juga

ditunjukkan dengan adanya unsur logam yang tidak larut dalam air yang menempel pada bahan rumput laut. Hasil yang menunjukkan bahwa tingginya kadar abu ditunjukkan dengan adanya unsur logam yang tidak larut dalam air yang menempel pada bahan rumput laut. Hasil yang menunjukkan bahwa tingginya kadar abu

Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil yang berbeda nyata pada perlakuan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi dan konsentrasi KCl serta interaksi antara penggunaan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi dan konsentrasi KCl, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa perlakuan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi serta penggunaan KCl sebagai pengendap memiliki pengaruh terhadap mutu karaginan (kadar abu). Perlakuan jenis dan konsentrasi alkali terbaik ada pada perlakuan NaOH 4% dan konsentrasi KCl sebagai pengendap pada perlakuan 1%. Hasil sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 5.

4.2.4 Kadar Kekentalan (Viskositas)

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karaginan, temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain. Viskositas yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar 2,77-39,24 cP disajikan pada Gambar 10. Viskositas tertinggi dihasilkan perlakuan NaOH 6% dan konsentrasi KCl 1% (B2C1) sebesar 39,24 cP dan terendah pada perlakuan KOH 6% dan Konsentrasi KCl 10% (A2C3) sebesar 2,77 cP.

Viskositas yang dihasilkan dari penelitian ini cenderung meningkat pada penggunaan KCl 5% dan menurun pada konsentrasi KCl 10%. Hasil viskositas dari penelitian ini sudah memenuhi standar yang ditetapkan FAO yaitu minimal 5 cP. Berdasarkan standar mutu tersebut maka hanya ada satu perlakuan yang tidak memenuhi standar tersebut.

Perlakuan KOH 6% dan KCl 10% merupakan perlakuan yang tidak memenuhi standar viskositas dikarena rumput laut yang digunakan tidak terekstrak secara sempurna, hal ini diduga rendahnya mutu rumput laut yang digunakan akibat terserang ice-ice , sehingga menghambat proses pembentukan Perlakuan KOH 6% dan KCl 10% merupakan perlakuan yang tidak memenuhi standar viskositas dikarena rumput laut yang digunakan tidak terekstrak secara sempurna, hal ini diduga rendahnya mutu rumput laut yang digunakan akibat terserang ice-ice , sehingga menghambat proses pembentukan

(c 30,00 bcde bcde an in

bc bcde

25,00 bcd b arag b KCl 1%

K 20,00 tas

KCl 5% si

k o 15,00 is

KCl 10% V

ai 10,00

il N 5,00

0,00 KOH 4% KOH 6% KOH 8% NaOH 4% NaOH 6% NaOH 8% -5,00

Perlakuan

Gambar 10 Nilai rata-rata viskositas karaginan. Huruf superscript yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Peningkatan konsentrasi KCl mengakibatkan menurunnya muatan bersih pada rantai polimer karaginan. Penggunaan KCl memberikan pengaruh terhadap

mutu karaginan khususnya viskositas karena ion K + dapat menurunkan viskositas. et al

Basmal + . (2008) menyatakan bahwa ion K yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer, penurunan muatan ini

menyebabkan gaya tolakan ( repulsion ) antara gugus-gugus sulfat juga menurun sehingga sifat hidrofilik polimer menjadi lemah dan menyebabkan viskositas menurun akan tetapi kekuatan gel semakin meningkat.

Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil yang berbeda nyata pada perlakuan jenis dan konsentrasi saat ekstraksi dan konsentrasi KCL serta interaksi antara kedua perlakuan tersebut, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa adanya interaksi antara penggunaan jenis dan konsentrasi alkali ketika ekstraksi serta konsentrasi KCl sebagai pengendap. Interaksi perlakuan terbaik yaitu B2C1 dimana perlakuan ini menggunakan larutan NaOH 6% saat ekstraksi Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil yang berbeda nyata pada perlakuan jenis dan konsentrasi saat ekstraksi dan konsentrasi KCL serta interaksi antara kedua perlakuan tersebut, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa adanya interaksi antara penggunaan jenis dan konsentrasi alkali ketika ekstraksi serta konsentrasi KCl sebagai pengendap. Interaksi perlakuan terbaik yaitu B2C1 dimana perlakuan ini menggunakan larutan NaOH 6% saat ekstraksi

4.2.5 Kekuatan Gel Karaginan

Salah satu sifat penting karaginan adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk solven menjadi gel yang bersifat reversible . Kekuatan gel karaginan dinyatakan sebagai breaking force yang didefinisikan sebagai beban maksimum yang dibutuhkan untuk memecahkan matrik polimer pada daerah yang dibebani (Arfini 2011). Kekuatan gel yang dihasilkan dalam

penelitian ini berkisar 2,12 2 –473,89 g/cm . Kekuatan gel yang dihasilkan pada penelitian disajikan pada Gambar 11. Kekuatan gel tertinggi dihasilkan dari

perlakuan KOH 6% dan konsentrasi KCl 5% (A2C2) sebesar 473,89 g/cm 2 dan kekuatan gel terendah dari perlakuan KOH 6% dan konsentrasi KCl 10% (A2C3)

sebesar 2,12 g/cm 2 . Gambar 11 menunjukkan bahwa perlakuan KOH 6% dan KCl 10% memiliki

nilai kekuatan gel yang rendah. Hal ini diduga karena bahan baku rumput laut yang dipergunakan memiliki mutu yang rendah, sehingga menghambat pembentukan karaginan didalam rumput laut dan menghambat proses ekstraksi karaginan.

Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata pada perlakuan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi, tetapi menunjukan berbeda nyata pada perlakuan konsentrasi KCl dan inetraksi antara jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi dengan konsentrasi KCl sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa adanya interaksi antara penggunaan jenis dan konsentrasi alkali ketika ekstraksi serta konsentrasi KCl sebagai pengendap. Interaksi perlakuan terbaik yaitu A2C2 dimana perlakuan ini menggunakan larutan KOH 4% saat ekstraksi dan KCl 1% sebagai pengendap. Hasil sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 7.

g ) 2 500,00 fg

m /c

(g 400,00 efg defg an

in defg cdefg

cdef bcdef cdefg

cdef

cdef

arag 300,00 bcdef KCl 1% K el

KCl 5% an 200,00

abcde g

abc at

abcd KCl 10% u ek

KOH 8% NaOH 4% NaOH 6% NaOH 8% -100,00

KOH 6%

Perlakuan

Gambar 11 Nilai rata-rata kekuatan gel karaginan. Huruf superscript yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Penggunaan KCl sebagai pengendap mampu meningkatkan kekuatan gel kappa karaginan. Hal ini disebabkan karena kappa karaginan sensitif terhadap ion

K + yang mampu meningkatkan kekuatan ionik dalam rantai polimer karaginan sehingga gaya antar molekul terlarut semakin besar yang menyebabkan

keseimbangan antara ion –ion yang larut dengan ion–ion yang terikat didalam struktur karaginan dapat membentuk gel. Basmal et al . (2009) juga menyatakan bahwa tingginya kekuatan gel pada karaginan presipitasi KCl disebabkan adanya

ion K + pada proses presipitasi, dimana dengan adanya penambahan ion K pada konsentrasi yang sesuai dapat meningkatkan kekuatan gel karaginan, sebaliknya

penambahan yang tidak sesuai konsentrasi dapat menurunkan kekuatan gel karaginan. Purnama (2003) menyatakan bahwa penurunan kekuatan gel seiring dengan semakin meningkatnya jumlah KCl yang digunakan. Hal tersebut menunjukkan bila anion telah jenuh berikatan karena penambahan KCl yang semakin banyak, maka akan semakin banyak pula ion kalium yang tidak berikatan dengan polimer karagenan. Ion yang berlebih menjadi residu dan menyebabkan kemurnian karagenan semakin berkurang dan residu pada produk tersebut dapat menghambat pembentukan double helix sehingga kekuatan gel menjadi menurun.

KCl merupakan salah satu jenis garam yang dapat digunakan sebagai pengendap pada proses produksi karaginan. Keberadaan garam pada karaginan ini KCl merupakan salah satu jenis garam yang dapat digunakan sebagai pengendap pada proses produksi karaginan. Keberadaan garam pada karaginan ini

Tahapan ekstraksi karaginan menggunakan alkali dan terjadi peristiwa pertukaran ion antara kation dalam pelarut dengan ion sulfat dalam rumput laut. Penggunaan KOH lebih efektif menghasilkan kekuatan gel yang tinggi jika dibandingkan dengan NaOH, hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Distantina (2012) bahwa dibanding kation Na, kation K mampu membentuk agregasi heliks hal ini terindikasi dari kekuatan gel yang lebih kuat.