Saat ini procalcitonin PCT dikenal sebagai SMART biomarker untuk sepsis dan infeksi. Hal ini membuktikan dengan memenuhi beberapa kriteria, antara lain : 1.
Memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi, 2. Dapat diukur measureable, 3. Tersedia di sarana kesehatan seperti rumah sakit affordable, 4. Responsive dan
reproducible, 5. Memiliki waktu paruh 24 jam dan dapat diperiksa berulang kali
timely fashion Summah H dkk, 2009; Cairn C dkk, 2010. Muller dkk, melaporkan
bahwa kadar procalcitonin lebih akurat dibanding CRP maupun jumlah leukosit total dalam membedakan PK dengan kondisi medik lain Mira JP dkk 2008, Muller B dkk,
2007. Pada penelitian Christ-Crain dkk, Nilai PCT dengan cut-off
≥ 0,25 ngml dipakai sebagai pertimbangan untuk memutuskan pemberian antibiotik. Hasilnya
didapatkan pengurangan 50 penggunaaan antibiotik pada pasien dengan infeksi saluran nafas bagian bawah. Hal ini ditegaskan kembali oleh peneliti yang sama
dimana kurangnya hari rawatan dari 12 hari menjadi 5 hari dengan durasi penggunaan antibiotik berkurang hingga 65 tanpa merubah dampak klinis penderita PK Christ
Crain M dkk, 2006; Christ Crain M dkk, 2010.
Sebagai alat prognostik, studi oleh Huang dkk, mendapatkan kadar PCT 0,1
ngml memiliki risiko kematian akibat PK yang rendah tanpa memandang derajat skor PSI. Pada studi Masia dkk, PCT dihubungkan dengan skor derajat keparahan
pneumonia. Pada penderita pneumonia dengan nilai PSI yang rendah PSI, kelas I-II, PCT ternyata dapat memprediksi pneumonia akibat bakteri dimana kadar PCT akan
meningkat pada pneumonia bakteria dibanding non-bakteria dengan cut-off ≥ 0,15
ngml. Pada penderita dengan PSI tinggi PSI, kelas III-IV PCT lebih merupakan alat prognostik dibanding diagnostik, dimana kadar PCT
≥ 0,5 ngml memiliki komplikasi dan mortalitas yang lebih tinggi Huang DT dkk, 2008, Mira JP dkk, 2008;
Capelastegui dkk, 2006. Mar Masia dkk melaporkan bahwa pasien PK yang
mempunyai score PSI yang lebih tinggi maka semakin tinggi kadar procalsitonin dan didapati bahwa nilai PCT akan meningkat sesuai dengan skor derajat keparahan PSI
dan hal ini berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan komplikasi yang terjadi.
Kruger dkk , dalam suatu studi yang melibatkan 1671 pasien PK melaporkan bahwa
kadar PCT dapat memprediksi keparahan dan dampak klinik PK dengan akurasi yang sama dengan skor CURB-65. Pada studi ini skor prognostik CURB-65 dimodifikasi
2
Universitas Sumatera Utara
untuk mempermudah penelitian dilakukan di sarana kesehatan primer. Selain itu, terdapat 2 dua penelitian terdahulu yang saling bertentangan dan menyebabkan
peran procalcitonin sebagai prediktor prognostik menjadi tidak jelas. Masia dkk mendapatkan bahwa nilai PCT akan meningkat sesuai dengan skor derajat PSI dan hal
ini berhubungan dengan derajat peningkatan mortalitas dan komplikasi yang terjadi. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Beovic dkk yang menegaskan
tidak ada hubungan antara PCT dengan nilai skor PSI Huang DT dkk, 2008.Oleh karena itu, peneliti berminat melakukan suatu penelitian yang mencari hubungan
antara kadar PCT terhadap skor keparahan pneumonia, dalam hal ini PSI pada awal pasien PK datang ke RS. Selain itu hingga saat ini penelitian sejenis belum pernah
dilakukan di Medan.
2. Perumusan Masalah