JENIS DAN KONSENTRASI ALKALI DENGAN PRES

JENIS DAN KONSENTRASI ALKALI DENGAN PRESIPITASI

KCl YANG BERBEDA TERHADAP MUTU KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii ASAL PULO PANJANG SERANG BANTEN SKRIPSI FITRI LIDYA NINGSIH 4443103382 JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2014

ABSTRACT

FITRI LIDYA NINGSIH. 2014. Type and Concentration Of Alkali With Different KCl Precipitation to Carrageenan Grade Of Kappaphycus alvarezii From Panjang Island Serang Banten. Supervised by RIRIN IRNAWATI and SAKINAH HARYATI.

Carrageenan is a hydrocolloid that is derived from seaweed Rhodophyceae , which is produced carrageenan hydrocolloid from type of seaweed Eucheuma sp. The use of alkali solutions on carrageenan-making process aim is to remove fat, minerals, dirt and eliminate sulfat groups and the use of KCl as precipitation was assumed that increase carrageenan gel strength values and it’s availability in society of readily available and the price is relatively cheap compared to IPA. This study was done with laboratory experiments. This study is conducted in two stages, preliminary and primary research. The result of this study is the comparison that produces highest yield of carrageenan produced by treatment alkali solution ratio of 1:20. Treatments that produce the best quality of carrageenan was treatment NaOH 4% and KCl 5%, where this treatment resulted in 52% yield, gels strength 293.42g/cm2 and viscosity 38.89cP. It is concluded that the type and concentration of alkali compound was the concentration of NaOH 4% and precipitation concentration KCl 5%.

Key words: alkali, carrageenan, concentration, precipitation and grade

RINGKASAN

FITRI LIDYA NINGSIH. 2014. Jenis dan Konsentrasi Larutan Alkali dengan Presipitasi KCl yang Berbeda terhadap Mutu Karaginan dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Asal Pulo Panjang Serang Banten. Dibimbing oleh RIRIN IRNAWATI dan SAKINAH HARYATI.

Karaginan merupakan hidrokoloid yang berasal dari rumput laut Rhodophyceae, dimana hidrokoloid karaginan ini dihasilkan dari jenis rumput laut Eucheuma sp., baik jenis Eucheuma spinosum yang menghasilkan fraksi iota karaginan, maupun jenis Kappaphycus alvarezii atau yang lebih dikenal dengan sebutan Eucheuma cottonii yang menghasilkan karaginan fraksi kappa. Proses pembuatan karaginan ini dilakukan dengan metode ekstraksi, dimana dalam pengekstraksiannya dibutuhkan larutan alkali, serta pada fase presipitasinya dibutuhkan IPA atau KCl sebagai pemisah karaginan. Penggunaan larutan alkali pada proses pembuatan karaginan bertujuan untuk menghilangkan lemak, mineral, kotoran dan mengeliminasi gugus sulfat dan penggunaan KCl sebagai pengendap diduga dapat meningkatkan nilai kekuatan gel dari karaginan yang dihasilkan serta ketersediaan dimasyarakat mudah diperoleh dan harganya relatif murah jika dibandingkan dengan IPA. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui jenis dan konsentrasi alkali yang menghasilkan karaginan dengan mutu baik, mengetahui konsentrasi KCl yang terbaik untuk menghasilkan karaginan yang bermutu baik serta mengetahui pengaruh pemberian KCl terhadap karakteristik karaginan.

Penelitian ini menggunakan metode percobaan laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dimana pada tahapan ini perlakuan yang diujicobakan adalah perbandingan antara rumput laut dengan air pengekstrak (larutan alkali) sebesar 1:20 dan 1:40 serta penelitian utama. Perlakuan-perlakuan yang diujikan pada penelitian utama adalah jenis alkali KOH dan NaOH dengan masing-masing konsentrasi 4%, 6% dan 8% serta konsentrasi pengendap KCl 1%, 5%, dan 10%. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial. Perlakuan yang diujicobakan masing-masing dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali, hasil yang didapat dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan dilakukan uji lanjut Duncan.

Hasil dari penelitian pendahuluan yaitu perbandingan yang menghasilkan rendemen karaginan tertinggi dihasilkan dari perlakuan dengan perbandingan larutan alkali dengan rumput laut sebesar 1:20. Perbandingan 1:20 menghasilkan rendemen sebesar 30% sedangkan perlakuan 1:40 hanya menghasilkan rendemen sebesar 12,5%. Jenis alkali yang menghasilkan mutu karaginan baik yaitu NaOH yang menghasilkan rendemen karaginan yang tinggi. Konsentrasi alkali 4% pada KOH dan NaOH merupakan konsentrasi yang terbaik, yang menghasilkan mutu karaginan yang cukup baik. Pada alkali KOH 4% rata-rata menghasilkan kekuatan

gel 260,70 g/cm 2 , kadar abu 49,69%, kadar air 9,75% dan rendemen 34,89%. Pada NaOH 4% rata-rata menghasilkan kekuatan gel 252,51 g/cm 2 dan kadar abu 48,17%. Konsentrasi KCl yang menghasilkan mutu karaginan terbaik yaitu KCl

5%, kelebihan atau kekurangan ion K + menghasilkan mutu karaginan kurang optimal. Penggunaan KCl sebagai pengendap pada proses produksi karaginan

berpengaruh terhadap rendemen. Pada penggunaan KOH ketika ekstraksi dan berpengaruh terhadap rendemen. Pada penggunaan KOH ketika ekstraksi dan

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa perlakuan jenis alkali yang menghasilkan mutu karaginan terbaik yaitu NaOH, konsentrasi alkali terbaik yang menghasilkan mutu karaginan terbaik yaitu 4% dan konsentrasi KCl yang menghasilkan mutu karaginan terbaik pada konsentrasi KCl 5%, serta penambahan KCl berpengaruh terhadap karakteristik rendemen, kadar air, kadar abu, kekuatan gel dan viskositas karaginan.

Kata kunci: jenis alkali, Kappapycus alvarezii , konsentrasi, mutu karaginan, Pulo Panjang

JENIS DAN KONSENTRASI ALKALI DENGAN PRESIPITASI

KCl YANG BERBEDA TERHADAP MUTU KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii ASAL PULO PANJANG SERANG BANTEN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Perikanan

FITRI LIDYA NINGSIH 4443103382 JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Jenis dan Konsentrasi Alkali dengan Presipitasi KCl yang Berbeda Terhadap Mutu Karaginan dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Asal

Pulo Panjang Serang Banten” ini dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis alkali yang menghasilkan mutu karaginan yang terbaik,

konsentrasi alkali yang menghasilkan mutu karaginan yang baik, konsentrasi KCl terbaik terhadap karakteristik mutu karaginan yang baik serta mengetahui pengaruh penggunaan KCl terhadap karakteristik mutu karaginan. Produk akhir yang dihasilkan dari penelitian ini adalah karaginan murni ( refineed carrageenan ).

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah tercinta Maulana Abudarda dan Ibunda Siti Hayati atas do’a, semangat dan materi kepada penulis.

2. Kakak (Maulana Sumarga, Maulana Sudrajat S.Pd., Sertu Maulana Almaaridj S.T., Hanum Amaliyanti, Ria Afriani S.P., Siti Sela Hardiyanti) serta adik (Indah Maya Sari, Maulana Ricky Ramadhan, Siti Hadijah Larasati, Ratu Rindi Khadikoh Maghfiroh, Putri Anghita Teravita dan Maulana Addin Al- Irsyad) atas motivasi dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ririn Irnawati, S.Pi., M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing Akademik atas bimbingan, arahan serta motivasinya kepada penulis selama penulis berkuliah, baik sebelum dan selama penyusunan skripsi.

4. Ibu Sakinah Haryati, S.Pi., M.Si selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

5. Bapak Aris Munandar, S.Pi., M.Si selaku Dosen Penelaah atas saran dan kritik kepada penulis, sehingga penulis dapat menyempurnakan skripsi ini dengan baik.

6. Bapak Dr. Mustahal, M.Sc selaku Dosen Penguji atas saran dan kritik kepada penulis, sehingga penulis dapat menyempurnakan skripsi ini.

7. Bapak Adi Susanto, S.Pi., M.Si selaku Dosen Penguji atas saran dan kritik kepada penulis, sehingga penulis dapat menyempurnakan skripsi ini dengan baik.

8. Dosen-dosen Jurusan Perikanan atas pengajaran dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama kuliah.

9. Hasuri atas dukungan dan kesetiannya menemani penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabatku Lima Pelangi (Ferina Gestiany, Nidatul Janah, Hani Yuningsih dan Ela Kurniawati) atas persahabatan dan dukungan selama penulis berkuliah. Maharsara, Ratu Sari, Hanny Febi M, Dedy Trimulya, M. Dimas serta Novi Muhdani atas diskusi-diskusi singkat selama penyusunan skripsi ini.

11. Teman-teman Jurusan Perikanan angkatan 2010, khususnya kelas A, terima kasih untuk setiap cerita suka dan duka yang telah kita torehkan bersama selama kuliah.

12. Semua pihak yang telah membantu baik selama penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Serang, Juli 2014 Fitri Lidya Ningsih

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 28 Maret 1992 dari pasangan Ayah Maulana Abudarda dan Ibu Siti Hayati. Penulis merupakan putri ketujuh dari tiga belas bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN Kawunen (2004), SMPN 1 Ciruas (2007) dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kragilan (2010). Pada tahun 2010,

penulis melanjutkan ke Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) melalui Seleksi Masuk Prestasi Beasiswa Bidikmisi.

Selama mengikuti perkuliahan penulis tercatat sebagai asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar, Ikhtiologi, Oseanografi, Komoditas Perikanan dan Hasil Perairan, Statistika, Rancangan Percobaan, Biokimia Hasil Perairan, Mikrobiologi dan Teknologi Penangkapan Ikan serta Daerah Penangkapan Ikan. Beberapa penghargaan yang penulis peroleh selama kuliah diantaranya Penerima Beasiswa Bidikmisi (2010-2014), Finalis Lomba Mahasiswa Berprestasi Tingkat Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 2013 dan Delegasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada kegiatan Silaturahmi Nasional Penerima Beasiswa Bidikmisi tahun 2014.

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Rumput laut Eucheuma spinosum dan Kappaphycus alvarezii .........

2. Jenis-jenis Rumput Laut .....................................................................

3. Mekanisme pembentukan gel pada karaginan ...................................

4. Struktur molekul kappa, lambda dan iota karaginan ..........................

14

5. Diagram alir proses penelitian pendahuluan ......................................

15

6. Diagram alir proses penelitian utama .................................................

21

7. Nilai rata-rat rendemen karaginan ......................................................

23

8. Nilai rata-rata kadar air karaginan......................................................

25

9. Nilai rata-rata kadar abu karaginan ....................................................

27

10. Nilai rata-rata viskositas karaginan ....................................................

29

11. Nilai rata-rata kekuatan gel karaginan ...............................................

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Standar mutu karaginan......................................................................

11

2. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ................................

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

36

1. Dokumentasi kegiatan penelitian .......................................................

39

2. Hasil penelitian mutu karaginan ........................................................

42

3. Hasil sidik ragam dan uji lanjut duncan rendemen karaginan ...........

44

4. Hasil sidik ragam dan uji lanjut duncan kadar air karaginan .............

45

5. Hasil sidik ragam dan uji lanjut duncan kadar abu karaginan ...........

47

6. Hasil sidik ragam dan uji lanjut duncan viskositas karaginan ...........

49

7. Hasil sidik ragam dan uji lanjut duncan kekuatan gel karaginan. ......

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumput laut saat ini merupakan komoditas ekspor yang strategis karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain: peluang ekspornya terbuka luas, harganya relatif stabil, belum ada kuota perdagangan bagi rumput laut, teknologi pembudidayaannya sederhana sehingga mudah dikuasai oleh masyarakat pesisir, siklus pembudidayaannya relatif singkat dan merupakan komoditas yang tidak tergantikan, serta usaha pembudidayaannya tergolong usaha yang padat karya (Pratiwi 2011). Kegunaan rumput laut diantaranya sebagai bahan pangan seperti untuk sayuran, puding dan lalapan, serta dijadikan sebagai obat-obatan (Winarno 1990).

Produksi rumput laut secara nasional pada tahun 2011 mencapai sekitar 4.305.027 ton, meningkat dari produksi tahun 2010 sekitar 3,082 juta ton (KKP 2012). Peningkatan produksi rumput laut basah sayangnya tidak diimbangi dengan peningkatan produksi rumput laut kering dan olahan berbasis rumput laut, padahal Indonesia memiliki bahan baku rumput laut yang cukup melimpah. Rumput laut saat ini dikalangan petani hanya dijual dalam bentuk rumput laut kering dengan harga Rp. 7.000 –8.500/kg, jika rumput laut ini diolah menjadi semi refinneed bahkan karaginan murni harganya menjadi Rp.120.000 –200.000/kg.

Salah satu lokasi budidaya rumput laut di Provinsi Banten adalah Pulo Panjang. Pulo Panjang merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Serang yang membudidayakan rumput laut jenis Eucheuma cottonii atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kappaphycus alvarezii , dimana rumput laut jenis ini menghasilkan karaginan. Pulo Panjang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di perairan Teluk Banten, wilayah yang terletak di intertidal , kualitas air laut yang cocok untuk budidaya rumput laut Eucheuma cotonii serta masih sedikitnya usaha yang dapat memberikan nilai tambah rumput laut di Pulo Panjang (Arfando 2008). Usaha olahan rumput laut yang sudah ada di Pulo Panjang hanya berupa olahan dodol rumput laut dengan harga berkisar Rp. 10.000 per pak. Padahal jika rumput laut diolah menjadi karaginan akan meningkatkan nilai tambah yang cukup tinggi.

Beberapa penelitian tentang pengolahan karaginan sudah banyak dilakukan diantaranya Suryaningrum et al . (1991), Warkoyo (2007), Sedayu et al. (2008), Mappiratu (2009), Yasita dan Rachmawati (2009), Distantina et al. (2010), Mustapha et al . (2011), Peranginangin et al . (2011), Fatimah (2012), serta Romenda et al. (2013). Penelitian-penelitian tersebut hanya terfokus pada konsentrasi dan jenis alkali yang dipergunakan pada proses ekstraksi rumput laut saja, padahal untuk pengolahan karaginan murni dibutuhkan juga garam KCl untuk proses pengendapan karaginan.

Penelitian mengenai jenis alkali dan konsentrasi KCl dalam pembuatan karaginan masih sedikit dilakukan. Karaginan dalam proses pembuatannya membutuhkan alkali sebagai pengekstrak. Pemberian alkali bertujuan untuk menghilangkan lemak, vitamin, mineral, kotoran dan mengeliminasi gugus sulfat. Penambahan garam KCl diduga dapat meningkatkan nilai kekuatan gel. KCl sebagai pengendap didasarkan bahwa ketersediaan KCl dimasyarakat mudah diperoleh dan harganya relatif murah dibandingkan dengan isopropil alkohol (IPA).

Penelitian yang dilakukan ini berkaitan dengan jenis dan konsentrasi alkali yang digunakan untuk ekstraksi, serta konsentrasi KCl sebagai pengendap saat produksi karaginan sehingga menghasilkan karaginan dengan mutu baik. Penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian karaginan sebelumnya dimana produk akhir dari penelitian ini berupa karaginan murni, yang diharapkan nantinya dapat diterapkan di masyarakat untuk meningkatkan nilai tambah dari rumput laut.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

a. Mengetahui jenis alkali yang menghasilkan karaginan dengan mutu terbaik.

b. Mengetahui konsentrasi larutan alkali terbaik untuk menghasilkan karaginan bermutu baik.

c. Mengetahui konsentrasi KCl terbaik untuk menghasilkan karaginan bermutu baik.

d. Mengetahui pengaruh penggunaan KCl terhadap karakteristik mutu karaginan.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

a. Sebagai acuan bagi pelaku usaha pengolahan karaginan untuk menggunakan jenis dan konsentrasi alkali yang menghasilkan karaginan dengan mutu baik.

b. Sebagai acuan bagi pelaku usaha pengolah karaginan untuk menggunakan konsentrasi KCl sebagai pengendap pada proses produksi karaginan sehingga menghasilkan karaginan bermutu baik

c. Dapat dijadikan acuan bagi pemegang kebijakan di Provinsi Banten terkait pengolahan karaginan sehingga memberikan nilai tambah yang tinggi bagi masyarakat.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Rumput Laut

2.1.1 Morfologi

Rumput laut oleh masyarakat dari dulu sudah dijadikan bahan pangan dan obat-obatan. Sebagai bahan pangan, rumput laut umumnya dibuat sebagai lalapan (dimakan mentah), urap, acar atau asinan, sayur, serta dibuat agar-agar dan puding, sedangkan untuk penggunaan obat, biasanya digunakan sebagai antiseptik dan pemeliharaan kulit (Kordi 2009). Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus . Rumput laut di alam tumbuh dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Selain benda mati, rumput laut pun dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik (Anggadiredja 2010).

Rumput laut yang sudah komersil dan diusahakan dalam skala industri menurut Asla (1998) adalah dari kelas Rhodophyceae (alga merah) jenis Eucheuma sp., kelas

Phaeophyceae (alga coklat) jenis Turbinaria sp. dan Sargasum sp. yang mengandung alginat, serta kelas Chlorophyceae (alga hijau) jenis Gracillaria sp. dan Gelidium sp. yang mengandung agar-agar seperti yang disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Eucheuma spinosum Kappaphycus alvarezii (http://www.iptek.net.id 2014)

Gambar 1 Rumput laut Eucheuma spinosum dan Kappaphycus alvarezii

Sargasum sp. Gracillaria sp. (biologiklaten.wordpress.com 2014) (http://www.iptek.net.id 2014)

Turbinaria sp. (daunafrika.com 2014)

Gambar 2 Jenis-jenis rumput laut

Kappaphycus alvarezii atau yang memiliki nama dagang Eucheuma cottonii merupakan jenis rumput laut penghasil karaginan. Rumput laut jenis ini memiliki ciri morfologi thallus berbentuk silindris, permukaan thallus licin, percabangannya ke berbagai arah dan mengarah ke sinar matahari. Rumput laut jenis ini berhabitat di daerah yang terkena pasang surut ( intertidal ) yang selalu terendam air dan tumbuh baik pada daerah terumbu karang (Atmadja et al. 1999). Sulistijo et al. (1994) menyatakan kisaran suhu perairan laut yang baik untuk

budidaya rumput laut ini berkisar antara 27 0 –30

C, arus dengan kecepatan 0,33- 0,66 m/detik dan salinitasnya berkisar 30-35 ppt. Ekstrak rumput laut yang merupakan hidrokoloid dari rumput laut sudah banyak digunakan di berbagai industri, ekstrak tersebut adalah karaginan, agar dan alginat. Hidrokoloid tersebut banyak dibutuhkan mengingat fungsinya yang cukup luas yaitu sebagai bahan penstabil, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pensuspensi, pembentuk busa, pembentuk film dan lain lain (Winarno 1990 dan Poncomulyo et al . 2006).

2.1.2 Klasifikasi

Eucheuma cottonii mengandung hidrokoloid karaginan. Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah ( Rhodophyceae ) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan . Kappaphycus alvarezii selain mengandung karaginan, juga mengandung zat organik lainnya seperti protein, lemak, serabut kasar, abu dan air (Asla 1998). Jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii . Nama ‘cottonii’ umumnya lebih dikenal dan digunakan dalam dunia

perdagangan nasional maupun internasional. Taksonomi Kappaphycus alvarezii menurut Anggadiredja (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieracea

Genus : Eucheuma

Species : Eucheuma spinosum (Eucheuma denticulatum) Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii)

2.2 Karaginan

Karaginan merupakan polisakarida linier yang tersusun atas molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa. Karaginan terdiri atas garam ester kalium, natrium, magnesium dan kalsium sulfat, dengan galaktosa dan 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Karaginan dapat diekstraksi dari rumput laut merah ( Rhodophyceae ) dengan menggunakan air atau larutan alkali. Alkali yang sering dipergunakan untuk ekstraksi karaginan seperti kalium hidroksida (KOH),

natrium hidroksida (NaOH) (Winarno 1990) dan kalsium hidroksida (Ca(OH) 2 ) (Mustapha et al . 2011). Karaginan lebih dikenal dengan nama asam karagenik. Dalam bentuk derivate garam karaginan terdiri dari potassium karagenat dan kalsium karagenat. Karaginan yang beredar di pasaran merupakan tepung berwarna kekuning- kuningan, mudah larut dalam air, membentuk larutan kental atau gel, tergantung natrium hidroksida (NaOH) (Winarno 1990) dan kalsium hidroksida (Ca(OH) 2 ) (Mustapha et al . 2011). Karaginan lebih dikenal dengan nama asam karagenik. Dalam bentuk derivate garam karaginan terdiri dari potassium karagenat dan kalsium karagenat. Karaginan yang beredar di pasaran merupakan tepung berwarna kekuning- kuningan, mudah larut dalam air, membentuk larutan kental atau gel, tergantung

Gambar 3 Mekanisme pembentukan gel pada karaginan (Winarno 1990)

Karaginan berdasarkan letak gugus sulfatnya dibedakan menjadi kappa karaginan, iota karaginan (Winarno 1990) dan lambda karaginan (Arfini 2011). Kappa karaginan tersusun dari α (1,3) D galaktosa-4 sulfat dan β

(1,4) 3,6 anhydro D Galaktosa-6 sulfat ester dan 3,6 anhydro-D galaktosa 2-sulfat ester. Kappa karaginan memiliki kekuatan gel lebih baik jika dibandingkan dengan iota karaginan dan lambda karaginan hal ini dikarenakan pada gugus kappa karaginan terdapat gugus sulfat yang dapat tereleminasi secara sempurna sehingga keseragaman molekulnya menjadi seragam dan daya gelasinya meningkat (Winarno 1990).

Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D- glukosa dan 2-sulfat ester pada setiap gugus 3,6 anhydro-D galaktosa. Gugus 2- sulfat ester pada iota karaginan tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya pada kappa karaginan, sehingga menyebabkan kurang keseragaman molekul pada iota karaginan. Sedangkan lambda karaginan memiliki residu disulphated α (1,4) D galaktosa. Tidak seperti halnya pada kappa dan iota

karaginan yang selalu memiliki gugus 4-ester sulfat (Winarno 1990). Struktur molekul kappa karaginan, iota karaginan dan lambda karaginan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur molekul kappa karaginan lambda karaginan dan iota karaginan (Luxton 1977 dan Marine Collords 1984 diacu dalam Winarno 1990 )

2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu karaginan

Harga jual karaginan baik di pasar nasional maupun pasar internasional dipengaruhi oleh karakteristik mutu dari karaginan tersebut. Standar mutu karaginan yang diterima pasar internasional ditetapkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), Food Chemical Codex (FCC), European Economic Community (EEC) seperti yang disajikan pada Tabel 3. Mutu karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti proses pengolahan karaginan (ketepatan suhu, konsentrasi larutan kimia, rasio larutan kimia dengan rumput laut, teknik pencucian, teknik pengeringan dan teknik sortasi) (Basmal et al. 2008), kondisi lingkungan perairan (ketersediaan nutrisi yang diperlukan, tingkat kejernihan, tingkat keasamaan, suhu dan salinitas), serta kualitas dari bibit rumput laut itu sendiri (Basmal dan Sedayu 2011).

Tabel 1 Standar mutu karaginan Spesifikasi

FCC EEC Zat Volatil (%)

FAO

≤ 12 ≤ 12 Kadar Sulfat (%)

15- 40

18 – 40 15- 40

FCC EEC Kadar Abu (%)

Spesifikasi

FAO

≤ 35 15- 40 Viskositas (cps)

15- 40

- - Kadar Abu Tidak Larut Asam (%)

≤1 ≤1 Kadar Logam berat Pb (ppm)

≤ 10 ≤ 10 As (ppm)

≤3 ≤3 Cu (ppm)

- ≤ 50 Zn (ppm)

- ≤ 25 Sumber : cP Kelco ApS (2004)

2.2.2 Proses ekstraksi karaginan

Rideout (1989) diacu dalam Tarigan (2010) menyatakan pembuatan karaginan murni dilakukan dengan tahapan ekstraksi, penyaringan, dan pengeringan. Tahapan ekstraksi ini dilakukan dalam perebusan larutan alkali selama 1-3 jam, kemudian disaring dan dicampur KCl atau IPA untuk menghasilkan presipita karaginan. Presipita yang dihasilkan kemudian dilakukan pemisahan baik dengan cara mekanik maupun dengan cara pengeringan.

2.3 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa penelitian terkait proses ekstraksi karaginan sudah pernah dilakukan diantaranya Suryaningrum et al . (1991), Warkoyo (2007), Sedayu et al. (2008), Mappiratu (2009), Yasita dan Rachmawati (2009), Distantina et al. (2010), Mustapha et al . (2011), Peranginangin et al . (2011), Fatimah (2012) dan Romenda et al. (2013).

Suryaningrum et al . (1991) melakukan penelitian mengenai kajian sifat-sifat mutu komoditi rumput laut budidaya jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum yang meliputi identifikasi dan sifat fisika kimia karaginan. Hasil penelitian menunjukkan Eucheuma cottonii merupakan karaginan jenis kappa karaginan yang terkandung gugus 3,6 anhydrogalaktosa serta memiliki kandungan sulfat yang rendah sehingga memiliki kekuatan gel yang relatif lebih tinggi dibandingkan iota karaginan. Eucheuma spinosum memiliki kandungan gugus 3,6 Suryaningrum et al . (1991) melakukan penelitian mengenai kajian sifat-sifat mutu komoditi rumput laut budidaya jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum yang meliputi identifikasi dan sifat fisika kimia karaginan. Hasil penelitian menunjukkan Eucheuma cottonii merupakan karaginan jenis kappa karaginan yang terkandung gugus 3,6 anhydrogalaktosa serta memiliki kandungan sulfat yang rendah sehingga memiliki kekuatan gel yang relatif lebih tinggi dibandingkan iota karaginan. Eucheuma spinosum memiliki kandungan gugus 3,6

Warkoyo (2007) meneliti tentang studi ekstraksi karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii (kajian jenis larutan perendam dan lama perendaman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman menggunakan air kapur selama 12 jam terjadi interaksi antara larutan perendaman dan rumput laut yang menyebabkan mutu karaginan baik jika dibandingkan perlakuan perendaman air kapur selama 18 jam dan 24 jam.

Sedayu et al. (2008) melakukan penelitian mengenai optimalisasi penggunaan air pada proses pembuatan semi-refineed carrageenan . Hasil penelitian menunjukkan pH akan semakin meningkat seiring bertambahnya pencucian. Pada penelitian ini juga dihasilkan kadar air meningkat seiring bertambahnya pencucian. Perlakuan terbaik yang dihasilkan dari penelitian ini adalah perlakuan dengan 3 kali pencucian selanjutnya dilakukan pengepresan, tetapi pada nilai kekentalan perlakuan tersebut masih dibawah nilai kekentalan yang dihasilkan perlakuan 4 kali pencucian tanpa pengepresan.

Mappiratu (2009) melakukan penelitian mengenai kajian teknologi pengolahan karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii skala rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan rendemen rumput laut meningkat seiring meningkatnya konsentrasi KCl. Perlakuan terbaik ada pada perlakuan KCl 0,3 M, tetapi hasil analisis ragam terhadap kadar air, kadar abu, kadar sulfat, viskositas serta kadar abu tidak larut asam tidak berbeda nyata antara perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lain.

Yasita dan Rachmawati (2009) meneliti tentang optimasi proses ekstraksi pada pembuatan karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii untuk mencapai foodgrade. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi NaOH meningkatkan rendemen karaginan. Perlakuan terbaik yaitu NaOH 0,3% dengan pengendap etanol. Distantina et al . (2010) meneliti tentang proses ekstraksi karaginan dari Eucheuma cottonii . Hasil yang diperoleh yaitu pengurangan kadar sulfat terjadi sejak waktu ekstraksi karaginan 20 menit, dimana Eucheuma cotonii mengandung kappa karaginan. Pada penelitian ini perlakuan yang diujikan adalah konsentrasi KOH (0,1-0,3 N)

Mustapha et al. (2011) melakukan penelitian mengenai production of semi- refineed carrageenan from Eucheuma cottonii . Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi KOH 0,1 M dapat bereaksi dan membentuk gel apabila diekstraksi pada suhu 80 0

C. Konsentrasi KOH 1,0 M merupakan perlakuan optimum yang menghasilkan semi-refineed carrageenan (SRC) terbaik dibanding perlakuan yang lainnya. Penggunaan alkali KOH lebih baik jika dibandingkan dengan alkali jenis

kalsium hidkroksida (Ca(OH) 2 ) .

Peranginangin et al . (2011) meneliti tentang pengaruh perbandingan air pengesktrak dan penambahan celite terhadap mutu kappa karaginan. Hasil penelitian menunjukkan penambahan celite 2% merupakan perlakuan terbaik serta perbandingan pengekstrak terbaik yaitu 1:50. Pada penelitian ini ekstraksi dilakukan dua tahap yaitu mengekstrak rumput laut menjadi alkali treated cottonii (ATC) terlebih dahulu kemudian mengekstrak ATC menjadi karaginan.

Fatimah (2012) meneliti tentang aplikasi teknologi ohmic dalam ekstraksi karaginan murni ( refineed carrageenan ) dari rumput laut Eucheuma cottonii . Hasil dari penelitian ini adalah teknologi ohmic dapat diterapkan dalam melakukan ekstraksi karaginan yang biasanya menggunakan cara konvensional. Teknologi ohmic ini merupakan teknologi dengan melakukan pemanasan melalui aliran listrik. Romenda et al. (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh perbedaan jenis dan konsentrasi larutan alkali terhadap kekuatan gel dan viskositas karaginan kappaphycus alvarezii (Doty). Pada penelitian ini dihasilkan perlakuan terbaik untuk menghasilkan kekuatan gel tertinggi pada perlakuan KOH 6% sekitar 24,61±0,3 cP. Perlakuan yang menghasilkan viskositas tertinggi pada NaOH 6% sekitar 25,07±0,17 cP. Pada penelitian ini produk akhirnya berupa semi refined carrageenan (SRC).

Penelitian yang dilakukan berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan. Penelitian ini penting dilakukan untuk menentukan jenis dan konsentrasi alkali yang digunakan untuk mengekstrak rumput laut menjadi karaginan sehingga akan dihasilkan karaginan dengan mutu baik, serta penggunaan konsentrasi KCl yang terbaik sebagai pengendap untuk meningkatkan kualitas karaginan yang dihasilkan.

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2014. Penelitian ini dilaksanakan di tiga tempat yaitu: (1) Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (2) Laboratorium Tanah Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, (3) Laboratorium Kimia Dasar Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa alat dan bahan. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian No

Alat/Bahan

Kegunaan

Jumlah

1 Penangas ( hot plate )

Memanaskan saat

3 buah

ekstraksi

2 Timbangan analitik

Menimbang rumput

1 buah

laut dan tepung karaginan

Menguji kadar abu

1 buah

karaginan

5 Kain blacu

Menyaring rumput

162 buah

laut yang sudah diekstraksi

saat ekstraksi

8 Indikator universal (pH meter)

Mengukur pH saat

120 strip

ekstraksi dan pH pencucian filtrat

9 Cetakan berukuran 28x10x4 cm Menempatkan

saat di oven

No Alat/ Bahan

Kegunaan

Jumlah

10 Cawan porselin

Menempatkan

54 buah

sampel pada saat uji kadar air dan kadar abu

11 Kapiler

1 buah Viscosimeter / Viscometer

12 Beaker glass

Menempatkan

3 buah

rumput laut saat ekstraksi

13 Gelas ukur

Menakar air

1 buah

14 Stir Bar /Stireer

108 buah (diameter 3,5 cm dan tinggi 3 kekuatan gel cm)

15 Gelas cetakan

berukuran Mengukur

16 Batang silinder dengan luas Mengukur

1 buah penampang 0,785 cm 2

kekuatan gel

17 Stopwatch

Menghitung waktu

rumput laut

rumput laut

20 KCl

Pengendap filtrate

Penjerap karaginan

216 gram

22 Rumput laut Kappaphycus Bahan

5.400 Gram alvarezii kering tawar asal Pulo karaginan Panjang

baku

3.3 Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan pada penelitian ini adalah metode percobaan di laboratorium ( experimental laboratory ). Experimental laboratory merupakan metode penelitian dimana peneliti sengaja membangkitkan timbulnya suatu kejadian atau keadaan dan diteliti akibat yang ditimbulkannya. Experimental laboratory dapat diartikan juga suatu cara untuk mencari hubungan sebab-akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan meminimalisir faktor-faktor yang mengganggu (Arikunto 2010). Perlakuan yang dilakukan pada penelitian pendahuluan yaitu 1:20 dan 1:40. Pengulangan dilakukan 2 kali untuk Metode yang dipergunakan pada penelitian ini adalah metode percobaan di laboratorium ( experimental laboratory ). Experimental laboratory merupakan metode penelitian dimana peneliti sengaja membangkitkan timbulnya suatu kejadian atau keadaan dan diteliti akibat yang ditimbulkannya. Experimental laboratory dapat diartikan juga suatu cara untuk mencari hubungan sebab-akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan meminimalisir faktor-faktor yang mengganggu (Arikunto 2010). Perlakuan yang dilakukan pada penelitian pendahuluan yaitu 1:20 dan 1:40. Pengulangan dilakukan 2 kali untuk

Jenis dan konsentrasi larutan alkali yang digunakan saat ekstraksi adalah KOH dan NaOH dengan konsentrasi masing-masing 4%, 6% dan 8%. Penggunaan konsentrasi tersebut berdasarkan penelitian Romenda et al . (2013) menggunakan konsentrasi KOH dan NaOH 4%, 6% dan 8% tetapi berbedanya pada penelitian tersebut pengendap menggunakan isopropil alkohol (IPA). Pengendap yang digunakan pada penelitian ini adalah KCl dengan konsentrasi 1%, 5% dan 10%. Penggunaan KCl sebagai pengendap berdasarkan penelitian Mappiratu (2009). Pengulangan yang dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing- masing perlakuan.

Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mencari perbandingan pengekstrak yang baik untuk menghasilkan karaginan dengan rendemen tertinggi. Hasil perbandingan larutan pengekstrak yang menghasilkan nilai rendemen tertinggi selanjutnya digunakan untuk proses ekstraksi pada penelitian utama. Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui jenis dan konsentrasi alkali yang menghasilkan karaginan dengan mutu baik, mengetahui konsentrasi KCl terbaik untuk menghasilkan karaginan dengan mutu baik serta mengetahui pengaruh penggunaan KCl terhadap karakteristik mutu karaginan. Proses pembuatan karaginan pada penelitian utama ini berdasarkan SNI. 03-70-1990 (Bunga et al. 2013). Tahap penelitian pendahuluan dan penelitian utama disajikan pada Gambar 5 dan 6.

Rumput laut Kappaphycus alvarezii kering tawar asal Pulo Panjang

Pencucian dengan perbandingan Rumput laut: Air (1:40) sebanyak 4

kali

Perlakuan perbandingan

Ekstraksi dalam larutan

Rumput laut: larutan

Alkali T= 80-90 0

C, selama

Pencampuran dengan celite

2% (dari berat rumput laut yang diekstraksi)

Penyaringan dengan kain blacu (rangkap 3)

Penambahan KCl 1% (b/v) sebanyak 2 kali filtrat yang dihasilkan

Pencucian filtrat sampai pH 7

Pengeringan dengan oven T=60 0 C selama 3 hari

Penepungan dengan blender

Serbuk karaginan murni ( Refined carrageenan)

Analisis rendemen karaginan

Gambar 5 Diagram alir penelitian pendahuluan (dimodifikasi dari BSN 1990 diacu dalam Bunga et al . 2013)

Rumput laut Kappaphycus alvarezii kering tawar asal Pulo Panjang

Pencucian dengan perbandingan Rumput laut: Air (1:40) sebanyak 4 kali

Perlakuan Alkali A1=KOH 4%

Ekstraksi dalam larutan

A2= KOH 6%

Alkali perbandingan rumput

A3=KOH 8%

laut: larutan pengekstrak (dari

B1=NaOH 4%

perlakuan terbaik penelitian

B2=NaOH6%

pendahuluan) T= 80-90 0 C,

B3=NaOH8%

selama 2 jam

Pencampuran dengan celite 2% (dari berat rumput laut yang diekstraksi)

Proses

Penyaringan dengan kain

pembuatan

blacu (rangkap 3)

Perlakuan karaginan

penambahan KCl C1= KCl 1%

Penambahan KCl sebanyak

C2= KCl 5%

2X filtrat yang dihasilkan

C3= KCl 10%

Pencucian filtrat sampai pH 7

Pengeringan dengan oven T=60 0 C selama 3 hari

Penepungan dengan blender

Serbuk karaginan murni ( Refined carrageenan )

Analisis 1. Rendemen karaginan 2. Kadar air 3. Kadar abu 4. Kekuatan gel 5. Kadar kekentalan atau viskositas

Gambar 6 Diagram alir penelitian utama (dimodifikasi dari BSN 1990 diacu dalam Bunga et al . 2013)

3.4 Metode Pengambilan Data

Pada penelitian ini digunakan dua data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer pada penelitian ini merupakan data dari tiap-tiap unit percobaan yang akan dilakukan pengujian. Data primer meliputi berat rumput laut kering, berat karaginan, kadar abu, kadar air, viskositas (kekentalan gel) dan kekuatan gel. Data sekunder didapatkan dari studi kepustakaan terhadap penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, publikasi ilmiah, buku, laporan dan publikasi lembaga terkait.

3.5 Prosedur Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian pendahuluan adalah analisis rendemen karaginan, sedangkan analisis data yang dilakukan untuk penelitian utama meliputi analisis rendemen karaginan, kadar abu, kadar air, kekuatan gel dan viskositas atau kekentalan gel. Parameter-parameter tersebut menjadi data yang diambil karena parameter tersebut merupakan parameter yang menjadi standar mutu karaginan. Tahapan selanjutnya membandingkan mutu karaginan yang dihasilkan dari penelitian dengan mutu karaginan yang sudah ditetapkan FAO, FCC dan EEC. Setelah dibandingkan kemudian hasil penelitian ini dideskripsikan untuk melihat perlakuan yang terbaik yang mendekati standar mutu yang sudah berlaku secara internasional.

3.5.1 Rendemen karaginan

Analisis rendemen karaginan dilakukan berdasarkan SNI 01-4498-1998 (BSN 1998) dengan cara membandingkan berat tepung karaginan dengan berat rumput laut kering yang digunakan. Rendemen dapat dihitung dengan rumus:

3.5.2 Kadar air

Analisis kadar air berdasarkan SNI 01-2354.1-2006 (BSN 2006) dengan cara terlebih dahulu memanaskan cawan porselin kosong selama 2 jam, setelah itu cawan dikeluarkan dan diletakkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian cawan porselin kosong tersebut ditimbang (A gram). Selanjutnya sampel tepung karaginan ditimbang dan dimasukkan kedalam cawan (B gram). Cawan yang Analisis kadar air berdasarkan SNI 01-2354.1-2006 (BSN 2006) dengan cara terlebih dahulu memanaskan cawan porselin kosong selama 2 jam, setelah itu cawan dikeluarkan dan diletakkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian cawan porselin kosong tersebut ditimbang (A gram). Selanjutnya sampel tepung karaginan ditimbang dan dimasukkan kedalam cawan (B gram). Cawan yang

setelah itu ditimbang (C gram). Analisis kadar air dihitung dengan rumus:

Dimana: A :

Berat cawan porselin

B : Berat cawan porselin dan berat sampel

C : Berat cawan porselin dan berat sampel setelah dikeringkan

3.5.3 Kadar abu

Analisis kadar abu dilakukan berdasarkan SNI 01-2354.1-2006 (BSN 2006) dengan cara cawan porselin dimasukan dalam furnace terlebih dahulu. Suhu furnace

dinaikkan secara bertahap hingga 550 0

C dan suhu dipertahankan hingga

24 jam. Selanjutnya cawan porselin dikeluarkan dan ditimbang sebagai berat cawan kosong (A gram). Sampel dimasukkan kedalam cawan porselin yang sudah

ditimbang kemudian dimasukkan dalam oven yang bersuhu 100 0 C selama 24 jam, Cawan porselin selanjutnya dimasukkan kedalam alat pengabuan selama 8 jam

dan ditimbang (B gram). Analisis kadar abu dihitung dengan rumus:

Dimana:

A: Berat cawan porselin

B : Berat cawan porselin dan berat sampel setelah diabukan

3.5.4 Kekuatan gel karaginan

Kekuatan gel diukur menggunakan metode Falshaw et al . (1998) diacu dalam Distantina (2010) yang dimodifikasi. Karagenan kering dilarutkan dalam

akuades dengan pemanasan (T=90 0

C) sehingga diperoleh larutan 1,5% (berat/volume). Untuk menentukan kekuatan gel ( gel strenght ), larutan karagenan 1,5% sebanyak 10 ml dituang dalam gelas berdiameter 3 cm dengan ketinggian larutan berkisar 1,2 – 1,4 cm. Setelah itu didiamkan selama semalam pada suhu kamar, gelas diletakkan di atas timbangan. Batang silinder dengan luas C) sehingga diperoleh larutan 1,5% (berat/volume). Untuk menentukan kekuatan gel ( gel strenght ), larutan karagenan 1,5% sebanyak 10 ml dituang dalam gelas berdiameter 3 cm dengan ketinggian larutan berkisar 1,2 – 1,4 cm. Setelah itu didiamkan selama semalam pada suhu kamar, gelas diletakkan di atas timbangan. Batang silinder dengan luas

sebelum pecah dan setelah pecah dibagi luas penampang silinder. Kekuatan gel dihitung dengan rumus:

Viskositas karaginan yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan diukur dengan menggunakan alat Viscometer Ostwald

C dengan konsentrasi larutan 1,5%. Viskositas karaginan dihitung berdasarkan daya alir larutan tersebut. Mula-mula larutan karaginan dimasukkan melalui tabung A kemudian dihisap agar masuk ke tabung B tepat sampai batas a kemudian dilepaskan dan disiapkan stopwatch sebagai penghitung waktu. Waktu yang dibutuhkan larutan karaginan mengalir dari batas a sampai b dicatat, kemudian dikalikan dengan konstanta dari Viscometer Ostwald sehingga diperoleh nilai viskositas dari larutan karaginan tersebut. Konstanta Viscometer Ostwald yang

pada suhu 75 0

2 digunakan pada penelitian ini sebesar 0,25 mm 2 /s . Viskositas dihitung dengan rumus:

Dimana: t : Waktu yang dibutuhkan larutan karaginan mengalir dari batas a sampai batas b (s) k : Konstanta Viscometer Ostwald

2 (0,25 mm 2 /s )

3.6 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dan pada penelitian utama menggunakan rancangan acak lengkap dengan pola penyusunan faktorial (ada 2 faktor), dimana faktor yang diduga mempengaruhi yaitu jenis alkali (KOH dan NaOH) dengan konsentrasi 4%, 6%, 8%, sedangkan faktor yang kedua yaitu konsentrasi KCl dengan taraf 1%, 5% dan 10%. Variabel bebas yang diukur adalah parameter Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dan pada penelitian utama menggunakan rancangan acak lengkap dengan pola penyusunan faktorial (ada 2 faktor), dimana faktor yang diduga mempengaruhi yaitu jenis alkali (KOH dan NaOH) dengan konsentrasi 4%, 6%, 8%, sedangkan faktor yang kedua yaitu konsentrasi KCl dengan taraf 1%, 5% dan 10%. Variabel bebas yang diukur adalah parameter

Data hasil penelitian selanjutnya diuji statistika (Rancangan Acak Lengkap/RAL) faktorial. Model matematika RAL faktorial menurut Steel dan Torrie (1989) sebagai berikut :

Y ijk = µ +  i +  j + ( ) ij +  ijk

Keterangan:

i : Taraf perlakuan ke- i j : Ulangan Y ijk

: Nilai Pengamatan pada faktor jenis alkali (KOH dan NaOH) taraf ke- i faktor konsentrasi KCl taraf ke- j dan ulangan ke -k

µ : Nilai rata-rata umum  i,,  j :

Komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor jenis alkali (KOH dan NaOH) dan pengaruh utama faktor konsentrasi KCl

( ) ij : Komponen interaksi dari faktor jenis alkali dan faktor konsentrasi KCl

 ijk : Pengaruh acak yang menyebar normal Data yang didapat dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika diperoleh hasil yang berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara air pelarut (pengekstrak) dengan bahan baku rumput laut yang diekstraksi guna mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan. Perbandingan rumput laut dengan larutan pengekstrak yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:20 dan 1:40. Efektif dan efisien tidaknya proses ekstraksi pembuatan karaginan dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen karaginan adalah berat karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering dan dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi nilai rendemen semakin besar output yang dihasilkan. Rata-rata rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 12,5 –30,00%. Hasil ini masih dibawah nilai rendemen dari penelitian Purnama (2003) yang menghasilkan rendemen yang terbaik yaitu 20,20%.

Pada penelitian ini perbandingan air 1:20 menghasilkan rendemen karaginan lebih banyak (30,00%) jika dibandingkan perlakuan 1:40 (12,5%). Perbandingan air dengan bahan lebih sedikit menyebabkan pekatnya alkali yang digunakan sehingga menyebabkan rumput laut menjadi terekstrak sempurna dibandingkan dengan perbandingan air yang lebih besar. Hal ini juga diungkapkan Andarina (2012) bahwa penggunaan jumlah perbandingan air yang lebih sedikit mampu menghasilkan mutu karaginan yang lebih baik, sehingga dapat menghemat penggunaan air.

Penambahan celite sebagai filter aid ( penjerap ) ketika ekstraksi karaginan dapat meningkatkan rendemen karaginan, hal ini senada dengan ungkapan Peranginangin et al . (2011) bahwa ekstraksi menggunakan celite memiliki rendemen yang lebih tinggi karena celite dapat mengabsorpsi partikel-partikel yang sangat kecil sehingga tertinggal saat penyaringan, sedangkan ekstraksi yang tidak menggunakan c elite partikel-partikel kecil akan keluar ketika proses penyaringan. Hasil terbaik pada penelitian pendahuluan ini selanjutnya digunakan pada penelitian utama.

4.2 Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui jenis alkali yang terbaik, konsentrasi alkali terbaik, konsentrasi KCl terbaik untuk menghasilkan karaginan dengan mutu baik serta mengetahui pengaruh penggunaan KCl terhadap karakteristik karaginan. Karakteristik mutu karaginan yang diamati yaitu rendemen karaginan, kadar air, kadar abu, viskositas dan kekuatan gel karaginan.

4.2.1 Rendemen Karaginan

Rendemen karaginan merupakan hasil perhitungan dari tepung karaginan yang dihasilkan berbanding berat rumput laut kering yang diekstraksi. Pada penelitian ini rendemen karaginan yang dihasilkan berkisar 7,33-68,67% seperti yang disajikan pada Gambar 7. Rendemen karaginan tertinggi sebesar 68,67% dihasilkan perlakuan dengan menggunakan alkali jenis NaOH 8% untuk mengekstrak rumput laut dan pengendap KCl dengan konsentrasi 10% (B3C3) sedangkan rendemen karaginan terendah sebesar 7,33% dihasilkan perlakuan dengan menggunakan alkali jenis KOH 8% dan pengendap KCl dengan konsentrasi 1% (A3C1).

arag 50 cd

Gambar 7 Nilai rata-rata rendemen karaginan. Huruf superscript yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Tepung karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini ditinjau dari rendemennya sudah memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989) diacu dalam Bunga et al . (2013) yaitu sebesar 25%. Berdasarkan standar mutu karaginan (rendemen) tersebut maka sebanyak 61,1% dari perlakuan yang sudah diujicobakan memenuhi standar mutu. Rendemen tepung karaginan pada penelitian ini lebih tinggi dari rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian Bunga et al . (2013) yaitu 28,402% serta tidak jauh berbeda dengan rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian Widiayastuti (2010) sebesar 48,72% dan Mappiratu (2009) 30,18%.