PT. TRISETIJO MANUNGGAL UTAMA 36,31% (15.145 lembar saham)

2. PT. TRISETIJO MANUNGGAL UTAMA 36,31% (15.145 lembar saham)

3. Pemerintah RI 9,90% (4.129 lembar saham)

5.2. Lokasi Perusahaan dan Fasilitas Penunjang

Lokasi perusahaan PT. Intirub terletak di Jalan Cililitan Besar No. 454, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, sekitar 3 km dari jalan raya by pass. Lokasi ini cukup strategis baik untuk kelancaran arus produksi maupun pemasaran karena letaknya sangat dekat dengan Bandar Udara Halim Perdanakusuma sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih ringan. Lokasinya yang berada di kota besar Jakarta memiliki potensi pasar yang besar dilihat dari banyaknya kendaraan bermotor terutama mobil dan angkutan umum. Selain itu, pengangkutan bahan baku dan distribusi produk yang dihasilkan dapat menggunakan Pelabuhan Tanjung Priuk sebagai sarana transportasi laut untuk melakukan impor ataupun ekspor.

Kantor pusat dan pabrik PT. Intirub terletak dalam satu lokasi sehingga mempermudah kelancaran pengorganisasian maupun administrasi sehingga dapat mengurangi biaya operasional. Lokasinya yang dekat dengan daerah pemasaran, kemudahan transportasi, dan tenaga buruh pabrik yang mudah didapat Kantor pusat dan pabrik PT. Intirub terletak dalam satu lokasi sehingga mempermudah kelancaran pengorganisasian maupun administrasi sehingga dapat mengurangi biaya operasional. Lokasinya yang dekat dengan daerah pemasaran, kemudahan transportasi, dan tenaga buruh pabrik yang mudah didapat

Kompleks PT. Intirub didirikan di atas tanah seluas 6.5 hektar yang di dalamnya terdiri dari gudang bahan baku, gudang barang jadi, pabrikasi satu, pabrikasi dua, kantor produksi, kantor induk, kantor teknologi, bengkel (work shop ), gudang spare part, servis mobil, water treatment, boiler, power house, poliklinik, kantin, masjid, tempat parkir, lapangan voli, tenis meja, lapangan sepakbola, dan pos satpam. Dari gambaran tersebut, PT. Intirub dapat dikatakan memiliki kompleks perusahaan yang lengkap untuk mendukung proses produksi, administrasi, maupun keperluan karyawan, bahkan masih terdapat sisa lahan yang dapat dimanfaatkan jika dilakukan ekspansi.

5.3. Struktur Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia

Struktur organisasi merupakan suatu kerangka yang memperlihatkan sejumlah tugas dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dan hubungan dari setiap anggota dalam memikul tanggung jawab atas pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Struktur organisasi PT. Intirub adalah struktur organisasi garis dan staf (line and staff), dimana pimpinan perusahaan dipegang oleh presiden direktur yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan aktivitas perusahaan dan didalamnya terdapat beberapa staf yang ahli dalam bidang tertentu yang bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan sesuai bidangnya kepada pimpinan perusahaan.

Bentuk organisasi garis dan staf memiliki beberapa kelebihan yaitu, pertama, pengambilan keputusan yang sehat dapat lebih mudah diambil karena Bentuk organisasi garis dan staf memiliki beberapa kelebihan yaitu, pertama, pengambilan keputusan yang sehat dapat lebih mudah diambil karena

Struktur organisasi PT. Intirub terdiri dari lima orang direktur yang dipimpin oleh seorang presiden direktur. Gambaran struktur organisasi PT. Intirub sebagai berikut : (diagram yang lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 1).

1. Presiden Direktur

2. Direktur Teknik dan Produksi

3. Direktur Keuangan

4. Direktur Personalia (HRD)

5. Direktur Pemasaran

5.3.1. Kuantitas Sumber Daya Manusia

PT. Intirub merupakan perusahaan yang menyerap banyak sumber daya manusia. Jumlah tenaga kerja yang dapat diserap sebanyak 643 orang, dimana pekerja tetap sebanyak 553 orang dan pekerja kontrak sebanyak 90 orang. Jika dipisahkan berdasarkan tingkatan manajerial, komposisi tenaga kerja terbagi atas manajemen lini atas (terdiri dari presiden direktur dan empat orang direksi (board of director )), manajemen lini menengah (terdiri dari kepala divisi, kepala departemen, dan kepala seksi), dan manajemen lini bawah (terdiri dari supervisor, foreman , kepala regu, operator, dan serviceman). Komposisi tenaga kerja selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Tenaga Kerja PT. Intirub Berdasarkan jabatan

Jabatan

Tetap

Kontrak Jumlah

Manajemen lini atas : Direksi

3 0 3 G.M.Teknik/Produksi

1 0 1 S.M. HR&GA

1 0 1 Staf G.M.Teknik/Produksi

1 0 1 Dekom

2 0 2 Manajemen lini menengah : Kepala divisi

6 0 6 Kepala departemen

18 0 18 Kepala seksi

27 0 27 Manajemen lini bawah :

Supervisor

37 1 38 Foreman

59 0 59 Kepala regu

90 643 Sumber : PT. Intirub (2006)

Sebagian besar tenaga kerja PT. Intirub berjenis kelamin lelaki. Tenaga kerja di bagian manajemen lini atas dan manajemen lini bawah seluruhnya adalah lelaki. Tenaga kerja di bagian manajemen lini menengah sebagian besar juga lelaki, hanya delapan orang yang berjenis kelamin perempuan.

5.3.2. Kualitas Sumber Daya Manusia

Kualitas sumber daya manusia sangat mempengaruhi kinerja perusahaan di masa depan. Bila dilihat dari jenjang pendidikan, manajemen lini atas diutamakan minimal S1, sedangkan untuk manajemen menengah ke bawah jenjang pendidikan tidak terlalu ditonjolkan, begitu juga untuk buruh dan karyawan (staf) namun masih diutamakan minimal SMU. Hal ini dikarenakan PT. Intirub lebih Kualitas sumber daya manusia sangat mempengaruhi kinerja perusahaan di masa depan. Bila dilihat dari jenjang pendidikan, manajemen lini atas diutamakan minimal S1, sedangkan untuk manajemen menengah ke bawah jenjang pendidikan tidak terlalu ditonjolkan, begitu juga untuk buruh dan karyawan (staf) namun masih diutamakan minimal SMU. Hal ini dikarenakan PT. Intirub lebih

(tidak termasuk manajemen lini atas)

Sarjana S1

18 0 18 Diploma III

90 635 Sumber : PT. Intirub (2006)

Kualitas personil manajer PT. Intirub cukup memadai. Para manajer lini atas memperoleh gelar minimal sarjana S1 bahkan ada sarjana lulusan luar negeri. Dari aspek kepribadian, nilai dominan yang harus dimiliki oleh para manajer adalah kejujuran, tanggung jawab, kecerdasan, dan berwibawa. Tipe manajemen yang dilakukan oleh para manajer lini atas adalah tipe partisipatif dimana para manajer langsung turun ke manajemen menengah ke bawah namun tetap menjaga wibawa.

Kualitas manajer lini menengah ke bawah dalam hal disiplin pengawasan jadwal pertemuan, perbaikan kualitas, dan lain- lain ditanamkan cukup bagus karena dilatarbelakangi oleh KORPRI. Selain itu adanya ISO 9001 menuntut para personil manajer untuk selalu menjaga kualitas bukan hanya produk tetapi juga menjaga kualitas kerja mereka karena terdapat eksternal audit untuk status ISO.

Kebijakan tentang kepegawaiannya lainnya seperti kebijakan pengangkatan staf, penilaian, dan promosi dilakukan penilaian oleh atasan langsung dan juga oleh atasan atau manajer lain berdasarkan pertimbangan kemampuan, pengalaman yang dimiliki, tingkat pendidikan, kesetiaan, dan aspek kepribadian, selebihnya disesuaikan dengan posisi yang akan didudukinya ditambah juga pertimbangan- pertimbangan dari staf lainnya.

Untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan pegawai (karyawan kantor dan pekerja pabrik), perusahaan mengusahakan program pelatihan dan pengembangan baik dari dalam perusahaan sendiri maupun yang diadakan oleh pihak luar perusahaan. Pelatihan dari dalam perusahaan antara lain berupa training dengan mendampingi senior dan house training seperti quality training dan ISO 9001 training. Pelatihan dari pihak luar perusahaan bersifat manajerial dan kaliberasi (tes peralatan kegiatan produksi), seminar, dan pelatihan. Pelatihan- pelatihan pengembangan tersebut masih bersifat insidentil dan belum membudaya.

5.3.3. Kesejahteraan Sumber Daya Manusia

Status pekerja pada PT. Intirub terbagi menjadi dua yaitu pekerja kontrak dan pekerja tetap. Pekerja kontrak hanya dipekerjakan sesuai dengan kontrak selama tenaga atau kemampuannya masih dibutuhkan perusahaan. Pekerja tetap dipekerjakan hingga habis masa jabatan atau pengabdiaannya (pensiun). Kedua status kerja ini juga berbeda dalam penggajian (upah). Besarnya upah pekerja kontrak berdasarkan kebijaksanaan perusahaan, biasanya hanya sebatas UMR (gaji pokok), sedangkan besarnya upah pekerja tetap adalah gaji pokok ditambah tunjangan-tunjangan.

Para pekerja lini bawah di Departemen Produksi sangat peka terhadap besarnya kesejahteraan yang mereka dapatkan sehingga perusahaan sangat memperhatikan kesejahteraan mereka. Tunjangan-tunjangan yang diberikan kepada pekerja lini bawah di Departemen Produksi terdiri dari tunjangan transport, tunjangan indeks, dan tunjangan lain- lain. Selain itu, perusahaan juga memberikan insentif shift jika pekerja selalu hadir dalam setiap shift kerja selama Para pekerja lini bawah di Departemen Produksi sangat peka terhadap besarnya kesejahteraan yang mereka dapatkan sehingga perusahaan sangat memperhatikan kesejahteraan mereka. Tunjangan-tunjangan yang diberikan kepada pekerja lini bawah di Departemen Produksi terdiri dari tunjangan transport, tunjangan indeks, dan tunjangan lain- lain. Selain itu, perusahaan juga memberikan insentif shift jika pekerja selalu hadir dalam setiap shift kerja selama

Kesejahteraan pekerja tidak hanya dilihat dari besarnya gaji ataupun tunjangan tetapi juga meliputi fasilitas keselamatan kerja, kesehatan, makanan, minuman, dan fasilitas olah raga. Perusahaan menyediakan fasilitas keselamatan kerja untuk melindungi mata, alat pendengaran, dan alat indra lainnya seperti kacamata las, helm, sarung tangan, masker, dan sepatu. Fasilitas kesehatan yang disediakan perusahaan berupa poliklinik dan asuransi kesehatan. Asuransi kesehatan yang diberikan perusahaan terdiri dari askes (asuransi kesehatan), jamsostek (jaminan sosial tenaga kerja), dan asuransi bumiputera. Bagi pekerja lini bawah di Departemen Produksi, perusahaan menyediakan fasilitas makan, kopi susu, dan ekstra puding. Fasilitas olahraga yang disediakan seperti tersedianya lapangan voli, tenis meja, dan lapangan sepakbola.

5.4. Produksi

Dalam usaha memenuhi kebutuhan konsumen akan ban yang bermutu tinggi, PT. Intirub memproduksi ban dengan menggunakan teknologi tinggi. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi ban adalah mesin pencampur (banbury mixer), mesin penggiling, mesin extruder, mesin pelapis (calendering), mesin assembling, dan mesin pemasak.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan ban secara garis besar yaitu karet sebanyak 60 persen (sintetis dan alam), carbon black sebanyak 15 persen, benang nilon sebanyak 15 persen, bahan-bahan kimia (processing oil, anti oksidan, anti ozovant, actifator, accelerator, retarder, dan vulkanisator) sebanyak Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan ban secara garis besar yaitu karet sebanyak 60 persen (sintetis dan alam), carbon black sebanyak 15 persen, benang nilon sebanyak 15 persen, bahan-bahan kimia (processing oil, anti oksidan, anti ozovant, actifator, accelerator, retarder, dan vulkanisator) sebanyak

Proses produksi yang dilakukan oleh PT. Intirub dalam memproduksi ban melalui beberapa tahapan yaitu :

1. Banbury mixer Pada tahap ini dilakukan proses pencampuran bahan baku utama yaitu karet, carbon black, bahan-bahan kimia, oil, dan solver dalam jumlah dan temperatur tertentu yang hasil akhirnya adalah compound.

2. Extruder Pada mesin extruder, compound digiling melalui mill- mill (roda berjalan), kemudian dikirim dalam bentuk pita ke feed box. Mesin dilengkapi dengan screw untuk mendorong pita compound keluar melalui cetakan. Hasil dari tahap ini berupa tread (telapak ban). Setelah itu tread didinginkan dan dipotong-potong sesuai dengan ukuran jenis ban yang akan diproduksi oleh mesin pemotong (skiver).

3. Calender Pada proses ini dilakukan pelapisan antara benang (fibric) dengan compound tipis. Pelapisan dilakukan dua kali yaitu pada bagian atas dan bawah permukaan compound. Hasil dari proses ini berupa treatment. Setelah itu treatment dipotong-potong menurut lebar dan sudut yang telah ditentukan untuk masing- masing jenis ban, sehingga diperoleh ply.

4. Bead insuling Pada mesin ini, beadwire dipanaskan dan diinsulasikan dengan compound, kemudian diberi lapisan semen agar mudah lengket. Kumpulan kawat-kawat 4. Bead insuling Pada mesin ini, beadwire dipanaskan dan diinsulasikan dengan compound, kemudian diberi lapisan semen agar mudah lengket. Kumpulan kawat-kawat

5. Tire building Komponen-komponen yang telah dihasilkan pada tahap-tahap sebelumnya seperti treatment/ply, tread, dan bead dirakit menjadi satu. Hasil dari tahap ini berupa green tire (ban mentah).

6. Curing Pada tahap ini dilakukan pemasakan ban mentah dengan menggunakan mesin ban automatic press. Hasil dari proses pemasakan berupa ban yang sudah disesuaikan dengan suhu tertentu untuk setiap ukurannya.

7. Trimming dan balancing Tahap akhir dalam pembuatan ban adalah trimming dan balancing. Akibat dari kesulitan dalam penetapan berat, tekanan, dan lain- lain maka dibuat toleransi dengan melubangi cetakan ban. Lubang tersebut menyebabkan ban yang keluar dari cetakan tersebut berambut. Proses pemotongan rambut dari cetakan inilah yang disebut dengan trimming, sedangkan balancing adalah proses untuk menetapkan keseimbangan (kedinamisan) ban melalui tes keseragaman dari distribusi massa dari ban. Setelah proses ini selesai, ban telah siap untuk didistribus ikan ke konsumen.

5.5. Pemasaran

PT. Intirub membagi segmen pasarnya menjadi dua yaitu pasar domestik yang terbagi menjadi pasar perakitan dan pasar pengganti, serta pasar ekspor.

1. Pasar Domestik PT. Intirub membagi pasar domestiknya menjadi enam wilayah yait u wilayah I (Sumatera), II (DKI Jakarta), III ( Jawa Barat), IV (Jawa Tengah), V (Jawa Timur, Bali, dan NTB), dan wilayah VI (Indonesia Timur). Pada pasar domestik ini, penjualan ditujukan untuk pulau Jawa sebesar 70 persen, pulau Sumatera sebesar 18 persen, dan Indonesia Timur sebesar 12 persen dari penjualan domestik total. Pada pasar domestik, pasar produk ban terbagi lagi menjadi dua kelompok berdasarkan jenis konsumennya yaitu :

a. Pasar perakitan (Original Equipment Market/OEM) Pasar OEM adalah pasar yang konsumennya menggunakan produk ban sebagai suku cadang perakitan industri otomotif.

b. Pasar pengganti (Replacement Market/RM) Pasar pengganti merupakan pasar eceran yang menjual produk ban sebagai ban pengganti ban-ban yang telah lama atau rusak, termasuk juga ke dalam pasar pengganti ini adalah produk ban untuk armada angkutan dan institusi pemerintah.

2. Pasar Ekspor Pasar ekspor ini meliputi beberapa negara yang terbagi menjadi enam bagian yaitu ASEAN (mencakup negara Singapura, Brunei Darussalam, Papua Nugini, dan Filipina), Asia Tenggara (mencakup negara Hongkong, Srilanka, India, dan Pakistan), Eropa (mencakup negara Belanda dan Italia), Timur Tengah (mencakup negara Saudi Arabia, Kuwait, Yordania, dan Yaman), Australia dan Selandia Baru, dan Amerika Latin (mencakup negara Kostarika dan Bolivia).

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Pekerja yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah seluruh operator Seksi Tire Building di Departemen Produktivitas. Karakteristik masing- masing responden dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat produktivitas kerja, faktor ketrampilan, faktor dorongan keluarga, faktor kesehatan, faktor sistem kerja, faktor pendapatan, faktor displin kerja, faktor lingkungan kerja, dan faktor sarana produksi. Pemaparan karakteristik responden diharapkan dapat memberikan gambaran atau informasi awal mengenai produktivitas kerja responden dan faktor- faktor yang mempengaruhinya.

6.1. Tingkat Produktivitas Kerja

Tingkat produktivitas kerja responden diukur berdasarkan perbandingan jumlah ban yang berhasil dirakit terhadap jumlah ban yang telah dijadwalkan atau ditargetkan perusahaan per shift kerja. Rata-rata produktivitas kerja selama bulan Mei 2006 tidak memperhitungkan jumlah hari cuti dan cuti sosial, dimana jumlah hari kerja operator Seksi Tire Building selama bulan Mei 2006 sebanyak 17 hari. Tabel 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Produktivitas Kerja

Rata-rata Standar Tingkat produktivitas kerja

Jumlah

(%) Deviasi Produktivitas rendah (< 33.33%)

2 23.11 0.082 Produktivitas sedang (33.33% - 66.66%)

28 56.83 0.080 Produktivitas tinggi (> 66.66%)

29 73.86 0.057 Jumlah

59 64.06 0.133 Rata-rata produktivitas kerja responden berkisar antara 17.33 persen sampai

86.53 persen dengan rata-rata produktivitas kerja 64.06 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada responden yang memiliki rata-rata produktivitas kerja mencapai 100 persen. Pengelompokan responden berdasarkan tingkat 86.53 persen dengan rata-rata produktivitas kerja 64.06 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada responden yang memiliki rata-rata produktivitas kerja mencapai 100 persen. Pengelompokan responden berdasarkan tingkat

6.2. Faktor Ketrampilan

Faktor ketrampilan diukur berdasarkan karakteristik usia, jenjang pendidikan, masa kerja sebagai operator Tire Building, pengalaman kerja di industri ban, dan pelatihan kerja di luar PT. Intirub. Usia responden pada penelitian ini berkisar antara 19.7 – 49.3 tahun dengan usia rata-rata 29.7 tahun. Lebih dari 50 persen responden berusia di bawah 29.7 tshun. Tabel 8 memperlihatkan rata-rata produktivitas kerja kelompok responden yang berusia di atas 29.7 tahun lebih tinggi dari pada kelompok responden yang berusia di bawah

29.7 tahun. Semakin bertambahnya usia menunjukkan semakin bertambahnya ketrampilan yang dimiliki pekerja. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dibedakan menjadi

2 kelompok yaitu tingkat pendidikan terakhir SLTP dan SMU. Responden yang berpendidikan SMU sebanyak 54 orang, sedangkan sisanya hanya tamat SLTP. Tabel 10 memperlihatkan responden yang tamat SLTP ternyata memiliki rata-rata produktivitas kerja yang lebih tinggi dari responden yang tamat SMU. Akan tetapi, perbandingan jumlah responden yang tamat SLTP dan tamat SMU terlihat tidak sebanding sehingga belum dapat disimpulkan bahwa pendidikan berhubungan negatif terhadap produktivitas kerja. Jenjang pendidikan terlihat 2 kelompok yaitu tingkat pendidikan terakhir SLTP dan SMU. Responden yang berpendidikan SMU sebanyak 54 orang, sedangkan sisanya hanya tamat SLTP. Tabel 10 memperlihatkan responden yang tamat SLTP ternyata memiliki rata-rata produktivitas kerja yang lebih tinggi dari responden yang tamat SMU. Akan tetapi, perbandingan jumlah responden yang tamat SLTP dan tamat SMU terlihat tidak sebanding sehingga belum dapat disimpulkan bahwa pendidikan berhubungan negatif terhadap produktivitas kerja. Jenjang pendidikan terlihat

Rata-rata Standar Variabel

Jumlah

Usia

produktivitas kerja (%) deviasi < 29.7 tahun

41 62.24 0.142 Masa kerja

22 73.63 0.071 kerja di luar

Pernah

37 58.37 0.130 Masa kerja responden berkisar antara 0.5 – 25.0 tahun dengan rata-rata 6.6

Tidak pernah

tahun. Jumlah responden yang masa kerjanya di atas 6.6 tahun lebih sedikit dari pada jumlah responden yang masa kerjanya di bawah 6.6 tahun. Akan tetapi, rata- rata produktivitas kerja responden yang masa kerjanya di atas 6.6 tahun lebih tinggi dari pada responden yang masa kerjanya di bawah 6.6 tahun. Lamanya masa kerja meningkatkan pengalaman dan ketrampilan pekerja sehingga produktivitas kerja akan meningkat. Oleh karena itu, PT. Intirub lebih mengutamakan masa kerja yang menunjukkan besarnya pengabdian, pengalaman, dan ketrampilan seorang pekerja akan tugas pekerjaannya.

Para pekerja seksi Tire Building sebelum bekerja di PT. Intirub pernah bekerja di perusahaan, organisasi atau instansi lainnya yang masih berkaitan

dengan industri ban seperti bekerja di perusahaan yang memproduksi ban, vulkanisir ban, penjualan ban, ataupun bengkel. Pengalaman kerja responden di industri ban dalam penelitian ini berkisar antara nol sampai dua tahun dengan rata-rata pengalaman kerja 0.3 tahun. Responden dengan pengalaman kerja di bawah 0.3 tahun ternyata seluruhnya adalah pekerja yang belum pernah memiliki pengalaman kerja di industri ban sebelum bekerja di PT. Intirub. Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas kerja kelompok responden yang memiliki pengalaman kerja di industri ban di atas 0.3 tahun jauh lebih tinggi dari pada kelompok responden yang belum pernah bekerja di industri ban sebelumnya. Pengalaman kerja menunjukkan bahwa seorang pekerja telah memiliki ketrampilan dasar sebelum memasuki perusahaan baru dengan latar belakang pekerjaan yang hampir sama sehingga pengalaman kerja dapat meningkatkan produktivitas kerja. Oleh karena itu, PT. Int irub memasukkan kriteria pengalaman kerja dalam perekrutan pekerja.

Para pekerja seksi Tire Building di PT. Intirub seluruhnya pernah mengikuti pelatihan kerja pada awal masa kerja. Pelatihan ini sifatnya wajib sehingga seluruh responden pernah mendapatkan pelatihan kerja dari PT. Intirub, sedangkan jumlah responden yang pernah mendapat pelatihan kerja dari luar PT. Intirub hanya 22 orang. Tabel 8 memperlihatkan bahwa rata-rata produktivitas kerja responden yang pernah mengikuti pelatihan kerja di luar lebih tinggi dari pada responden yang belum pernah mengikuti pelatihan kerja di luar sebelumnya. Sebagian besar pelatihan kerja di luar yang pernah diterima berasal dari perusahaan atau organisasi tempat bekerja sebelumnya, praktek lapangan dari Para pekerja seksi Tire Building di PT. Intirub seluruhnya pernah mengikuti pelatihan kerja pada awal masa kerja. Pelatihan ini sifatnya wajib sehingga seluruh responden pernah mendapatkan pelatihan kerja dari PT. Intirub, sedangkan jumlah responden yang pernah mendapat pelatihan kerja dari luar PT. Intirub hanya 22 orang. Tabel 8 memperlihatkan bahwa rata-rata produktivitas kerja responden yang pernah mengikuti pelatihan kerja di luar lebih tinggi dari pada responden yang belum pernah mengikuti pelatihan kerja di luar sebelumnya. Sebagian besar pelatihan kerja di luar yang pernah diterima berasal dari perusahaan atau organisasi tempat bekerja sebelumnya, praktek lapangan dari

6.3. Faktor Dorongan Keluarga

Faktor dorongan keluarga diukur berdasarkan status pernikahan pekerja, pendapatan istri pekerja, dan jumlah tanggungan keluarga. Sebagian besar responden telah menikah, hanya 21 orang yang belum menikah. Dari 38 orang yang telah menikah, 15 orang memiliki istri yang telah bekerja dengan pendapatan istri di atas Rp 185 526. Pendapatan istri responden dalam penelitian ini berkisar antara Rp 0 sampai Rp 700,000. Tabel 9 menunjukkan rata-rata produktivitas kerja kelompok responden yang telah menikah lebih tinggi dari pada kelompok responden yang belum menikah. Responden dengan pendapatan istri di bawah Rp 185,526 ternyata seluruhnya adalah responden yang memiliki istri yang tidak bekerja. Produktivitas kerja seorang pekerja yang memiliki istri tidak bekerja ternyata jauh lebih tinggi dari pekerja yang memiliki pendapatan istri di atas Rp 185,526. Pekerja yang telah menikah dan rendahnya pendapatan istri menunjukkan semakin tingginya dorongan dari keluarga. Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Dorongan Keluarga

Rata-rata

Standar Variabel

Jumlah

Keterangan produktivitas kerja

38 66.18 0.104 pernikahan Belum Menikah

15 62.40 0.070 Tidak ada

13 52.98 0.180 Tanggungan

38 66.36 0.100 keluarga

1 - 2 orang

8 71.11 0.087 Jumlah tanggungan dalam keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang ditanggung kebutuhan hidupnya oleh responden. Anggota keluarga yang

3 - 4 orang

ditanggung responden antara lain istri, anak, orang tua, saudara kandung, keponakan, ataupun sanak saudara lainnya. Jumlah tanggungan keluarga dari responden berkisar antara nol sampai empat orang. Jumlah terbesar adalah responden yang memiliki tanggungan keluarga sebanyak dua orang. Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas kerja kelompok responden yang memiliki tanggungan keluarga 4 orang jauh lebih tinggi dari pada kelompok responden yang memiliki tanggungan di bawah 3 orang. Bahkan kelompok responden yang tidak memiliki tanggungan keluarga memiliki rata-rata produktivitas kerja terendah bila dibandingkan dengan kelompok responden lainnya. Banyaknya tanggungan keluarga menjadi dorongan untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga.

6.4. Faktor Kesehatan Faktor kesehatan diukur berdasarkan status Indeks Massa Tubuh (IMT), frekuensi penyakit ringan, penyakit berat, dan banyak ijin sakit selama bulan Mei 2006. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu indeks yang dapat menggambarkan status gizi pada orang dewasa. Dalam penelitian ini, karakteristik responden berdasarkan IMT dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu IMT di bawah normal (IMT < 18.5) atau di atas normal (IMT > 25.0), dan IMT normal (18.5 = IMT = 25.0). Hampir 90 persen responden memiliki IMT normal (18.5 = IMT = 25.0) dengan rata-rata produktivitas kerja 63.30 persen yang ternyata nilainya lebih rendah dari rata-rata produktivitas kerja kelompok responden dengan IMT di bawah atau di atas normal. Tabel 10 menunjukkan bahwa status gizi responden berdasarkan tinggi dan berat badan (IMT) dapat dikatakan baik

(lebih dari 80 persen) sehingga belum dapat disimpulkan bahwa responden yang IMT- nya normal memliki rata-rata produktivitas kerja yang lebih rendah.

Jumlah responden yang sering menderita penyakit ringan jauh lebih banyak dari pada responden yang jarang menderita penyakit ringan yaitu sebanyak 52 orang. Tabel 10 menunjukkan rata-rata produktivitas kerja responden yang sering menderita penyakit ringan lebih tinggi dari pada responden yang jarang menderita penyakit ringan dengan selisih rata-rata produktivitas kerja kurang dari dua persen. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar responden berpendapat bahwa penyakit ringan yang sering dialaminya belum menjadi hambatan yang berarti dalam melakukan tugas pekerjaan. Penyakit ringan yang sering dialami responden antara lain masuk angin, influenza, batuk, pegal linu. Tabel 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Kesehatan

Rata-rata

Standar Variabel

Jumlah

Keterangan produktivitas kerja

IMT < 18.5 & IMT > 25.0

Tidak memiliki

40 67.59 0.104 jin sakit

0 hari

19 56.62 0.159 Jumlah responden yang tidak memiliki penyakit berat jauh lebih banyak dari pada responden yang memiliki penyakit berat. Rata-rata produktivitas kerja

1 - 3 hari

responden yang tidak memiliki penyakit berat sedik it lebih rendah dari pekerja yang memiliki penyakit berat dengan selisih produktivitas kerja dua persen. Akan tetapi belum dapat disimpulkan bahwa adanya penyakit berat berhubungan positif terhadap produktivitas kerja karena perbandingan jumlah responden yang sangat besar dan selisih produktivitas kerja yang relatif kecil. Berdasarkan hasil responden yang tidak memiliki penyakit berat sedik it lebih rendah dari pekerja yang memiliki penyakit berat dengan selisih produktivitas kerja dua persen. Akan tetapi belum dapat disimpulkan bahwa adanya penyakit berat berhubungan positif terhadap produktivitas kerja karena perbandingan jumlah responden yang sangat besar dan selisih produktivitas kerja yang relatif kecil. Berdasarkan hasil

Semua responden dalam penelitian ini tidak memiliki cacat fisik. Hal ini dikarenakan tugas dan pekerjaan di Departemen Produksi khususnya seksi Tire Building memerlukan ketrampilan fisik yang lebih besar dari pada kemampuan berpikir sehingga PT. Intirub memasukkan kriteria tidak memiliki cacat fisik dalam perekrutan operator.

Faktor keseha tan pekerja juga diukur dengan banyaknya ijin sakit dalam absensi produksi bulan Mei 2006. Banyaknya ijin dalam bulan Mei 2006 berkisar antara nol sampai tiga hari. Sebagian besar responden tidak memiliki absensi sakit yaitu sebanyak 40 orang. Tabel 10 menunjukkan bahwa kelompok responden yang mengambil ijin sakit memiliki rata-rata produktivitas kerja yang lebih rendah dari pada kelompok responden yang tidak mengambil ijin sakit.

6.5. Faktor Sistem Kerja

Faktor sistem kerja diukur berdasarkan status kerja operator Seksi Tire Building dan persepsi pekerja terhadap tugas pekerjaannya sebagai operator Seksi Tire Building. Status kerja dibedakan menjadi dua yaitu pekerja tetap dan pekerja kontrak. Jumlah responden yang berstatus pekerja tetap lebih banyak dari pada jumlah responden yang berstatus pekerja kontrak. Tabel 11 menunjukkan rata-rata produktivitas kerja kelompok responden yang berstatus pekerja tetap lebih tinggi dari pada kelompok responden yang berstatus pekerja kontrak dengan selisih rata- Faktor sistem kerja diukur berdasarkan status kerja operator Seksi Tire Building dan persepsi pekerja terhadap tugas pekerjaannya sebagai operator Seksi Tire Building. Status kerja dibedakan menjadi dua yaitu pekerja tetap dan pekerja kontrak. Jumlah responden yang berstatus pekerja tetap lebih banyak dari pada jumlah responden yang berstatus pekerja kontrak. Tabel 11 menunjukkan rata-rata produktivitas kerja kelompok responden yang berstatus pekerja tetap lebih tinggi dari pada kelompok responden yang berstatus pekerja kontrak dengan selisih rata-

Standar Variabel

produktivitas kerja (%) deviasi Status

Biasa saja

43 65.47 0.128 Persepsi responden terhadap tugas pekerjaannya sebagai operator Seksi Tire Building dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu memuaskan, biasa saja, dan

Memuaskan

tidak memuaskan. Seluruh responden tidak ada yang memiliki persepsi bahwa tugas pekerjaan sebagai operator Tire Building tidak memuaskan. Sebagian besar responden berpendapat bahwa tugas pekerjaannya memuaskan. Tabel 11 menunjukkan bahwa kelompok responden yang berpendapat bahwa tugas pekerjaannya biasa saja memiliki rata-rata produktivitas kerja yang lebih rendah dari pada kelompok responden yang berpendapat bahwa tugas pekerjaannya memuaskan. Persepsi seorang pekerja terhadap tugas pekerjaannya diukur berdasarkan kebanggaannya terhadap tugas pekerjaan, tingkat kejenuhan, tantangan dalam pekerjaan, dan urutan (tahapan kerja) dalam pabrik.

6.6. Faktor Pendapatan

Pendapatan yang diterima para pekerja seksi Tire Building dari PT. Intirub terdiri dari empat komponen yaitu pendapatan pokok, tunjangan transport, tunjangan indeks, dan tunjangan lain- lain. Dari keempat komponen tersebut, hanya komponen pendapatan pokok yang berbeda. Perbedaannya berdasarkan status kerja seorang pekerja. Pekerja tetap memperoleh pendapatan pokok sebesar

Rp 958,000 sedangkan pekerja kontrak hanya memperoleh pendapatan pokok sebesar Rp 819,100. Selain itu, ada insentif tambahan sebesar Rp 37,500 jika seorang pekerja selalu hadir dalam kegiatan produksi selama sebulan (tidak ada absensi sakit, cuti, cuti sosial, cuti besar, ataupun tidak hadir tanpa keterangan). Insentif tambahan akan meningkat menjadi Rp 46,850 jika dalam tiga bulan seorang pekerja memenuhi persyaratan di atas. Oleh karena itu, karakteristik responden berdasarkan pendapatan pokok sama halnya dengan karakteristik responden berdasarkan status kerja.

Karakteristik responden berdasarkan pendapatan tambahan dari luar berkisar antara Rp 0 – Rp 300,000 dengan rata-rata Rp. 180,435. Lebih dari 50 persen responden tidak memiliki pendapatan tambahan dari pekerjaan lain. Responden yang pendapatan tambahannya di atas Rp 180,435 memiliki rata-rata produktivitas kerja yang lebih tinggi dari responden yang pendapatan tambahannya di bawah Rp 180,435. Hal ini disebabkan karena pekerja yang mempunyai produktivitas kerja tinggi biasanya memiliki semangat yang tinggi pula mencari pekerjaan sampingan. Selain itu, Tabel 12 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pekerjaan ssampingan rata-rata produktivitas kerjanya lebih tinggi dari responden yang tidak mempunyai produktivitas kerja. Tabel 12. Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Pendapatan

Rata-rata Standar Variabel

Jumlah

Keterangan

produktivitas kerja (%) deviasi Tidak ada

(orang)

36 64.42 0.124 Pendapatan < Rp 180,435

Biasa saja

43 62.07 0.140 Sebagian besar responden telah puas terhadap pendapatan yang diterimanya dari PT. Intirub, hanya 16 orang yang berpendapat biasa saja. Bila dilihat dari

Memuaskan Memuaskan

6.7. Faktor Disiplin Kerja

Faktor disiplin kerja diukur dengan melihat jenis peringatan tertulis yang pernah diterima, banyaknya ketidakhadiran tanpa keterangan, dan persepsi pekerja terhadap disiplin kerja. Jenis peringatan tertulis (PT) terdiri dari PT I, PT II, dan PT III. Seorang pekerja yang pernah menerima PT I akan menerima PT II jika dalam waktu enam bulan (terhitung dari menerima PT I) pekerja tersebut melakukan pelanggaran kembali. Jika seorang pekerja tidak mengulang kesalahan kembali dalam waktu enam bulan tersebut, maka pada periode enam bulan berikutnya pekerja tersebut hanya menerima PT I (jika terdapat kesalahan lagi). Tabel 13. Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Disiplin Kerja

Rata-rata

Standar Variabel

Jumlah

Keterangan

produktivitas kerja

(orang)

deviasi (%)

Tidak pernah

56 64.94 0.118 tanpa keterangan

Tidak pernah

3 47.58 0.296 Persepsi

0,5 - 3 hari

11 57.94 0.159 disiplin kerja

Biasa saja

48 65.46 0.124 Jumlah responden yang pernah menerima PT lebih banyak dari pada responden yang belum pernah menerima PT. Tabel 13 memperlihatkan responden

Memuaskan

yang belum pernah menerima PT memiliki rata-rata produktivitas kerja tertinggi yang belum pernah menerima PT memiliki rata-rata produktivitas kerja tertinggi

Ketidakhadiran pekerja tanpa keterangan (kemangkiran kerja) selama produksi bulan Mei 2006 berkisar antara nol sampai tiga hari. Sebagian besar responden tidak pernah mangkir kerja yaitu sebanyak 56 orang. Responden yang pernah tidak hadir tanpa keterangan hanya tiga orang, masing- masing tidak hadir

0.5 hari, 1.5 hari, dan 3 hari. Responden yang tidak hadir 0.5 hari artinya responden tersebut hanya bekerja setengah shift kerja (hanya sampai waktu istirahat) dan tidak melanjutkan pekerjaannya. Responden yang pernah mangkir kerja memliki rata-rata produktivitas kerja yang lebih rendah dari pada responden yang selalu hadir. Ketidakhadiran tanpa keterangan juga dipengaruhi oleh kondisi keamanan dan ketertiban perusahaan. Responden yang pernah tidak hadir 0.5 hari tanpa keterangan menunjukkan kurangnya pengawasan dan ketertiban di dalam pabrik.

Persepsi sebagian besar responden terhadap disiplin kerja perusahaan adalah memuaskan, tidak ada responden yang berpendapat tidak memuaskan. Rata-rata produktivitas kerja respoden yang puas terhadap disiplin kerja perusahaan lebih tinggi dari pada responden yang berpendapat biasa saja. Tabel

13 memperlihatkan hubungan positf antara kepuasan operator terhadap produktivitas kerja.

6.8. Faktor Lingkungan Kerja

Faktor lingkungan kerja diukur dari persepsi pekerja terhadap kondisi fisik tempat kerja, hubungan sesama rekan kerja, dan hubungan kepemimpinan. Lebih dari 50 persen responden berpendapat bahwa kondisi fisik pabrik PT. Intirub memuaskan, 23 orang berpendapat kondisi fisik pabrik biasa saja, dan 3 orang tidak puas terhadap kondisi fisik pabrik. Tabel 14 memperlihatkan rata-rata produktivitas kerja yang hampir seimbang antara kelompok responden yang puas terhadap kondisi fisik pabrik dan kelompok responden yang berpendapat biasa saja. Akan tetapi, kelompok responden yang tidak puas memiliki rata-rata produktivitas kerja yang lebih rendah dari kelompok responden lainnya. Tabel 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Kerja

Rata-rata Standar Variabel

Jumlah

Keterangan

produktivitas kerja (%) deviasi Tidak memuaskan

(orang)

3 59.01 0.288 Persepsi

23 64.55 0.100 kondisi fisik

Biasa saja

Biasa saja

45 62.82 0.137 rekan kerja

Terjalin erat

7 73.69 0.044 Sebagian besar responden berpendapat hubungan rekan kerja diantara mereka telah terjalin erat. Tidak ada satupun responden yang berpendapat

Demokratis

hubungan sesama rekan kerja terjalin tidak erat. Akan tetapi, rata-rata produktivitas kerja responden yang berpendapat hubungan rekan kerjanya biasa saja justru memiliki produktivitas kerja yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan karakteristik tugas pekerjaan operator Seksi Tire Building yang bekerja secara individu dalam merakit ban mentah. Lain halnya dengan operator pada seksi sebelumnya seperti seksi Mixing dan Extruder, seksi Extruder dan Rubber Good, hubungan sesama rekan kerja terjalin tidak erat. Akan tetapi, rata-rata produktivitas kerja responden yang berpendapat hubungan rekan kerjanya biasa saja justru memiliki produktivitas kerja yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan karakteristik tugas pekerjaan operator Seksi Tire Building yang bekerja secara individu dalam merakit ban mentah. Lain halnya dengan operator pada seksi sebelumnya seperti seksi Mixing dan Extruder, seksi Extruder dan Rubber Good,

Sebagian besar responden berpendapat bahwa hubungan kepemimpinan di seksi Tire Building netral artinya tidak terlalu otoriter dan tidak terlalu demokratis, hanya 13 orang yang berpendapat otoriter, sedangkan sisanya tujuh orang berpendapat demokratis. Bila dilihat dari rata-rata produktivitas kerja, kelompok responden yang berpendapat hubungan kepemimpinan bersifat demokratis memiliki rata-rata produktivitas kerja tertinggi dan kelompok responden yang berpendapat hubungan kepemimpinan bersifat otoriter memiliki rata-rata produktivitas kerja terendah.

Responden yang menganggap bahwa kepemimpinan bersifat otoriter karena mereka merasa shift foreman memberikan pengawasan yang terlalu ketat pada saat bekerja, kurang mendengarkan ide dan saran, tidak pernah mengetahui kehidupan keluarga responden. Responden yang menganggap kepemimpinan bersifat demokratis karena mereka merasa shift foreman memberikan bimbingan dan kritik dalam pekerjaan, mau membantu pada saat ada kendala dalam bekerja, dan sering melakukan musyawarah bersama dalam mengambil keputusan.

6.9. Faktor Sarana Produksi

Faktor sarana produksi diukur dari kendala ketersediaan bahan baku dan kendala kelancaran mesin. Kendala ketersediaan bahan baku yang dihadapi responden antara lain tidak tersedianya tread, base, sidewall, ply, breaker, chafer, dan bead dalam proses perakitan ban mentah. Kendala ketersediaan baha n baku berkisar antara nol sampai 53.2 persen dengan rata-rata 17.88 persen. Jumlah responden yang menghadapi kendala ketersediaan bahan baku di atas dan di Faktor sarana produksi diukur dari kendala ketersediaan bahan baku dan kendala kelancaran mesin. Kendala ketersediaan bahan baku yang dihadapi responden antara lain tidak tersedianya tread, base, sidewall, ply, breaker, chafer, dan bead dalam proses perakitan ban mentah. Kendala ketersediaan baha n baku berkisar antara nol sampai 53.2 persen dengan rata-rata 17.88 persen. Jumlah responden yang menghadapi kendala ketersediaan bahan baku di atas dan di

17.88 persen memiliki rata-rata produktivitas kerja yang lebih tinggi dari pada kelompok responden kendala ketersediaan bahan bakunya di bawah 17.88 persen. Tabel 15. Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Sarana Produksi

Rata-rata

Standar Variabel

Jumlah

Keterangan

produktivitas kerja

(orang)

deviasi (%)

Kendala ketersediaan

30 69.24 0.118 bahan baku

Kendala kelancaran mesin yang dihadapi responden antara lain adanya komponen-komponen mesin yang tidak dapat berfungsi dengan baik, tidak terpasang dengan baik, ataupun adanya kerusakan mesin, putaran mesin yang berjalan lambat. Kendala kelancaran mesin berkisar antara nol sampai 25 persen. Jumlah responden yang tidak menghadapi kendala kelancaran mesin sebanyak 24 orang, sedangkan responden yang menghadapi kendala kelancaran mesin sebanyak 35 orang. Lebih dari 50 persen responden menghadapi kendala kelancaran mesin karena kondisi dan usia mesin yang sudah tidak produktif lagi. Tabel 15 memperlihatkan kelompok responden yang tidak menghadapi kendala memiliki rata-rata produktivitas kerja yang lebih tinggi. Rata-rata produktivitas kerja responden terlihat semakin rendah pada kelompok responden yang menghadapi kendala kelancaran mesin 12.5 persen sampai 25 persen.

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS KERJA SEKSI TIRE BUILDING

7.1. Pengujian Asumsi Utama Analisis Regresi Linier Berganda

Dalam model regresi terdapat empat asumsi utama yang harus diperhatikan yaitu multikolinieritas, homoskedastisitas, normalitas, dan autokorelasi. Model regresi awal yang dihasilkan menunjukkan adanya masalah multikolinieritas. Hal ini dapat dilihat dari nilai VIF yang lebih dari sepuluh yaitu nilai VIF variabel X1

(usia) sebesar 26.9 dan nilai VIF variabel X4 (masa kerja) sebesar 25.6 (Lampiran 5). Nilai korelasi yang tinggi antara variabel X1 dan X2 juga terlihat pada hasil korelasi Pearson pada Lampiran 4 yaitu sebesar 0.945.

Untuk mengatasi masalah multikolinieritas tersebut, variabel X1 dikeluarkan dari model regresi awal karena besarnya pengaruh variabel X1 terhadap produktivitas kerja (Y) sebetulnya sudah dapat diwakili oleh variabel bebas lainnya dalam model (X2). Model regresi akhir menunjukkan tidak ada lagi masalah multikolinieritas di antara variabel bebas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF masing- masing variabel yang lebih kecil dari sepuluh (Lampiran 6).

Residuals Versus the Fitted Values

(r esponse is Y)

Fitted Value

Gambar 5. Plot antara Standardized Residual dengan Fitted Value (Y)

Model regresi akhir memenuhi asumsi homoskedastisitas dan normalitas. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menguji asumsi homoskedastisitas adalah dengan membuat plot antara standardized residual dengan Y. Berdasarkan Gambar 5, analisis plot antara standardized residual dengan Y tidak membentuk pola-pola tertentu yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan nilai-nilai Y (variabel tak bebas) bervariasi dalam satuan yang sama, baik untuk residual yang tinggi maupun residual yang rendah. Jadi dapat dikatakan, setiap nilai Y (produktivitas kerja) yang dihasilkan oleh setiap pekerja seksi Tire Building bervariasi dan dipengaruhi oleh setiap variabel bebas yang bernilai tinggi maupun rendah.

Normal Probability Plot of the Residuals

(resp onse is Y)

Standardized Residual

Gambar 6. Normal Probability Plot dari Residual

Asumsi normalitas dapat dipenuhi model regresi akhir dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik normal probability plot of the residual . Berdasarkan Gambar 6, data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal sehingga model regresi akhir ini memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.

Pengujian asumsi autokorelasi dengan melihat nilai Durbin-Watson (DW). Nilai DW pada model regresi akhir sebesar 1.71 (Lampiran 6). Nilai DW terletak pada d L dan d U . Jadi belum dapat disimpulkan apakah model regresi akhir tersebut terdapat masalah autokorelasi atau tidak artinya belum dapat disimpulkan apakah dalam model regresi akhir terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (periode sebelumnya).

7.2. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Pada model regresi awal terlihat adanya masalah multikolinier antara variabel usia (X1) dan variabel masa kerja (X4). Masalah multikolinieritas tersebut diatasi dengan mengeluarkan variabel X1 sehingga diperoleh model regresi akhir yang tidak mengalami masalah multikolineritas. Hasil analisis model regresi akhir selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Persamaan model regresi akhir yang dihasilkan : Y = 50.7 - 5.07 D2 - 2.39 D3 - 0.233 X4 - 4.70 X5 + 7.84 D6 - 0.000001 X7 -

0.25 X8 - 1.41 D9 + 2.28 D10 - 0.55 D11 - 5.06 X12 + 10.7 D13 + 1.75 X14 + 0.000022 X15 - 0.899 X16 - 3.54 X17 - 7.79 X18 + 0.892 X19 - 0.540 X20 + 0.391 X21 + 0.673 X22 - 0.361 X23 - 0.657 X24

Keterandalan dari model regresi akhir yang diperoleh dapat dilihat dari koefisien determinasi (R-Sq) yang diperoleh sebesar 85.9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variasi nilai produktivitas kerja dapat dijelaskan 85.9 persen oleh variasi dari nilai faktor- faktor produktivitas kerja dalam model regresi akhir, sedangkan 14.1 persen diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model regresi akhir ini.

Dari hasil analisis regresi akhir, nilai F-hitung dapat digunakan untuk menguji pengaruh faktor- faktor produktivitas kerja terhadap produktivitas kerja secara simultan. Nilai F-hitung (9.27) jauh lebih besar dari pada nilai F 5%(23,35) (1.8425) dengan tingkat signifikan 0.000 jauh lebih kecil dari pada 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa dari 23 faktor- faktor produktivitas kerja yang dilibatkan dalam model regresi akhir ini terdapat paling sedikit satu faktor produktivitas kerja yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja.

Pengaruh variabel bebas secara parsial dapat diuji dengan menggunakan uji t-hitung dan nilai P dari masing- masing variabel bebas. Nilai kritis distribusi t- tabel (t 5%(35) ) sebesar 2.0315. Jika nilai t-hitung suatu variabel bebas lebih besar

dari t-tabel dan nilai P variabel bebas tersebut lebih kecil dari 0.05 maka hipotesis nol akan ditolak artinya variabel bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas pada selang kepercayaan 95 persen. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen adalah status pernikahan, ijin sakit, pelatihan kerja di luar PT. Intirub, persepsi tugas pekerjaan, pendapatan tambahan dari luar, peringatan tertulis, ketidakhadiran tanpa keterangan, kendala ketersediaan bahan baku, dan kendala kelancaran mesin. Dari sembilan variabel bebas yang berpengaruh nyata tersebut hanya tiga variabel bebas yang nyata pada selang kepercayaan 99 persen yaitu pelatihan kerja di luar, ketidakhadiran tanpa keterangan dan kendala ketersediaan bahan baku. Hal ini dapat dilihat dari nilai P yang lebih kecil dari 0.01 dan nilai t-hitung yang lebih besar dari t-tabel (t 1%(35) )

sebesar 2.724.

7.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

7.3.1. Faktor Ketrampilan

Faktor ketrampilan diukur oleh variabel usia (X1), jenjang pendidikan (D2), masa kerja (X4), pengalaman kerja di industri ban (X5), dan pelatihan kerja di luar PT. Intirub (D13). Dari kelima variabel ini, hanya variabel pelatihan kerja di luar PT. Intirub yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja Seksi Tire Building. Hal ini dapat dilihat dari nilai T-hitung (2.86) yang lebih besar dari T- tabel (2.72) dan nilai P (0.007) yang lebih kecil dari 1 persen.

Variabel usia (X1) memiliki masalah multikolinieritas dengan variabel masa kerja (X4) sehingga variabel usia dikeluarkan dari model untuk mengatasi masalah multikolinieritas. Berdasarkan hasil analisis regresi awal, nilai koefisien regresi variabel usia bertanda positif artinya semakin bertambah usia seorang pekerja maka produktivitas kerja semakin tinggi. Hal ini dikarenakan usia responden tidak ada yang lebih dari 50 tahun sehingga masih dapat dikatakan produktif. Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Akhir dari Faktor Ketrampilan

P D2 (Pendidikan)

0.364 X4 (Masa kerja)

0.431 X5 (Pengalaman kerja)

0.266 D13 (Pelatihan kerja)

Keterangan : * nyata pada taraf kepercayaan 99 persen

Variabel usia memiliki korelasi yang tinggi terhadap variabel masa kerja. Hal ini dikarenakan pekerja yang usianya tua memiliki masa kerja yang lama, begitu pula dengan pekerja yang masih muda juga memiliki masa kerja yang masih singkat. Hal ini berarti semakin tinggi usia seorang pekerja menunjukkan masa kerja yang semakin lama. Besarnya pengaruh usia pekerja terhadap Variabel usia memiliki korelasi yang tinggi terhadap variabel masa kerja. Hal ini dikarenakan pekerja yang usianya tua memiliki masa kerja yang lama, begitu pula dengan pekerja yang masih muda juga memiliki masa kerja yang masih singkat. Hal ini berarti semakin tinggi usia seorang pekerja menunjukkan masa kerja yang semakin lama. Besarnya pengaruh usia pekerja terhadap

Tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja. Hal ini dikarenakan perbandingan jumlah responden yang tamat SLTP dan tamat SMU tidak sebanding. Pengaruh negatif koefisien D2 tidak sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini dikarenakan karakteristik pekerjaan di bagian Tire Building khususnya operator merupakan pekerjaan kasar yang lebih memerlukan tenaga fisik dan ketrampilan dari pada ilmu pengetahuan yang diperoleh dari tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, perusahaan lebih mementingkan pengalaman kerja dan pengabdian yang tinggi terhadap perusahaan sehingga kriteria tingkat pendidikan bukan menjadi kriteria awal dalam perekrutan pekerja lini bawah (khususnya pekerja pabrik). Oleh karena itu, perusahaan masih mempekerjakan pekerja lulusan SLTP yang sudah bekerja lebih dari 20 tahun.

Pengalaman kerja di industri ban tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja. Hal ini dikarenakan dari 18 orang pekerja yang pernah bekerja di industri ban sebelumnya hanya satu orang yang memiliki pengalaman kerja paling lama dua tahun, sedangkan beberapa diantaranya kurang dari satu tahun/ Pengalaman kerja yang relatif singkat belum dapat mengukur pengaruh Pengalaman kerja di industri ban tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja. Hal ini dikarenakan dari 18 orang pekerja yang pernah bekerja di industri ban sebelumnya hanya satu orang yang memiliki pengalaman kerja paling lama dua tahun, sedangkan beberapa diantaranya kurang dari satu tahun/ Pengalaman kerja yang relatif singkat belum dapat mengukur pengaruh

Pelatihan kerja di luar PT. Intirub lebih berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja. Pengaruh positif pelatihan kerja di luar terlihat dari perbedaan produktivitas kerja antara seorang pekerja yang pernah menerima pelatihan di luar dan pekerja yang belum pernah sebesar 10.65 persen dengan asumsi ceteris paribus dimana produktivitas pekerja yang pernah menerima pelatihan kerja di luar lebih tinggi dari produktivitas pekerja yang belum pernah menerima. PT. Intirub juga memberikan pelatihan kerja pada awal masa kerja. Akan tetapi, produktivitas pekerja yang sebelumnya pernah mengikuti pelatihan kerja di luar ternyata lebih tinggi dari pada produktivitas pekerja yang belum pernah mengikuti pelatihan kerja di luar. Pelatihan kerja di luar yang pernah diterima responden antara lain berasal dari perusahaan atau organisasi tempat bekerja sebelumnya, praktek lapangan dari sekolah (SMK/STM), atau dari pekerjaan sampingan.

7.3.2. Faktor Dorongan Keluarga

Faktor dorongan keluarga diukur oleh variabel status pernikahan, pendapatan istri, dan jumlah tanggungan keluarga. Dari ketiga variabel tersebut, hanya variabel status pernikahan yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja Seksi Tire Building. Hal ini ditunjukkan dari nilai T- hitung (2.07) yang lebih besar dari T-tabel (2.032) dan nilai P (0.046) lebih kecil dari 5 persen (Tabel 17). Tabel 17. Hasil Analisis Regresi Akhir dari Faktor Dorongan Keluarga

T-hitung P D6 (Status pernikahan)

Variabel

Koefisien

2.07 **0.046 X7 (Pendapatan istri)

-0.22 0.830 X8 (Tanggungan keluarga)

Keterangan : ** nyata pada taraf kepercayaan 95 persen

Perbedaan produktivitas kerja antara seorang pekerja yang telah menikah dan pekerja yang belum menikah sebesar 7.84 persen dengan asumsi ceteris paribus dimana produktivitas pekerja yang telah menikah lebih tinggi dari produktivitas pekerja yang belum menikah. Pengaruh positif ini karena adanya dorongan dari keluarga untuk terus bekerja lebih tekun, dimana pekerja berperan sebagai kepala rumah tangga. Hal ini berbeda dengan pekerja yang belum menikah dimana tanggung jawabnya lebih kecil dari pekerja yang telah menikah.

Berdasarkan hasil kuisioner dari 38 responden yang telah menikah, hanya

15 pekerja yang memiliki istri bekerja. Besarnya pendapatan istri pekerja ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja. Hubungan negatif dari pendapatan istri pekerja dan produktivitas pekerja menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan istri pekerja maka tanggungan keluarga yang ditanggung pekerja tersebut semakin berkurang. Akibatnya, produktivitas kerjanya akan lebih rendah dari pekerja yang tidak memiliki istri yang bekerja atau pekerja yang belum menikah.

Jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja. Hubungan negatifnya terhadap produktivitas kerja juga tidak sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini dikarenakan jumlah responden yang memiliki tanggungan keluarga empat orang hanya tiga responden, sedangkan responden yang memiliki tanggungan keluarga tiga orang hanya lima responden. Jumlah ini tidak sebanding dengan responden yang memiliki tanggungan di bawah dua orang dan tidak memiliki tanggungan yaitu sebanyak 51 responden.

7.3.3. Faktor Kesehatan

Faktor kesehatan diukur oleh variabel Indeks Massa Tubuh, frekunsi penyakit ringan, penyakit berat, dan banyaknya ijin sakit. Dari keempat variabel ini, hanya variabel banyaknya ijin sakit yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja Seksi Tire Building. Hal ini dilihat dari nilai T- hitung (-2.68) yang lebih besar dari T-tabel (2.032) dan nilai P (0.011) yang lebih kecil dari 5 persen. Tabel 18. Hasil Analisis Regresi Akhir dari Faktor Kesehatan

T-hitung P D9 (Indeks Massa Tubuh)

Variabel

Koefisien

-0.41 0.683 D10 (Penyakit ringan)

0.67 0.507 D11 (Penyakit berat)

-0.15 0.880 X12 (Ijin sakit)

Keterangan : ** nyata pada taraf kepercayaan 95 persen

Pengaruh negatif koefisien X12 menunjukkan bahwa peningkatan absensi sakit seorang pekerja sebesar satu hari akan menurunkan produktivitas kerjanya sebesar 5.06 persen (Tabel 18). Berdasarkan data absensi, 19 responden pernah tidak masuk kerja karena sakit. Oleh karena itu, data absensi dapat digunakan untuk mengontrol tingkat kesehatan pekerja sehingga penurunan produktivitas kerja dapat segera dihindari.

Konsep kesehatan juga diukur dengan variabel IMT, penyakit ringan, dan penyakit berat. Akan tetapi hanya variabel ijin sakit yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja. Hal ini disebabkan variabel ijin sakit diukur berdasarkan jumlah absensi sakit seorang pekerja selama bulan Mei 2006, sedangkan variabel IMT, penyakit ringan, dan penyakit berat diukur dengan kuisioner. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar responden berpendapat bahwa penyakit ringan yang sering dialaminya belum menjadi hambatan yang Konsep kesehatan juga diukur dengan variabel IMT, penyakit ringan, dan penyakit berat. Akan tetapi hanya variabel ijin sakit yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja. Hal ini disebabkan variabel ijin sakit diukur berdasarkan jumlah absensi sakit seorang pekerja selama bulan Mei 2006, sedangkan variabel IMT, penyakit ringan, dan penyakit berat diukur dengan kuisioner. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar responden berpendapat bahwa penyakit ringan yang sering dialaminya belum menjadi hambatan yang

7.3.4. Faktor Sistem Kerja

Faktor sistem kerja diukur oleh variabel status kerja (D3) dan persepsi pekerja terhadap tugas pekerjaannya sebagai operator Tire Building (X14). Dari kedua variabel tersebut, hanya faktor persepsi pekerja terhadap tugas pekerjaan yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja Seksi Tire Building. Hal ini dilihat dari nilai T-hitung (2.25) yang lebih besar dari T-tabel (2.302) dan nilai P (0.03) yang lebih kecil dari 5 persen. Tabel 19. Hasil Analisis Regresi Akhir dari Faktor Sistem Kerja

T-hitung P D3 (status kerja)

Variabel

Koefisien

-0.67 0.506 X14 (persepsi tugas pekerjaan)

Keterangan : ** nyata pada taraf kepercayaan 95 persen

Pengaruh positif koefisien X14 telah sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa semakin tinggi kepuasan seorang pekerja terhadap tugas pekerjaannya maka produktivitas kerjanya akan meningkat. Peningkatan kepuasan pekerja terhadap tugas pekerjaannya (bertambahnya satu skor dari total skor tugas pekerjaan) akan meningkatkan produktivitas kerjanya sebesar 1.75 persen dengan asumsi ceteris paribus. Karakteristik tugas pekerjaan yang diukur meliputi kebanggaan pekerja terhadap status pekerjaanya sebagai operator, tingkat kejenuhan yang dihadapi, tantangan dalam pekerjaan, dan urutan (tahap kerja) dalam pabrik.

Status kerja tidak berpenga ruh nyata terhadap produktivitas kerja. Hal ini dikarenakan selisih rata-rata produktivitas kerja pekerja tetap dan pekerja kontrak Status kerja tidak berpenga ruh nyata terhadap produktivitas kerja. Hal ini dikarenakan selisih rata-rata produktivitas kerja pekerja tetap dan pekerja kontrak

7.3.5. Faktor Pendapatan

Faktor pendapatan diukur oleh variabel pendapatan tambahan dari luar (X15) dan persepsi pekerja terhadap kepuasan pendapatan yang diterimanya dari PT. Intirub (X16). Dari kedua variabel ini, hanya X15 yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja Seksi Tire Building. Hal ini ditunjukkan dari nilai T- hitung (2.14) yang lebih besar dari T-tabel (2.032) dan nilai P (0.04) yang lebih kecil dari 5 persen. Tabel 20. Hasil Analisis Regresi Akhir terhadap Faktor Pendapatan

T-hitung P X15 (Pendapatan tambahan)

Variabel

Koefisien

2.14 **0.040 X16 (Kepuasan pendapatan)

Keterangan : ** nyata pada taraf kepercayaan 95 persen

Peningkatan pendapatan tambahan seorang pekerja sebesar satu rupiah akan meningkatkan produktivitas kerjanya sebesar 0.000022 persen dengan asumsi ceteris paribus . Dengan kata lain, jika pendapatan tambahannya meningkat sebesar Rp 100,000 maka produktivitas kerja seorang pekerja akan meningkat sebesar 2.20 persen. Pengaruh positif tersebut tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan tambahan dari pekerjaan sampingan maka semakin rendah produktivitas kerjanya. Besarnya pendapatan tambahan yang diterima seorang pekerja dari pekerjaan sampingan dapat Peningkatan pendapatan tambahan seorang pekerja sebesar satu rupiah akan meningkatkan produktivitas kerjanya sebesar 0.000022 persen dengan asumsi ceteris paribus . Dengan kata lain, jika pendapatan tambahannya meningkat sebesar Rp 100,000 maka produktivitas kerja seorang pekerja akan meningkat sebesar 2.20 persen. Pengaruh positif tersebut tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan tambahan dari pekerjaan sampingan maka semakin rendah produktivitas kerjanya. Besarnya pendapatan tambahan yang diterima seorang pekerja dari pekerjaan sampingan dapat

Kepuasan pekerja terhadap pendapatan yang diterimanya dari PT. Intirub tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja karena sebagian besar responden telah puas terhadap pendapatan yang diterimanya. Selain itu, pengaruh kepuasan pendapatan sangat dipengaruhi oleh faktor dorongan keluarga, status kerja, dan masa kerja sehingga kepuasan pendapatan tidak berpengaruh langsung terhadap produktivitas kerja.

7.3.6. Faktor Disiplin Kerja

Faktor disiplin kerja diukur oleh variabel peringatan tertulis (X17), ketidakhadiran tanpa keterangan (X18), dan persepsi pekerja terhadap disiplin kerja (X19). Dari ketiga variabel ini, variabel peringatan tertulis dan ketidakhadiran tanpa keterangan berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja. Hal ini dapat dilihat dari Tabel, hanya nilai ¦ T- hitung¦ variabel X19 yang lebih kecil dari T-tabel (2.032) dan nilai P (0.28) yang lebih besar dari 5 persen, artinya persepsi pekerja terhadap disiplin kerja (X19) tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja.

Tabel 21. Hasil Analisis Regresi Akhir dari Faktor Disiplin Kerja Variabel

Koefisien T-hitung T-tabel P X17 (Peringatan tertulis)

-2.37 2.032 **0.024 X18 (Ketidakhadiran tanpa keterangan)

-3.34 2.724 *0.002 X19 (Persepsi disiplin kerja)

Keterangan : ** nyata pada taraf kepercayaan 95 persen

* nyata pada taraf kepercayaan 99 persen

Peningkatan jenis peringatan tertulis yang diterima seorang pekerja sebesar satu tingkat akan menurunkan produktivitas kerjanya sebesar 3.54 persen dengan asumsi ceteris paribus. Pengaruh negatif ini telah sesuai dengan hipotesis awal. Pemberian peringatan tertulis (PT) memiliki jangka waktu enam bulan. Jika seorang pekerja menerima PT I maka pekerja tersebut akan dikontrol tugas pekerjaannya selama enam bulan sejak PT I diberikan. Dalam waktu enam bulan, seorang pekerja tidak boleh melakukan pelanggaran, jika terjadi pelanggaran maka pekerja tersebut akan diberi PT II, jika masih melakukan pelanggaran kembali maka dikenakan PT III. Pekerja yang tidak melakukan kesalahan kembali dalam waktu enam bulan maka pada perode enam bulan berikutnya pekerja tersebut akan menerima PT I (bukan PT II) jika melakukan pelanggaran.

Peningkatan ketidakhadiran seorang pekerja sebesar satu hari akan menurunkan produktivitas kerjanya sebesar 7.79 persen dengan asumsi ceteris paribus (Tabel 21). Pengaruh negatif ini telah sesuai dengan hipotesis awal. Ketidakhadiran tanpa keterangan dilihat dari data absensi pekerja. Pekerja yang tidak hadir satu shift kerja penuh menunjukkan rendahnya jiwa disiplin pekerja. Selain rendahnya jiwa disiplin pekerja, pekerja yang tidak hadir setengah shift menunjukkan kondisi pabrik yang tidak tertib dan kurangnya pengawasan shift foreman terhadap operator. Oleh karena itu, perusahaan perlu meningkatkan pengawasan terhadap pekerja untuk mencegah meningkatnya kemangkiran kerja.

Persepsi pekerja terhadap disiplin kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja karena sebagian besar responden berpendapat bahwa disiplin kerja perusahaan sudah memuaskan. Hal ini menunjukkan disiplin kerja suatu perusahaan belum dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap produktivitas kerja jika menggunakan kuisioner denngan pengukuran skala Lkert tiga.

7.3.7. Faktor Lingkungan Kerja

Faktor lingkungan kerja diukur oleh variabel persepsi pekerja terhadap kondisi fisik kerja (X20), hubungan sesama rekan kerja (X21), dan hubungan kepemimpinan (X22). Ketiga variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja Seksi Tire Building. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 22 yang menunjukkan nilai T- hitung yang lebih kecil dari T-tabel (2.032) dan nilai P yang lebih besar dari 5 persen. Tabel 22. Hasil Analisis Regresi Akhir dari Faktor Lingkungan Kerja

T-hitung P X20 (Kondisi fisik)

Variabel

Koefisien

-0.94 0.352 X21 (Hubungan rekan kerja)

0.48 0.634 X22 (Hubungan kepemimpinan)

1.34 0.188 Kondisi fisik tempat kerja (X20) tidak berpengaruh nyata terhadap

produktivitas kerja Seksi Tire Building karena kondisi fisik pabrik sudah cukup memuaskan responden, hanya tiga orang yang tidak puas. Kondisi kenyamanan, ketenangan, kebersihan, keamanan, dan fasilitas keselamatan kerja ternyata tidak berpengaruh langsung terhadap produktivitas kerja.

Hubungan sesama rekan kerja (X21) juga tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja Seksi Tire Building karena karakteristik tugas pekerjaan operator Tire Building yang berbeda dengan operator lainnya. Meskipun tidak ada satupun responden yang berpendapat hubungan sesama rekan terjalin tidak erat, Hubungan sesama rekan kerja (X21) juga tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja Seksi Tire Building karena karakteristik tugas pekerjaan operator Tire Building yang berbeda dengan operator lainnya. Meskipun tidak ada satupun responden yang berpendapat hubungan sesama rekan terjalin tidak erat,

Sebagian besar responden berpendapat bahwa hubungan kepemimpinan di Seksi Tire Building bersifat netral artinya tidak terlalu otoriter dan tidak terlalu demokratis. Karakteristik tugas pekerjaan pada manajemen lini bawah mengharuskan hubungan kepemimpinan yang bersifat netral atau otoriter sehingga hubungan kepemimpinan yang bersifat demokratis tidak dapat meningkatkan produktivitas kerja operator.

Faktor lingkungan kerja tidak mampu menunjukkan atau menjelaskan pengaruhnya terhadap produktivitas kerja. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran faktor lingkungan kerja dengan menggunakan kuisoner berskala Likert tiga belum dapat mengukur faktor lingkungan kerja secara akurat.

7.3.8. Faktor Sarana Produksi

Faktor sarana produksi diukur oleh variabel kendala ketersediaan bahan baku (X23) dan kendala kelancaran mesin (X24). Kedua variabel ini berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja Seksi Tire Building. Hal ini dapat dilihat dari Tabel yang menunjukkan nilai ¦ T-hitung¦ yang lebih besar dari T-tabel dan nilai P yang lebih kecil dari a.

Tabel 23. Hasil Analisis Regresi Akhir dari Faktor Sarana Produksi Variabel

a X23 (Kendala bahan baku)

Koefisien T-hitung T-tabel

*0.007 1 persen X24 (Kendala mesin)

Keterangan : ** nyata pada taraf kepercayaan 95 persen * nyata pada taraf kepercayaan 99 persen

Nilai negatif dari koefisien variabel X23 telah sesuai dengan hipotesis awal. Peningkatan kendala ketersediaan bahan baku yang dihadapi seorang pekerja sebesar satu persen akan menurunkan produktivitas kerjanya sebesar 0.36 persen dengan asumsi ceteris paribus. Untuk mengatasi penurunan produktivitas kerja, PT. Intirub hendaknya segera mengatasi hambatan dalam penyediaan bahan baku. Berdasarkan hasil wawancara, ketersediaan bahan baku merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas perusahaan. Bila dilihat dari laporan produksi harian, jumlah hari kerja selama bulan Mei 2006 hanya 17 hari, sedangkan hari kerja pabrik seharusnya 25 hari pada bulan Mei 2006. Pabrik diliburkan selama delapan hari tersebut karena bahan baku yang tidak tersedia terutama karet. Oleh karena itu, pengendalian persediaan bahan baku merupakan masalah yang sangat berkaitan dengan produktivitas kerja.

Nilai negatif dari koefisien variabel X24 telah sesuai dengan hipotesis awal. Peningkatan kendala kelancaran mesin yang dihadapi seorang pekerja sebesar satu persen dapat menurunkan produktivitas kerjanya sebesar 0.66 persen dengan asumsi ceteris paribus. Berdasarkan laporan produksi harian, kendala kelancaran mesin yang sering terjadi antara lain komponen-komponen mesin yang sering lepas, mesin berputar lambat (tidak kuat berputar), dan mesin yang sering macet. Penggantian mesin- mesin yang sudah tidak produktif hendaknya menjadi salah satu pertimbangan dalam upaya peningkatan produktivitas kerja.

7.4. Hasil Analisis Regresi Komponen Utama

Anallisis regresi komponen utama dilakukan untuk mengelompokkan faktor- faktor produktivitas kerja menjadi beberapa faktor utama. Dari analisis komponen utama, diperoleh tiga komponen utama yang merupakan kombinasi linier variabel asalnya. Pemilihan tiga komponen utama berdasarkan nilai eigenvalue dan patahan pada scree plot (Lampiran 8). Berdasarkan hasil analisis regresi terhadap ketiga faktor utama, faktor pertama dan kedua memiliki pengaruh positif terhadap produktivitas kerja, sedangkan faktor ketiga berpengaruh negatif terhadap produktivitas kerja pada tingkat kepercayaan 99 persen. Tabel 24. Hasil Analisis Regresi Komponen Utama

Variabel

P VIF Constant

1.0 Faktor pertama merupakan penciri utama dari usia pekerja, pendidikan,

status kerja, masa kerja, status pernikahan, dan jumlah tanggungan keluarga, sehingga faktor ini diberi nama faktor ketrampilan dan dorongan keluarga. Variabel-variabel tersebut mendominasi pengaruh yang kuat terhadap faktor ketrampilan dan dorongan keluarga. Hal ini dapat dilihat dari nilai loading factor variabel- variabel tersebut memiliki nilai mutlak yang tinggi pada faktor ketrampilan dan dorongan keluarga (Tabel 25). Tabel 25. Nilai Loading Factor dari Faktor Ketrampilan dan Dorongan Keluarga

Variabel

Faktor 1

Faktor 2 Faktor 3

X1 Usia

-0.067 0.090 D2 Pendidikan

0.006 -0.272 D3 Status kerja

-0.040 0.025 X4 Masa kerja

-0.075 0.126 D6 Status pernikahan

-0.060 -0.078 X8 Jumlah tanggungan keluarga

0.078 -0.077

Faktor ketrampilan dan dorongan keluarga secara simultan berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja. Semakin tinggi ketrampilan dan dorongan keluarga maka produktivitas kerjanya akan meningkat. Pengaruh positif faktor ketrampilan dan dorongan keluarga telah sesuai dengan hipotesis awal. Besarnya ketrampilan yang dimiliki seorang pekerja akan meningkatkan kualitas kerja dan kuantitas produk sehingga diharapkan produktivitas kerja akan meningkat. Adanya dorongan keluarga memberikan motivasi kerja yang lebih tinggi dalam diri seorang pekerja sehingga diharapkan produktivitas kerja akan meningkat.

PT. Intirub dalam merekrut tenaga kerja perlu memperhatikan ketrampilan dasar yang dimilikinya. Meskipun pada awal masa kerja PT. Intirub akan memberikan pelatihan khusus (training), peran penting ketrampilan dasar menjadikan pekerja tersebut lebih mudah menyesuaikan terhadap tugas pekerjaan yang diberikan. Selain itu, dorongan keluarga yang tinggi menjadi hal yang perlu diperhatikan mengingat adanya dorongan keluarga yang tinggi membuat pekerja termotivasi bekerja lebih tekun untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Sebagai bentuk perhatian yang tinggi dan upaya meningkatkan motivasi, perusahaan hendaknya memberikan tunjangan yang lebih tinggi terhadap para pekerja yang memiliki dorongan keluarga yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak hanya memperhatikan pekerja, tetapi juga memperhatikan keluarga dan lingkungan pekerja.

Faktor kedua merupakan penciri utama dari faktor status gizi (Indeks Massa Tubuh), banyaknya ijin sakit, pengalaman kerja di industri ban, pelatihan kerja di luar PT. Intirub, kepuasan pendapatan, pendapatan istri, peringatan tertulis, ketidakhadiran tanpa keterangan, dan persepsi disiplin kerja sehingga diberi nama Faktor kedua merupakan penciri utama dari faktor status gizi (Indeks Massa Tubuh), banyaknya ijin sakit, pengalaman kerja di industri ban, pelatihan kerja di luar PT. Intirub, kepuasan pendapatan, pendapatan istri, peringatan tertulis, ketidakhadiran tanpa keterangan, dan persepsi disiplin kerja sehingga diberi nama

Faktor 2 Faktor 3

X12 Ijin sakit

Pelatihan kerja di luar PT. Intirub

-0.348 X5 Pengalaman kerja di industri ban

-0.286 X7 Pendapatan istri

-0.128 D9 Indeks Massa Tubuh

Kepuasan pendapatan

Peringatan tertulis

Ketidakhadiran tanpa keterangan

0.197 Faktor kondisi fisik dan kondisi mental pekerja secara simultan

Persepsi disiplin kerja

berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja. Semakin baik kondisi fisik dan kondisi mental pekerja maka produktivitas kerjanya akan meningkat. Pengaruh positif faktor kondisi fisik dan kondisi mental pekerja telah sesuai dengan hipotesis awal. Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja, PT. Intirub perlu memperhatikan kondisi pekerja mengingat karakteristik tugas pekerjaan operator Tire Building yang membutuhkan tenaga fisik yang lebih besar dari ketrampilan. Selain itu, kondisi mental yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pelatihan dan kedisiplinan kerja. PT. Intirub diharapkan dapat memberikan pelatihan secara berkala dan memberikan Motivation and Achievement Training untuk dapat meningkatkan loyalitas dan kedisiplinan pekerja.

Faktor ketiga merupakan penciri utama dari frekuensi penyakit ringan, penyakit berat, persepsi tugas pekerjaan, pendapatan tambahan, kondisi fisik Faktor ketiga merupakan penciri utama dari frekuensi penyakit ringan, penyakit berat, persepsi tugas pekerjaan, pendapatan tambahan, kondisi fisik

Variabel Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3

D10 Penyakit ringan

D11 Penyakit berat

X14 Persepsi tugas pekerjaan

X15 Pendapatan tambahan

X20 Kondisi fisik tempat kerja

X21 Hubungan sesama rekan kerja

X22 Hubungan kepemimpinan

X23 Kendala ketersediaan bahan baku

X24 Kendala kelancaran mesin

Faktor hambatan dalam situasi kerja secara simultan berpengaruh negatif terhadap produktivitas kerja. Semakin rendah hambatan dalam situasi kerja yang dihadapi seorang pekerja maka produktivitas kerjanya akan semakin meningkat. Pengaruh negatif dari faktor hambatan dalam situasi kerja telah sesuai dengan hipotesis awal. Situasi kerja yang kondusif dan terpenuhinya sarana produksi dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga hambatan yang terjadi di dalamnya harus dihindari. PT. Intirub hendaknya segera menangani hambatan yang terjadi dalam situasi kerja baik yang berasal dari pekerja itu sendiri maupun yang beraasal dari perusahaan. Hambatan yang berasal dari pekerja antara lain adanya pekerjaan sampingan, kondisi kesehatan pekerja, dan hubungan di antara rekan kerja. Hambatan yang berasal dari perusahaan antara lain kendala sarana produksi, variasi tugas pekerjaan, fasilitas dan sarana penunjang perusahaan.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah :

1. Rata-rata produktivitas kerja operator Tire Building berada pada tingkat produktivitas kerja sedang. Faktor- faktor yang mempengaruhinya adalah faktor ketrampilan, dorongan keluarga, kesehatan, sistem kerja, pendapatan, disiplin kerja, lingkungan kerja, dan sarana produksi. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel pelatihan kerja di luar (faktor ketrampilan), status pernikahan (faktor dorongan keluarga), persepsi pekerja terhadap tugas pekerjaan (faktor sistem kerja), dan pendapatan tambahan (faktor pendapatan) berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja operator Tire Building. Variabel ijin sakit (faktor kesehatan), jenis peringatan tertulis dan banyaknya ketidakhadiran tanpa keterangan (faktor disiplin kerja), kendala ketersediaan bahan baku dan kendala kelancaran mesin (faktor sarana produksi) berpengaruh negatif terhadap produktivitas kerja.

2. Hasil analisis regresi komponen utama mengelompokkan faktor-faktor produktivitas kerja menjadi tiga faktor utama yaitu faktor ketrampilan dan dorongan keluarga, faktor kondisi fisik dan kondisi mental pekerja, serta faktor hambatan dalam situasi kerja. Dari ketiga faktor tersebut, faktor ketrampilan dan dorongan keluarga serta faktor kondisi fisik dan kondisi mental berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja, hanya faktor hambatan dalam situasi kerja yang berpengaruh negatif terhadap produktivitas kerja. Usia pekerja, pendidikan, status kerja, masa kerja, status pernikahan, dan jumlah tanggungan keluarga memberikan pengaruh yang kuat terhadap

faktor ketrampilan dan dorongan keluarga. Status gizi (Indeks Massa Tubuh), banyaknya ijin sakit, pengalaman kerja di industri ban, pelatihan kerja di luar PT. Intirub, kepuasan pendapatan, pendapatan istri, peringatan tertulis, ketidakhadiran tanpa keterangan, dan persepsi disiplin kerja memberikan pengaruh yang kuat terhadap faktor kondisi fisik dan kondisi mental pekerja. Frekuensi penyakit ringan, penyakit berat, persepsi tugas pekerjaan, pendapatan tambahan, kondisi fisik tempat kerja, hubungan rekan kerja, hubungan kepemimpinan, kendala ketersediaan bahan baku, dan kendala kelancaran mesin memberikan pengaruh yang kuat terhadap faktor hambatan dalam situasi kerja.

8.2. Saran

Upaya yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan produktivitas kerja operator seksi Tire Building adalah :

1. Pengaruh pelatihan kerja di luar PT. Intirub menunjukkan bahwa perusahaan perlu meningkatkan pelatihan kerja karena selama ini pelatihan kerja di dalam PT. Intirub masih belum dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Pernah mendapat pelatihan kerja sebelumnya juga dapat menjadi salah satu kriteria ketrampilan dalam perekrutan tenaga kerja.

2. Pengaruh faktor sarana produksi menyebabkan pabrik tidak produktif dalam beroperasi yang ditunjukkan dari banyaknya hari kerja yang libur produksi karena tidak tersedianya bahan baku terutama karet. Perusahaan sebaiknya segera mengatasi kendala bahan baku yang menjadi akar dari permasalahan produktivitas sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengendalian persediaan bahan baku di PT. Intirub. Selain itu, perlu adanya 2. Pengaruh faktor sarana produksi menyebabkan pabrik tidak produktif dalam beroperasi yang ditunjukkan dari banyaknya hari kerja yang libur produksi karena tidak tersedianya bahan baku terutama karet. Perusahaan sebaiknya segera mengatasi kendala bahan baku yang menjadi akar dari permasalahan produktivitas sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengendalian persediaan bahan baku di PT. Intirub. Selain itu, perlu adanya

3. Perusahaan hendaknya memperhatikan pekerja yang sering mengambil ijin sakit karena kesehatan yang memburuk akan mempengaruhi produktivitas kerja. Operator yang memiliki tingkat kesehatan buruk hendaknya segera ditindaklanjuti dengan meningkatkan pelayanan kesehatan seperti pemberdayagunaan poliklinik. Selain itu, faktor kesehatan sebaiknya dijadikan salah satu kriteria dalam merekrut pekerja produksi dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

4. Perusahaan perlu memperhatikan pekerja yang sering mendapat peringatan tertulis ataupun pekerja yang sering tidak hadir tanpa keterangan. Jika pelanggaran masih tetap dilakukan maka sebaiknya perusahaan menindak tegas karena mempertahankan pekerja yang sering menerima peringatan tertulis hanya akan menurunkan produktivitas perusahaan.

5. Pentingnya variasi tugas pekerjaan juga perlu diperhatikan agar operator tidak cepat merasa jenuh. Perusahaan dapat memotivasi pekerja dengan memberikan tantangan dalam tugas pekerjaannya seperti memberikan insentif tambahan jika dapat mencapai target produksi karena selama ini perusahaan hanya memberikan insentif tambahan jika tidak pernah mangkir kerja selama sebulan dan selama tiga bulan berturut-turut.

DAFTAR PUSTAKA

Atmosoeprapto, K. 2001. Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan. PT Elex Media Komputindo (Kelompok Gramedia), Jakarta.

Anoraga, Pandji dan Sri Suyati. 1995. Perilaku Keorganisasian. PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.

Fahmi, Fariq. 2004. Kajian Penerapan Kompensasi, Motivasi Kerja, dan Kinerja Karyawan di Restoran Cepat Saji Makanan Khas Sunda ”Baraya” (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Handayani, Yeni. 2004. Analisis Hubungan Faktor-Faktor Motivasi dengan Motivasi Kerja dan Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus Pada Departemen Produksi PT. Goodyear Indonesia Tbk., Bogor (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Joseph, Susanto. 2005. Pengembangan Jejaring Produktivitas. www.apindo.or.id/images/_res/JejaringProduktivitas.pdf. (14 Juni 2006).

Kartika, Tika. 2001. Analisis Strategi Pemasaran Ban Mobil PT. Intirub (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Kintarti, Shinta. 2005. Analisis Hubungan Kompensasi, Motivasi, dan Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus Kantor KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten) (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Kussriyanto, B. 1986. Meningkatkan Produktivitas Karyawan. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Mangkuprawira, Tb. Sjafri. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Mashuri, Dedi. 2004. Kajian Produktivitas Tenaga Kerja dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus di PT. Muhara Dwitunggal Laju,

Citereup, Bogor) (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Mattjik, Ahmad Ansori dan Made Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan

dengan Aplikasi SAS dan Minitab . IPB Press, Bogor. Nachrowi, Djalal. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometrika. PT Raja Grafindo

Persana, Jakarta. Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Nugroho, Baskhoro Agung. 2005. Pengupahan dan Produktivitas (sebuah konsep). http://www.apindo.or.id/images/_res/PAPER_PENGUPAHAN_DAN_PR

ODUKTIVITAS. html (10 Mei 2006). Nugroho, Baskhoro Agung. 2005. Total Faktor Produktivitas (TFP) Manufacture

Sector. http://www.apindo.or.id/images/_res/TFPMicro.pdf (22 Mei 2006). Puspitarini, Mega. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Buruh Pengolahan PTPN VIII Kebun Rancabali (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Puspitaloka, Wulandari. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Pemetik Teh di Perkebunan Goalpara Kabupaten Sukabumi Jawa Barat (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Ravianto, J. 1985. Produktivitas dan Manusia Indonesia. Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas, Jakarta.

Ravianto, J. 1986. Produktivitas dan Pengukuran. Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas, Jakarta.

Ravianto, J. 1990. Produktivitas dan Tenaga Kerja Indonesia. Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas, Jakarta.

Simanj untak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.

Singgih, Santoso. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik . PT. Elex Media Komputindo (Kelompok Gramedia), Jakarta.

Srivastava, M. S. 2002. Methods of Multivariate Statistic. A John Wiley & Sons, Inc., Publication, New York.

Stoner, James A.F. 1994. Manajemen. Terjemahan. Wilhelmus W. B. Edisi ke-5. Intermedia, Jakarta.

Suhara, Rio S. 2005. Analisis Pengendalian Persediaan Karet Sebagai Bahan Baku Utama Produk Ban Sepeda (PT. X.I Indonesia Tire Division)

(Skripsi). Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Sultika, Budi. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi

Kerja Karyawan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tasikmalaya (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Supranto, J. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi. Penerbit Erlangga, Jakarta. Timm, Neil H. 2002. Applied Multivariate Analysis. Springer-Verlag, Inc., New

York.

Umar, H. 2003. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wahana Komputer, Tim Penelitian dan Pengembangan. 2005. Pengembangan Analisis Multivariate dengan SPSS 12 . Salemba Infotek, Jakarta..

Warta Ekonomi. 2006. Industri Ban: Masih Menggelinding. http://www.wartaekonomi.com/indikator.asp/aid=6142&cid=25. html (15

Maret 2006) Zulkarnain, Agud. 2004. Analisis Sistem Kompensasi Serta Pengaruhnya

Terhadap Motivasi dan Produktivitas Tenaga Pemetik Teh (Studi Kasus: Perkebunan Cianten PTPN VIII, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Baliwati, Yayuk F dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Orga nisasi PT. Intirub

Presiden Director

Production Director

Finance Director

Marketing

Human Research

Director

and Development Director

Marketing Assurance

Quality Planning

Support Division

Sumber : PT. Intirub (2006) 103

Lampiran 2

KUISIONER

Dengan Hormat, Kuisioner ini disusun dalam rangka penyelesaian tugas akhir (skripsi). Tujuan dari penyusunan kuisioner ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja operator seksi Tire Building Departemen Produksi PT. Intirub, Jakarta.

PETUNJUK UMUM :

1. Mohon dijawab dengan jelas pertanyaan dan pernyataan di bawah ini. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, kami hanya menginginkan informasi dan pendapat yang jujur, benar, dan akurat.

2. Nama dan identitas Anda akan kami jamin kerahasiaannya 100%.